USIA PRODUKTIF
MEMBEDAH ULANG WACANA PACARAN DI ERA INDUSTRI DAN INFORMASI DI
INDONESIA
JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2010
Kerangka berfikir
Pendahuluan
Fenomena “pacaran” di Indonesia
Pacaran negatif menurut kaidah islam, agama terbesar di Indonesia
Pembahasan
Beda prospek dengan resiko
kesimpulan
Pendahuluan
Fenomena pacaran di Indonesia
Pacaran negatif menurut kaidah islam, agama terbesar di Indonesia
Haram ber”zina”
“Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’ : 32)1).
Indikasi disini adalah: kelumrahan saling memandang antara satu dengan yang lain lawan jenisnya.
Sementara memandang lawan jenis bisa membangkitkan syahwat apalagi bila sang wanita
berpakaian ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Oleh karena itu “bohong” bila seorang
laki-laki tidak tergiur dengan penampilan wanita yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya, apalagi
sang wanita tergila-gila kepadanya dan tiap hari berada di sisinya. Sebenarnya sang laki-laki bejat
tinggal menunggu waktu dan kesempatan saja untuk bisa melampiaskan nafsu setannya. Setelah itu
terjadilah apa yang terjadi, yang dimaksud disini adalah berzina3).
Perusahaan media masa: novel-novel bertema mencari pacar yang cocok, film-film
romantisme pacaran, lagu-lagu dengan cerita perasaan penderitaan maupun kebahagian
masa pacaran.
Produk perawatan tubuh : kosmetik kecantikan, kulit, wajah, rambut, kuku, pewangai badan,
perubah gaya rambut, salon, dsb.
Produk komunikasi : situs pertemanan, handphone, service provider handphone (pulsa)
Produk lain : es krim (love version), makanan menu berdua di resto-resto cepat saji, sepeda
motor.
Prospek indutri dengan jenis ini pasti cerah di masa sekarang. Karena pada kenyataanya budaya
pacaran menancap kuat di relung-relung kehidupan masyarakat indonesia. Budaya pacaran secara
progresif tumbuh dan berkembang sampai tahap lumrah. Yang diuntungkan secara ekonomi adalah
produsen. Dan dengan keuntungan itu pula si produsen menggencarkan budaya pacaran ke tengah
masyarakat. Misalnya iklan televisi, musik yang disponsori perusahaan, dan event-event bertema
pacaran
Pembahasan
Beda prospek dengan resiko
Prospek dan resiko pasti muncul
Menurut seorang filsuf, manusia tidak hanya berhadap-hadapan, ia bisa menghadapi. Dalam kata-
kata ini seakan-akan sepele namun tersimpan makna dalam. Manusia disebut manusia bila ia berani
keluar dari kotaknya lalu mengambil keputusan secara langsung. Dimana keputusan ini berpengaruh
terhadap dirinya maupun orang lain dan alam di sekitarnya. Berbeda dengan pohon, hewan ternak,
bebatuan, dsb. Seorang manusia yang mengambil keputusan pasti ada motif untuk menyelesaikan
yang di hadapi, atau di sebut prospek. Dan tentu yang dihadapi tidak diam saja, melainkan juga
memberikan umpan balik yaitu resiko. Apapun yang dihadapi, pasti akan menimbulkan aspek positif
dan negatif.
keadaan masa tabularasa dan masa anak-anak, harus bergantung pada orang tua atau wali yang
bersangkutan, sehingga menjadi beban bagi usia di atasnya. Belum punya kemampuan mandiri
sama sekali (Dependancy : 1), belum bisa berkarya.
keadaan masa remaja, dewasa, pernikahan, berkeluarga. Angka Dependancy mulai berkurang
(<1) bahkan bila sudah mapan tidak perlu bergantung sama sekali (0). Dimasa ini manusia lainlah
yang mulai bergantung ke kita, karena kita bisa memproduksi karya lebih dari konsumsi pribadi,
misalnya untuk keluarga kita (anak, istri, orang tua, sanak saudara), bawahan kita, fakir miskin,
yatim piatu, dsb.
3. Usia pasca-produktif (65-74 tahun):
Keadaan seseorang pensiun setelah pekerjaannya, karena keterbatasan fisik. Sehingga pada
hakikatnya kembali lagi ke usia non-produktif.
Bila ditangkap secara prinsip, untuk bertahan di era industri dan era informasi sekarang, diperlukan
suatu kemapanan dan kedewasaan dalam bertindak. Harus dimulai dengan pengembangan diri
secara terus-menerus. Fokus sesuai dengan di bidangnya masing-masing. Perlu progresifitasnya yang
signifikan hingga membuat kebermaknaan diri kita eksis sebenar-benarnya di masyarakat. Tuntukan
masyarakat yang semakin kompleks dan masalah baru menuntut untuk dipecahkan oleh para
manusia di kisaran usia produktif.
Saling suka ini secara alami muncul sebelum berpacaran, saat status pacaran melekat, tidak berarti
aspek suka menjadi semakin banyak. Yang ada hanyalah mencari lalu menemukan kesamaan. Tidak
berpacaran pun, seorang bos dengan bawahannya memerlukan rasa saling suka, supaya antara
tujuan dengan realisasi bisa sinkron.