Anda di halaman 1dari 4

Name: Fahmi Firmansyah

NIM: 03020320054

- KELOMPOK 2 DAN 3

1. Pengertian hadits dan sinonimnya

● Menurut bahasa berasal dari kata hadis, Jamaknya ahadis, al-jadid, al-Qarib, dan al-
khabar. Sedangkan menurut istilah atau terminologi hadis banyak definisinya antara lain
menurut ahli hadis yaitu : segala sesuatu perkataan, perbuatan yang disandarkan
kepada Nabi SAW, baik itu perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau.
● Sunnah adalah semua yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW dalam bentuk
perkataan, perbuatan, pernyataan yang berhubungan dengan penetapan hukum syara.'
● Khabar mengacu pada pengertian berita yang disampai dari seseorang kepada yang
lain. Menurut para ulama hadits, khabar bisa datang dari sahabat atau tabi'in. Mereka
yang meriwayatkan khabar disebut akhbary atau khabary.
● Atsar adalah jamak dari utsur yang artinya bekasan atau sisa sesuatu. Atsar dapat juga
diartikan sebagai sisa atau bekas sesuatu yang datangnya dari selain Nabi SAW.
Misalnya dari sahabat dan tabi'in yang menjadi saksi kehidupan Rasulullah SAW dan
dapat dipercaya.

2. Kodifikasi hadits dan sejarahnya

● Yang dimaksud kodifikasi adalah mengumpulkan, menghimpun atau membukukan,


yakni mengumpulkan dan menertibkannya. Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi
hadis adalah menghimpun catatan-catatan hadis Nabi dalam mushaf.

● Pada masa Nabi masih hidup, hadis disampaikan kepada para


sahabat dengan cara diimlakan (didiktekan). Nabi melarang para
sahabatnya untuk menuliskannya. Bahkan memerintahkannya untuk
menghapuskan catatan selain Al-Qur’an pada satu sisi. Namun di sisi lain Nabi pernah
pula memerintahkan untuk menulis Hadis.

● Kodifikasi hadith secara resmi dipelopori Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (khalifah
kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia
menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun
dan menulis hadis-hadis Nabi.
● Latar belakang Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan agar mengkodifikasi hadist
adalah karena kekhawatiran akan hilangnya hadits seiring meninggalnya para perawi
hadits dan khawatir akan bercampurnya hadits Nabi SAW dengan hadits palsu.

- KELOMPOK 4 DAN 5

1. Ilmu hadits dan cabang-cabangnya

Ilmu hadits riwayah merupakan ilmu yang mencakup tentang segala sesuatu yang
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, iqrar, atau sifat.

Objek kajian dalam ilmu ini mencakup cara periwayatan hadits dari segi cara penerimaan
ataupun penyampaian dari seorang perawi ke perawi lain. Dan juga mencakup cara
pemeliharan hadits dalam bentuk penghafalan, penulisan, maupun pembukuannya. Pengarang
pertama ilmu ini ialah Muhammad Ibn Syihab Az-Zuhri.

Usaha penyeleksian, penulisan, dan pembukuan hadits dilakukan secara besar-besaran pada
abad ke-3 H. Yakni oleh para ulama muhaditsin seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan lainnya. Cara dilakukan dengan dua cara, yaitu periwayatan
dengan lafal (riwayah hi al-lafzi) dan periwayatan dengan makna (riwayah hi al-ma`na):

- Riwayah hi al-lafzi: periwayatan yang disampaikan sesuai dengan lafal yang diucapkan
oleh Nabi Muhammad saw. Periwayatan hadits sesuai dengan lafal ini sangat sedikit
jumlahnya.

- Riwayah hi al-ma`na: hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang


dimaksudkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian dari segi redaksinya ada
perubahan. Sebagian besar hadits Nabi SAW diriwayatkan dengan cara demikian.

2. Kedudukan dan fungsi hadits

Kedudukan hadits yaitu sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai
kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. Fungsi hadits yang utama
adalah untuk menjelaskan Al-Qur'an.

- Bayan At-Taqrir: fungsi hadits untuk memperjelas isi yang ada di dalam Alquran.
- Bayan At-Tafsir: menafsirkan isi Alquran yang masih bersifat umum dan memberikan
batasan-batasan terhadap ayat Al-Qur'an yang bersifat mutlak.

- Bayan At-Tasyri: untuk memberikan kepastian hukum Islam yang tidak dijelaskan di
dalam Alquran.

- Bayan Nasakh: untuk mengganti ketentuan terdahulu.

- KELOMPOK 6 DAN 7

1. Pengertian Hadits Mutawatir

Mutawatir secara bahasa berasal dari kata "tawatara" yang berarti beruntun, atau "mutatabi",
yakni beriring-iringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jarak. Sedangkan secara
pengertian mutawatir adalah hadits yang di riwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad.

● Syarat hadits mutawatir

- Hadits mutawatir harus di riwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa
keyakinan bahwa mereka itu tidak sepakat untuk berbohong.

- Bedasarkan tanggapan panca indra, yakni bahwa berita yang mereka sampaikan harus
benar-benar merupakan hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.

● Pengertian hadits Ahad

Hadis ahad adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang atau lebih yang tidak
mencapai tingkatan mutawatir. Dan hukumnya wajib diamalkan apabila memenuhi syarat-syarat
qabul-nya sebuah hadis ahad tersebut.

● Syarat Hadits Ahad

- Diriwayatkan oleh banyak rawi.

- Bilangan perawinya mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka bersepakat
terlebih dahulu untuk berdusta.

- Ada kesinambungan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.


- Diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindra (melihat atau mendengar dari Nabi).

- Agar berita mereka disertai dengan pernyataan ilmu bagi yang mendengarnya.

2. Hadits Hasan, dhaif, shahih dan maudhu' beserta kriterianya

- Hadits Hasan: hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil,
tetapi kualitas hafalannya tidak seperti hadis sahih, yang tidak boleh ada kontoversi dan
cacat

- Hadits Shahih: hadis yang sanadnya bersambung (muttasil), diriwayatkan oleh orang
yang adil dan mempunyai daya ingat yang kuat, serta tidak menimbulkan kontroversi
dan tidak cacat.

- Hadits Dhaif: hadits yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan. Maka
dapat dikatakan bahwa hadis dhoif tidak memenuhi tiga syarat. Sanad hadis dhoif ini
terputus, perawinya tidak memiliki ingatan yang kuat, dan matannya terdapat cacat.

- Hadits Maudhu': sesuatu yang disandarkan kepada rasul saw secara mengada-ada dan
dusta tentang apa yang tidak dikatakan, diperbuat dan tidak dipersetujui oleh beliau.
Kaum muslimin bersepakat mengharamkan pemalsuan hadis. Meriwayatkannya juga
haram jika mengetahui hadis tersebut palsu, kecuali menjelaskan kepalsuannya. Ciri-
cirinya yaitu terdapat keganjilan dan kerusakan dalam maknanya serta bertentangan
dengan ketetapan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai