Beban Pembuktian
Salah satu bagian penting dalam system hukum pembuktian perkara perdata adalah beban
pembuktian (bewijstlast of proof). Kepada pihak mana di pikulkan beban pembuktian apabila
timbul suatu perkara? Apakah pada tergugat sebagian?Keliru memikulkan beban pembuktian
dapat menimbulkan kesewenangan terhadap pihak yang di bebani dan member keuntungan gratis
kepada pihak yang lain. Untuk menghindari kesalahan pembebanan pembuktian yang tidak
proporsional, perlu di pahami prinsip dan praktik yang berkanaan dengan penerapanya.
Hakim tidak boleh merugikan kepentingan salah satu pihak, tetapi secara bijaksana
membaginya sesuai dengan system hukum pembuktian dengan cara memberi perhitungan yang
sama kepada pihak yang berperka oleh karna itu, pembagian beban pembuktian, dialog kasikan
sesuai dengan mekanisme yang digariskan peraturan perundang-undangan.
Sebagai salah satu contoh bagaimana mengalogkasikan beban pembuktian yang adil dan
proporsional, dapat dilihat Putusan MA No. 1490 K/Pdt/1987. dijelaskan, berdasar Pasal 163
HIR, barang siapa medalilkan sesuatu hak atau tentang adanya suatu fakta untuk menegakan hak
maupun untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan hak tersebut atau fakta lain.
Selanjutnya dijelaskan, dalam hal penggugat mendalilkan bahwa penguasaan dan status tergugat
di atas tanah teperkara berdasarkan pinjam, dan sabaliknya tergugat mendalilkan tanah terperkara
telah di beli dari penggugat, maka dalam kasus yang demikian sesuai dengan system beban
wajib bukti (stelplicht), kepada masing-masing pihak dibebani :
Kepada penggugat membuktikan dalil pinjam yang di ajukannya (tergugat menguasai
berstatus sebagai peminjam.
Kepada tergugat wajib membuktikan dalil beli (tanah telah dibeli dari penggugat).
Penggugat wajib membuktikan transaksi yang terjadi dengan tergugat, bukan jual beli,
tetapi sewa menyewa,
Sebaliknya tergugat memikul beban untuk membuktikan transaksi yang terjadi adalah
jual beli bukan sewa menyewa.
Seperti yang dijelaskan, pembebanan pembuktian dilakukan dengan fair dan imparsial
sesuai dengan mekanis mealokasi yang digariskan system hokum pembuktian. Dalam
mekanisme alokasi tersebut melekat risiko yang harus ditanggung akibatnya oleh masing-masing
pihak.
Barang siapa atau pihak yang menurut hokum dibebani pembuktian, berarti mendapat
alokasi untuk membuktikan hal itu. Apabila yang bersangkutan tidak mampu membuktikan apa
yang dialokasikan kepadannya, pihak itu menanggung risiko kehilangan hak atau kedudukan atas
kegagalan member bukti yang relevan atas hal tersebut. Dengan adanya risiko yang harus
ditanggung akibatnya apabila gagal membuktikan masalah yang dialokasikan kepada pihak yang
berpekara,
makasebaiknyajangansampaiterjadikecerobohanpembagianalokasi.Apabiladipikulkanbebanpemb
uktian yang tidak tepat menurut hokum kepada suatu pihak ,sudah barang tentu yang
bersangkutan akan mengalami kesulitan dan kegagalan untuk membuktikannya. Dan kekeliruan
itu akan mendatangkan risiko yang tidak adil kepadannya.
Akan tetapi kalau pengalokasian beban bembuktian dilakukan secara adil (fair) dan tidak
memihak (imaparsial), hakim harus tegas menegakan atas kegagalan membuktikan apa yang
dipikulkan kepada suatu pihak. Ketegasan penegakan resiko itu dapat dilihat dalam putusan MA
No.3565 K/Pdt/1984. Sesuai dengan dalil gugatan, keberadaan terguggat diatas tanah terperkara
adalah sebagai peminjam atas izin penggugat. Sehubungan dengan itu, berdasarkan system bahan
pembuktian, penggugat harus membuktikan dalil tersebut. Akan tetapi penggugat tidak mampu
membuktikan apa yang di alokasikan kepadanya, sehingga dapat di simpulkan tidak benar
keberadaan tergugat menguasi tanah itu sebagai penumpang. Kasuslain, putusan MA No.2418
K/Pdt/1984. Dalil gugatan menyatakan tanah terperkara harta peninggalan pewaris yang belum
dibagi waris kepada ahli waris. Dengan wajib bukti bagi penggugat untuk
membuktikannya ,sebaliknya tergugat mengajukan dalil bantahan tersebut.Ternyata penggugat
berhasil membuktikan sebagian dalil itu yakni sepanjang tanah itu berasal dari pewaris, tetapi
tidak berhasil membuktikan mengenai dalil tanah itu belum di bagi waris. Namun sebaliknya
tergugat berhasil membuktikan masalah yang dialogkasiakan kapadanya, yakni dapat
membuktikan tanah tersebut telah dibagi waris kepada seluruh waris, dan setelah di bagi waris,
baru dibelinya dari salah seorang waris yang mandapat bagian atas tanah di maksud. Dalam
kasus tersebut dengan gagalnya penggugat membuktikan apa yang dibebani kepadanya,
mengakibatkan memikul resiko berupa penolakan gugagatan yang di ajukanya.
Menurut teori hak, ada dua faktor pokok yang dijadikan pedoman penerapan pembagian beban
pembuktian.
1
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. Jakarta.sinar grafik. 518