Anda di halaman 1dari 7

Hakim at-Tirmidzi: Sufi Besar yang Menginspirasi Ibnu Arabi dan

Al-Ghazali

Idris Masudi13 April 2017


Hakim at-Tirmidzi: Sufi Besar yang Menginspirasi Ibnu Arabi dan Al-Ghazali
Adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hasan (Husein), sufi agung abad ke 3
Hijriyyah yang dilahirkan di Tirmidz pada awal abad ke-3. Mengenai biografi sufi
besar ini tidak banyak yang megulasnya secara lengkap. Meski demikian, menurut
Utsman Ismail Yahya, muhaqqiq atas kitab “Khatam al-Anbiya’ karya Hakim,
terdapat sebuah manuskrip yang memuat tulisan otobiografi al-Hakim yang diberi
judul Buduwwu Sya’ni Abu Abdillah Muhammad al-Hakim At-Tirmidzi. Melihat
pemberian judulnya, kemungkinan besar catatan atau manuskrip ini ditulis oleh santri
atau pengikutnya.

Abu Abdillah al-Hakim at-Tirmidzi berkata:


Sejak usiaku mencapai umur 8 tahun, aku mendapat bimbingan langsung dari guru-
guruku. Bimbingan yang ketat ini seakan menjadi kebiasaanku sehari-hari bahkan
seperti menjadi pengganti bermain di masa kecilku. Dari sini aku mendapatkan
sejumlah pengetahuan agama baik ilmu-ilmu periwayatan maupun ilmu aqliyyah. Hal
ini berlangsung hingga usiaku menjelang umur dua puluh tujuh tahun sampai
kemudian aku melakukan perjalanan ke baitul haram. Di tengah perjalanan ke
Makkah, aku singgah di Irak untuk belajar hadis ke sejumlah muhaddits di sana. Lalu
dilanjutkan ke kota Bashrah dan melanjutkan perjalanan ke kota Makkah di bulan
Rajab. Di pertengahan akhir bulan Rajab perjalananku sampai ke Makkah. Lalu Aku
berdoa di multazam. Meluruskan niat dan bertaubat. Secara khusus, di Multazam aku
bedoa agar diberi kekuatan untuk zuhud dan ikhlas serta dapat menghafal al-Quran.
Aku tidak berdoa selain keinginan-keinginan tersebut.

Guru dan Murid-Muridnya


Meskipun sebagaimana dikisahkan oleh Fariduddin al-Aththar bahwa al-Hakim
belajar secara langsung kepada Nabi Khidir AS, akan tetapi ia juga melakukan belajar
bersama para guru-gurunya.

Hasan bin Ali at-Tirmidzi yang tidak lain merupakan ayahandanya dimana Ia belajar
hadis dan meriwayatkannya darinya.
Jarud bin Muadz as-Sulami attirmidzi
Shalih bin Abdullah attirmidzi
Shalih bin Muhammad attirmidzi
Dan lain-lain

Sedangkan di antara murid-muridnya adalah:


Abu Muhammad Yahya bin Manshur al-Qadhi
Manshur bin Abdullah bin Khalid al-Harawi
Hasan bin Ali al-Jurjani
Ahmad bin Muhammad bin Isa
Abu Bakar bin al-Warraq
Abu Bakar Muhammad bin Ja’far bin al-Haitsam

Pengaruh Pemikiran dan Karyanya


Selain murid-murid yang belajar langsung kepada al-Hakim at-Tirmidzi, terdapat
sejumlah ulama dan sufi besar yang terpengaruh akan karya-karya dan pemikirannya.
Menurut Louis Massignon, pengaruh Hakim at-Tirmidzi sangat besar bagi
perkembangan dunia tasawuf dan para sufi setelahnya. Ibnu Arabi salah satunya.
Keterpengaruhan Ibnu Arabi atas Hakim at-Tirmidzi sangat nyata. Bahkan diakui
sendiri oleh Ibn Arabi. Salah satu karyanya mengulas dan menjawab pertanyaan
Hakim at-Tirmidzi tentang wali pamungkas (Khatamul awliya’).

Bahkan Ibnu Arabi dalam sejumlah karyanya kerap kali mengutip nama al-Hakim at-
Tirmidzi. Secara khusus lagi, Ibnu Arabi menulis sebuah fasal atau bab khusus dalam
kitab Futuhat al-Makkiyah untuk menjawab pertanyaan al-Hakim yang ditulis dalam
karyanya Khatmul Awliya’. Dan secara lebih khusus Ibnu Arabi menulis sebuah kitab
ihwal jawaban atas pertanyaan tersebut dengan judul, al-Jawab al-Mustaqim ‘Amma
Saalahu ‘Anhu al-Hakim at-Tirmidzi.

Syekh Dhiyauddin ‘Ammar bin Muhammad bin Ghummar al-Badilisi (w.590 H) yang
menulis karya berjudul Bahjat at-Thaifah billahi al-‘Arifah, juga terpengaruh oleh
Khatmul Awliya’ karya Hakim attirmidzi sebagaimana tergambar dalam bab terakhir
kitab tersebut. Pun demikian dengan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali yang juga salah
satu bab dalam kitab Ihya’ Ulumuddin terpengaruh karya Hakim at-Tirmidzi al-Ikyas
wa al-Mughtarin.

Wallahu A’lam Bisshawab

Hakim At-Tirmidzi; Satu-Satunya Sufi yang Bergelar Sang Bijak


Bestari

Idris Masudi18 April 2017


Hakim At-Tirmidzi; Satu-Satunya Sufi yang Bergelar Sang Bijak Bestari
Tulisan ini akan diawali dengan sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik: Mengapa
syeikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hasan (Husein) ini satu-satunya sufi
yang mendapat julukan al-Hakim (sang bijak-bestari)? Bukankah para sufi sebelum
dan sesudahnya juga para bijak bestari? Terkait dengan sufi agung dari Tirmidz ini,
dalam tulisan sebelumnya, saya telah mengulas secara cukup singkat mengenai
biografi dan pengaruhnya terhadap kajian tasawuf sepeninggalnya. Lihat dalam
https://islami.co/hakim-tirmidzi-sufi-besar-yang-menginspirasi-ibnu-arabi-dan-al-
ghazali/

Kisah Belajar dengan Nabi Khidir


Fariduddin al-Aththar dalam kitabnya Tadzkiratul Awliya (91-92) menceriterakan
kisah belajarnya al-Hakim di bawah bimbingan Nabi Khidir AS langsung.

Dikisahkan, suatu hari ia bersama dua sahabatnya berniat untuk melakukan perjalanan
mencari ilmu. Di tengah perjalanan, ia menerima kabar bahwa ibundanya jatuh sakit.
Ia mendapat “bisikan”. Ibundanya berkata kepadanya, “Wahai anakku, aku adalah
perempuan yang lemah dan sudah tua. Tidak lagi memiliki keluarga dan kerabat yang
akan menolongku. Engkaulah satu-satunya yang bisa menjagaku. Lalu kepada siapa
lagi aku mengharap pertolongan (selain dirimu)?” Kalimat-kalimat ibundanya begitu
terngiang di telinganya. Ia kemudian memutuskan untuk kembali pulang ke rumah
untuk menemui ibundanya. Sementara dua sahabatnya tetap melanjutkan perjalanan.

Singkat cerita, ibundanya wafat. Kemudian ia menziarahi makam ibundanya dan


menangis tersedu-sedu sambil berujar: Duhai malangnya nasibku, aku adalah orang
bodoh dan tak berguna. Sementara dua sahabatku sebentar lagi mereka akan pulang
dan pastinya mereka memperoleh banyak pengetahuan.

Kemudian secara mengejutkan tiba-tiba di hadapannya muncul seorang Syaikh yang


wajahnya bersinar-sinar. Lalu Syaikh tersebut menanyakan ihwal sebab al-Hakim
menangis. Lalu al-Hakim menjelaskan secara kronologis. Sang Syaikh pun akhirnya
berkata, “ Tak usah kau ratapi hal itu. Maukah kau aku ajari ilmu setiap hari. Jika kau
bersedia, maka tidak akan butuh waktu lama untuk dirimu mengejar bahkan
melampaui pengetahuan yang didapat dari sahabat-sahabatmu. Al-Hakim pun dengan
senang hati bersedia menerima tawaran tersebut. Setelah beberapa tahun kemudian,
al-Hakim pun baru mengetahui bahwa Syaikh yang mengajarinya adalah Nabi Khidir
AS. Ia memperoleh anugerah ini berkat doa dari ibundanya.

Meskipun dalam kisah ini sang sufi diajar langsung oleh Nabi Khidir AS, bukan
berarti kemudian ia tidak belajar dan tidak memiliki guru-guru lainnya. Ia justru
memiliki banyak guru yang turut membentuk pemikiran dan laku spiritualnya.

Sang Bijak dari Tirmidz


Utsman Ismail Yahya dalam pengantar karya Hakim at-Tirmidzi, Khatam al-Awliya’,
yang ditahqiqnya menginventarisir pendapat sejumlah sarjana mengenai alasan
digelarinya Abu Abdullah Muhammad bin al-Husain sebagai satu-satunya sufi
dengan sebutan al-Hakim (sang bijak) dari kota Tirmidz. Pertama, Arthur Arberry
seorang orientalis yang memiliki perhatian besar terhadap kajian tasawuf dan tokoh-
tokohnya dalam pengantar buku berjudul ar-riyadhah wa adab an-nafs, mengatakan
bahwa gelar al-Hakim bagi Abu Abdullah disebabkan pengetahuannya yang luas atas
ilmu anatomi tubuh yang menunjukkan bahwa ia mempelajari dan menguasai ilmu
kedokteran. Kedua, dalam dirinya terkumpul pengetahuan sekaligus karya tulisnya
yang mengupas dunia spiritual dan peradaban islam klasik dan metode-metode
rasional. Ketiga, Ia adalah sarjana muslim pertama yang memiliki perhatian besar
terhadap pemikiran filsafat Yunani yang dimana ia menjadi peletak dasar madzhab
esoterik dalam tradisi tasawuf Islam. Keempat, Utsman Ismail Yahya sendiri
berpandangan bahwa julukan atau gelar al-Hakim bagi Abu Abdullah mengacu pada
keberhasilannya dalam meletakkan dasar atau pondasi yang kokoh atas kajian-kajian
tasawuf di mana ia mencontohkan sendiri dalam perilakunya. Ajaran-ajaran sufisme
di tangannya bukan hanya sekadar sebuah perilaku yang tercermin dari seorang sufi,
melainkan hakikat sebuah obyek yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri.
Hal ini bisa dibuktikan dalam sejumlah karya-karyanya.

Wallahu A’lam bis-Shawab

Al-Hakim al-Tirmidzi

Al-Ḥakīm al-Tirmidhī ( Arabic : ‫ ; الحكيم الترمذي‬transl. The Sage of Termez ), nama


lengkap Abu Abdallah Muhammad ibn Ali ibn al-Hasan ibn Bashir al-Tirmidhi (dc
869) adalah seorang ahli hukum Sunni ( faqih ) dan tradisiis ( muhaddith ) dari
Khorasan , tetapi sebagian besar dikenang sebagai salah satu penulis tasawuf awal
yang hebat.

Biodata
Lahir 750 - 760 M 133 H - 143 H
Meninggal. 869 CE 255 H
Agama. Islam
Zaman. Zaman keemasan Islam
Denominasi. Sunni
Yurisprudensi. Hanafi [1] [2]
Minat utama. Fiqh , Hadits , Sufisme , Kalam
Karya terkenal
Navodir Al-Usul fi Ma'rifat Akhbor Ar-Rasul , dan Khaqiyqat Al-Odamiyya
Informasi tentang kehidupan dan kegiatan ilmiah dan kreatifnya dapat ditemukan
dalam karya-karya Taj ad-Din Subki (Tabakat Ash-Shafii'yya Al-kubra), Khatiba
Baghdad (Tarikh Baghdad), Ibn Hajara AshkAlani (Lisan Al-Miyzan), Sulami
(Tabaqat As-Sufiyya) dan dalam sejumlah risalah lainnya.

Dia menerima kritik dari tradisionalis lainnya, namun al-Dhahabi membelanya


dengan mengatakan, "Dia adalah pemimpin dalam Hadits". [3]

Al-Hakim al-Tirmidzi berbicara tentang hidupnya dalam bukunya Bad'u Shaani Abu
Abdullah ("The Beginning of Abu Abdullah's Pursuit"), yang diterbitkan di Beirut
pada tahun 1965 oleh Yakh'ya Ismail Usman, bersama dengan karya ilmuwan di
Khatm Al-Avliya ("Segel Para Suci").

Kehidupan Pribadi
Tirmidzi tampaknya lahir antara 820 dan 825 M di Termez , Khorasan, sekarang
Uzbekistan. Ayahnya adalah seorang ulama hadits dan ahli hukum; pendidikan
awalnya tampaknya sangat ortodoks. Dia dibesarkan sebagai seorang ulama hadits
dan fiqh (hukum), lebih khusus lagi, mazhab Hanafi yang dominan di wilayah timur
Iran. Kisaran pendidikan Tirmidzi memang mencakup sains, seperti ilmu alam dan
filsafat Yunani. Referensi selanjutnya untuk mempelajari penggunaan astrolabe,
menyiratkan pengetahuan astronomi dan matematika, telah diberikan interpretasi yang
berbeda. "Tidak ada jejak pengaruh dari 'ilmu alam' dalam tulisannya." Tetapi
menjadi seorang Sufi Master sudah cukup untuk menerima hal itu. Karya-karyanya
menyentuh Kalam dan Aqidah , dan dia masuk ke dalam perselisihan rasional dengan
Mutakillimun pada zamannya, dan mempertahankan sikap kritis mereka. [4] Karya-
karyanya yang mengandung ragam konten, tidak dapat dianggap seluruhnya dalam
kategori karya mistik, atau dalam kategori ilmu hadits, maupun dalam kategori karya
filosofis, atau kategori kalam atau fiqih. [4] Namun, karena pengejaran pengetahuan
umumnya memberinya nama " al-hakim ".

Tahun-tahun awal
Tanggal yang berbeda digunakan dalam sumber tertulis dan literatur saat ini untuk
menunjukkan tanggal lahir dan wafat al-Hakim al-Tirmidzi. Beberapa penulis,
Khwaja Khalif khususnya, dalam bukunya Kashf as-Zunun , menyebutkan tahun 255
di Hijra / 869 M sebagai tanggal kematian Al-Hakim al-Tirmidzi. Tanggal yang sama
ditulis di makam Al-Hakim al-Tirmidzi. Jika kita melanjutkan dari fakta bahwa Al-
Hakim al-Tirmidzi hidup lebih dari seratus tahun, beberapa sumber mengatakan 112,
116 atau 120 tahun, dia lahir kira-kira antara 750–760 M. Pada saat yang sama,
Abdulfattah Abdullah Baraka yang menulis "Al-Hakim al-Tirmidzi dan
Nazariyyatukhu fil" ("Al-Hakim al-Tirmidzi dan teorinya") tiga puluh tahun yang
lalu, mengatakan bahwa Al-Hakim al-Tirmidzi, adalah lahir tahun 205 di Hijriah / 820
dan meninggal tahun 320 di Hijriah / 932 dan hidup 112 tahun.

Para ahli hadis Muslim melaporkan bahwa ada perbedaan pendapat tentang kelahiran
dan kematiannya, tetapi dia meninggal sekitar 280 H, hidup selama 70 sampai 80
tahun. [3]

Informasi rinci tentang masa kecil dan masa muda Al-Hakim al-Tirmidzi tidak
tersedia di sumber. Menurut "otobiografinya", dia mulai belajar ilmu agama ketika dia
berumur delapan tahun, dan dia menunaikan ibadah haji ke Mekah ketika dia berumur
dua puluh delapan tahun.

Kehidupan selanjutnya
Sekembalinya dari Mekah, Al-Hakim al-Tirmidzi menjadi pengikut sufi ; dia menarik
diri dari orang-orang dan mempelajari perjanjian. Ayahnya Ali bin Hassan adalah
seorang ulama terkemuka, seorang spesialis Hadis , yang, mencari ilmu, pergi ke
Baghdad dan mengambil bagian aktif dalam diskusi ilmiah dengan ulama terkemuka
pada saat itu tentang berbagai masalah Hadis. Ibu dan pamannya dianggap ahli hadis .
Akibatnya, Al-Hakim al-Tirmidzi tumbuh dalam lingkaran orang-orang terpelajar dan
ilmiah, yang sangat mempengaruhi ideologinya.

Beberapa sumber tertulis berisi informasi yang dapat dipercaya tentang guru Al-
Hakim al-Tirmidzi. Gurunya adalah ayahnya Ali bin Al-Hassan di Tirmidzi "Tarikh
Baghdad" oleh Khatib Al-Bagdhadi berisi beberapa informasi. Di antara guru-
gurunya yang lain adalah Kutaiba bin Sayid as-Sakafi Al-Balkhi (798–888 M), Salih
bin Abdullah al-Tirmidzi dari banyak fakta menarik telah ditulis dalam buku "Buku
tentang Orang Terkenal" oleh Ibn Khibbana; Salih bin Muhammad al-Tirmidzi yang
merupakan mantan qazi Termiz selama beberapa waktu, Sufyan bin Vaki (wafat tahun
860), Hassan bin Umar bin Syafiq Al-Balkhi (wafat tahun 840 M), Ahmad bin
Khadravayh (wafat tahun 854 M), Abu Turab An-Nakhshabi (link), dan Yahya bin
Maaz Ar-Razi (meninggal tahun 875 M).

Berdasarkan data yang diberikan dalam sumber tertulis kehidupan Al-Hakim al-
Tirmidzi dapat dibagi menjadi periode-periode berikut:

Periode pertama termasuk masa kecil al-Hakim al-Tirmidzi hingga tujuh tahun.
Sayangnya kami tidak memiliki informasi pasti tentang bagian hidupnya yang ini.
Namun demikian, dapat dikatakan bahwa tidak seperti anak-anak seusianya dia
menunjukkan kemampuan pada usia ini untuk berbagai permainan, seolah-olah dia
mempersiapkan diri untuk kehidupan ilmiah masa depan, dia bekerja keras dengan
gurunya, memperoleh pengetahuan tentang berbagai ilmu (khususnya tentang
teologi. ) dan bersiap untuk kehidupan spiritual mistik.
Periode kedua mencakup kehidupan Al-Hakim al-Tirmidzi dari delapan menjadi dua
puluh delapan, ketika dia menerima ilmu dari guru yang berbeda ( syekh ). Untuk
ilmu dia mengunjungi kota-kota oriental lainnya, berada di Mekah dan menunaikan
ibadah haji. Beberapa sumber menunjukkan fakta bahwa ia menaruh banyak perhatian
untuk mempelajari hadits dan masalah-masalah fiqh di masa hidupnya ini.
Periode ketiga dalam hidupnya terkait dengan belajar Alquran secara menyeluruh. Dia
berasimilasi dengan firman Tuhan yang dalam, esensi mereka, puasa, doa dan
perbuatan saleh dan sebagainya. Karya mistik filosofis oleh Al-Antahi "Healing of
Hearts" memiliki pengaruh besar padanya.

Al-Hakim al-Tirmidzi memiliki banyak murid, antara lain: Abu Muhammad Yahya
bin Mansur Al-Kadi (wafat pada 960 M), Abu Ali Mansur bin Abdullah bin Khalid
Al-Zuhli Al Hiravi; Abu Ali Al-Hassan bin Ali Al-Jurjani. Ia juga mengajari Ahmad
bin Muhammad bin Isa, Abu Bakar Muhammad Ibn Umar Al-Al Hakim Al-Varrak,
Muhammad bin Jaafar bin Muhammad bin Al-Haisam bin Umran bin Buraida, dan
lainnya.

Aktivitas ilmiah dan kreatif Al-Hakim al-Tirmidzi sangat erat kaitannya dengan
perjalanannya ke negara dan kota lain. Dia mengunjungi Balkh , Nishapur , dan
Baghdad , di mana sains dan budaya mencapai puncaknya, dan dia bertemu dengan
cendekiawan terkenal dan ikut serta dalam diskusi. Meski demikian, Termiz , kota
kelahirannya, berperan penting dalam aktivitas ilmiah dan kreatifnya, dan di sana ia
menciptakan karya-karya dasarnya. Khotbah dan juga beberapa karyanya, pertama-
tama, Hatam Al-Avliya (Seal of Saints), Hal Ash-Shari'a (Argumen Hukum Islam)
yang membahas ritual Muslim , tentang "cinta kepada Tuhan" dan tentang berbagai
kategori mistik, tentang "Segel Para Suci", bersama dengan "Segel Nabi" yang ada,
telah membuat tidak puas beberapa bagian dari falikh dan kaya. Melarikan diri dari
pengejaran musuhnya, Al-Hakim al-Tirmidzi harus pindah ke Balkh dan kemudian ke
Nishapur , di mana dia diterima dengan sangat baik dan di mana dia memperoleh
banyak pengikut kemudian.

Pekerjaan
Menurut Radtke dan O'Kane, "dia adalah yang pertama dan, sampai zaman Ibn al-
Arabi, satu-satunya penulis mistik yang tulisannya menyajikan sintesis luas dari
pengalaman mistik, antropologi, kosmologi dan teologi Islam ... sistem Tirmidzi
pemikiran adalah representasi dari teosofi Islam kuno yang belum secara sadar
mengasimilasi elemen dari tradisi filosofis Aristotelian-Neoplatonic. " [5]

Dia memiliki 62 edisi dan 108 judul. [6] Karya-karyanya dapat dibagi menjadi enam
bagian: Tafsir (tafsir Alquran), Hadis (Tradisi kenabian), Fiqh (yurisprudensi), istilah
Arab, antropologi, dan teori kesucian. [7] Beberapa karyanya adalah:

Nawadir al-ushul fi ma'rifat ahadith al-rasul ("Prinsip-prinsip unik yang muncul dari
pengetahuan hadis Rasul"), kumpulan hadits langka, terdiri dari 391 bab.
Ghawr al-umur ("Kedalaman sesuatu”)
al-Manhiyyat ("Larangan agama")
al-Akyas ("Yang bijak")
Al-amtal min al-Kitab wa-l-Sunna ("Kitab perumpamaan yang diambil dari Alquran
dan Sunnah”)
al-Furuq wa-man al-taraduf ("Variasi terminologis dan ketidakmungkinan sinonim
dalam bahasa Arab”)
Khaqiyqat Al-Odamiyya ("Buku tentang Sifat Manusia")
Adab an-Nafs ("Membesarkan Jiwa").
al-Radd 'ala l-mu'attila ("Jawaban untuk dia yang menyangkal atribut Tuhan")
Khatm al-awliya ' ("Jalan orang-orang suci")
Kitab as-Salat va Makasidiha (Buku tentang Doa dan Tujuannya)
Kitab Al-Hajj va Asrarihi (Buku tentang Ziarah dan Rahasianya )
Al-Ihtiyatat ("Kitab Pencegahan")
Kitab Al-Jumal Al-Lazim Ma'rifitiha (Buku tentang Kalimat yang Harus Diketahui)
Tahsil naza'ir al-Qur'an ("Polisemi dalam Alquran")
al-'Aql wa-l-hawa ("Akal dan nafsu sebagai kebalikan")
Kitab al-Tawhid ("Kitab Monoteisme")
Kitab al-Masayil al-Maknuna ("Buku Masalah Tersembunyi")
Jawab Kitab Uthman ibn Sa'id min ar-Rayy. ("Jawaban Kitab Utsman Ibn Sa'id dari
Nalar")
Bayan al-Kasbi ("Khotbah tentang Penghasil")

Catatan
^ Radtke, Bernd, dan John O'kane. Konsep Kesucian dalam Mistisisme Islam Awal:
Dua Karya Al-Ḥakīm Al-Tirmidhī; Terjemahan Beranotasi dengan Pendahuluan.
Psychology Press, 1996. hlm. 15
^ MASUD, MUHAMMAD KHALID. "BUDUWW S̱H̱A'N AL-ḤAKĪM AL-
TIRMIḎH̱Ī." Studi Islam 4.3 (1965): 315-343. "Al-Hakim al-Tirmidzi, salah satu
sarjana paling terkemuka di antara mistik awal, umumnya dikenal sebagai muhaddith,
ahli hukum dari mazhab hukum Hanaf dan sufi."
^ a b Motala, Suhail; Abasoomar, Muhammad; Abasoomar, Haroon (4 April 2017).
Imam Hakim Tirmidzi (rahimahullah) . Jawaban Hadits .
^ a b Ubaydulla Uvatovning “Ikki buyuk donishmand” («Sharq» NMAK, Tashkent,
2005)
^ Radtke dan O'Kane, The Concept of Sainthood in Early Islamic Mysticism
(Richmond, Surrey: Curzon Press, 1996).
^ Masarwa, Alev (2018). "al-Ḥakīm al-Tirmidhī" . Di Fleet, Kate; Krämer, Gudrun ;
Matringe, Denis; Nawas, John; Rowson, Everett (eds.). Encyclopaedia of Islam (edisi
ke-3rd). EJ Brill. p. 62.
^ Gobillot, Geneviève (2018). "al-Ḥakīm al-Tirmidhī" . Di Fleet, Kate; Krämer,
Gudrun ; Matringe, Denis; Nawas, John; Rowson, Everett (eds.). Encyclopaedia of
Islam (edisi ke-3rd). EJ Brill. p. 63.

Bacaan lebih lanjut


Y. Marquet, Al-Hakim at-Tirmidi et le neoplatonisme de son temps (Université de
Dakar, Travaux et Documents no. 2, 1976).
B. Radtke, "Pelopor Ibn al-Arabi: Hakim Tirmidzi pada Kesucian," Jurnal Masyarakat
Ibn Arabi (1989) 8: 42-49.
O. Yahya, "L'Oeuvre de Tirmidi (Bibliografi Essai)" (411–480) dalam Melanges
Louis Massignon Vol. 3 (Damaskus: Institut Français de Damas, 1957).

Anda mungkin juga menyukai