Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH LAYANAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN

INKLUSIF

Disusun Oleh :
Jodi Wardana 1920100203
Nur Azizah Matondang 1920100222
Raja Doli Siregar 1920100256

DOSEN PENGAMPU

Efridawati Harahap, M.P.D.I

FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat,inayah,taufik,dan
ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah in. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami ibu
Efridawati Harahap, M.P.D.I selaku pengampuh materi pendidikan anak berkubutuhan
khusus.

Harapan kami semoga makalah ini membantu pengetahuan dan pengalama bagi para
pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan
untuk kesempurnaan makalah ini.

Padangsidimpuan , 26 agustus 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar belakang..........................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................4
C. Tujuan masalah........................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
A. Sejarah layanan ABK.................................................................................................5
B. Makna pendidikan inklusi bagi ABK..........................................................................6
C. Dasar hukum/peraturan tentang pendidikan inklusif..............................................6
D. Penyelenggaran dan model pendidikan inklusif (dosen&mahasiswa).....................7

BAB III...................................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................................10
Kesimpulan...............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak
membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa
agar dapat mencapai potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di
Eropa pada tahun 1700-an ketika para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya
terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial yang
didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di awal
1800-an. Hal ini membuat Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin negara-
negara lain dalam pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia. Pengenalan
yang perlahan-lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah profesi yang
membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan bidang ini. Sehingga
organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai didirikan
dan menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan yang
mengakar dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan
khusus.
Setiap negarapun mulai menyediakan jenis layanan yang berbeda dengan Negara
lainnya yang didasarkan pada sumber daya keuangan Negara bersangkutan.
Pengadaan pendidikan khusus ini akan terus menarik perhatian dari para pembuat
kebijakan, orang tua, pendidik, kelompok-kelompok pendukung akan terus berupaya
mandapatkan mandate guna menjamin terlaksananya pengadaan tersebut.
Dewasa ini, peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam
mengolah system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga
pendidikan tidak hanya sebatas wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan,
namun juga sebagai lembaga yang dapat member skill atau bekal untuk hidup yang
nanti diharapkan dapat bermanfaat dalam masyarakat.
Sementara itu, lembaga pendidikan tidak hanya ditunjukkan kepada ank yang
memiliki kelengkapan fisik saja, tapi juga anak-anak keterbelakangan mental. Pada
dasarnya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan
anak-anak pada umumnya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah layanan abk?
2. Apa makna pendidikan inklusif bagi abk?
3. Bagaimana dasar hukum tentang pendidikan inklusif

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah layanan abk
2. Untuk mengetahui makna pendidikan inklusif bagi abk
3. Untuk mengetahui dasar hukum tentang pendidikan inklusif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah layanan ABK


Pendidikan berkebutuhan khusus pertama kali didirikan di kota Bandung yaitu
Sekolah Luar Biasa bagi A (tunanetra) Kota Bandung. Bermula adalah sekolah bagi
anak tunanetra yang mulai didirikan pada 24 juli 1901 dengan bantuan
Pemerintahan Belanda membangun kompleks perumahan untuk orang buta yang
pada mulanya rumah buta tersebut merupakan tempat penampungan bagi orang
buta yang dirawat di Rumah Sakit Cicendo.
Kompleks perumahan buta tersebut dikelola oleh seorang dokter mata
berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Westhof, yang menjabat sebagai kepala
Rumah Sakit pada waktu itu. Kompleks perumahan tersebut dikenal sekarang
dengan nama Panti Rehabilitas Penyandang Cacat Netra (PRPCN) “Wyata Guna” yang
terletak di jalan Pajajaran No. 52 Kota Bandung.
Pada tahun 1952, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mulai membuka Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). SR dijadikan sebagai
sekolah latihan untuk praktik pada pagi hari bagi mahasiswa SGPLB, khususnya
spesialis bagi gurur yang nantinya akan mengajar anak-anak tunanetra.
Pada tahun 1962 pemerintahan memberikan status negeri sekolah dengan SK
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 03/SK/B/III, 13 Maret
1962. Sistem Pendidikan yang ada mulai dari tingkat persiapan (TK), Pendidikan
Dasar (SD, SLTP).
Pertama kali juga sejarah bagi pendidikan anak tunagrahita berada di Kota Bandung
yaitu “Folker School” dan sekolah anak bisu-tuli dengan nama Vereeneging Voor
Buittengeewoon Oderwijs (Perkumpulan untuk keluarbiasaan pengajaran) yang ada
di Bandung yang menurut arti kata adalah Perkumpulan Pengajaran Luar Biasa
(PPLB). Perkumpulan ini bertujuan untuk memberikan pengajaran bagi oran-orang
yang mengalami cacat (keluarbiasaan), khususnya cacat mental.
Berdiri pertama PPLB adalah Dr.A. Kits Van Heijninggen (orang belanda warga
Negara Jerman) dan W. Akkers Dijk (warga Negara Belanda). Selanjutnya berdiri pula
sekolah dengan nama Folkerts School, dimana J.E. Folkerts sebagai direktur yang
pertama. Sekolah ini didirikan khusus bagi anak Belanda dan keturunan indo, yang
merupakan anak-anak Zwakzinneg (lemah ingatan).
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, sekolah ini tidak dapat berjalan,
sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru-gur Belanda
dipulangkan kenegaranya, sehingga pada tahun 1992 sekolah ini ditutup. Baru pada
tahun 1952 guru-guru dari Belanda itu kembali dating ke Indonesia untuk mengajar
setelah kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1953/1954 mulai dibuka kelas untuk anak-anak Indonesia. Pada tahun
yang sama dimulai pembangunan gedung yang bertempat di Jl. HEGAR Asih No. 1-3
Bandung, dengan luas tanah 9.175 m2 yang merupakan bantuan pemerintahan
Kodya Bandung, dengan akte notaries No. 6/266. Pada tahun 1956 guru dan murid
Belanda secara berangsur-angsur meninggalkan Indonesia, kembali ke Belanda.
Kemudian sekolah ini berganti nama lagi dengan Sekolah Pendidikan Luar Biasa
untuk Anak Keterbelakangan Mental (SPLB)-C. sedangkan Perkumpulan Pendidikan
Luar Biasa berubah nama menjadi Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB), hingga
sekarang.
Sedangkan sekolah pertama bagi anak tunadaksa didirikan di Solo yaitu SLB YPAC
Solo pada tahun 1959 dengan pendirinya Prof. Dr. Soeharso. Pada tahun yang sama
didirikan SLB YPAC di kota Bandung dengan dibukanya klinik, yang diprakarsai oleh
Kodam saat itu Letkol Amir Macmud.

B. Makna pendidikan inklusif bagi ABK


Pendidikan inklusif adalah system layanan pendidikan yang memberikan kesempatan
pada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan
keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang
secara optimal. Di dalam pelaksanaanya, pendidikan inklusif yang memberikan
pelayanan pendidikan kepada anak yang beragam di kelas regular dibutuhkan
program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap
anak. Namun sebagian besar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif
belum memberikan pelayanan pendidikan dengan program pembelajaran yang
dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus.

Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif tahun 1994 bahwa Pendidikan


Inklusif adalah suatu system pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik serta
mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masing-masing.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai perbedaan peserta didik.
Pendidikan yang memberikan layanan kepada peserta didik, tidak terkecuali.
Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua peserta didik tanpa
memandang kondisi fisik, mental, intelektual, social, emosi, ekonomi, jenis kelamin,
suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua didik belajar bersama-
sama, baik di kelas/sekolah yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhannya.

C. Dasar hukum/peraturan tentang pendidikan inklusif


Salah satu landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah landasan sosiologis.
Landasan ini menekankan bahwa anak adalah makhluk indidvidu dan makhluk social.
Sebagai makhuk indidvidu anak mempunyai kewajiban dan hak sendiri, sedangkan
sebagai makhluk social anak perlu menyesuaikan dengan lingkungannya secara baik
dan wajar serta ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya. Dan utntuk
hidup di tengan-tengah masyarakat ia harus berinteraksi dengan anggota
masyarakat.
Menurut Ganda Sumekar (2012:245) landasan dalam pendidikan inklusi ada empat
yaitunya:
a. Landasan filosofis
Bangsa Indonesia memiliki filosofi pancasila yang meruapakan lima pilar keyakinan
sekaligus cita-citayang didirikan atas landasan yang lebih mendasar yang disebut
Bhineka Tunggal Ika. Filosofi Bhineka Tunggal Ika adalah suatau wujud pengakuan
kebinekaan antarmanusia yang mengemban misi tunggal sebaai khalifah Tuhandi
muka bumi ini.
b. Landasan religi
Dalam Al-Qur’an manusia diciptakan sebagai makhlukyang individual differences
agar mereka agar mereka dapat saling berhubungan atau interaksi dalam rangka
saling membutuhkan (Az-Zukruf:32). Bentuk interaksi ini hendaknya kooperatif (Al-
Maidah:2) dan kompetitif (Al- Maidah : 48), tetapi keduanya harus dalam rangka
berbuat kebajikan. Dalam Al-Qur’an manusia diciptakan untuk mengemban tugas
sebagai Khalifah di muka bumi.
c. Landasan Keilmuan
Pendidikan adalah ilmu terapan, sehingga meskipun is merupakan ilmu yang berdiri
sendiri tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan ilmu-ilmu murni yangmendasarinya
dan ilmu-ilmu terapan lain yang terkait. Penelitian-penelitian tentang
penyelenggaraan pendidikan memiliki manfaat yang sangat besar untuk digunakan
sebagai landasan dalam pengambilan kebijkan pendidikan.
d. Landasan yuridis
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Nomor 20 tahun 2003) telah mencerminkan adanya upaya untuk memberikan
layanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang membutuhkan.
Dasar hukum terciptanya pendidikan inklusi adalah :
a. UUD 1945 (Amandemen) pasal 31 ayat (1) “Setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”, ayat (2) “setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
b. UU No 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
a) Pasal 3 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab
b) Pasal 5
Ayat (1) “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu”
Ayat (2) “ Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/ atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Ayat (3) “Warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat
yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus”
Ayat (4) “Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus”.

c) Pasal 32
Ayat (1) “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesultan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa”.
Ayat (2) “ Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di
daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalai bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.
D. Penyelenggaraan dan model pendidikan inklusif (dosen dan mahasiswa)
Model Mainstreaming (Pendidikan Terpadu)
Model mainstreaming merupakan pendidikan bagi penyandang kelainan yang
diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum
(Sunardi, 1994). Seperti pendidikan terpadu di SD, SMTP, SMTA, dan Perguruan
Tinggi, dengan bermacam-macam variasi berdasar jenis, tingkat kecacatan, dan
kondisi terkait, mengandung maksud sejauh mungkin penyandang kelainan dapat
berintegrasi dengan rekan-rekannya yang normal.
Model mainstreaming bukanlah sekedar menempatkan anak cacat di kelas
biasa begitu saja dan memberikan mereka “berenang atau tenggelam” sendiri, se-
perti adanya anak berkelainan yang tanpa disadari berada di sekolah biasa di
Indonesia sekarang ini. Seperti dikemukakan oleh Charles dan Malian (1980),
mainstreaming memerlukan modifikasi di kelas yang meliputi kurikulum, lingkung-
an dan fisik sekolah, proses dan hubungan sosial di kelas, struktur administrasi
22 Dr. Drs. H. Sukadari, SE., SH., MM.
Model Pendidikan Inklusi dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
sekolah. Inovasi dalam bidang teknologi pendidikan yang sebagian besar telah
dikuasai oleh guru di Indonesia lewat berbagai bentuk penataran harus diterapkan
dalam konsep mainstreaming. Inovasi ini berupa penggunaan peer teaching, team
teaching, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), kerja kelompok, teknik pengajaran
kooperatif kompetitif, pengajaran individual, modul, dan sebagainya.
Reynolds dan Birch sebagaimana dikutip oleh Sunardi (1994) mengidentifikasi
beberapa faktor yang mendorong munculnya konsep mainstreaming, yaitu (a)
adanya jaminan dalam undang-undang di berbagai negara akan persamaan hak
dan kesempatan bagi setiap individu; (b) faktor filosofis yang dikenal dengan
normalisasi, bahwa setiap bentuk pelayanan bagi anak berkelainan, baik pendidik-
an, kesehatan, bimbingan dan sebagainya harus disediakan dalam lingkungan
yang normal, sebab penyandang cacat juga merupakan bagian dari masyarakat
normal; (c) munculnya berbagai gerakan hak azasi (terutama di AS) yang mem-
perjuangkan persamaan hak bagi golongan minoritas, termasuk penyandang
kelainan, dalam memperoleh hak pendidikan bersama anak normal di sekolah
biasa; (d) perkembangan di dalam metodologi dan teknologi pendidikan telah me-
mungkinkan penggolongan pengajaran dalam satu kelas; (e) semakin terbentuk-
nya kerjasama dan komunikasi antar profesi dalam menangani anak
berkelainan,
seperti guru kelas, guru BP, psikolog, tenaga medis, psikiater, dan sebagainya; (f)
hasil penelitian semakin mendukung dikembang-kannya sistem pengajaran bagi
anak cacat dalam lingkungan anak normal.
Dalam praktiknya di negara-negara yang telah menerapkan model main-
streaming, ada beberapa kemungkinan penempatan penyandang kelainan ber-
dasarkan kondisi dan jenisnya. Charles dan Malian (1980) mengemukakan macam-
macam model mainstrea-ming, yaitu (a) kelas biasa tanpa kekhususan pada bahan
pelajaran maupun guru; (b) kelas biasa dengan guru konsultan; (c) kelas biasa
dengan guru kunjung; (d) kelas biasa dengan guru sumber dalam ruang
sumber;
(e) kelas khusus separuh waktu; (f) kelas khusus penuh.
Penyelenggaraan model mainstreaming di Indonesia pertama diperuntukkan
pada penyandang cacat netra dan dilaksanakan di Sekolah Dasar (Achmad Ali,
1983). Sampai sekarang model pendidikan terpadu tidak hanya untuk anak
cacat
netra yang duduk di Sekolah Dasar, tetapi sudah menjangkau pada anak-anak
jenis kecacatan lain, misalnya anak cacat rungu wicara, anak berkelainan pisik,
yang duduk di SLTP, SLTA, bahkan di Perguruan Tinggi. Model pelayanan yang
diterapkan adalah kelas biasa dengan guru kunjung.
Kendala model pendidikan mainstreaming kurang dapat menampung anak-
anak penyandang kelainan yang tinggal di pedesaan, karena mereka mengalami
hambatan transportasi untuk menjangkau sekolah tersebut, juga sering pihak
Dr. Drs. H. Sukadari, SE., SH., MM. 23
Mengenal Pendidikan Inklusi
sekolah masih ada anggapan anak-anak penyandang kelainan akan merepotkan
pihak sekolah. Selain itu, juga kurang tersedianya sarana, media, dan guru
yang
dapat menangani anak-anak penyandang kelainan di sekolah tersebut.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam konsep pendidikan segregasi, bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus
diselenggarakan pendidikan khusus berbentuk Sekolah Luar Biasa, yang selama
ini telah terselenggara. Akan tetapi karena sekolah-sekolah model tersebut
hanya ada di tempat-tempat tertentu dan jumlahnya sangat terbatas, tidak
terdapat di semua kecamatan, mengakibatkan tidak semua anak yang
berkebutuhan khusus dapat menikmati atau mendapatkan kesempatan di
sekolah-sekolah tersebut.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan umum yang memberikan peluang bagi
anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di tengah-tengah anak-
anak normal. Gagasan penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah suatu
terobosan cerdas untuk memberi kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus untuk mendapatkan layanan pendidikan, sebab mereka bisa
mendapatkan kesempatan bersekolah di tempat yang tidak jauh dari tempat
tinggal atau yang memungkinkan orangtua selalu dekat. Selain itu dengan
pendidikan inklusif mereka dapat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan
sosial yang normal.
Penyandang disabilitas intelegensia adalah individu yang memiliki keterbatasan
intelegensia, di bawah intelegensia umum, biasa dikenal sebagai tunagrahita.
Mereka merupakan salah satu dari anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan
inklusif bagi penyandang disabilitas intelegensia bertujuan mengembangkan
kemampuan mereka secara optimal, sehingga dapat melakukan aktivitas yang
dilakukan individu pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://abkluarbiasa.blogspot.com/2017/10/sejarah-pendidikan-anak-berkebutuhan.html
,diakses pada tanggal 26 agustus pukul 19:00
http://repository.upy.ac.id/1915/1/PENDIDIKAN%20INKLUSI.pdf ,diakses pada tanggal 26
agustus pukul 19:30

Anda mungkin juga menyukai