Bnnnnnnnnn
B. Pembagian Sunnah
Sunnah dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
1. Dari segi bentuknya
a. Sunnah Qauliyah (perkataan nabi).
Contohnya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Yang ia
riwayatkan dari Qutaibah Ibnu Umar, Al Laits, Ibnu Syihab, Abdullah Bin
Abdullah Ibnu Umar, Abdullah Ibnu Umar, dari Rasulullah SAW. Dalam
hadits tersebut disebutkan bahwa sambil berdiri di mimbar Rasulullah
bersabda yang artinya, “Barang siapa diantara kamu hendak melakukan shalat
Jum’at hendaklah mandi”.
b. Hadis Hasan.
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam
Turmuzi hadis hasan adalah yang artinya, “yang kami sebut hadis hasan
dalam kitab kami adalah hadis yang sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap
hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang
dicurigai berdusta, matan haditsnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad
yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan.”
Syarat hadits hasan adalah :
1) Para perawinya adil
2) Kedhabitan perawinya di bawah perawi hadits sahih
3) Sanadnya bersambung
4) Tidak mengandung kejanggalan pada matannya
5) Tidak ada cacat atau illat
c. Hadis Dha’if.
Menurut bahasa berarti hadits yang lemah, yakni para ulama memiliki
dugaan yang lemah (kecil atau rendah) tentang benarnya hadits itu berasal
dari Rasulullah SAW.
Para ulama memberi batasan bagi hadits daif, yang artinya, “Hadis
dha'if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits sahih, dan juga
tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.” Jadi hadits dha'if itu bukan saja
tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, melainkan juga tidak memenuhi
syarat-syarat hadits hasan. Pada hadits dha'if itu terdapat hal-hal yang
menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan
berasal dari Rasulullah SAW.
c. Hadits Ahad
Adalah hadits yang diterima dari Nabi Muhammad SAW secara orang
perorangan sampai kepada rawinya yang terakhir. Hadits ini diterima dan
disampaikan secara berantai dari satu orang ke satu orang yang lainnya,
begitu seterusnya.
Ditinjau dari segi fungsinya, sunnah mempunyai hubungan yang sangat kuat
dan erat sekali dengan al-Qur’an. Sunnah al-Nabawiyah mempunyai fungsi sebagai
sebagai penafsir al-Qur’an dan menjelaskan kehendak-kehendak Allah SWT dalam
perintah dan hukum-hukum-Nya. Dan jika ditinjau dari segi dilalah-nya (indeksial)nya
terhadap hukum-hukum yang dikandung al-Qur’an, baik secara global maupun rinci,
status sunnah dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu :
Maka fungsi-fungsi dari hadits atau as-Sunnah terkait dengan al-Qur’an adalah:
1. As-Sunnah sebagai pemerinci, penafsir ayat-ayat yang mujmal (global) dari al-
Qur’an.
2. As-Sunnah memberikan taqyiid (batasan).
3. As-Sunnah memberikan takhshiish (pengkhususan) terhadap ayat-ayat al-Qur’an
yang mutlak dan ‘aam.
1. Terkadang as-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam
al-Qur’an.
2. Terkadang as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pemerinci hal-hal yang
disebut mujmal (global) dalam al-Qur’an.
3. Terkadang as-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat
dalam al-Qur’an.
Menurut Amir Syarifuddin, fungsi sunnah terhadap al-Qur’an sebagai berikut :