Anda di halaman 1dari 6

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH & IMAM AL GHAZALI

Dosen Pengampu: Muhammadun, M.Si

Disusun Oleh:
M Azhar Jauhari (21051344)
Muh Ihsan Nul Amal (21051346)

Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam


Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

YOGYAKARTA
2023
Pendahuluan
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis
(Aqiedah) Islam. Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji’ah,
Qadariyah, Jabariyah dan Syi’ah. Pemahaman teologi Aswaja ini diyakini sebagian besar
umat Islam sebagai pemahaman yang benar yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
kepada para sahabatnya. Kemudian secara turun-temurun faham Aswaja diajarkan kepada
generasi berikutnya (Tabi’in-Tabi’it Tabi’in) dan selanjutnya diteruskan oleh generasi-
generasi berikutnya sehingga sampai kepada kita. Hal ini tentu dapat dibuktikan melalui
kajian-kajian literer keagamaan. Berkaitan dengan ini ribuan kitab dan buku telah ditulis oleh
banyak ulama dan pakar/ahli.

Menurut telaah sejarah, istilah Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham
kelompok Mu’tazilah, yang dikenal sebagai “kaum rasionalis Islam” yang ekstrim. Kelompok
ini mengedepankan pemahaman teologi Islam yang bersifat rasionalis (‘aqli) dan liberalis.
Faham Mu’tazilah ini antara lain dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran filsafati dari Yunani.
Mereka berpegang teguh pada faham Qadariyah atau freez will, yaitu konsep pemikiran yang
mengandung faham kebebasan dan berkuasanya manusia atas perbuatan-perbuatannya.
Artinya, perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia itu sendiri, bukan diciptakan Tuhan.
Di samping reaksi terhadap faham Mu’tazilah, Aswaja juga berusaha mengatasi suatu faham
ekstrim yang lain, yang berlawanan faham secara total dengan kaum Mu’tazilah, yaitu faham
kaum Jabariyah.di mana mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan
atau kuasa dalam berkehendak dan berbuat. Kehendak (iradah) dan perbuatan manusia terikat
dengan kehendak mutlak Tuhan1.

Pembahasan

1
https://www.nu.or.id/daerah/aswaja-manhaj-nahdlatul-ummah-729Hz
A. Pengertian Aswaja

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang
membentuk istilah tersebut, yaitu:

 Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.


 Al-Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau
cara walaupun tidak diridhoi).
 Al-Jama’ah, berasal dari kata jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’
(perkumpulan), lawan kata dari tafarruq(perceraian), dan furqah(perpecahan).
Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang
berkumpul berdasarkan satu tujuan.

Menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang diridhoi dalam agama,
yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau selain dari kalangan orang yang mengerti
tentang Islam. Seperti para sahabat Rasulullah. Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah
wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.

Aswaja adalah golongan yang konsisten mengikuti tradisi dan metode yang
dipraktekkan Nabi dan para sahabat (ma ana alaihi al-yauma wa ashhabi). Aswaja dalam
konteks Indonesia adalah golongan yang secara mayoritas mengikuti Imam Abu Hasan al-
Asy’ari dalam bidang akidah, Imam Asy-Syafi’i dalam bidang fiqih, dan Imam Abu Hamid
Al-Ghazali dan Imam Abi al-Hasan Asy-Syadzili dalam bidang tasawuf2.

Al-Asy’ari menjadi simbol Aswaja karena dua hal: Pertama, kepercayaan besar umat
Islam, khususnya para ulama dari berbagai kalangan kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari
yang wara’, zuhud, ahli ibadah dan berakhlak mulia. Kedua, kreatifitas dan intensitas para
ulama dalam menyebarluaskan madzab Al-Asy’ari (hal xiv).

Aswaja mempunyai ciri yang utama yaitu tawasuth (moderasi) antara wahyu dan akal,
teks dan konteks vertikal dan horizontal, sakral dan profan. Moderasi membutuhkan
keterbukaan (iftitah) toleransi (tasamuh) keseimbangan (tawazun) dan tegak lurus memegang
dan memperjuangkan prinsip (I’tidal). Ciri-ciri ini melekat dalam pemikiran dan aksi
lapangan golongan Aswaja.
2
https://aswaja.unisnu.ac.id/pengertian-aswaja
A. Riwayat singkat Imam Al Ghazali

Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi,
Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As
Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran
nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada
daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al
Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali.
Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir
Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al
Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami
tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).

Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian
keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat
Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang
benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan
berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan
mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran
nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.

Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir
dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya
(Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya
6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang
bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat
Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194).

Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan


berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau
tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih
Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai
semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak
memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”

Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats
Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku
Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau
mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya
patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan
menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari).
(Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi,
pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath
Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/201)3.

Karya-karya Imam Al Ghazali

Al-Ghazali adalah salah seorang ulama dan pemikir dalam dunia Islam yang sangat
produktif dalam menulis. Dalam masa hidupnya, baik ketika menjadi pembesar negara di
Mu’askar maupun ketika sebagai profesor di Bagdad, baik sewaktu skeptis di Naisabur
maupun setelah berada dalam perjalanannya mencari kebenaran dari apa yang dimilikinya
dan sampai akhirnya hayatnya, al-Ghazali terus berusaha menulis dan mengarang (Supriyadi,
2013, hal. 151). Dijelaskan dalam pengantar buku karya Imam al-Ghazali yang berjudul
Mukhtashar Ihya Ulumuddinbahwa As-Subki di dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah
menyebutkan bahwa karangan Imam al-Ghazali sebanyak 58 karangan. Thasi Kubra Zadeh di
dalam Miftah as-Sa’adah wa Misbah as-Siyadah menyebutkan bahwa karya-karyanya
mencapai 80 buah. Ia berkata, “Buku-buku dan risalah-risalahnya tidak terhitung jumlahnya
dan tidak mudah bagi seseorang mengetahui juduljudul seluruh karyanya. Hingga dikatakan
bahwa ia memiliki 999 buah tulisan. Ini memang sulit dipercaya. Tetapi, siapa yang
mengenal dirinya, kemungkinan ia akan percaya.” (Al-Ghazali, 1997, hal. 10-11).

Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati secara
definitif oleh para penulis sejarahnya. Menurut Ahmad Daudy seperti dikutip oleh Dedi
Supriyadi (2013, hal. 152-153) bahwa penelitian paling akhir tentang jumlah buku yang
dikarang oleh al-Ghazali adalah yang dilakukan oleh Abdurrahman al-Badawi, yang hasilnya
dikumpulkan dalam satu buku yang berjudul Muallafat al-Ghazali.Dalam buku tersebut,
Abdurrahman mengklasifikasikan kitab-kitab yang ada hubungannya dengan karya al-
Ghazali dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kitab yang dapat dipastikan sebagai karya
al-Ghazali yang terdiri atas 72 buah kitab.Kedua, kelompok kitab yang diragukan sebagai
karyanya yangasli terdiri atas 22 buah kitab.Ketiga, kelompok kitab yang dapat dipastikan
bukan karyanya, terdiri atas 31 buah kitab.Kitab-kitab yang ditulis oleh al-Ghazali tersebut

3
https://fazadaroeni.blogspot.com/2012/01/makalah-tasawwuf-aswaja.html
meliputi berbagai bidang ilmu yang populer pada zamannya, di antaranya tentang tafsir
alQuran, ilmu kalam, ushul fikih, tawasuf, mantiq, falsafah, dan lain-lain.Berbeda dengan
pernyataan di atas, Badawi mengatakan bahwa jumlah karangan al-Ghazali ada 47 buah. Di
antara judul-judul buku tersebut adalah:

a) Ihya Ulum ad-Din (membahas ilmu-ilmu agama).


b) Tahafut Al-Falasifah (menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi agama).
c) Al-Iqtishad fi Al-‘Itiqad (inti ilmu ahli kalam).
d) Al-Munqidz min adh-Dhalal (menerangkan tujuan dan rahasia-rahasia ilmu).
e) Jawahir al-Qur’an (rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Quran).
f) Mizan al-‘Amal (tentang falsafah keagamaan).
g) Al-Maqashid al-Asna fi Ma’ani Asma’illah al-Husna (tentang arti namanama Tuhan)
h) Faishal at-Tafriq Baina al-Islam wa al-Zindiqah (perbedaan antara Islam dan Zindiq).
i) Al-Qisthas al-Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat).

Kesimpulan

Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis


(Aqiedah) Islam . Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji'ah,
Qadariyah, Jabariyah dan Syi'ah.

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama'ah. Ada tiga kata yang


membentuk istilah tersebut, yaitu: Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut. Al-Sunnah,
secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun
tidak diridhoi).

Fungsi pembelajaran Ke-Nuan aswaja adalah menanamkan nilai-nilai


dasar Aswaja kepada peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan ajaran
Islam, meningkatkan pengetahuan dan keyakinan peserta didik terhadap paham Aswaja.

Anda mungkin juga menyukai