Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH AKSIOLOGI: ALIRAN

UTILITARIANISME
SEBAGAI TUGAS UAS MATA KULIAH PENGANTAR FILSAFAT

DISUSUN OLEH:

FAZLURRAHMAN RHAZES

SEMESTER 1

JURUSAN TARBIYAH (FAI)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2010
UTILITARIANISME ADALAH SUATU ALIRAN DALAM BIDANG ETIKA
YANG MEMBERI STANDAR PADA KEBAIKAN ADALAH YANG
BERGUNA BAGI KEBANYAKAN ORANG. UTILITARIANISME,
MENEKANKAN PADA KEGUNAAN (THE GREATEST HAPPINESS FOR
THE GREATEST NUMBERS).

AKSIOLOGI

Tetapi sebelum membahas terlalu jauh, terlebih dahulu kita membicarakan bidang filsafat yang
membawahi etika. Yaitu ilmu Aksiologi. Lalu apa maksudnya Aksiologi ? Menurut Louis Kattsof
(1992, PENGANTAR FILSAFAT) dia mendefinisikan bahwa Aksiologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki tentang hakikat segala sesuatu (nilai). Di dunia ini terdapat banyak
pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus, seperti ekonomi, estetika,
etika, filsafat agama dan epistimologi. Estetika berhubungan dengan masalah keindahan, etika
berhubungan dengan masalah kebaikan, dan epistimologi berhubungan dengan masalah
kebenaran.

Masalah nilai : yang-bernilai dan yang-diberi nilai

“baik sekali pisau ini” berbeda makna dengan “pisau adalah sesuatu yang baik”

“hmm, baik kiranya bila saya sehat” sama maknanya dengan “kesehatan adalah sesuatu yang
baik”

Pada pernyataan pertama, pisau diberi nilai oleh saya, karena bisa untuk mengiris apel.
Sedangkan pisau dengan sendirinya tidak bernilai. Berbeda dengan pernyataan kedua, bila di
lihat secara cermat. Kesehatan sedemikian rupa sudah bernilai baik sejak awal, menurut saya.

Nilai yang terkandung pada sesuatu ada 2, nilai intrinik dan nilai instrumental. Misalnya:

a. Ketajaman, kelancipan, dsb. adalah nilai intrinsik yang terkandung dalam sebuah pisau
b. Mengiris, menyayat, dsb. adalah nilai instrumental yang terkandung pada pisau

Lantas pertanyaan berikutnya adalah, apakah hakikat nilai?

Contoh: saat kita memberikan pendapat tentang pisau, mungkin kita membicarakan:

1. Pengalaman kita menggunakan pisau untuk mengiris apel tadi sore.


2. Kualitas pisau yang merupakan benda tajam.
3. Atau keadaan potensial maupun aktual antara seseorang yang terbunuh dengan pisau
oleh penjahat.

Mana diantara ketiga penjelasan tersebut yang valid mengenai hakekat nilai?
Sesuai urutan sudut pandang jawaban yang mencul, bisa di perjelas prisnsipnya dengan 3 cara.

Permasalahan tentang "hakikat nilai" dapat di jawab dengan tiga macam cara; orang dapat
mengatakan bahwa :

 Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan
reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya
tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
 Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak
terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan esensi-esensi logis dan
dapat diketahui melalui akal. pendirian ini dinamakan "objektivisme logis".
 Nilai-nilai merupakan unsur objektif yang menyusun kenyataan. Yang demikian ini
disebut "objektivisme metafisik".

ETIKA

Namun apabila konteks yang di pakai untuk membahas aksiologi adalah cabang masalah yang
bersinggungan nilai perbuatan (behavior) manusia, kita akan bermuara pada cabang Etika.

Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia

Dalam teori etika sejauh ini, ada 3 bidang yang memiliki obyek kajian masing-masing:

1. Etika deskriptif

Ilmu ini membahas deskripsi tentang fenomena pemberian nilai yang muncul di masyarakat.
Biasa di samakan dengan sosiologi deskriptif. Misalnya : berpakaian koteka itu baik oleh
masyarakat papua, masyarakat papua adalah masyarakat yang tertinggal secara kebudayaan
maupun IPTEK.

2. Etika normatif

Ilmu ini berasal dari kata norma. Norma berarti aturan atau standar, sehingga ilmu ini
membahas standar sesuatu yang bernilai dari awal. Misalnya salah satu kebaikan adalah
kesopanan. Kesopanan adalah berpakaian menutupi aurat. Sehingga koteka adalah tidak baik.

3. Meta etika

Ilmu ini membahas etika secara filsafati. Ilmu ini membahas arti yang terkandung dari nilai,
norma, baik, buruk secara konsep dengan netral. (Wikipedia)

Secara umum, tujuan mempelajari etika adalah untuk


mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan
buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
ior
t
Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan
memberikan perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan
Norm
judgmen
baik bila ia dihargai secara positif). Segala yang tercela,
perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan
Behav
Moral
norma-norma masyarakat yang berlaku. Menurut Ajaran Agama,
Adat Kebiasaan, Kebahagiaan, Bisikan Hati (Intuisi), Evolusi,
Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme,
Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme, Aliran
Eksistensialisme, Aliran Marxisme, Aliran Komunisme. Banyak macam standar, metode, dan aliran
dalam bidang etika. Kita akan membahas utilitarianisme dan kritiknya.
UTILITARIANISME

Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk menjawab moralitas
yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap
sangat terpaku pada aturan2 ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan radikal di
zamannya.

Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentham dan dikembangkan secara lebih
luas oleh James Mill dan John Stuart Mill. Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori
Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan
(kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya
kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik. Bagi
Bentham, moralitas bukanlah persoalan menyenangkan Tuhan atau masalah kesetiaan pada
aturan-aturan abstrak, melainkan tidak lain adalah upaya untuk mewujudkan sebanyak
mungkin kebahagiaan di dunia ini. Oleh karena itu, Bentham memperkenalkan prinsip moral
tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau Manfaat’ (THE PRINCIPLE OF UTILITY ).

Contoh: Para utilitarian menyusun argumennya dalam tiga langkah berikut berkaitan dengan
pembenaran euthanasia (MERCY KILLING ):

(1). Perbuatan yang benar secara moral ialah yang paling banyak memberikan jumlah
kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia.

(2). Setidaknya dalam beberapa kesempatan, perbuatan yang paling banyak memberikan
jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia.

(3). Oleh karena itu, setidaknya dalam beberapa kesempatan, euthanasia dapat dibenarkan
secara moral.

Sekalipun mungkin argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham


mengesankan bahwa agama akan mendukung, bukan menolak, sudut-pandang utilitarian
bilamana para pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan yang
penuh kasih sayang.

Pada sisi lain, para utilitarian menolak eksperimen2 saintifik tertentu yang melibatkan
binatang, lantaran kebahagiaan atau kenikmatan harus dipelihara terkait dengan semua
makhluk yang bisa merasakannya—terlepas apakah ia mukhluk berakal atau tidak. Lagi2, buat
mereka, melakukan hal yang menambah penderitaan adalah tindakan imoral.

Singkatnya, Utilitarianisme Klasik yang diusung oleh Jeremy Bentham, James Mill dan, anaknya,
John Stuart Mill, dapat diringkas dalam tiga proposisi berikut: Pertama, semua tindakan mesti
dinilai benar/baik atau salah/jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi2 atau
akibat2nya. Kedua, dalam menilai konsekuensi2 atau akibat2 itu, satu-satunya hal yang
penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya. Jadi,
tindakan2 yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan terbesar ketimbang
penderitaan. Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan,
tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada kebahagiaan
orang lain. Kesejahteraan tiap orang sama penting dalam penilaian dan kalkulasi untuk
memilih tindakan.
KRITIK UTILITARIANISME
a. Para penggugat Utilitarianisme mengajukan sejumlah keberatan. Antara lain, Asas
Kegunaan itu sering bertentangan dengan aturan2 moral yang sudah mapan, seperti
Jangan Berbohong, Jangan Mencuri, Jangan Membunuh.
b. Kedua, Utilitarianisme cenderung mengunggulkan Asas Kegunaan (THE PRINCIPLE OF
UTILITY ) atas Asas Keadilan atau Hak-hak seseorang. Misalnya, bila ada dua pihak
yag bertikai di depan hukum. Salah satunya lebih kuat dan berkuasa daripada yang lain,
sehingga kekalahan pihak yang lebih berkuasa akan mengakibatkan kesengsaraan atau
penderitaan yang lebih besar pada pihak lawan dan orang2 di sekitarnya; kaum
Utilitarian akan memenangkan pihak yang lebih kuat demi mencapai sesedikit mungkin
penderitaan, sekalipun untuk itu asas keadilan atau hak seseorang harus dikorbankan.
c. Gugatan lain: karena Utilitarianisme secara eksklusif mengambil pertimbangan tentang
konsekuensi yang akan terjadi, maka pandangannya selalu melupkan masa lalu.
Misalnya, bila seseorang berjanji kepada adiknya untuk melakukan sesuatu, lalu
mendadak dia harus mengerjakan sesuatu lain yang juga sama2 penting dengan janji
tersebut, tetapi pekerjaan itu lebih menyenangkan baginya, maka kaum utilitarian akan
memilih untuk melanggar janji itu. Dengan demikian, kaum utilitarian mengabaikan apa
yang disebut dengan kawajiban2 moral.
d. Untuk menjawab gugatan2 itu, kaum Utilitarian membedakan Utilitarianisme-
Tindakan (ACT-UTILITARIANISM ) dengan Utilitarianisme-Kaidah (RULE-
UTILITARIANISM ). Utilitarianisme-Kaidah berpijak pada pandangan bahwa ‘Semua
aturan perilaku umum yang cenderung memajukan kebahagiaan terbesar bagi orang
terbanyak’ harus dikukuhkan. Jadi, dalam kasus aturan Jangan Berbohong,
Utilitarianisme-Kaidah menyatakan bahwa tindakan yang berdasarkan aturan moral ini
lebih sering menghasilkan konsekuensi kebahagiaan ketimbang Berbohonglah. Dengan
demikian, aturan Jangan Berbohong sesuai dengan Utilitarianisme-Kaidah.
e. Namun, para penggugat kembali menyatakan bahwa gagasan Utilitarianisme-Kaidah
terbalik dalam menilai banyak hal. Misalnya, persahabatan adalah sesuatu yang baik
dan benar, sekalipun seringkali ia tidak menyenangkan atau membuat kita menderita.
Kita memiliki sahabat dan menghargai persahabatan karena memang itulah tindakan
yang baik dan benar, sekalipun kita tidak tahu konsekuensi atau akibat dari
persahabatan kita. Jadi, terbalik dengan gagasan Utilitarianisme yang mengajarkan kita
untuk mencari kebahagiaan, dalam situasi ini kita pertama-tama melihat bahwa
persahabatan itu baik dan kita bahagia karena mengerjakan hal yang baik, dan bukan
kita mencari sahabat karena dengan persahabatan itu kita dapat mencapai kebahagiaan.
f. Selain itu, pertanyaan yang paling sulit dijawab oleh kaum Utilitarian adalah: Apakah
hakikat kebahagiaan? Apakah kebahagiaan itu hasil dari suatu tindakan, atau
dirasakan saat tindakan berlangsung? Apakah kebahagiaan yang dituju di sini bersifat
permanen ataukah sementara, seringkali kebahagiaan yang bersifat sementara
berlawanan dengan kebahagiaan yang bersifat permanen? Bukankah moralitas
Utilitarian itu berpijak pada sesuatu yang akan terjadi atau sesuatu yang belum tentu
terjadi untuk memutuskan tindakan yang seharusnya segera terjadi?

Anda mungkin juga menyukai