Anda di halaman 1dari 8

ALIRAN – ALIRAN AKHLAK DAN AKHLAK DI

MATA ILMUAN MUSLIM


Tugas Take Home UTS Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Penyusun :
M. Fazlurrahman Rhazes

SISTEMATIKA PEMBAHASAN

AKHLAK
PENGERTIAN AKHLAK
SEBAB – SEBAB AKHLAK
UNSUR AKHLAK

ALIRAN – ALIRAN STANDART AKHLAK


STANDART AKHLAK HAK
STANDART AKHLAK KEWAJIBAN

AKHLAK DI MATA ILMUAN MUSLIM


IBNU SINA
AL – G HAZALI
IBNU MASKAWIH
AKHMAD AMIN

2010

Jurusan Tarbiyah

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Surabaya


Page | 2

SPIRIT MATERI
Kita sering mendengar istilah HAM (Hak Asasi Manusia) disuarakan di Koran, majalah, televisi, dsb. Ada LSM
yang mengaku sebagai pengawalnya, negara juga membuat badan HAM nasional resmi yang mengawasi
supaya hak tiap manusia tidak di langgar. Secara kasat mata, hak asasi telah di suarakan hampir oleh semua
masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai dari tukang becak sampai pejabat semuanya menjunjung
tinggi konsep HAM ini.

Isi HAM antara lain adalah prilaku - prilaku manusia yang harus di berikan padanya sejak ia lahir sampai
meninggal kelak dan tidak boleh dilanggar barang satu pasal pun. Misalnya, entah itu mendapat makanan yang
sehat, tempat tinggal yang layak, pendidikan yang cukup, pekerjaan, dsb. Atau bisa jadi ketidakbolehan
memakai kekerasan, tidak boleh mengolok – olok secara berlebihan, tidak boleh diperjual – belikan, tidak
boleh diperbudak, dsb. Semua hal ini dianggap sebagai hak yang paling dasar dari semua umat manusia. Hak
adalah semua prilaku yang bisa dijalani atau tidak dijalani terserah kehendak. Sedangkan hak dasar manusia
adalah menjalani kebahagian, rasa nikmat yang muncul secara alami dan universal oleh semua umat manusia
entah dia cacat, entah dia tinggal di tempat terpencil, tidak memperdulikan waktu dan tempat.

Berkebalikan dengan popularitas istilah HAM, kita tidak pernah sekalipun mendengar istilah KAM. Tidak ada
yang menyuarakan KAM (Kewajiban Asasi Manusia), padahal eksistensi KAM secara masa perdebatan
pemikiran adalah eksis sejak jaman dahulu. Sejarah perkembangan filsafat akhlak di belahan dunia manapun
tidak pernah lepas dan akan terus selalu mempertentangkan kedua hal ini : HAM dengan KAM.

Isi Kewajiban Asasi Manusia adalah prilaku – prilaku yang wajib di taati oleh semua manusia secara universal
adanya dan bila di langgar maka manusia tidak akan berbeda dengan binatang yang tidak punya kewajiban
sama sekali. Misalnya, wajib menjaga kebersihan, wajib bekerja secara mandiri, wajib berkeluarga, wajib
menjaga kehormatan, dsb. Atau bisa juga ketidakbolehan berzina, tidak boleh telanjang, tidak boleh menyakiti
diri sendiri dengan narkoba, alkohol, dsb. Sumbernya bisa bermacam – macam mulai dari hati nurani sampai
norma masyarakat.

Masalahnya terletak pada posisi umat Islam di Indonesia yang sekarang ini banyak berkiblat pada HAM dalam
menentukan suatu nilai perbuatan apakah baik apakah buruk. Bila HAM ini secara berlanjut dijadikan standart
alasan menentukan nilai suatu perbuatan, maka umat islam di Indonesia selamanya tidak akan mau tahu
terhadap apa kewajiban dasarnya sebagai umat muslim. Mereka hanya gemar menuntut hak mereka sebagai
manusia tetapi tidak mau akan pernah berkesadaran menunaikan kewajiban menurut Islam.

Misalnya akan menunaikan haji, alasannya bukan karena kewajiban ini dapat mendatangkan manfaat sosial
yang nantinya harus di bagi ke masyarakat asalnya kelak bila sudah mendapat pelatihan dari Allah di tanah
Arab. Sebaliknya, haji malah di posisikan sebagai hak orang muslim yang kaya supaya bisa berwisata ke tanah
arab, bila sudah kaya tidak harus pergi haji karena haji adalah hak. Dampaknya setelah kembali nanti akan
mengumpulkan uang lagi supaya bisa berhaji lagi, tidak peduli dengan masalah masyarakat di sekitarnya.
Page | 3

AKHLAK

PENGERTIAN AKHLAK
Akhlak adalah perilaku manusia yang sudah terpola dan memiliki nilai obyektif baik dan buruk. Walaupun
suatu prilaku memiliki nilai baik dan buruk bersamaan, pasti ada nilai yang lebih banyak dan mengalahkan nilai
yang selainnya. Misalnya minum – minuman yang beralkohol, ia dapat menghangatkan badan sehingga
bernilai baik. Di sisi lain ia dapat memabukkan, orang yang mabuk tingkahnya berpotensi merugikan orang lain.
Karena nilai buruk dalam alkohol lebih banyak daripada nilai baiknya, sedangkan nilai baik dari alkohol dapat
digantikan dengan alat penghangat badan lainnya. Sehingga secara obyektif nilai suatu minuman beralkohol
adalah buruk sekalipun ada nilai baiknya.

SEBAB – SEBAB AKHLAK


Setiap hari kita saling berinteraksi dengan manusia lainnya dan alam sekitar kita. Alam memiliki hukum-hukum
alamiah, bila manusia berinteraksi pada alam dengan cara-cara yang baik, maka alam akan merespon dengan
memberikan manfaat yang baik-baik pula. Hukum itu berlaku juga sesama manusia. Bila kita memberi
rangsang ke orang lain dengan cara-cara negatif, tentu respon orang tersebut adalah sedih dan marah.
Sehingga, stimulus yang kita berikan akan mendapat respon yang nilainya sama.

Setiap hari sebenarnya kita menstimulus alam dan manusia lain, misalnya kita membuang sampah
sembarangan, atau kita memuji teman kita. Semua itu akan mendapat respon, cepat atau lambat. kita tidak
hanya memberi stimulus tetapi juga terstimulus. Kita pernah di tolong orang lain, kita pernah dimarahi orang
tua, pernah kehujanan, pernah kehilangan sandal, dsb. Semua hal barusan adalah stimulus yang kita terima.

Alam dan manusia sekitar selalu memberi stimulus, dan selanjutnya kita memutuskan merespon sesuai
kehendak kita. Tidak berhenti disitu, kita juga mendapat hukum perasaan senang, duka, dan netral dari respon
yang kita putuskan. Karena manusia bisa merasakan penderitaan, kesenangan, dan netral di setiap
perbuatannya. Kita senang membuka jejaring sosial facebook sehingga sering mampir setiap kali melewati
warnet, kita menderita bila kehujanan sehingga tiap kali bepergian tidak lupa bawa payung.

Secara alamiah, respon yang kita putuskan terpengaruh oleh suasana perasaan kita. Misalnya, kita tidak
sengaja lewat jalan jagir ada warung sate yang enak. Kita pernah ke sana dan merasakan sate itu ditraktir
teman yang ulang tahun. Ada pengalaman nikmat yang menstimulus kita supaya berbelok dan mampir ke
warung barusan. Secara berurutan, warung sate menstimulus panca indra kita mulai dari mata kita melihat
daging sate ditusuk dan dibakar, telinga kita mendengar ada suara ramai orang menikmati sate, dan hidung
kita mencium bau sedap daging dengan kecap dibakar bersamaan. Sehingga dengan bergegas kita
membanting stir lalu mampir ke sana.

Berbeda ceritanya apabila pada saat anda ditraktir teman anda diwaktu yang lalu. Sate yang dibakar kurang
matang sehingga anda muntah tidak karuan. Ada pengalaman tidak menyenangkan saat berada disana, rasa
malu dilihat teman, rasa mual dari daging sate mentah, rasa pengap oleh banyaknya kawan anda dalam satu
warung dsb. Sehingga saat warung sate itu memberi stimulus baunya, kita tidak serta merta merespon, tetapi
kita malah mempercepat laju gas sepeda motor kita.

Karena tiap hari alam dan manusia lain selalu memberi stimulus ke diri kita melalui panca indra. Kita harus
memutuskan respon kita, apakah kita lakukan apakah kita tinggalkan. Rasa puas yang muncul setelah kita
memilih untuk melakukannya akan terakumulasi menjadi pengalaman nikmat, Demikian pula rasa duka yang
muncul akan terakumulasi menjadi pengalaman duka. Perbuatan-perbuatan yang kita lakukan terus menerus
Page | 4

disebabkan mendapat pengalaman puas akan membentuk pola, sedangkan perbuatan yang kita tinggalkan
karena duka tidak akan membentuk pola.

Pola perbuatan kita sehari-hari akan menentukan akhlak kita. Misalnya kita terbiasa berbohong, itu tidak
hanya disebabkan kita memilih untuk berbohong. Berbohongnya kita ke orang lain dipengaruhi oleh kehendak
kita dan pengalaman suka duka kita sebelumnya, yang muncul setelah di stimulus oleh peristiwa yang
menuntut sebuah pengakuan. Misalnya si fulan tidak sholat shubuh karena ketiduran, lalu ditanya orang tua si
fulan sekitar jam 7 pagi : “sudah sholat?”. Muncul angan-angan si fulan : bila si fulan jawab “belum”, harga diri
si fulan jatuh sebagai mahasiswa jurusan agama. Bila si fulan jawab “sudah” ditambah “dimasjid”, harga diri si
fulan tetap terjaga dan si fulan mendapat citra positif dari orang tua si fulan. Kenapa memilih menjawab
“belum” bila si fulan mendapat pengalaman duka, sedangkan apabila si fulan jawab ”sudah” ditambah
“dimasjid” lebih memuaskan diri si fulan? Akhirnya setiap kesiangan tidak sholat subuh, si fulan terpola
mengeluarkan jurus berbohongnya setiap ada stimulus ibunya menanyakan absen sholat shubuhnya.

Dampaknya lebih jauhnya, berbohong akan menjadi akhlak si fulan. Ia memilih berbohong tidak hanya sekali
dua kali, tetapi sudah puluhan kali, begitu seterusnya terulang-ulang. Bahkan berbohong sudah menjadi reflek
si fulan bila mendapat masalah. Ia berbohong tanpa pertimbangan, tanpa diingatkan, dan permanen, bukan
sekedar temporer 1 minggu, 2 minggu.

UNSUR – UNSUR AKHLAK


Membahas unsur akhlak terlebih dahulu membahas unsur prilaku manusia. Karena istilah akhlak adalah
pengertian dari prilaku manusia yang terpola. Membedah unsur perilaku manusia secara universal dan radikal,
maka pisau analisinya adalah ilmu filsafat. Pertama kita membuka makna prilaku manusia. Manusia dalam
berperilaku pasti punya tujuan, tujuan yang ingin dituntaskan dengan berbuat hal sedemikian rupa. Tujuan
yang ingin dicapai haruslah lahir dari motif. Misalnya saya makan, tujuan mengambil nasi dan lauk pauk adalah
makan, sedangkan mengapa saya ingin makan karena saya lapar, lapar adalah kebutuhan fisiologis yang harus
di tuntaskan. Motivasi yang secara pribadi berbeda dengan yang selainnya. Walaupun tujuan seseorang bisa
sama, namun motif seringkali berbeda. Misalnya di dalam sebuah kelas murid-murid berlatih soal di sekolah,
walaupun semuanya bertujuan belajar sesungguhnya mereka punya motif yang bervariasi : ada yang ingin
lulus, ada yang ingin berperingkat satu, ada yang ingin bersenda gurau dengan teman, ada yang karena
terpaksa, dsb.

Dalam mencapai tujuan, banyak cara – cara yang di pakai untuk mencapainya. Misalnya untuk mencapai
kemakmuran, ada cara instan dan ada cara yang bertahap. Variasi cara dalam mencapai tujuan harus di
sesuaikan mana yang paling efektif dan efisien, tetapi di atas semua itu harus berlandaskan pada nilai dasar
yang benar. Karena itu landasan suatu perilaku akan menentukan cara yang di tempuh dalam mencapai tujuan.
Masalah yang di perdebatkan sekian lama sebenarnya terletak disini, apakah standart yang benar dalam
menentukan cara? Motif yang baik pasti melahirkan tujuan yang baik, tetapi tujuan yang baik akan bernilai
buruk bila di landasi oleh cara – cara yang buruk. Misalnya makan karena lapar itu baik, tetapi menjadi buruk
bila cara mendapatkan makanan adalah merampok. Pertanyaan yang muncul : alasan apakah yang menjadikan
cara merampok adalah cara yang buruk? Untuk menemukan landasannya, alasan itu harus di tarik ke prinsip
umum supaya ada kejelasan dan bisa dijadikan standart untuk kasus akhlak lainnya. Misalnya alasan
merampok adalah cara buruk karena bertentangan dengan hati nurani. Maka hati nurani adalah standart nilai
akhlak yang menjadi landasan menentukan cara yang benar. Lantas menurut hati nurani, cara apa yang benar
dalam mencari makan? Tentu hal ini merupakan wilayah ahli filsafat yang berpandangan bahwa hati nurani itu
ada dan bisa dijadikan landasan.

ALIRAN – ALIRAN STANDART AKHLAK


Page | 5

Aliran – aliran yang dibahas disini adalah aliran yang sudah diambil prinsip makna yang terkandung di
dalamnya sampai ke prinsipnya secara dikotomis. Memang ada yang berpendapat bahwa aliran standart nilai
akhlak ada banyak sekali di dunia, tetapi secara prinsip ada 2 standart yang terpisah didasarkan pada jenis
prioritas prilaku. Ada yang menganggap prioritas manusia adalah bahagia, sehingga hak adalah landasan
menentukan akhlak yang baik dan buruk. Yang kedua lawan dari hak adalah kewajiban, bahwa manusia punya
kewajiban dan tujuan hidup yang lain selain bahagia. Sehingga kedua aliran sifatnya dikotomis. Namun kedua
aliran pokok ini masih bisa dibagi menjadi yang selainnya, menyesuaikan dengan epistemologi ahli pikir yang
hidup di zaman dan Negara tempat lahirnya aliran tersebut.

STANDART AKHLAK HAK


Sesuai dengan namanya, aliran ini menumpukan standart nilai akhlak pada hakikat hak semua umat manusia
secara universal. Dan secara universal hak manusia adalah kesenangan, kepuasan, kebahagiaan, dsb. Manusia
secara alamiah mencari hal tersebut dan sebagai konsekuensi pencarian kebahagiaan tersebut muncullah
aliran ini. Para ahli pikir yang menemukan kesimpulan ini beranggapan bahwa perilaku apapun yang
berpotensi di perbuat oleh manusia entah itu hari ini, masa lalu, atau di Indonesia, di Arab, di Amerika,
semuanya adalah baik bila mendatangkan rasa bahagia. Secara bahasa kita bisa memberi istilah Hedonisme
untuk aliran ini.

Memang secara kasat mata, aliran akhlak hak sangat banyak jumlahnya, namun secara prinsip aliran ini punya
2 arah yang berlawan secara jangkauan hak manusia pelakunya. Maksudnya, Aliran ini terbagi lagi menjadi
aliran hedonisme individu dan hedonisme universal. Berbicara hedonisme individu, kita bisa menyamakan
aliran ini dengan aliran hedonisme khusus, naturalisme, utilitarianisme individu. Aliran ini menganggap
kesenangan pribadi dengan bentuk apapun adalah baik asal tidak merugikan orang lain secara materiil.
Misalnya fenomena seks bebas suka sama suka, homoseksual, transeksual, telanjang di muka umum, adalah
baik menurut kacamata aliran hedonisme individu ini. Memang prilaku tersebut bertentangan dengan norma
masyarakat, tetapi secara obyektif perilaku tersebut tidak merugikan orang lain secara materiil.

Berbeda sedikit dengan hedonisme universal, yang berpendapat bahwa standart nilai akhlak yang benar
memang hak untuk bahagia, tetapi bisa dikatakan baik bila bahagia yang dimaksud diakui oleh banyak orang.
Misalnya, cara berpakaian tipis dan ketat adalah baik, tetapi telanjang di muka umum adalah buruk karena
tidak semua orang bahagia melihat seseorang berjalan di muka umum tanpa seheali benang pun. Walaupun
secara obyektif tidak merugikan seseorangpun secara materiil.

STANDART AKHLAK KEWAJIBAN


Secara istilah, kewajiban adalah prilaku yang sifatnya harus dilakukan. Mengapa harus dilakukan karena bila
tidak dilakukan akan merugikan diri sendiri maupun orang lain, walapun toh bila sudah dilakukan belum tentu
mendapat manfaat bagi diri sendiri. Misalnya saja menolong orang lain yang berkesusahan adalah termasuk
Kewajiban Asasi Manusia (KAM), kualitas pertolongan harus menyesuaikan dengan kebutuhan orang yang
ditolong dan kapasitas pertolongan maksimal yang bisa kita berikan. Bila ada seorang nenek yang membawa
beban berat sedang akan menyeberangi zebra cross, maka kita wajib menolong nenek tersebut walaupun tidak
memberi keuntungan secara materiil dari si nenek. Penulis tekankan disini bahwa menolong nenek tersebut
bukanlah hak yang bisa di pilih, tetapi keharusan sesama manusia untuk tolong – menolong.

Dalam sejarah filsafat akhlak, yang menganut aliran ini adalah idealsime, vitalisme, teologisme, dan
utilitarianisme universal. Pembagian aliran ini lebih banyak di tataran sumber kewajibannya. Misalnya ada
yang mengatakan sumber kewajiban adalah apapun yang bisa memberi kekuatan pada manusia, bentuk
kekuatan bisa bermacam – macam misalnya kecerdasan, keterampilan, kondisi finansial, dsb. Dalam tataran
Negara, vitalisme diwujudkan dengan gencarnya pembelian alat – alat militer untuk memperkuat ketahanan
Negara tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa sumber kewajiban manusia adalah hati nurani yang bisa
Page | 6

menentukan secara otomatis nilai suatu perbuatan, namun syarat menemukan hati nurani adalah kebersihan
jiwa dari segala kekotoran pikiran dan kepentingan. Misalnya seorang pejabat yang berkesempatan melakukan
korupsi, namun ia adalah seorang yang mumpuni secara spiritual sehingga ada bisikan suara hati yang
melarangnya untuk korupsi. Atau bisa juga sumber kewajiban itu adalah norma masyarakat yang berlaku di
ruang dan waktu tertentu. Misalnya memakai koteka dalam upacara adat resmi masyarakat Papua adalah
wajib, bila memakai celana jeans saat melakukan tarian upacara tersebut hal itu termasuk dalam perbuatan
yang buruk.

Bagaimanakah menentukan standart nilai akhlak bagi penganut agama Islam. Yang pasti agama Islam bukan
penganut aliran HAM tetapi aliran KAM. Karena menurut agama Islam, manusia yang hadir di dunia ini adalah
ciptaan Allah sehingga apapun perintah pencipta wajib kita laksanakan dan haram kita tinggalkan sekalipun
bertentangan dengan hak asasi manusia mendapat kebahagian semaksimal mungkin di alam dunia. Bentuk
tertulis perintah dan larangan Allah dituangkan dalam kitab suci Al – Qur’an, kitab ini menjadi rujukan
menentukan perbuatan mana yang wajib dan mana yang tidak wajib. Dalam sejarah Islam ada berbagai ilmuan
muslim yang meneliti standart nilai akhlak misalnya Ibnu Sina, Al Ghazali, dan Ibnu Maskawaih.

AKHLAK DI MATA ILMUAN MUSLIM

IBNU SINA
Dalam berbagai sumber referensi yang mengulas Ibnu Sina, ia hampir tidak pernah menyinggung masalah
akhlak secara teoritis. Yang dibahas oleh Ibnu Sina kebanyakan adalah praktek penerapan teori akhlak secara
umum terhadap dunia pendidikan. Ia tidak membahas standart apakah yang bisa digunakan untuk
menentukan prilaku dikatakan baik atau buruk. Yang menjadi titik pembahasan akhlak oleh Ibnu Sina adalah
penerapan pendidikan akhlak terhadap generasi muda Islam yang sub bahasannya adalah kurikulum, metode
pengajaran, konsep guru dan konsep hukuman.

AL – GHAZALI
Dalam merumuskan pengertian akhlak, Al-Ghazali memakai nama – nama seperti budi pekerti, sifat - sifat hati,
amal akhirat, dan semacamnya dalam kitabnya. Dalam mencari makna – makna yang dikandung, ia memakai
referensi Ibnu Adham, Al-Tustari, Al-Muhasibi dan ahli-ahli Tasawwuf yang lain. Ia juga memakai hikmah cerita
– cerita nabi misalnya Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Isa. Unsur pengertian akhlak menurutnya adalah sifat yang
tertanam, dalam jiwa manusia, yang melahirkan perbuatan, tanpa pertimbangan. Pada umumnya memang
seperti itu, namun kekhususan dari Al-Ghazali adalah pada sebabnya yang menurutnya ada 3 unsur penyebab :
tafakkur (akal), hawa nafsu (perasaan), dan ghadab (amarah). Memperbaiki akhlak berarti menyeimbangkan
ketiga faktor tersebut.

Pokok ulasan akhlak dalam kitab yang dikarang Al-Ghazali lebih banyak pada sisi cara - cara yang ditempuh
untuk merubah akhlak tercela seseorang menjadi akhlak yang thoyibah. Tentu akhlak yang thoyibah menurut
Al-Ghazali adalah yang berasal dari syari’at. Misalnya ia mengatakan bahwa akhlak seseorang yang sudah
terlanjur tercela dengan segala kebiasaan permanennya adalah sangat berat bila ingin dirubah menjadi akhlak
thoyibah. Untuk itu ia memberikan jalan keluar dengan mengadakan pelatihan jiwa yang terbagi menjadi 2
yaitu : pelatihan jiwa untuk anak – anak dan pelatihan jiwa untuk umum. Secara aliran pendidikan, Al-Ghazali
bukan seorang nativis yang menganggap akhlak tidak bisa dirubah, tetapi ia berpendapat akhlak bisa di rubah
dengan pengaruh dari luar. Dalil yang digunakan adalah perintah nabi Muhammad supaya merubah akhlak.
Bila nabi menyuruh supaya merubah akhlak dan saling nasehat – menasehati, maka manusia bisa dirubah
akhlaknya.

IBNU MASKAWIH
Page | 7

Ibnu Miskawaih seorang moralis yang terkenal. Hampir setiap pembahasan akhlak dalam islam selalu dapat
perhatian utama, keistimewaan yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada
ajaran islam dan di kombinasiakan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, seperti filsafat yunani dan
Persia. Yang di maksud sumber pelengkap adalah sumber lain baru diambil jika sejalan dengan ajaran islam
dan sebaliknya ia tolak jika tidak demikian.

Akhak menurut konsep Ibnu Miskawaih, ialah suatu gerak jiwa, yang mendorong untuk berbuat, tanpa
pertimbangan. Sementara sebab - sebab akhlak manusia terbagi menjadi dua unsur,yakni unsur naluriah dan
unsur lewat kebiasaan dan latihan.

Berdasarkan ide diatas, secara tidak langsung Ibnu Miskawaih menolak pandangan orang - orang yunani yang
mengatakan bahwa akhlak manusia tidak dapat berubah. Bagi Ibnu Miskawaih akhlak yang tercela bisa
berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidikan dan latihan -latihan. Pemikiran seperti ini sejalan
dengan pemikiran dan ajaran islam karena secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah hakikatnya syariat
agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Karena kebenaran ini tidak dapat di
bantah, sedangkan sifat binatang saja bisa berubah jadi liar menjadi jinak,apalagi akhlak manusia.

Ibnu Miskawaih juga menjelaskan sifat - sifat yang utama, sifat - sifat ini , menurutnya, erat kaitannya dengan
jiwa. Jiwa memiliki tiga daya : daya marah, daya berfikir, dan daya keinginan mirip dengan Al - Ghazali. Sifat
Hikmah adalah sifat utama bagi jiwa berfikir yang lahir dari ilmu. Yang kedua adalah sifat berani, yaitu sifat
utama bagi jiwa marah yang timbul dari jiwa hilm, sementara murah adalah sifat utama pada jiwa, keinginan
lahir dari iffah.dengan demikian ada tiga sifat utama yaitu hikmah, berani dan murah. Apabila ketiga sifat
utama ini serasi,muncul sifat utama yang keempat,yakni adil.

PROF. DR. AHMAD AMIN


Sederhana saja, Menurut Ahmad Amin Khuluq (akhlak) adalah membiasakan kehendak. Dari berbagai definisi
diatas, definisi yang disampaikan oleh Ahmad Amin lebih jelas menampakkan unsur yang mendorong
terjadinya akhlaq yaitu ‘adah : kebiasaan dan iradah : kehendak. Jika ditampilkan satu contoh proses akhlak
adalah:
1) Dalam ‘adah harus ada kecenderungan untuk melakukan sesuatu terdapat pengulangan yang sering
dikerjakan sehingga tidak memerlukan pikiran.

2) Petama, dalam iradah lahir keinginan-keinginan setelah ada rangsangan (stimulan) melalui indra – indranya.
Kedua, muncul kebimbangan, mana yang harus dipilih diantara keinginan-keinginan itu. Padahal harus memilih
satu dari keinginan tersebut. Ketiga, mengambil keputusan dengan menentukan keinginan yang diprioritaskan
diantara banyak keinginan tersebut.

Contoh : Pada jam 2 siang seseorang berangkat ke pasar untuk mencari bengkel motor untuk membeli kampas
rem. Di saat memasuki lorong gang, ketika menoleh ke arah kanan melihat warung makan yang penuh sesak
dan kepulan bau nikmat yang ia hirup. Sesaat kemudian melihat arah kiri, terdapat es cendol yang laris dibeli
orang. Padahal orang tersebut sudah lapar dan haus. Sementara di arah depan kelihatan mushalla yang
nampak bersih dan dilihat hilir mudik orang sembahyang. Kemudian orang tersebut menentukan shalat
terlebih dahulu karena mempertimbangkan jam yang sudah hampir selesai. Kesimpulan yang dipilih oleh orang
tersebut setelah banyak mempertimbangkan beberapa keinginan disebut iradah. Jika iradah tersebut
dibiasakan setiap ada beberapa keinginan dengan tanpa berpikir panjang karena sudah dirasakan oleh dirinya
maka disebut akhlak.

Sebaliknya ada seorang kaya, mendengarkan pengajian Da’i kondang menjelaskan hikmah infaq. Orang itu
kemudian tertarik dan secara spontan memberikan uang satu juta rupiah untuk didermakan. Orang tersebut
belum termasuk dermawan, karena pemberiannya ada dorongan dari luar. Dengan demikian akhlaq bersifat
Page | 8

konstan (tetap-selalu) spontan, tidak temporer dan juga tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta
dorongan dari luar.

KESIMPULAN
 Sesuai dengan spirit materi, aliran KAM (Kewajiban Asasi Manusia) adalah yang di anut oleh semua
ilmuan muslim entah itu Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Makawaih, maupun Prof. Dr. Akhmad Amin.
 Mereka serentak berpendapat bahwa akhlak yang baik adalah yang sumbernya dari kitab suci yaitu
Al-Qur’an. Kewajiban umat manusia adalah menaati perintah Allah dan Menjuhi larangan – Nya.
 Tidak ada ilmuan muslim yang membenarkan prilaku – prilaku yang menyenangkan diri sendiri tetapi
bertentangan dengan Al-Qur’an, walaupun tidak merugikan secara material bagi orang lain.
 Secara pengertian mereka sama saja, namun yang berbeda adalah mendefinisikan sebab – sebab
akhlak, bukan pengertian akhlak.

REFERENSI
Kattsof, O. Louis. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana, 2004

Daud, Ahmad. Segi-Segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam: Filosof Dan Filsafatnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Abu Hamid Al-Ghazali ,Al-Munqiz min Al-Dholal, semakan Abdul Mun’im al-‘Ani, Al-Hikmah, 1994

Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Dar al-Khari,cetakan kedua 1993

Prof. Dr. Hj. Aboebakar Atjeh, Akhlak Dalam Islam, Pusataka Aman Press, cetakan kedua 1982

Anda mungkin juga menyukai