”
Pembahasan:
Lahirnya kitab Ar-Risalah merupakan fase awal perkembangan ilmu ushul fikih sebagai suatu disiplin
ilmu. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi kalangan ahli ushul pada masa sesudahnya dalam menyusun
karya-karya mereka.
Buku ini merangkum gambaran metodologi lmam Syafi'i dalam mencari dan menggali hukum-hukum
lslam. Buku ini dapat dijadikan rujukan bagi mahasiswa, akademia dan pemerhati studi hukum lslam
Kitab AR-RISALAH Imam Syafi’i merupakan kitab yang pertama tentang ushul
fikih, berisi teori jurisprudensi dalam menentukan hukum fikih. Teori tersebut
berupa kaidah-kaidah fikih yang digunakan untuk mengurai hukum-hukum dalam
al-Quran dan Hadits. Dutulis dari perkataan Imam Syafi’i (767 – 820 M) untuk
menjawab persoalan-persoalan fikih yang terjadi kala itu. Melalui karya ini, Imam
Syafi’i dikenal luas oleh dunia Islam sebagai pelatak dasar-dasar ilmu ushul fikih
dan pendiri madzhab Syafi’i.
Komentar ulama terhadap imam syafi’i
Ahmad bin Hanbal juga berkomentar, "Seandainya tidak ada Asy-Syaf i, maka kita tidak
mengetahui fikih (pemahaman) tentang hadits.“
Sementara itu Daud bin Ali Azh-Zhahiri, Imam dalam kitab Manaqib Asy-Syaf i, berkata,
"Ishak bin Rahawaih berkata kepadanya, '.Aku dan Ahmad bin Hanbal pergi menemui Asy-
Syaf i di Makkah, lalu aku bertanya kepadanya tentang berbagai hal. Ternyata dia orang yang
sangat fasih dan indatr sastranya. Ketika kami meninggalkannya, aku diberitahu satu
kelompok ahli Al Qur'an bahwa ia adalah ulama yang paling tahu makna-makna Al Qur'an
pada zamannya, dan ia dianugerahi Allah pemahaman yang luas. Seandainya aku tahu, maka
aku pasti menjadi pengikutnya’.”
Daud menambahkan, "Aku melihat Ibnu Rahawaih menyesali apa yang belum sempat
diperolehnya dari Asy-Syaf i.“
Badruddin Az-Zarkasyi di dalam kitab Al Bahr Al Muhithfi Al {Jshul (naskah asli) menyatakan, "Asy-Syaf i adalah ulama
pertama yang menulis buku tentang Ushul Fikih.
Abdul Malik bin Hisyam An-Nahwi, penulis kitab As-Sirah, berkata, "Saya telah lama berkumpul dengan Asy-Syaf i, tetapi aku
tidak pernah mendengarnya berbicara tanpa mengikuti gramatika. Saya juga tidak pernah mendengar satu kalimat yang lebih
indah dari kalimatnya."
Abdul Malik juga berkata, "Saya berkumpul dengan AsySyaf i dalam waktu yang lamq namun aku tidak pernatr
mendengarnya berbicara satu kalimat kecuali seseorang menimbangnimbangnya maka ia tidak menemukan kalimat Arab yang
lebih indah darinya.“
Az-Za'farani berkata, "Ada satu kaum Arab yang datang terlambat ke majelis Asy-Syaf i bersama kami, lalu mereka duduk di
pojok. Aku lalu bertanya kepada pemimpin mereka, 'Kalian bukan mencari ilmu, lalu mengapa kalian datang bersama kami?'
Mereka menjawab, 'Untuk mendengarkan bahasa Asy-Syaf i’.”
Tsa'lab berkata, "Sungguh mengagumkan, sebagian orang mengambil bahasa dari Asy-Syafr'i, padahal ia berasal dari
lumbung bahasa! Asy-Syaf i wajib diambil bahasanya, bukan bahasa itu diambil padanya." Maksudnya, mereka harus
berargumen dengan kalimat-kalimat Asy-Syaf i itu sendiri, bukan dengan apa yang diriwayatkannya saja!