Anda di halaman 1dari 10

AHLU SUNNAH

ALIRAN AHLU SUNNAH DALAM GARIS BESAR PENGERTIAN, TOKOH UTAMA, DAN
POKOK PIKIRANNYA

PENYUSUN:

RHAZES AVICENNA

NURUL FARIDA

BAYU ASMORO PANJI

SITI ROFI’AH

ELOK NUR LATHIFA

MUHAMMAD MUNIR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN TARBIYAH

ILMU KALAM

2009

1
PENDAHULUAN

Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan ±10% menganut aliran Syi'ah. Sunni yang dimaksud
adalah Kelompok Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Gambaran umum kewajiban yang di hukumkan ke golongan ini ada 3
syarat: mengucap kalimat dua syahadat dengan lisan, dengan di ikuti kepercayaan hati, lalu dibuktikan dengan
amal.

Aliran ini di dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan Asy’ari (260-324) pada tahun 300 H di Baghdad, Irak.
Ada pula yang menyebutkan bahwa Mahmud Al samarqandi Al Maturidi dari Samarkand, Rusia juga ikut andil
dalam membawakan pengaruh pemikirannya pada para jama’ah Ahlu Sunnah. Pengaruhnya cukup signifikan
dalam masa pemerintahan Abassiyah, bahkan hingga kini umat Islam di Indonesia banyak menganut aliran kalam
ini.

Pada masa awalnya, pemikiran asy’ari memiliki kesamaan dengan pemikiran maturidi. Asya’irah dan Maturidiyah
merupakan dua teologi Islam yang legendaris di Indonesia, yang kita kenal dengan Ahlu Sunnah Wal Jamaah ini.
Aliran Maturidiah banyak dianut umat Islam yang bermadzhab Hanafi sedangkan Asy’ariyah banyak dipakai oleh
umat Islam Sunni lainnya. Oleh karena itu sempat ada istilah dalam golongan Nahdatul Ulama yang terkenal
sebagai gabungan dua pemikir pelopor tersebut yaitu ASYTUR (Asy’ariyah Maturidiyah).

Berikut adalah peta persebaran wilayah pengikut aliran Sunni di bandingkan dengan Syi’ah di penjuru dunia.

2
PEMBAHASAN

PENGERTIAN / DEFINISI

PENGERTIAN AHLUS-SUNNAH WAL JAMA'AH SECARA BAHASA (ETIMOLOGI)

As-Sunnah  secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun"
yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara. As-Sunnah juga
mempunyai  arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela.
Seperti sabda Rasulullah SAW, Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama
dan dunia).

Sedangkan jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan
sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka
berkumpul). Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'" (perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian)
dan juga lawan kata dari "furqah" (perpecahan). Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga
sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.

PENGERTIAN AHLUS-SUNNAH WAL JAMA'AH   SECARA ISTILAH (TERMINOLOGI)

Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan
ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-
sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah". 

Ahlus-Sunnah wal Jama'ah (Bahasa Arab: ‫والجماعة‬ ‫ )أهل السنة‬atau lebih sering disingkat Ahlu-


Sunnah (bahasa Arab: ‫ )أهل السنة‬lazim dipakai sampai tahun 1000. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang
mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan
juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam dan yang hidup di zamannya. Setelah tahun 1000, mulai diperkenalkan istilah sunni dari kata

Sunnah (Bahasa Arab:  ‫ ) سنة‬yang berarti kata-kata atau tindakan nabi Muhammad. lahir dari kata al-Jama'ah
yang bermakna memiliki pengikutnya yang banyak dan Ahl al-Sunnah kekhasan dari al-asy’ari sebagai sumber
referensi dari aliran ini yang banyak memakai Sunnah dalam perumusan pemikiran kalamnya.

3
4
TOKOH-TOKOH

AL-ASY’ARI

Abu Hasan Al-Asy'ari lahir di Basra, (lahir: 873 - wafat: 935) namun sebagian besar hidupnya di Baghdad.
Asy'ari sempat berguru pada guru Mu'tazilah terkenal, yaitu al-Jubba'i, namun pada tahun 912 dia mengumumkan
keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.

Pada abad 3 H golongan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah di lahirkan oleh Asy’ari pada usianya yang ke 40
tahun setelah ia “bertaubat” dari aliran Mu’tazilah. Sehinggan yang kita bahas di Pokok pikiran ini tidak akan jauh
dari pandangan Asy’ari sendiri terhadap realitas masalah di zamannya. Di mulai dari ketidaksetujuannya terhadap
golongan Mu’tazilah yang sangat berani dalam mena’wilkan ayat mutasyabihat demi mendukung teologi rasional
mereka dan juga ketidakmauan merekan memakai hadis selain mutawatir. Asy’ari yang saat itu berpendapat
bahwa akal manusia terbatas untuk menguak realitas ketuhanan kecuali yang di informasikan secara langsung
melalui Al-Qur’an, mengklaim dirinya keluar dari aliran mu’tazilah. Ia lebih banyak menggunakan Sunnah sebagai
dalil untuk mendukung pemikiran kalamnya.

Saat itu pemikirannya bisa dianggap berkembang pesat karena ia berhasil mendapat dukungan dari
banyak kalangan masyarakat saat itu karena mereka kesulitan dalam memahami kerumitan realitas pemikiran
aliran Mu’tazilah yang banyak menggunakan asas filsafat rasional. Sejalan dengan itulah muncul istilah Ahl al-
Sunnah wa al-Jama'ah. Berbagai pemikiran dari aliran Mu’tazilah telah banyak ia kritisi, misalnya:

Banyak tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang
terkenal adalah "Sang hujatul Islam" Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.

5
AL-MATURIDI

Lahir di Maturid sebuah kota kecil di Samarkand. Nama Al-maturidi nisbatkan dari tempat kelahirannya
Maturid. Wafat tahun 333 H, 9 tahun setelah Wafatnya Imam Asy’ari. Tidak ada data yang menerangkan bahwa
kedua imam ini pernah bertemu, walaupun hidup dalam satu zaman. Imam Asy’ari berasal dari Basrah, Irak
sedangkan Imam maturidi dari Samarkand, Rusia.

Imam Maturidi lebih dekat kepada imam Hanafi dan Asy’ari kepada Imam syafi,i, maka dalam masalah
Ushul fiqih kedua imam tersebut terdapat perbedaan dalam beberapa segi walaupun tidak mendasar. Dalam
kancah sejarah Abu Hasan Al-Asy’ari lebih di kenal daripada Abu Mansur Al Maturidi. Sebenarnya, baik Al-Asy’ari
maupun Al-Maturidi merupakan dua pembesar Ahlu Sunnah Wal Jamaah.

Ketidakpopuleran Al Maturidi dibanding dengan Al Asy’ari dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :

1. Para Sejarawan tidak mencantumkan pada kitab-kitab karangannya. Diantaranya yaitu Ibnu Al Nadim (379
H/987M) yang wafat 50 tahun setelah wafatnya Al Maturidy. Padahal ia mencantum Imam Attahawi dan
Imam Al Asy’ari. Demikian pula sejarawan yang lain seperti Ibnu Kholikan, Ibnu Al ‘Amad, Assyafadi, Ibnu
Khaldun pun tidak mencantumkannya dalam muqoddimahnya dalam ilmu kalam. Begitu pula Jalaludin
Assuyuti tidak mencantumkanya dalam tobaqot al mufassirin, padahal Al Maturidi disamping seorang
mutakalim dia juga seorang mufasir.
2. Faktor geografis, sebagaimana kita ketahui bahwasanya Al Maturidi hidup di Samarkand yang jauh dari Irak
yang saat itu merupakan pusat perkembangan Islam dan disaat yang sama Al Asy’ari mulai memperkenalkan
ajaran-ajarannya disana.

6
POKOK PIKIRAN

SIFAT TUHAN

Pendapat pemikir Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam soal ini terletak di tengah-tengah. Antara Mu’tazilah dengan
Mujassimah di lain pihak. Aliran Mu’tazilah ekstrim dengan tidak mengakui sifat wujud, qidam, baqa dan
wahdaniyah, bahwa Tuhan tidak punya sama sekali sifat makhluknya. Sebaliknya, golongan Mujassimah
menyamakan sifat tuhan dengan sifat makhluknya persis. Sedangkan Asy’ari mengakui sifat-sifat tuhan sesuai
dengan zat Tuhan, tetapi tidak sama dengan sifat makhluk. Misalnya, Allah mendengar tetapi tidak seperti
pendengaran manusia, Allah Maha Mendengar.

KEKUASAAN TUHAN ATAS PERBUATAN MANUSIA

Pendapat Ahlu Sunnah wal Jama’ah di persoalan ini juga di tengah-tengah. Pertama, menurut Mu’tazilah, manusia
mampu mengadakan perbuatan dan memperoleh keadaan berdasarkan perbuatannya, karena memang Allah lah
yang telah memberi kuasa pada manusia untuk bebas berkehendak. Sedangkan Jabariyah menganggap manusia
tidak bekuasa mengadakan dan memperoleh keadaan karena sudah di tentukan menurut jaman azali oleh Allah.
Perumpamaan nasib manusia oleh kaum jabariyah seperti sehelai bulu yang terbang kesana kemari sesuai arah
angin. Dengan mengambil beberapa dalil dan kelemahan kedua aliran tersebut pemikir Ahlu Sunnah wal Jama’ah
merumuskan pendapatnya bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi ia berkuasa mengadakan
perbuatan. Prinsipnya, manusia berusaha semaksimal mungkin, lalu Tuhan pada akhirnya menilai lalu
menentukan nasibnya.

MELIHAT TUHAN

Mu’tazilah bersikeras Tuhan tidak dapat dilihat dengan cara apapun dan kapan pun. Walau ada hadist yang
menyinggung tentang rukyat atau penglihatan akan Tuhan, kaum Mu’tazillah mengabaikan hadist ini karena
tingkatanya yang sekedar perseorangan (ahad). Berbeda dengan kaum Musyabihat yang mempercayai tuhan
dapat di jangkau oleh indra manusia dengan cara dan arah tertentu. Lagi-lagi para pemikir Ahlu Sunnah wal
Jama’ah berada ditengah dalam masalah ini. Ia mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat di alam dunia, tetapi bisa di
lihat di alam Akhirat dengan amalan tertentu.

PERIHAL BEBAN DOSA

Ahlu Sunnah wal Jama’ah beranggapan orang yang mengerjakan dosa besar atau tidak melaksanakan kewajiban
sebagai muslim sampai akhir hayatnya tanpa pernah bertaubat, dianggap sebagai pelaku maksiat. Di akhirat kelak
para pendosa ini, jika dosanya tidak diampuni oleh Allah maka ia akan menjalani hukumannya di neraka. Tetapi
setelah adab Allah telah dirasakannya, ada harapan ia mendapat ampunan lalu masuk surga.

7
Sedangkan menurut pandangan subyektif yang mereka kemukakan, berikut adalah
keistimewaan Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang tidak dimiliki oleh golongan lain:

1. Mereka punya sikap wasathiyah (pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan
tafriith (menyia-nyiakan); dan diantara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam
masalah akidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada dipertengahan di antara
golongan-golongan yang ada.
2. Sumber pengambilan pedoman bagi mereka hanyalah al-qur’an dan as-sunnah. Merekapun
memperhatikan keduanya dan bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan
memahaminya sesuai manhaj salaf.
3. Mereka tidak punya iman yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari
meninggalkan apa yang bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah Saw. Dan ahli
sunnah itulah yang paling mengerti dengan keadaan rasulullah SAW perkataan dan
perbuatannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli
untuk mengikuti dan paling loyal terhadap para pengikutnya.
4. Mereka meninggalkan pertengkaran dan persengketaaan dalam agama sekaligus menjauhi
orang-orang yang terlibat di dalamnya, meninggalkan pertengkaran dan perdebatan dalm
permasalahan halal dan haram. Mereka masuk dalam dien (islam) secara total.
5. Mereka mengagungkan para salafush shalih dan berkeyakinan bahwa metode salaf itulah
yang lebih selamat, paling dalam pengetahuannya dan sangat bijaksana.
6. Mereka menolak takwil (penyelewengan suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan
menyerahkan diri pada syari’at, dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl
(logika) belaka.
7. Mereka memadukan antara nash-nash dalam suatu permasalahan dan mengembalikan
(ayat-ayat) yang mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian/tidak
jelas) kepada yang muhkam (ayat-ayat yang jelas dan tegas maksudnya).
8. Mereka tidak menggunakan sebutan (julukan) selain Islam, Sunnah, dan Jama’ah.
9. Mereka menganggap sistem pemahaman mereka merupakan kelangsungan desain yang
dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan khulafaur-rasyidin.

8
KESIMPULAN

 Ahlu sunnah dapat di golongkan ke dalam aliran ilmu kalam. Karena sempat membahas mengenai sifat
Tuhan, melihat Tuhan, kekuasaan Tuhan atas perbuatan manusia, dan perihal beban dosa yang mana
hal ini termasuk dalam obyek formal yang dikaji oleh ilmu kalam.
 Sumber hujjah awal nya berasal dari pemikiran oleh sang pelopor yaitu Asy’ari dan Maturidi.
 Keduanya hidup di masa kemunduran aliran Mu’tazillah, sehingga aliran ini banyak dilatarbelakangi oleh
ketidaksetujuan terhadap pemikiran kalangan tersebut.
 Pemikir ahlu sunnah sangat skeptis terhadap filsafat yunani, mereka menolak dengan tegas bila filsafat
rasional mereka yang bersumberkan pada logika dipakai untuk memahami teks ajaran islam.
 Pemikir ahlu sunnah lebih cenderung memakai al-qur’an dan hadist dari yang muttawatir sampai yang
ahad secara tekstual untuk hujjah, namun tetap memakai kaidah filsafat untuk mengungkap apa yang
berada dibalik yang tersurat dari teks tersebut.
 Pemikir ahlu sunnah menolak bila dikatakan menyia-nyakan akal, karena mereka juga memakainya
sebagai hujjah, asalkan tidak malah bertentangan dengan al-qur’an dan hadist.
 Dengan demikian, pemikir ahlu sunnah yang muncul di akhir jaman ini tidaklah berlebihan bila dianggap
telah berhasil memenangkan perang pemikiran (ghazwul fikr) karena berhasil menengahi berbagai aliran
yang “berlebihan “atau mungkin “menyia-nyiakan” teks ajaran islam.

9
Menurut pandangan kelompok kami:

Perihal Dosa Besar, Ahlu sunnah kurang lengkap penjelasannya, menurut kami, orang-orang musyrik yang
(melampaui batas) tidak mengakui adanya allah dan tidak bertaubat maka tidak memiliki harapan masuk surga,
karena mereka tidak mengakui adanya kuasa tuhan dalam memberikan kehidupan setelah mati, apalagi
keberadaan tuhan yang sama sekali tidak mereka akui, misalnya orang atheis. Otomatis allah juga tidak mengakui
“keberadaan” mereka, sekalipun Allah maha pengasih, tetapi Allah juga maha adil. . . .(Nurul Farida)

Perihal melihat Allah, kita ingin sekedar menambahkan lagi, bahwa karena Allah memiliki sifat maha ada, Zat
Allah SWT ada dimana-mana. Bahkan sedekat urat nadi kita. Namun tentu saja zat ini bersifat Ghoib, tidak bisa di
lacak dengan indera manusia. Tetapi bukannya tidak ada di alam dunia. . . .(Nurul Farida)

Masalah kekuasaaan allah atas perbuatan kita semua:

Kemauan manusia itu sebenarnya adalah kemauan Allah, akan tetapi perbuatan
manusia itu tidak selamanya sesuai dengan kehendak Tuhan, sebab Tuhan selalu
menghendaki yang baik, bukan yang tidak baik. Ini adalah prosedur akal saja dalam
memilih. . . .(Al-maturidi)

Kami berpendapat bahwa kita tidak tahu bagaimana Allah campur tangan dalam aktivitas manusia di dunia ini.
Allah bisa campur tangan maupun tidak sesuai kehendak allah, sedangkan kita tidak tahu bagaimana pola allah
saat campur tangan. Karena selama ini informasi al-qur’an yang menyebutkan campur tangan allah dalam
sejarah manusia hanya melalui para nabinya, sedangkan sudah tidak ada nabi lagi di dunia hari ini. Pada
hakikatnya Allah memberi freewill pada manusia. . . .(Rhazes Avicenna)

Walaupun Al-Asy’ari keluar dari mu’tazillah, sebelum ia mempelopori pemikiran Ahlu sunnah, tidak berarti
Mu’tazillah adalah pemikiran yang mirip atau perkembangan lanjutan dari golongan tersebut. Konsep takdir
golongan Ahlu sunnah lebih mirip golongan Jabariah. Ada yang menyebutkan Ahlu sunnah merupakan aliran Neo-
Jabariyah dalam pengertian perbedaan konsep takdir. Karena pada akhirnya Allah juga lah yang menentukan
nasib manusia. Sedangkan perihal dosa besar, golongan Ahlu sunnah mengakui adanya ampunan di akhirat kelak,
tidak seperti golongan khawarij. . . .(Rhazes Avicenna)

10

Anda mungkin juga menyukai