Anda di halaman 1dari 18

2.

1 Pendekatan Dan Metode Studi Islam

Studi Islam bertujuan untuk menggali yang lalu dasar-dasar dan pokok-pokok ajaran
islam yang ada dalam sumber dasarnya bersifat hakiki, umum, dinamis, juga abadi untuk
dipertemukan dengan budaya dan dunia modern, agar bisa menjadi jalan alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi umat manusia pada umumnya dan umat islam khususnya. Cara
pendekatan yang relevan yaitu pendekatan kesejarahan, kefilsafatan, dan dekatan ilmiah.
Sifat dari studi islam ini adalah menyatukan studi Islam yang bersifat konvensional dengan
studi islam yang bersifat ilmiah, sehingga pendekatan dokteriner tidak terabaikan.

Pendekatan Normatif diartikan sebagai upaya memahami agama dengan


menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari keyakinan, juga memandang
masalah dengan halal-haram, boleh-tidak dan seluruh ajaran yang terkandung dalam nash.

Pendekatan Antropologis diartikan sebagai upaya memahami agama dengan cara


melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sehingga
masalah kehidupan manusia dengan agama akrab dan fungsional dari berbagai kejadian
kehidupan manusia. Melalui pendekatan ini kita dapat melihat hubungan antara agama dan
negara. Kemudian dapat kita temukan keterkaitan agama dengan psikoterapi.

Pendekatan Sosiologis, sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan


masyarakat lengkap dengan struk, lapisan dan gejala sosial lainnya. Jadi dapat diartikan
pedekatan sosiologi itu sebagai upaya memahami agama yang baru secara proporsional dan
tepat menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.

Pendekatan Filosofis, philo berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Filsfat
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek
formanya. Jadi dapat digunakan memahami ajaran agama bermaksud agar hikmah, hakikat
atau inti dari ajaran agama dapat mengerti dan dipahami secara jelas.

Pendekatan Historis, sejarah atau historis adalah ilmu yang membahas peristiwa yang
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa
tersebut. Jadi melalui pendekatan sejarah ini kita melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan yang terdapat dalam idealis dengan yang di dalam empiris dan historis.

Pendekatan Kebudayaan, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan


memakai dan menyalurkan potensi batin yang dimilikinya. Jadi dapat diartikan sebagai

1
memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang terdapat tataran
empiris atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang berkaitan dengan masyarkat.

Pendekatan Psikologi, psikologi atau ilmu jiwa merupakan ilmu yang mempelajari
jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati. Jadi dapat dipahami dengan ilmu
ini sesorang akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, pahami dan amalkan sebagai
alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang dengan tingkat usianya.

Metode studi Islam terbagi menjadi 6, yaitu:

2.1.1 Metode Diakronis

Metode ini juga disebut dengan metode sosiohistoris yaitu metode pemahaman
terhadap kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihat kenyataan yang
mempunyai kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat kebudayaan, golongan dan
lingkungan sesuai kejadian itu muncul.

2.1.2 Metode Sikronis-Analitis

Metode ini memberikan kemampuan analisis-intelek umat islam, metode ini


tidak hanya mengutamakan segi aplikatif praktis tetapi mengutamakan telaah teoretis.
Metode ini dan metode diakronis menggunakan asumsi dasar antara lain:

1. Islam adalah agama wahyu ilahi yang berlainan dengan kebudayaan sebagai
hasil cipta dan rasa manusia. (Q.S al-Najm: 3-4)
2. Islam adalah agama yang sempurna dan diatas segala-galanya. (Q.S al-
Maidah: 3)
3. Islam merupakan supra sistem yang mempunyai beberapa sistem dan
subsistem serta komponen dengan bagian dan secara keseluruhan merupakan
struktur yang unik. (Q.S al-Maidah)
4. Wajib bagi umat islam untuk mengajak pada makruf dan nahi munkar. (Q.S
Ali Imran: 104)
5. Wajib bagi umat islam untuk mengajak orang lain kejalan Allah dengan jalan
yang hikmah dan penuh kebijaksanaan. (Q.S an-Nahl: 125)
6. Wajib bagi sebagian umat islam untuk memperdalam ajaran agama islam.
(Q.S at-Taubah: 122)

2
2.1.3 Metode Problem Solving (hill al-musykilat)
Metode ini mempelajari islam yang mengajak pemeluknya untuk berlatih
menghadapi berbagai masalah cabang ilmu pengetahuan dengan solusi, metode ini
merupakan cara penguasaan keterampilan dari pada pengembangan mental-intelektual
sehingga memiliki kelemahan, yaitu pemikiran umat islam mngkin terbatas pada
kerangka yang sudah tetap akhirnya bersifat mekanistis.

2.1.4 Metode Empiris (tajribiyah)


Metode ini mempelajari islam yang memungkinkan umat mempelajari ajaran
melalui proses realisasi, aktualisasi, dan internalisasi norma-norma kaidah islam yang
menimbulkan interaksi sosial.
Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar
antara lain:

1. Norma(ketentuan) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan


dalam islam. (Q.S ali-Imran: 104)

2. Ajaran islam merupakan jalan untuk menuju ridha Allah. (Q.S al-Fathh:29)

3. Ajaran islam merupakan risalah atau pedoman hidup didunia dan akhirat. (Q.S
as-Syura:13)

4. Ajaran islam sebagai ilmu pengetahuan. (Q.S al Baqarah:120, al Taubah:122)

5. Pemahaman ajaran islam bersifat empiris-intutif. (Q.S Fushilat:53)

2.1.5 Metode Deduktif

Metode ini memahami islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah secara


logis dan filosofis, kemudian diaplikasikan sebagai penentu masalah-masalah yang
dihadapi. Juga sebagai sarana mengistinbatkan hukum-hukum syara dan kaidah-
kaidah itu benar-benar bersifat penentu dalam masalah furu tanpa menghiraukan
sesuai tidaknya dengan paham mazhabnya. Metode ini dikenal dengan metode
mutakallimin atau metode syafi‟iah.

2.1.6 Metode Induktif (al-manhaj al-istiqraiyyah)

3
Metode ini memahami islam dengan cara menyusun kaidah-kaidah hukum
untuk diterapkan kepada masalah-masalah furu yang disesuaikan dengan mazhabnya
terlebih dahulu. Metode ini dimulai mengkaji masalah khusus, lalu dianalisis, lalu
disusun kaidah hukum dengan catatan terlebih dahulu disesuaikan dengan paham
mazhabnya.

Prosedur pelaksanaan metode induktif dilakukan empat tahap:

1. Adanya penjelasan, penguraian dan menampilkan topik pikiran umum

2. Memanpilkan poko pikiran dengan cara menghubungkan masalah tertentu,


sehingga mengikat bahasan untuk menghindari masuknya bahasan yang tidak
relevan

3. Identifikasi masalah mensistematisasikan unsur-unsunya, dan

4. Implikasi formulasi yang baru

2.2 Konstruksi Teori Dan Pendekatan Dalam Studi Islam

2.2.1 Pengertian "KONSTRUKSI TEORI" penelitian agama

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S Purwadaminta mengartikan


konstruksi adalah cara membuat atau (menyusun) bangunan-bangunan (jembatan dan
sebagainya) dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata dikalimat atau
dikelmpok kata1. Sedangkan teri berarti pendapat yang dikemukakan sebagai sesuatu
keterangan mengenai sesuatu peristiwa (kejadian), dan berarti pula asas-asas dn
hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau imu pengetahuan.
Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cra dan aturan-aturan untuk
melakukan sesuatu.2

Selanjutnya, dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakiakatnya merupakan


pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif
anatara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat,
misalnya kita ingin meneliti gejala bunuh diri. Kita sudah mengetahui tentang teori

1
W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indnesia, ( Jakarta: Balai Pustaka,1991), cet. XXI, hlm 520.
2
Ibid, hlm 1055.

4
integrasi atau kohesi sosial dari Emile Durkheim (seorang ahli sosiologi prancis) yang
mengatakan adanya hubungan positif anatara lemh dan kuatnya integrasi sosial dan
gejala bunuh diri. Durkheim mulai dengan pengamatan statistis bahwa bunuh diri
antara orang Katolik lebih rendah dari pada orang Protestan penelitian selanjutnya, ia
menarik kesimpulan bahwa faktor utama menentukan dalam gejala ini adalah
integrasi sosial. Perumusan teoretisnya dapat diutarakan sebagai berikut: Integrasi
atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para anggota kelompok
yang mengalami berbagai kegelisahan dan tekanan jiwa yang hebat. Angka bunuh diri
adalah fungsi dari kégelisahan dan tekanan jiwa yang terus-menerus yang dialami
orang-orang tertentu. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang Katolik mempunyai kohesi
sosial yang lebih kuat daripada orang Protestan, karena itu dapat diharapkan bahwa
angka bunuh diri pada orang Katolik akan lebih rendah daripada orang Protestan.

Dari pengertian-pengertian tersebut, kita dapat memperoleh suatu kesimpulan


bahwa yang dimaksud dengan "konstruksi teori" adalah susunan atau bangunan dari
suatu pendapat, asas-asas atau hukum-hukum mengenai sesuatu yang antara satu dan
Iainnya saling berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.

Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, saksama,
pemeriksaan yang dilakukan secara saksama dan teliti, dan dapat pula berarti
penyelidikan. Selanjutnya, penelitian (research) yang dilahirkan oleh dunia ilmu
pengetahuan mengandung implikasi-implikasi Yang bersifat ilmiah, Oleh karena hal
tersebut merupakan proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan ketetapan-
ketetapan dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau yang selanjutnya disebut
methodology of research.

Tujuan pokok dari kegiatan penelitian ini adalah mencari kebenaran -


kebenaran objektif Yang disimpulkan melalui data data yang terkumpul. Kebenaran
kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau
landasan untuk pembaruan , perkembangan atau perbaikan dalam masalah masalah
teoritis dan praktis bidang bidang pengetahuan yang bersangkutan.3

Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan jawaban


atas sejumlah masalah berdasarkan data.data yang terkumpul. Penelitian menuntut

33
H.M.Arifin,Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta Bumi Aksara,1995) cet.II, hlm 142

5
kepada pelaku-pelakunya agar proses penelitian yang dilakukan itu bersifat ilmiah,
yaitu harus sistematis, terkontrol, bersifat empiris (bukan spekulatif), dan harus kritis
dalam penganalisisan data-datanya sehubungan dengan dalil-dalil hipotesis yang
menjadi pendorong mengapa penelitian itu dilakukan.

Dengan demikian, penelitian dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan


ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi
yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk
menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui penerapan prosedur-
prosedur ilmiah. Suatu penyelidikan harus melibatkan pendekatan ilmiah agar dapat
digolongkan sebagai penelitian.

Berikutnya, sampailah kita kepada pengertian agama. Telah banyak ahliahli


ilmu pengetahuan seperti antropologi, psikologi, sosiologi, dan Iain-Iain yang
mencoba mendefinisikan agama, tetapi banyak pula hasilnya yang tidak memuaskan,
karena tidak dapat diperoleh definisi yang seragam. RR Marett Salah seorang ahli
antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah Yang paling sulit dari semua
perkataan untuk didefinisikan karena agama menyangkut lebih daripada hanya
pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya
menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur.

Namun demikian, mendefinisikan "agama" dapat juga dilakukan meskipun


sangat minimal, sebagaimana yang telah diberikan E.B.Ťaylor bahwa agama adalah
kepercayaan terhadap kekuatan gaib.

Definisi agama dengan agak lebih lengkap dikemukakan JG Frazer.


Menurutnya, agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan
yang lebih tinggi daripada manusia yang dipercaya mengatur dan mengendalikan
jalannya alam dan kehidupan manusia. Lebih Ianjut frazer mengatakan bahwa agama
terdiri dari dua elemen, yakni yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis. Yang
bersifat teoretis berupa kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi
daripada manusia, sedangkan sifat praktis ialah usaha manusia untuk tunduk kepada
kekuatan kekuatan tersebut serta usaha menggembirakannya.4

4
H.M.Arifin , Menguak misteri ajaran agama agama besar,(Jakarta:Golden Trayot press, 1992) cet.IV, hlm 5

6
Harun Nasution, Guru Besar Filsafat dan Teologi Islam, berdasasarkan
analisisnya terhadap berbagai kata yang berkaitan dengan agama yaitu al din religi
dan kata agama itu sendiri sampai pada kesimpulan bahwa intisari yang terkandung
dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar
sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan ini berasal dari suatu kekuatan
yang lebih tinggi daripada manusia.

Berdasarkan rumusan tersebut, Harun Nasution menyebutkan delapan macam


definisi agama. Dua di antaranya: 1) Agama berarti pengakuan terhadapdap adanya
hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi;2) Mengikatkan diri
pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang
berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

Dari definisi definisi tersebut, Harun Nasution selanjutnya menyebutkan


adanya empat unsur penting yang terdapat dalam agama, yaitu: 1)Unsur kekuatan
gaib yang dapat mengambil bentuk dewa, Tuhan, dan sebagainya; 2)Unsur keyakinan
manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat nanti amat
bergantung kepada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud;
3)Unsur respons yang bersifat emosional dari manusia yang dapat mengambil bentuk
perasaan takut, cinta, dan sebagainya; 4)Unsur paham adanya Yang kudus (sacred)
dan suci yang dapat mengambil bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-
ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.5

Jika kaum antropolog, sosiolog, dan sebagainya mendefinisikan agama


demikian sulit dan bermasalah, tidak demikian halnya bagi orang-orang yang
memeluk agama samawi. Bagi pemeluk agama samawi, agama memiliki kliteria yang
jelas karena telah disebutkan dalam kitab-kitab sucinya dan agama bukan ciptaan
manusia, melainkan berasal dari Tuhan, sehingga asal usulnyapun tidak bersumber
pada kondisi dan situasi alam sekitar atau masyarakat. Bertolak dari ciri-ciri tersebut
di atas, kaum agamawan mendefinisikan agama sebagai berikut: "Suatu peraturan
Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyäi akal untuk memegang
peraturan Tuhan itu atas pilihannya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup dan

5
Ibid , hlm 11

7
kebahagiaan kelak di akhirat”.6 Dengan demikian, agama samawi memiliki ciri-ciri
antara Iain: 1) Berasal dari Tuhan. Karena Tuhan Mahabenar, agama pun mutlak
benar; 2) Di Peruntukkan bagi orang-orang yang berakal; 3) Dianut berdasarkan pilih
terhadap isinya. Isi agama samawi sebagaimana terdapat di dalam Al Quran dan hadis
mutawatir atau hadis sahih tidak perlu dipersoalkan lagi karena sudah diyakini
kebenannnya. Kita tidak perlu mempersoalkan, meneliti atau meragukan kebenaran isi
Al-Qur‟an dan hadis mutawatir. Ajaran di dalam Al-Qur‟an, baik yang berkenaan
dengan akidah, ibadah, akhlak, maupun kehidupan akhirat dan lain sebagainya adalah
hukum yang pasti benar. Kita tidak akan menambah atau mengurangi rukun iman atau
rukun islam atau sebagainya yang ada di dalam kitab suci. Semua itu isi ajaran agarna
samawi yang tidak perlu diteliti lagi. Karena merupakan hukum Tuhan yang mutlak
benar.

Yang kita teliti adalah bentuk pengamalan dari ajaran agama tersebut, atau
agama yang nampak dalam perilaku penganutnya. Kita, misalya, dapat meneliti
tingkat keimanan dan ketawaan yang dianut masyarakat. Kita dapat meneliti apakah
ajaran zakat, puasa, dan haji misalnya, sudah dilaksanakan sesuai ketentuan Allah dan
Rasul-Nya. Selanjutnya, kita juga dapat meneliti seberapa jauh tingkat kepedulian
umat Islam terhadap penanganan masalah masalah sosial sebagai panggilan ajaran
agamanya. Kita juga dapat meneliti cara cara yang ditempuh umat Islam dalam
melaksanakan dakwah Islamiyah, pendidikan Islam, cara mengajarkan ajaran Islam,
pemahaman umat Islam terhadap ajaran agama serta penghayatan dan
pengamalannya. Penelitian terhadap masalah-masalah tersebut sama sekali tidak akan
mengganggu atau mengubah ajaran agama yang terdapat di dalam Alquran dan Al-
Sunnah, malah sebaliknya akan mendukung upaya-upaya pelaksanaan ajaran Alquran
dan Al Sunnah tersebut dalam kenyataan sosial.

Selain itu, penelitian agama juga dapat dilakukan dalam upaya menggali
ajaran-ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci tersebut serta kemungkinan
aplikasinya sesuai dengan perkembangan zaman. Berbagai pendekatan teori yang
berkenaan dengan pemahaman agama yang pernah dilakukan generasi terdahulu dapat
diteliti secara saksama sebagai bahan perbandingan generasi berikutnya, dan juga
untuk dilihat situasi dan kondisi yang melatarbelakangi timbulnya paham agama

6
Taib tharir Abd Mu‟in, Ilmu Kalam, ( Jakarta:Wijaya,1986), cet. VIII, hlm 121.

8
demikian penelitian, serta mungkinan penerapannva di masa sekarang. Bertolak dari
hasil ini, maka dapat dilakukan upaya upaya pemahaman agama yang lebih invatif,
kontekstual, dan seterusnya sesuai dengan tuntutan zaman. Tanpa dilakukan
penelitian, maka kita tidak punya alasan kuat tentang apakah suatu paham keagamaan
dapat diperbaiki atau tetap dipertahankan. Para pembaharu pemikiran islam yang
kehadimnnya amat dibutuhkan saat ini jelas harus memüiki kemampuan untuk
melakukan penelitian agama.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat sampai pada suatu kesimpuhn bahwa
yang dimaksud dengan telaah "konstruksi teori” penelitian agama adalah suatu upaya
memeriksa mempelajari, meramalkan, dan memahami secara saksama susunan atau
bangunan dasar-dasar atau hukum-hukum dan ketentuan lainnya yang diperlukan
untuk melakukan penelitian terhadap bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai dasar
pertimbangan untuk mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntutan
zaman. Bagairnana bentuk konstruksi teori penelitian agama itu, dapat dikaji lebİh
lanjut dalam uraian yang terdapat pada bagian berikut ini. Namun sebelum sampai
pada kajian terhadap masalah tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan macam-
macam pelitian. Sederhananya, yang dimaksud dengan penelitian agama adalah
pendekatan ilmiah yang diterapkan untuk menyelidiki masalah- masalah agama.
Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna dan dapat
dipenanggungjawabkan mengenai berbagai masalah agama dari segi bentuk
pelaksanaannya.

2.2.2 Teori-Teori Penelitian Agama

Apabila kita melakukan penelitian, khususnya penelitian yang sifatnya uji


hipotesis, maka mau tidak mau kita harus menelaah teori-teori yang akan kita
gunakan. Hal ini dilakukan, karena suatu hipotesis dibangun berdasarkan teori yang
dihasilkan dari suatu bacaan,

Teori adalah alat terpenting suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori berarti hanya
ada serangkaian fakta atau data saja dan tidak ada ilmu pengetahuan. Teori itu (1)
menyimpulkan generalisasi fakta-fakta, (2) memberi kerangka orientasi untuk analisis

9
dan klasifikasi fakta-fakta, (3) meramalkan gejala gejala baru (4) mengisi kekosongan
pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah ada atau sedang terjadi.7

Ilmu-ilmu agama pada segi-seginya yang menyangkut masalah sosial,


ternasuk bagian yang dapat diteliti, diamati dengan menggunakan piranti Imiah atau
metodologi ilmiah yang di dalamnya mengandung teori yang akan digunakan.
Metodologi ilmiah ditentukan Oleh objek yang dikaji. Kalau segi segi tertentu agama,
katakanlah Islam itu berada pada fenomena sosial,

Inilah sebabnya mengapa kita melihat bahwa banyak orang jenius yang ada
dalam peradaban Yunani dalam abad keempat dan kelima sebelum masehi
mempengaruhi sejarah kemanusiaan. Mereka berkumpul di Atena, tetapi tidak satu
rodapun ditemukan disana. Tetapi sebaliknya, Eropa dewasa ini seorang teknisi awam
ratusan penemuan.

Salah satu contoh yang paling jelas adalah Thomas Edison yang kemampuan
filsafatnya lebih rendah dari murid-murid tangan ketiga Aristoteles, namun dia
menyumbangkan lebih banyak penemuan hukum-hukum alam yang tersembunyi dan
kemajuan industri melalui ribuan penemuan besar dan kecil melebihi semua murid
yang diberi pelajaran tentang pemikiran Aristoteles selama 2400 tahun.

Berpikir dengan benar adalah seperti berjalan dengan benar. Seseorang yang
berjalan lambat dan pincang tetapi, memilih jalan yang Iurus dan benar, akan sampai
ke tujuan lebih cepat daripada seorang juara lari yang berlari di ataș jalan bebatuan.
Sang juara tidak akan sampai ke tuiuan, seberapapun cepat ia berlari. Sebaliknya,
pelatih yang pincang, yang telah memilih jalan benar, akan mencapai maksud dan
tujuannya.

Masalahnya adalah memilih metode yang benar bagi berbagai jenis ilmu, baik
untuk pendekatan sastra, masyarakat, seni atau psikologi. Tugas utama setiap peneliti
adalah memiliki metode atau pendekatan yang paling baik dalam memulai
penelitiannya.

”Kita harus mengambil hikmah dari berbagai pengalaman yang merupakan


bagian dari sejarah Islam kita. Kita harus mengenal diri kita agar menjadi para

7
Mattulada , Studi Islam Kontemporer, dalam Taufik Abdullah dan M.Rusli Karim (Ed), metodologi penelitian
agama sebuah pengantar, (Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 1920), cet 11, hlm 4

10
pengikut agama besar yang bertanggung jawab dan mengenal Islam secara benar dan
metodis.” Demikian ungkapan Ali Syari'ati.

Umur kita tidaklah untuk memuja hal-hal yang tidak kita ketahui. Hal ini
khususnya untuk orang orang terpelajar. Tanggung jawab mereka bahkan lebih berat
lagi ketika dihadapkan pada sesuatu yang suci. Tidak saja dalam kewajiban Islami,
tetapi juga dalam ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan keharusan menemukan suatu
pendekatan yang bermakna untuk memahami Islam. Kepribadian seseorang diimbangi
dengan apa yang ia ketahui paralel dengan apa yang ia percayai. Kepercayaan saja
bukanlah kebajikan. Jika kita percaya kepada sesuatu dan tidak mengetahuinya,
kepercayaan ini tidak mempunyai nilai karena nilai itu datang dari pengetahuan atas
apa yang ia yakini. Kita beriman kepada Islam. Oleh karena itu, kita diwajibkan
mengenal atau mengetahuinya. Untuk tahu, kita harus memperoleh pendekatan yang
benar. Sekarang muncul pertanyaan: Pendekatan apakah yang terbaik untuk mengenal
Islam?

Untuk mengenal kebenaran-kebenaran Islam kita tidak boleh menggunakan


pendekatan Eropa yang didasarkan pada pendekatan biologi, psikologi atau sosiologi.
Agaknya, kita harus memprakarsai suatu pendekatan. Kita harus mengetahui metode-
metode ilmu pengetahuan Eropa, tetapi kita tidak boleh meniru mereka. Hari ini
semua metode ilmu pengetahuan dalam segala bidang telah berubah. Mereka telah
menggunakan cara baru. Kebenaran-kebenaran agama, kalau perlu, juga harus
demikian.

Jelasnya bahwa untuk mengenal Islam, kita tidak memilih suatu pendekatan
saja, karena Islam bukanlah agama berdimensi satu. Islam bukanlah agama yang
semata-mata pada perasaan-perasaan mistik manusia atau hanya terbatas kepada
hubungan antara Tuhan dan manusia. Ini terbatas kepada hubungan antara Tuhan dan
manusia. Ini hanya satu dimensi dari akidah Islam. Untuk mengenal dimensi tertentu
ini kita harus beralih kepada metode filsafat, karena hubungan antara manusia dan
Tuhan merupakan bagian dari bidang pemikiran (filsafat).

Dimensi lain dari agama ini berhubungan dengan cara hidup seseorang di
muka bumi. Untuk mengenal kebenaran-kebenaran dimensi ini, kita haru
menggunakan metode dan sejarah masa kini.

11
Jika kita melihat Islam hanya dari satu sudut pandang saja, kita hanya melihat
satu dimensi dari sebuah kristal yang berisi banyak. Jika kita melihat suatu persoalan
dengan benar, kita akan menyadari bahwa hanya dengan memiliki pengetahuan umum
tentang islam, tidaklah cukup. Al Quran sendiri merupakan cnth ajaran yang
berdimensi banyak. Sepanjang sejarah, ilmu pengetahuan telah ditarik dari Al Quran.

Dimensi Alquran yang paling penting, namun hanya sedikit diketahui manusia
adalah aspek manusianya, yang terdiri dari dimensi sosial, sejarah dan psikologi.
Salah satu alasan kurang dikenalnya dimensi ini adalah sosiologi, psikologi, dan
berbagai ilmu pengetahuan manusia pada umumnya, lebih mudah dan berbeda dari
studi-studi sejarah dan buku-buku Iainnya; ilmu-ilmu semua yang pernah ditulis.

Dengan mengemukakan beberapa contoh di atas, kiranya menjadi bahwa


upaya untuk memahami Islam secara komprehensif diperlulan pendekatan yang multi-
disipliner. Berbagai teori, khususnya yang terdapat dalam ilmu sosial harus digunakan
sedemikian rupa, karena Islam sangat berkaitan dengan berbagai masalah sosial.

2.3 Peran Islam Dalam Memahami Ilmu Sosial

2.3.1 Pengertian Ilmu Sosial

Kata sosial berasal dari social, yang secara harfiah berarti pertemuan
silaturahmi, ramah tamah, peramah, senang sekali bergaul, dan kemasyarakatan.
Dalam bahasa Arab, kata sosial merupakan terjemahan dari kata isyrirakiyah yang
berasal dari kata isytaraka yang berarti partnership (berkawan), participation (ikut
serta), sharing (ikut andil), joining (ikut serta), cooperation (kerja sama),
collaboration (bergabung menjadi satu), community (masyarakat), yang kemudian
menjadi kata isytirakiyah yang socialism (paham tentang kemasyarakatan). Dalam
kosa kata Bahasa Indonesia, sosial memiliki arti segalan sesuatu yang mengenai
masyarakat, kemasyarakatan, perkumpulan yang bersifat kemasyarakatan, suka
memperhatikan kepentingan umum (suka menolong dan menderma). 8Sedangkan ilmu
sosial berdasarkan KBBI merupakan ilmu tentang perilaku kehidupan manusia
sebagai makhluk hidup yang bermasyarakat.

8
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 448-449.

12
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui bahwa ilmu sosial merupakan
ilmu yang mempelajarin segala aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia
berupa interkasi antar manusia itu sendiri seperti kerja sama, tolong menolong, dan
serta perkumpulan yang bersifat kemasyarakatan.

2.3.2 Pandangan Islam Terhadap Ilmu Sosial

Didalam Al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang bergubungan dengan sosial, antara


lain:

… َّ‫إِن‬ ‫ّللاه‬
َّ ‫ل‬ َّ ‫…بِأ ه ْنفُ ِس ِه َّْى هيا يُغه ِيّ َُّسوا هحتىَّ بِقه ْىوَّ هيا يُغه ِيّ َُّس ه‬

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ra‟d:11)

Berdasarkan pendapat Quraish Shihab, ayat ini berbicara tentang dua macam
perubahan dengan dua pelaku. Yang pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya
adalah Allah, yang kedua, perubahan keadaan diri manusia (sikap mental) yang
pelakunya adalah manusia. Perubahan yang dilakukan Allah terjadi secara pasti
melalui hukum-hukum masyarakat yang ditetapkan-Nya. Hukum-hukum ini tidak
memilih kasih atau membedakan antara satu masyarakat/kelompok dan
masyarakat/kelompok lain.9

Menurut H.M QuraisH Syihab, ayat tersebut berbicara tentang manusia


dengan keutuhannya, serta kedudukannya sebagai kelompok, bukan sebagai wujud
individual. Dipahami demikian, karena pengganti nama pada kata anfusihim (diri-diri
mereka) tertuju pada qaum (kelompok/masyarakat). Ini berarti, bahwa seseorang
betapa pun hebatnya, tidak dapat melakukakan perubahan, kecuali setelah ia mempu
mengalirkan arus perubahan kepada sekian banyak orang, yang pada gilirannya
menghasilkan gelombang atau paling sedikit riak perubahan pada masyarakat. 10

Selanjutnya, ayat yang berhubungan dengan masalah sosial yaitu:

َّ‫سطا أُيةَّ هجعه ْهنها ُك َّْى هو هكره ِن هك‬ ُ ‫عههى‬


‫ش ههدها هَّء ِنت ه ُكىنُىا هو ه‬ ‫اس ه‬ َّ‫ل هويه ُك ه‬
َّ ِ ‫ىن انن‬ ُ ‫عهه ْي ُك َّْى انس‬
َُّ ‫سى‬ ‫ش ِهيدا ه‬
‫ه‬

9
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 451.
10
Ibid, h.451.

13
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)

Pada ayat tersebut terdapat dua kata yang menarik, yaitu ummatan, wasathan,
dan syuhada. Didalam KBBI, kata “umat” berarti: para penganut atau pengikut agama
dan makhluk manusia. Didalam Ensklopedia Filsafat, kata ummatan memiliki arti
bangsa, serta Dalam al-Mu‟jam al-Falsafi, kata ummat diartikan sebagai negara.
Sedangkan Dalam bahsa Arab kata ummah berasal dari kata amma yaummu, yang
memiliki arti menuju, menumpu, serta meneladani. Dari kata yang sama, lahir kata um
yang berarti “ibu” dan imam yang bermakna “pemimpin”, karena keduanya menjadi
tumpuan pandangan, teladan, serta harapan anggota, masyarakat. Maka dari itu, kata
ummah berkaitan erat dengan masalah sosial, yaitu adanya suatu bangsa, negara, serta
pimpinan yang menjadi teladan, contoh, tumpuan pandangan, dan harapan
masyarakat.

Berikutnya, kata wasathan memiliki arti segala yang baik sesuai dengan
objeknya. Sesuatu yang baik berada pada posisi di antara dua ekstrem. Keberanian
contohnya adalah pertengahan antara sifat ceroboh serta takut. Dan contoh lain yaitu
kedermawanan merupakan pertengahan antara sifat boros dan kikir. Dari sinilah, kata
wasath berkembang maknanya menjadi pertengahan.11

Yang terakhir kata syuhada memiliki arti saksi, serta menjadi teladan dan
patron bagi yang lain, serta pada saat yang sama mereka menjadikan Nabi
Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan saksi pembenaran bagi semua aktivitas.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik makna dari ummatan wastha merupakan
umat yang moderat, yang posisinya berada ditengah, agar dilihat semua orang, serta
dari segenap penjuru, dan karenanya mereka menjadi saksi, dan suri tauladan bagi
yang lain.

Ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan sosial selanjutnya adalah:

‫اس أهيُّ هها هيا‬ َّْ ‫شعُىبا هو هج هع ْهنها ُك َّْى هوأ ُ ْنثهىَّ ذه هكسَّ ِي‬
َُّ ‫ن هخهه ْقنها ُك َّْى ِإنا انن‬ ‫ّللاِ ِع ْن َّده أ ه ْك هس هي ُك َّْى ِإنَّ َّۚ ِنت ه هع ه‬
َّ‫ازفُىا هوقه هبا ِئ ه‬
ُ ‫م‬ َّ
‫ّللاه ِإنَّ َّۚ أهتْقها ُك َّْى‬
َّ َّ‫ع ِهيى‬ ‫هخ ِبيسَّ ه‬

11
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 452.

14
Artinya: Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)

Pada ayat tersebut terdapat kata syu’ub yang artinyan bangsa, dan qaba’il yang
berartikan suku. Kata syu’ub didalam Al-Qur‟an hanya sekali ditemukan, itu pun
hanya Dalam bentuk jamak, yang pada mulanya mempunyai dua makna cabang dan
rumpun. Pakar bahasa, Abu „Ubaidah, yang dikutif dari At-Tabarsi Dalam tafsirnya,
dan H.M Quraish Shihab Dalam Wawasan Al-Qur‟an, memahami kata sya’ib dengan
arti kelompok non-Arab, sama dengan qabalah untuk suku-suku Arab.

Dari ayat-ayat yang telah tertera diatas, dapat dijumpai empat kosakata yang
berhubuhan dengan kemasyarakatan, yakni kata qaum yang menunjukkan pada
kelompok sosial yang bisa saja didasarkan pada Pendidikan, jenis kelamin, ataupun
budaya. Kata umat yang merujuk kepada penganut suatu agama atau kelompok
makhluk tertentu, seperti burung dan semut. Kata syu’ub dan qaba’il yang memiliki
arti bangsa dan suku. Keempat kosakata ini terdapat Dalam kata sosial yang
didalamnya terdiri dari masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda-beda.
Seluruh kelompok yang ada didalam masyarakat menurut Islam harus saling
bersinergi, tolong menolong saling menjadi suri tauladan yang baik, tidak saling
mengolok-olok, dan sebagainya.

Pandangan Islam tentang masyarakat bersifat kosmopolit yang berbasis moral,


etika, dan spiritual. Islam mengakui adanya sosial atau masyarakat yang terdiri dari
berbagai latar belakang agama, jenis kelamin, suku dan lainnya yang berpegang teguh
pada akhlak mulia seperti kejujuran, keadilan, kemanusiaan, kesederajatan,
menjunjung tinggi nilai luhur, tolong-menolong, dan senantiasa berpegang teguh pada
ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadis. Dengan kata lain, keadaan
sosiall yang dikehendaki Islam adalah keadaan sosial yang bersifat madani, yakni
masyarakat yang beradab berdasarkan nilai-nilai dari Allah dan Rasul-Nya. 12

2.3.3 Prinsip-Prinsip/Hukum-Hukum Sosial Dalam Islam

12
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 454.

15
Berdasarkan pendapat H.M. Quraish Shihab, Al-Qur‟an penuh dengan uraian
tentang hukum-hukum yang mengatur lahir, tumbuh, serta runtuhnya masyarakat.
Hukum-hukum ini dari segi kepastiannya tidak berbeda dengan hukum alam. Hukum-
hukum ini dinamai oleh Al-Qur‟an sunatullah, dan berulang kali dinyatakan dalam
Al-Qur‟an, bahwa sunatullah tidak akan mengalami perubahan. Berikut uraian
tentang hukum-hukum sosial, antara lain:

 Perubahan Sikap Mental


Dalam QS. Ar-Rad telah dijelaskan bahwa jika suatu masyarakat sikap
mentalnya berubah dari yang buruk menjadi baik, dari yang bodoh menjadi
cerdas, dari yang malas menjadi rajin, dan dari yang biadab menjadi beradab,
maka bangsa ini akan mengalami kejayaan.
 Perubahan Akhlak
Dalam Al-Qur‟an telah diinformasikan bahwa kehancuran Fir‟aun
dibebabkan oleh akhlaknya yang buruk, serta kehancuran kerajaan Saba yang
sebelumnya Dalam keadaan makmur, sejahtera, makmur, dan Sentosa
(didalam QS. Saba:15). Tetapi setelah akhlak mereka merosot, yaitu
mengingkariajaran Allah Dalam bentuk tingkah laku boros, berfoya-foya, dan
mereka tidak memelihara ekosisitem, maka meraka dihancurkan dengan banjir
yang besar, mengganti lading pertanian mereka dengan pohon-pohon yang
berbuah pahit.
Maka dari itu sebagai makhluk sosial kita diharuskan untuk merubah
akhlak, seperti ungkapan Syauki Bey, “Maju mundurnya suatu bangsasangat
bergantung pada akhlaknya, jika akhlak bangsa tersebut baik, maka baik pula
bangsa tersebut, dan jika akhlak bangsa tersebut rusakk maka rusak pula
bangsa itu”.13
 Saling Kerja Sama
Suatu masyarakat yang didalamnya terdapat semangat kerja sama yang
harmonis Dalam berbagai bidang kebaikan, maka masyarakat itu akan dijamin
mencapai sebuah kemajuan. Masyarakat terdiri dari berbagai lapisan sosial
yang disebabkan karena perbedaan kecerdasan, bakat, fisik, mental, dan yang
lainnya. Tetapi Dalam Islam adanya perbedaan ini bukan untuk saling
menjatuhkan atau mengejek, melainkan untuk saling membantu.

13
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 459.

16
 Saling Menghormati
Islam mewajibkan kepada setiap anggota masyarakat agar selalu saling
menghormati, tidak saling mengejek atau menjatuhkan. Hal ini didasarkan
pada pandangan, bahwa setiap manusia adalah ciptaan Allah yang paling
mulia, dan karenanya mereka harus saling menghormati.
 Manusiawi
Yang dimaksud dengan manusiawi adalah memperlakukan manusia
sesuai dengan fitrah-nya baik secara fisik maupun nonfisik.14 Berbagai
kecendrungan dari hal fisik ataupun nonfisik harus dihargai dengan cara
memberikan hak kepada berbagai kecendrungan tersebut sesuai dengan
fitrahnya. (QS. Ar-Rum:30).
 Egaliter
Egaliter merupakan istilah yang mengacu pada paham yang
menganggap bahwa keragaman pada manusia, seperti jenis kelamin, warna
kulit, bahasa, suku bangsa, agama, harus diperlakukan secara sederajat. Islam
memandang bahwa ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh kompetensi
intelektual, spirituak, moral, akhlak mulia, serta kontribusinya kepada
kemanusiaan, keadilan, cita-cita luhur, dan kemakmuran rakyat. Prinsip
egaliter ini sejalan dengan firman Allah Dalam QS. Al-Hujarat:13.
 Keadilan dan kebaikan
Keadilan merupakan istilah yang mengacu kepada sikap seimbang atau
memberikan sesuatu kepada seseorang yang sesuai dengan jasa dan peran
yang diberikannya. Sedangkan kebaikan merupakan istilah yang mengacu
pada sikap yang menyenangkan dan membantu mengatasi kesulitan orang lain,
sehingga orang itu merasa senang, seperti mempersilahkan orang lain untuk
memperoleh kesempatan lebih dahulu.15

Perubahan sikap mental kearah yang lebih baik, peningkatan akhlak mulia,
kerja sama, saling menghormati, manusiawi, egaliter, keadilan, dan berbuat baik
adalah sebagian dari prinsip-prinsip utama yang dapat menjamin terwujudnya
masyrakat yang semakin baik. Arah tujuan yang hendak dicapai Al-Qur‟an dengan

14
Ibid, h. 462.
15
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: 2011, h. 464.

17
prinsip-prinsip tersebut sangat jelas dalam menjauhkan manusia dari hasrat-hasrat
ketersesatan dan penyelewengan.

18

Anda mungkin juga menyukai