PENYUSUN:
M. FAZLURRAHMAN RHAZES A.
2010
JURUSAN TARBIYAH
JURUSAN TARBIYAH
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN........................................................................................................................................................3
Spirit Materi.........................................................................................................................................................3
Kata Kunci............................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................................4
Pendidikan...........................................................................................................................................................4
Pendidikan agama................................................................................................................................................5
Fungsi...................................................................................................................................................................5
Kedudukan...........................................................................................................................................................6
Peranan................................................................................................................................................................6
Prospek................................................................................................................................................................7
PENUTUP................................................................................................................................................................10
Kesimpulan.........................................................................................................................................................10
Page | 3
PENDAHULUAN
SPIRIT MATERI
Seandainya kita meletakkan generasi muda dalam masyarakat seperti sebuah semen dalam
proses pembangunan gedung bertingkat. Pendidikan adalah alat pengolah semen.
Bayangkan semen bubuk yang pada mulanya memiliki potensi menjadi bahan yang keras
dan bisa di bentuk apa saja, apabila tidak di olah oleh tangan-tangan terampil bapak tukang,
di aduk dengan konsisten, di beri takaran air yang pas, sudah bisa di tebak. Semen
selamanya tidak akan menjadi tembok kuat dan tahan lama yang bisa menahan pondasi
bangunan, atau menjaga gedung bertingkat tersebut dari angin, hujan, dan menahan beban
dari tingkat di atasnya.
Mengutip kata-kata Hitler, sang komunis yang skeptik terhadap pendidikan agama :
”if i give food to the poor, they call me a saint. If i ask them why they poor, they call me a
communist”.
Maknanya, seseorang yang mengaku beragama malah menjadi bagian dari masalah
masyarakat. Mengapa? Hitler adalah komunis, ia tidak percaya ada campur tangan tuhan
dalam nasib manusia. Sudah pasti, ia tidak percaya bahwa nasib orang miskin di tentukan
oleh tuhan. Sewaktu hitler bercakap dengan seorang fakir miskin, ia memberi sepeser uang
dari sakunya. Sang pengemis tersenyum seraya berkata, ”engkau adalah kesatria utusan
tuhan”. Hitler pun penasaran, berarti si miskin menganggap kemiskinannya karena tuhan. Ia
memastikan ke pengemis dengan bertanya, ”kenapa kamu miskin wahai pengemis?”.
Dengan nada membentak, si pengemis berteriak ”dasar kamu orang komunis!”. Semakin
yakinlah hitler bahwa orang yang beragama adalah orang yang pasrah pada tuhan. Dan
setelah ia menjadi kaisar jerman, ia memberangus segala macam bentuk pendidikan agama.
KATA KUNCI
JURUSAN TARBIYAH
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN
Kembali ke masa-masa perang dunia ke 2, saat jepang menyerah kepada sekutu, setelah di
bom atom kota hiroshima dan nagasaki. Ada perintah dari sang kaisar untuk mengirim guru
ke berbagai belahan dunia supaya belajar ilmu-ilmu membangun masyarakat. Dari situlah
peran mereka nanti apabila pulang, dapat menerapkan dan menurunkan hasil pencarian
mereka kepada rakyatnya. Seperti itulah peranan sektor pendidikan di negara berkembang
seperti Indonesia.
Sebelum membahas lebih jauh tentang pendidikan agama, maka harus ada sudut pandang
yang jelas apa itu pendidikan? dan ruang lingkupnya. Subyek pendidikan adalah manusia,
begitu pula obyeknya. Pendidikan bisa dimaknai dari 3 sudut pandang. Pendidikan sebagai
tindakan manusia mentransfer pengetahuannya ke manusia lain. Yang kedua, filsafat
pendidikan berbicara mengenai mengapa manusia harus berpendidikan dan pelajaran apa
yang harus diajarkan pada tiap masyarakat? dsb. Yang terakhir, ilmu pendidikan, lahir pada
abad 19. Sebagai ilmu, maka harus bersifat sistematis, universal, bermetode, dan punya
obyek. Obyek material yang di kaji adalah manusia, obyek formalnya adalah cara
membimbing manusia sampai terampil. Misalnya dengan mengadakan ujian kelulusan, dsb.
ASPEK HISTORIS
Pendidikan tak lepas dari manusia sebagai obyek dan subyek. Sehingga tak lepas oleh
konteks zaman. Pada jaman dahulu, manusia mendidik anak-anaknya secara insting.
Misalnya si ibu selalu melindungi anaknya, maka si anak di kemudian hari akan meneladani
ibunya yang memberikan kasih sayang kepada dia. Seiring perkembangan jaman,
kebudayaan manusia mulai meningkat, sang ayah melindungi anaknya dengan cara
membuat api unggun, supaya terhindar dari kedingingan dan hewan buas. Cara membuat
api unggun kelak diajarkan kepada anaknya sesuai kemampuan. Seperti itulah gambaran
pendidikan pada masa purba. Bila si anak tidak ahli dalam menyalakan api unggun, si anak
akan tersadar dengan sendirinya bahwa dirinya akan berada dalam bahaya. Jadi, walaupun
tidak ada ujian, ia tertuntut untuk menjadi terampil terhadap apa yang di bimbingkan
karena sudah menjadi kebutuhan pokok semua orang di masa purba.
Di zaman sejarah seperi sekarang, dimana sudah dikenal tulis menulis dan alfabet, maka ada
pergeseran paradigma pendidikan. Di latar belakangi oleh sifat manusia yang plural,
bersuku-suku dan berbangsa, dengan perbedaan kebudayaan yang tinggi dan kaya di sisi
lain masih ada peradaban kebudayaan yang primitif. Mulai dari cara makan, berpakaian,
Page | 5
menikmati waktu luang, menerima tamu, dsb. Semua bangsa mengalami perbedaan
perkembangan kebudayaan.
Yang menjadi titik tekan perbandingan antara masa lalu dengan kekinian, pendidikan tidak
di maknai hanya sebagai tindakan mentransfer pengetahuan, tetapi mengalami
penyempitan makna menjadi sebuah tindakan mencetak tenaga terampil dengan ujian
sebagai syarat kelulusan. Sehingga SDM yang ada, diharapkan tidak menjadi beban negara,
tetapi SDM lah yang terbebani oleh masa depan negaranya sendiri. Ia dituntut supaya
terampil memperbaiki masyarakat, tidak sekedar dituntut mengembangkan ilmunya tetapi
juga terjun di masyarakat sebagai ujung tombak pembangunan bangsa.
PENDIDIKAN AGAMA
Di asumsikan pendidikan agama dicontohkan seperti di atas supaya bisa dijabarkan variabel
pengertian pendidikan agama ditabrakkan dengan :
FUNGSI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
Fungsi , sama artinya dengan manfaat dan tujuan. Yang dimaksud dengan fungsi adalah hasil
yang ingin dicapai apabila proses telah selesai satu persatu dengan tepat. Berproses saja
belum tentu menghasilkan hasil yang ingin dicapai, karena ada caranya. Kesempurnaan hasil
dicapai dari kesempurnaan proses. Oleh karena itu apabila berbicara fungsi, pasti tidak lepas
dari cara mencapai fungsi tersebut. Berproses yang tidak mengarah ke fungsi, pasti akan
menyebabkan dampak yang berkebalikan dengan fungsi tersebut. Tergantung dari seberapa
jauh cara-cara yang dipakai malah berseberangan dengan hakikat fungsi yang dirumuskan di
awal.
Sama halnya dengan pendidikan, ia berfungsi mendidik generasi yang cerdas berkehidupan
berbangsa dan bernegara. Proses pendidikan pun harus di orientasikan sesuai fungsi yang di
rumuskan. Bila ada 1 saja proses yang berkebalikan, maka fungsi yang sudah dirumuskan
menjadi sia-sia.
Dan yang menjadi titik tekan adalah dampak dari terbaliknya proses berfungsi : terbaliknya
hasil, dari yang sesuai jalur menjadi ekstrim melawan arah jalur. Misalnya masih adanya
budaya-budaya negatif dalam institusi pendidikan : bullying, senioritas kakak kelas, budaya
paternalistik, belajar tanpa ketrampilan proses, DDCH tentu akan menghasilkan siswa yang
terbalik dengan fungsi awal. Tindak tanduknya menjadi semaunya sendiri terhadap junior,
sungkan bertanya, suka mencontek, dan sulit mengembangkan ilmunya.
KEDUDUKAN
Kedudukan, sama artinya dengan posisi dan letak. Misalnya kedudukan pintu utama dalam
sebuah rumah. Di mana kedudukannya? Sederhana : di muka rumah. Maka, berbicara
kedudukan pasti tidak lepas dari hal yang lebih makro. Pertanyaan yang tepat diajukan
adalah : apa yang didudukkan? Hal tersebut mau didudukkan di dalam sesuatu apakah(yang
lebih makro)? Dan yang terakhir : mau diletakkan di sebelah mana (posisi) hal tersebut ke
sesuatu (yang lebih makro)?
PERANAN
Peran yang tidak terlaksanana dalam sebuah bangunan makro, cepat atau lambat akan
menghancurkan bangunan makro tersebut.
PROSPEK
Bila aspek positif yang diharapkan muncul, disebut prospek, sebaliknya bila aspek negatif
yang otomatis akan muncul, berarti resiko. Sifatnya prospek maupun resiko adalah
potensial, belum aktual. Walaupun secara sifatnya hanya potensial, bila kita berhasil
memetakan seluruh prospek dan resiko yang akan muncul, pasti akan berguna. Manfaatnya
kita dapat mencari keputusan menghadapi suatu masalah secara tepat guna sesuai sumber
daya yang ada. Lebih jauh lagi saat memetakan rencana pemecahan, kita tidak hanya punya
2 pilihan, maju atau mundur, tapi kita punya pilihan ke 3, yaitu meminimalkan resiko sebisa
mungkin dengan menjabarkan manfaat inti, bukan manfaat sampingannya.
Misalnya prospek dan resiko makan pada pekerjaan tukang. Prospek makan intinya adalah
kenyang dan bergizi sehingga bisa beraktifitas dengan normal lagi. Sedangkan enak rasanya,
indahnya bentuknya, sedap aromanya bukanlah prospek makan yang utama. Di sisi lain,
resiko makan adalah membuang waktu dan tenaga saat mengunyah dan mencarinya, dan
biaya mencari bahan-bahannya. Setelah memetakan hal tersebut, muncul 3 pilihan: tidak
makan, makan sesuai selera, atau makan sesuai konteks. Yang pasti, manusia harus makan
bila tidak ingin mati, seorang tukang juga manusia yang bekerja untuk hidup, tidak mungkin
tidak makan. Karena terikat konteks waktu dan pekerjaan, seorang tukang perlu kecepatan
makan dan tidak perlu membuat makanannya sendiri, cukup membeli di warung. Karena
terikat konteks jenis pekerjaan, tidak perlu yang terlalu enak, sedap, dan indah, karena yang
penting adalah gizi dan jumlah makanan. Kalau menuruti selera makannya, seorang tukang
akan kesulitan sendiri.
JURUSAN TARBIYAH
Fungsi pendidikan secara garis besar bisa di gambarkan sebagai berikut : suatu bangunan
yang megah tak lepas dari penghuninya. Bila penghuninya jorok, tidak ada artinya rumah
megah yang kini tegak berdiri, karena lambat laun bangunan itu akan ikut kumuh seperti
pemiliknya. Penghuni yang memperlakukan bangunannya sebagai warisan nenek moyang,
pasti akan berbeda cara memperlakukannya dengan yang menganggap bangunan ini adalah
barang pinjaman yang harus dikembalikan ke anaknya. Analogi ini sudah cukup untuk di
pakai menggambarkan fungsi pendidikan agama di negara demokrasi. Dimana rakyat
menjadi pemilik negara, pengelola negara, sekaligus yang di layani negara. Maka harus ada
sistem yang membudayakan gagasan anti-pengrusakan dan pro-pembangunan. Tidak
konsisten apabila suatu negara yang makmur gemah-ripah-loh-jinawi tetapi yang berjalan di
atasnya adalah orang-orang yang secara moral spiritual sama sekali tidak berkesadaran
merawat negaranya, bahkan merusak secara sadar.
Disinilah tanggung jawab pendidikan agama memfungsikan dirinya untuk mencetak generasi
penghuni negara yang memiliki kesadaran dengan sendirinya untuk tidak malah merusak
negaranya, namun membangunnya. Dengan landasan keagamaan sebagai asumsi norma
etiknya. Misalnya, isu kekinian yang paling relevan adalah kerusakan lingkungan. Sudah
banyak gempa, banjir, kebakaran, dan tanah longsor menjadi langganan koran nasional.
Maka agama macam manapun tidak akan menyalahkan tuhan, tetapi manusia yang harus
mengevaluasi dirinya. Apakah sudah benar cara yang digunakan manusia dalam mengelola
alam ini.
Dalam sebuah masyarakat, ada banyak bidang yang saling berhubungan satu dengan
lainnya. Ada bidang poilitik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, militer, pendidikan, moral,
ritual, budaya, dsb. Ada 2 kutub penafsiran mengenai kedudukan pendidikan agama.
Dibidang manakah kelak seorang guru yang mumpuni di bidang agama akan mendapat
perannya sebagai pembangun sektor-sektor. Sekirannya sudah jelas bahwa pendidikan
agama harus dimaknai sebagai pendidikan yang mendasar dalam kehidupan negara,
sehingga diajarkan di semua jenjang pendidikan, maka bidang apa yang menjadi fokusnya?
Penafsiran pertama oleh kalangan sekuler, menyebutkan bahwa pendidikan agama
berfungsi dalam 1 bidang saja, yaitu ritual.
Sesungguhnya, ada 3 bidang yang menjadi sektor garapan pendidikan agama : hukum, moral
dan ritual. Logikanya, semua bidang haruslah memiliki etika umum. Sedangkan ilmu etika
umum tidak mungkin dipelajari oleh seseorang yang hanya fokus di profesinya saja, karena
ia hanya bisa menjabarkan etika profesi dari etika umum. Misalnya seorang ahli bidang
militer, tanpa seorang ahli agama yang menjabarkan etika umum, sang ahli militer yang
dimaksud pada akhirnya akan merencanakan kudeta. Etika adalah obyek dari bidang moral.
Hukum agama harus bisa bersaing dengan hukum positif buatan manusia, hukum ini akan
Page | 9
muncul bila ada yang memperjuangkan. Tentu seorang siswa berpendidikan agama harus
paham hukum tuhanlah yang menang di atas hukum manusia. Bukan berarti harus kudeta,
tetapi ada etikanya.
Kesadaran berakhlak mulia adalah hal yang acap kali dibenturkan dengan paksaan untuk
berakhlak. Ada seorang anak muda melihat sampah di bangkunya. Apakah ia membuang
sampah di tempat sampah karena sungkan dengan orang di sekitarnya? Terpaksa? Atau
karena ia percaya bahwa sampah yang dibuang sembarangan pada akhirnya berdampak ke
dirinya sendiri? Sadar? Menumbuhkan kesadaran tentang etika yang benar secara universal,
bukan tugas sektor hukum yang basisnya paksaan. Tapi ini sudah tugas sektor moral yang
basisnya kesadaran.
Maka jelas sudah peranan pendidikan agama adalah yang menentukan kesadaran taat
hukum, moral dan ritual apa yang akan muncul kelak di masa depan. Apakah seseorang taat
hanya kalau ada yang melihat. Atau mereka akan taat dengan penuh kesadaran akan nilai
penting taat, demi terciptanya masyarakat yang damai, aman, tentram, dan rukun.
Budaya ketuhanan harus menjadi landasan dalam setiap aktifitas individu maupun
kenegaraan. Mengakui adanya tuhan sudah barang tentu harus di kuasai
pertanggungjawabannya bagaimana, sehingga budaya kritis terbentuk. Ritualitas dalam
kehidupan sehari-hari harus dikuasai seluk beluknya sekaligus makna dibaliknya untuk
mencapai kesempurnaan spiritual memaknai pekerjaan dan keluarganya, muncullah budaya
dinamis dengan sendirinya. Budaya-budaya moral etis harusnya terbentuk dengan landasan
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
keagamaan. Kejujuran, kesabaran, tenggang rasa, evaluatif, rendah hati akan menjadi
budaya keseharian penduduk indonesia, di segala generasi usia.
Tentu prospek-prospek yang demikian ideal, tidak luput dari resiko diadakannya pendidikan
agama. Seperti halnya semua hal teoritis, apabila sudah di aktualkan dalam keseharian pasti
memungkinkan munculnya penyimpangan sengaja ataupun tidak sengaja. Sengaja misalnya
saat seorang guru agama dalam menyampaikan pendidikan bernegara, adakalanya seorang
guru bersifat subyektif, mungkin karena ia sendiri kurang setuju terhadap sistem demokrasi
sehingga paham fasis ikut terbawa dalam PBM. Atau mungkin, dengan tidak sengaja, karena
kurang luasnya wawasan ilmu pengetahuan yang ia kuasai. Seorang dosen tua tidak dapat
menjawab pertanyaan kritis seorang mahasiswanya, sehingga ia mengambil jalan pintas
memaksa mereka dengan doktrin supaya harga dirinya tidak jatuh. Ada kalanya seorang
guru agama malah anti dengan tenggang rasa karena mirip dengan pluralisme, pada saat
KBM, ia menhina agama orang lain di dalam forum kelasnya sendiri. Hal-hal inilah yang
dimaksud “resiko” dalam menyelenggarakan pendidikan agama yang harus diminimalisir.
Apakah kelak makin banyak orang berzuhud lama di tempat ibadah daripada terjun ke
lapangan pekerjaan masyarakat? Apakah makin banyak pengusaha muda yang
menghalalkan segala cara supaya mencapai kepentingan pribadi? Apakah kelak dokter muda
yang muncul adalah dokter yang materialis? Apakah insinyur muda yang muncul kelak
adalah yang gemar korupsi proyek? Apakah pengacara muda yang muncul adalah yang
cenderung membela yang kuat pengaruhnya? Disinilah peran pendidikan agama sebagai
benteng paling awal menjaga generasi muda dari penyimpangan moral.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan agama harus dijalankan sesuai misi filosofisnya. Diakuinya pendidikan agama dalam
kurikulum pendidikan nasional harus di manfaatkan sebagai peluang para ahli agama terkait
untuk :
1. Memfungsikan kembali pendidikan agama sebagai lahan pembudayaan bahwa norma etis
agama bukan bagian dari masalah kerusakan masyarakat, tetapi bagian dari solusi
membangun masyarakat.
2. Mendudukkan secara wajar dimana letak peran agama yang sesungguhnya, bukan secara
parsial (sekuler), tetapi integral dan konsisten bahwa semua sektor moral harus
bernafaskan nilai dari tuhan, bukan malah mendudukkan moral manusia diatas.
3. Berperan untuk selalu menanamkan nilai-nilai norma etis agama dengan cara yang
menyadarkan, bukan memaksakan ide atau mendoktrin generasi muda hingga
menghambat tumbuh kembangnya.
Page | 11