Disusun Oleh :
Ahlu Sunnah wal Jama’ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua aspek penting, pertama dari
segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi peristilahan atau terminologi.
Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah,
berarti jalan, tabiat dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama’ah, berarti sekumpulan.
Aswaja adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama’ah”. Ahlus sunnah berarti
orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Wal
Jama’ah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi
definisi Ahlus sunnah wal jama’ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi
Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam
syariat (hukum Islam) maupun akidah dan tasawuf.
1. Abū Ḥasan al-Asyʿarī lahir di Basra pada sekitar tahun 874 Masehi dan meninggal
di Baghdad pada tahun 936 Masehi. Di masa mudanya dia belajar kepada ayah tiri
sekaligus gurunya, Ali al-Juba’i, seorang tokoh Mu'tazilah di masanya.[6] Tidak heran
bila pada masa mudanya, al-Asyʿari meyakini doktrin Mu'tazilah. Namun,
sebagaimana menurut sumber-sumber klasik, saat berusia 40 tahun diberitakan dia
bermimpi bertemu dengan Nabi Islam Muhammad sebanyak tiga kali pada suatu
bulan Ramadhan.[10][11]
Dalam sumber-sumber klasik itu diceritakan saat pertama kali mimpi bertemu Nabi
Islam Muhammad, Muhammad memintanya untuk tidak pernah meninggalkan tradisi
(sunnah) yang datang dari dirinya. Saat terbangun, dirinya pun menjadi khawatir
karena beberapa pandangannya bertentangan dengan ucapan Muhammad (hadis).
Selang 10 hari, dirinya bermimpi, dan Muhammad kembali memintanya untuk tidak
pernah meninggalkan sunnah-sunnahnya. Kejadian kedua itu membuatnya
meninggalkan ilmu kalam dan hanya mempercayai hadis. Namun, pada malam 27
Ramadan dirinya kembali bermimpi bertemu Muhammad, dan kali ini Muhammad
mengatakan kepadanya bahwa ia tidak memintannya untuk meninggalkan ilmu kalam
tetapi hanya memintanya untuk mendukung sunnah-sunnah yang datang dari dirinya.
2. Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa Arab: وHأب
مرقندي الحنفيHHدي السHHود الماتريHHد بن محمHH( )منصور محمد بن محمwafat 333 H / 944 M) adalah
imam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.
Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di
kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang terletak di seberang
sungai. Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang
dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Dalam manuskrip kitab at-Tauhid
karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan
dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang
rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari
kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam
kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam.
kenapa Organisasi NU memiliki 2 Ulama bidang akidah tersebut yaitu Imam Abū Ḥasan
al-Asyʿarī Dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi ?
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki dua bidang akidah, yaitu Imam Abu Hasan al-
Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi, karena kedua ulama tersebut dianggap
sebagai penjaga akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Ahlussunnah wal Jamaah adalah
paham akidah yang moderat, yang meyakini ke-Maha Kuasa-an Allah dan
menghargai ikhtiar (akal) manusia.
Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi adalah dua ulama
besar yang hidup pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi. Keduanya memiliki pandangan
yang mirip dalam hal akidah, yaitu:
Berikut adalah beberapa alasan mengapa NU memilih dua bidang akidah tersebut: