Anda di halaman 1dari 19

Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH.

Abdurrahman Wahid

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu


ISSN 2656-7202 (P) ISSN 2655-6626 (O)
Volume 6 Nomor 2, Juli-Desember 2023
DOI: https://doi.org/10.35961/perada.v6i2.976

ISLAM NUSANTARA PERSPEKTIF KH. ABDURRAHMAN WAHID


DAN IMPLIKASINYA DALAM MEWUJUDKAN KEBERAGAMAAN
INKLUSIF DI GORONTALO
Nasar Lundeto
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Nasarlundeto0309@gmail.com

Syamsun Ni’am
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Niamiainta@yahoo.com

Ngainun Naim
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Naimmas22@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan memaknai model keberagamaan masyarakat
Gorontalo, melalui konsep Islam Nusantara dalam bingkai pemikiran Gus Dur. Tujuan
dalam penelitian ini adalah menjelaskan terkait diskursus Islam Nusantara secara khusus
melalui perspektif Pemikiran Abdurrahman Wahid, dalam menemukan implikasi gagasan
Islam Nusantara terhadap pola keberagamaan masyarakat Gorontalo, sebagai upaya
mewujudkan nilai-nilai inklusif dalam beragama. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif yang sumber datanya diambil dari proses observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli tahun 2022 sampai
dengan bulan Februari tahun 2023, tepatnya di Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa Implikasi gagasan Islam Nusantara Terhadap Kultur Keberagamaan
Masyarakat Gorontalo tergambarkan melalui dua poin penting yaitu; perwujudan nilai-nilai
humanisme, serta Islam kultural dan sikap asketisme.

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 117
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

This research was conducted to examine and interpret the religious model of the people of
Gorontalo, through the concept of Islam Nusantara within Gus Dur's frame of mind. The
purpose of this study is to explain the linkages of the Islam Nusantara discourse
specifically through the perspective of Abdurrahman Wahid's thoughts, in finding the
implicit ideas of Islam Nusantara on the religious patterns of the people of Gorontalo, as
an effort to realize inclusive values in religion. This research is a type of qualitative
research whose data sources are taken from the process of observation, interviews and
documentation. While this research was conducted from July 2022 to February 2023, to be
precise in the City of Gorontalo. The results of this study indicate that the implications of
the idea of Nusantara Islam for the Religious Culture of the Gorontalo Society are
illustrated through two important points, namely; the embodiment of the values of
humanism, as well as cultural Islam and asceticism.

Keywords: Islam Nusantara, Islam Gorontalo, Abdurrahman Wahid

PENDAHULUAN Letupan pandangan di atas mengan-


tarkan pada pemikiran seolah-olah gagasan
Islam Nusantara menjadi salah satu Islam Nusantara adalah sebuah agama baru
dari sekian banyak wacana yang dalam Islam dan mengingkari syariat yang telah
diperbincangkan di Indonesia saat ini, dibawakan nabi Muhammad SAW. Padahal
terutama dalam dakwah dan kajian Islam. jika dipandang lebih jauh lagi, Islam Nusantara
Dalam perbincangan tersebut tidak kurang bukan merupakan paham yang membentuk
yang menyebutkan Islam Nusantara adalah aliran dalam Islam. Apalagi sampai menyebut
aliran Islam yang sesat dan menyesatkan. itu sebagai agama baru. Hal ini justru sangat
Persepsi tentang Islam Nusantara sebagai jauh dengan pandangan dan maksud gagasan
aliran sesat ini diakibatkan, warna dan corak yang ditawarkan Islam Nusantara dalam
Islam Nusantara dipandang tidak sesuai merawat Islam di tanah air Indonesia. Islam
dengan kaidah Islam yang telah diajarkan Nabi Nusantara jika diuji secara akademik maka
pada masa-masa awal Islam di Arab. Islam tidak akan mengarah pada klaim sesat dan
Nusantara dipahami sebagai aliran yang di menyesatkan. Misalnya karakteristik aliran
dalamnya mengandung unsur kebaruan dan sesat menurut MUI diuraikan menjadi sepuluh
mengada-adakan ajaran yang belum pernah poin. Dan dari sepuluh poin yang telah
diajarkan nabi sebelumnya. Bahasa sederhana- dikategorikan MUI, gagasan Islam Nusantara
nya adalah bahwa Islam Nusantara merupakan tidak termasuk di dalam kategori-kategori
ajaran yang mengandung bid‟ah1. tersebut2. Hal di atas memberi penegasan

pengajian di masjid-masjid yang pada dasarnya memiliki


1Pemahaman Islam Nusantara yang dianggap paham konservatif dan normatif. Lihat Dini Safitri,
sesat dan menyesatkan sering ditemui pada platform Wacana Pedagogi Islam Nusantara, (Surakarta: CV Oase
online seperti dakwah-dakwah yang disiarkan di TV, Group, 2019).
Youtube, Instagram, dan media-media online lainnya. 2Khozinatus Sadah dan Lu„luah Qurrotal A„ini,

Selain media online, tidak jarang ditemukan tentang Membumikan Islam Nusantara - Rahmatal Lil’alamain
anggapan Islam Nusantara sebagai aliran sesat melalui Sebagai Upaya Pemersatu Bangsa Dan Filter Aliran Sesat
kajian-kajian yang digelar di setiap kampus maupun Yang Memecah Belah NKRI, seminar nasional “Islam

118 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

bahwa klaim Islam Nusantara sebagai aliran masyarakat secara umum. Itu artinya bahwa
sesat, tidak dibenarkan berdasarkan fakta Islam Nusantara, yang pertama bukanlah
akademik. Di sisi lain bentuk amaliyahnya pun sebuah aliran baru yang sesat dan menyesatkan
masih tetap berada dalam koridor syariat dan yang kedua adalah Islam Nusantara
Islam. bukanlah agama baru dalam Islam.
Secara umum Islam Nusantara Konsep Islam Nusantara bukanlah hal
merupakan identitas khas Islam yang ada di yang baru, melainkan sebuah wacana lama
Indonesia. Model Islam Nusantara tidak dengan bahasa yang berbeda. Pada dekade 80-
berbeda dengan Islam yang diajarkan Nabi an Abdurrahman wahid (Gus Dur) pernah
melalui wahyu Allah SWT dan sabda beliau. mengangkat wacana Islam Nusantara dengan
Semua yang diajarakan Nabi tetap menjadi istilah pribumisasi Islam6. dalam konsep
pedoman dan dasar ajaran Islam di Nusantara3. pribumisasi Islam, Gus Dur mengupayakan
Islam Nusantara hanya sebagai penegas sebuah sudut pandang yang dapat
bahwasannya corak Islam di Indonesia merepresentasi corak Islam terhadap dinamika
memiliki perbedaan pada aspek kebudyaan masyarakat Indonesia secara sosio-kultural.
saja. Islam harus tetap pada sisi islamnya dan Selain itu gagasan ini sekaligus menegaskan
tidak diperuntukkan merubah isi pokok ajaran kembali identitas Islam yang ada di Indonesia
Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi sebagai corak Islam kultural atas peleburan
secara normatif dan bersifat fundamental4. Islam dan budaya khas Nusantara melalui
Menurut Abdul Moqsith Ghazali kultus Wali Songo. Dalam hal ini Gus Dur
bahwa Islam Nusantara pada dasarnya bukan menjelaskan sebagai berikut:
menciptakan sebuah hukum. Melainkan “Pribumisasi Islam sebagai upaya
gagasan ini sebagai bentuk menerapkan hukum melakukan “rekonsiliasi” Islam dengan
yang ditakar melalui pertimbangan- kekuatan-kekuatan budaya setempat agar
pertimbangan sejauh mana kemaslahatan yang budaya lokal itu tidak hilang. Disini
akan dihasilkan berdasarkan kondisi sosial dan pribumisasi dilihat sebagai kebutuhan
budaya masyarakat5. Pendekatan yang bukanya sebagai upaya menghindari
digaungkan Islam Nusantara berdasarkan polarisasi antara agama dengan budaya
pandangan Moqsith Ghazali berarti sebuah setempat. Pribumisasi juga bukan sebuah
pertimbangan-pertimbangan yang didasari upaya mensubordinasikan Islam dengan
pada fakta sejarah, sosial dan budaya yang ada budaya lokal, karena pada pribumisasi Islam
di Indonesia. Sehingga yang dimakusd dengan harus tetap pada sifat Islamnya”.7
Islam Nusantara adalah sudut pandang yang
dilakukan untuk bagaimana mengupayakan Konsep Gus Dur menjadi salah satu
penerapan doktrin Islam terhadap dinamika upaya untuk bagaimana menyoroti dinamika
kultur masyarakat Nusantara dengan
Nusantara” Universitas Negeri Malang: 2016, h. 118- menjadikan Islam sebagai nilai dalam
119 menjalankan visi keduanya. Islam menurut
3 Khabibi Muhammad Luthfi, Islam Nusantara:
Gus Dur memiliki cakupan kajian yang sangat
Relasi Islam dan Budaya Lokal, SHAHIH - Vol. 1, Nomor
1, Januari – Juni 2016, h. 3 luas. Dalam bahasa Kuntowijoyo yaitu bahwa
4Mohammad Hasan, Moderasi Islam Nusantara:

Studi, Konsep Dan Metodologi, (Pamekasan: Duta Media


Publishing, 2017), h. 3 6 Mohammad Hasan, Moderasi Islam Nusantara:
5Ahmad Sahal Dkk, Islam Nusantara Dari Ushul Studi, Konsep Dan Metodologi, h. 6
Fiqh Hingg Paham Kebangsaan, (Bandung: Mizan, 2015), h. 7 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda

76 Islam Kita, (Jakarta; The WAHID Institute, 2006), h. 30

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 119
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Islam bersifat “Objektivikasi”8 yakni mampu akomodasi dan modifikasi melahirkan falsafah
melihat fakta sejarah dan kondisi masyarakat “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan
yang seharusnya. Selain itu konsep Pribumisasi kitabullah (Al-Quran)”10. Rumusan falsafah ini
Islam adalah upaya untuk “melembagakan” merupakan basis perwujudan kultur Islam di
Islam yang memiliki ciri khas Nusantara. Atau Gorontalo yang selanjutnya melahirkan budaya
pada dasarnya adalah Islam yang dipribumikan yang termuat nilai-nilai Islam di dalamnya.
di daerah masing-masing dengan khasanah Pada penelitian sebelumnya terkait
kebudayaannya. Sehingga gagasan Pribumisasi dengan kajian Islam dan budaya di Gorontalo,
Islam merupakan bagian penting dalam kajian sudah banyak yang menulis dan melakukan
Islam Nusantara. penelitian menggunakan banyak pendekatan
Konsep Islam Nusantara dalam disiplin ilmu tertentu yang berkaitan. Akan
bingkai pemikiran Gus Dur dalam hal ini tetapi penelittian yang dilakukan menggunakan
memiliki pola yang sama dengan Islam pendekatan gagasan Islam Nusantara
lokalitas di Gorontalo. Islam Gorontalo khususnya dalam perspektif Gus Dur terbilang
layaknya seperti Islam secara umum yang ada belum pernah dilakukan. Sehingga atas dasar
di Indonesia. Namun terdapat praktik Islam itulah penulis tertarik untuk menganalisis Islam
yang benar-benar khas yang terdapat di dan budaya lokal Gorontalo melalui sudut
sepanjang tradisi-budaya di Gorontalo dalam pandang Islam Nusantara dalam bingkai
hal berislam. Dalam artian bahwa tradisi- pemikiran Gus Dur. Setelah itu akan ditarik
budaya di Gorontalo telah diberi nafas Islam. sebuah implikasi dalam pertemuan antara
Sebaliknya Islam telah diwarnai dengan konsep gagasan Islam Nusantara dan kultur
kebudayaan yang khas lokalitas.9 keberagamaan masyarakat Gorontalo. Menarik
Fenomena ini dapat dilacak melalui sekali untuk mengkaji tentang Islam di
budaya-budaya di Gorontalo yang telah Gorontalo karena daerah ini berpendudukan
dimodifikasi secara baik oleh para pembawa muslim kurang lebih 96,3 persen. Selain itu
Islam Gorontalo layaknya seperti kultus Wali berdasarkan fakta sejarah Kota Gorontalo
Songo pada abad-abad sebelumnya. Dalam merupakan pusat peradaban Islam pada masa
buku yang ditulis Sofyan Kau berjudul “Tafsir awal Islam masuk di Gorontalo. Sehingga
Islam atas adat Gorontalo”, menjelaskan Kota Gorontalo dapat merepresentasikan data
fenomena dan bentuk keberislaman penelitian yang berkaitan dengan corak Islam
masyarakat Gorontalo melalui konsep dan budaya lokal Gorontalo11.
Dalam artikel ini, penulis telah
8 Objektivikasi merupakan konsep yang melakukan penelitan dalam rentang Juli 2022
disebutkan Prof Kuntowijoyo dalam bukunya Islam hingga Februari 2023 di kota Gorontalo
sebagai ilmu. Yaitu tentang upaya melihat gejala yang
seharusnya berlaku di masyarakat umum dan gejala itu dengan melakukan obsevasi, wawancara dan
dijadikan sebagai basis dalam memahami Islam pada dokumentasi.12 Data yang dihasilkan dianalisa
satu waktu tertentu. Objektifikasi sebagai sudut pandang
yang digunakan untuk menarik makna Islam secara 10 Sofyan A.P Kau, Tafsir Islam Atas Adat
internal ke ekternal atau fakta sosial. Dalam hal ini yang Gorontalo: Mengungkap Argumen Filosofis-Teologis, (Malang:
dimaksud Kuntowijoyo adalah bagaimana makna Islam Inteligensia Media, 2019), h. 2-4
itu dapat dirasakan oleh lingkungan sekitar, termasuk 11Mashadi Maili & Wahidah Suryani, Jaringan

agama selain Islam. Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Islamisasi Gorontalo (Fenomena Keagamaan dan Perkembangan
Ilmu: Epistemologi, Metodologi Dan Etika, Islam di Gorontalo), Al-Ulum, Volume 18 Number 2
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006). h. 60-71 December 2018, h. 438
9 Basi Amin, Islam Budaya Dan Lokalitas 12 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian
Gorontalo, MAKALAH, Universitas Negeri Gorontalo, Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan, (Bandung: PT Refika
h. 1 Aditama, 2012), h. 209-213

120 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

menggunakan tiga tahapan yaitu kondensasi Secara garis besar gagasan di atas
data, penyajian data dan verifikasi data. memiliki muatan yang sama seperti dalam
Sedangkan untuk validitas data dilakukan konsep Islam Nusantara yang dikampanyekan
dengan dua tahapan yaitu triangulasi sumber oleh KH Said Aqil Siradj pada muktamar
dan triangulasi metode. PBNU yang ke-33 di Jombang Jawa Timur,
tahun 2015 silam.16 Maka secara khusus
DISKURSUS ISLAM NUSANTARA penulis akan menyoroti konsep Islam
PERSPEKTIF PEMIKIRAN ABDUR- Nusantara dalam bingkai pemikiran Gus Dur
RAHMAN WAHID terutama pada basis epistemologinya.
Sebelum gagasan Islam Nusantara Pada dekade 80-an Gus Dur
dikampanyekan, terdapat banyak gagasan yang menggagas satu konsep yang cukup mewarnai
serupa. Gagasan-gagasan ini sebagai sudut pemikiran Islam di Indonesia. Gagasan itu
pandang yang lahir dari refleksi pemikiran oleh Gus Dur disebut dengan Pribumisasi
dalam menyoroti gejala sosial masyarakat Islam. Secara genelogi Islam Nusantara
dalam berislam. Islam dipandang sebagai memiliki kaitan erat dengan konsep
agama ilmu dan mampu merespon polemik Pribumisasi Islam17. Konsep pribumisasi Islam
yang terjadi di masyarakat akibat kesenjangan merupakan gagasan yang menjadi platform
sosial. Gagasan-gagasan yang lahir di antaranya dalam menaungi dan melandasi apa yang
konsep Islam Transformatif13, Islam Inklusif14, disebut dengan Islam Nusantara. Sehingga
Pribumisasi Islam15 dan lain sebagainya. secara khusus pribumisasi Islam adalah
gagasan yang menandai Islam ala Indonesia.
13Islam transformatif merupakan gagasan yang Yang mana Islam secara inheren telah melekat
dipopulerkan oleh Moelim Abdurrahman sebagai sudut dengan corak keindonesiaan18.
pandang dalam membaca nilai Islam pada aspek teologis Pola pribumisasi Islam sebagaimana
menuju kedaulatan umat Islam pada tatanan sosial. Di
sini Islam dipahami sebagai nilai universal yang mampu yang dimaksud Gus Dur adalah proses
membawa umat manusia lebih adil. Sebab dasar ilmu pengakomodasian wahyu tuhan secara
sosialnya ditarik melalui nilai Islam dari hasil interpretasi normatif ke dalam konteks sosial budaya yang
yang mapan. Lihat Moesilm Abdurrahman, Islam Sebagai lahir dari idea manusia, tanpa menghilangkan
Kritik Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. vii corak identitas masing-masing secara
14Islam inklusif yang paling populer dikalangan

akademik adalah karya Alwi Shihab. Islam inklusif


sesungguhnya merupakan penamaan Islam yang
moderat dan toleran. Lihat Agus Hermanto dkk,
moderasi beragama dalam mewujudkan nilai-nilai mubadalah,
(Malang: Literasi Nusantara, 2021), h. 256. Dalam buku Islam Arab. lihat Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur:
yang ditulis oleh Alwi Sihab Ia banyak menguraikan Pergumulan Islam Dan Kemanusiaan, (Yogyakarta: Ar-
mengenai konsep Islam yang terbuka secara mendasar Ruzzi, 2013), h. 85. Yakni islamisasi hampir disamakan
melalui basis Islam rahmatan lilalamin. Atas dasar itulah dengan arabisasi. Demikian yang dikatakan Gus Dur
Islam di takwil sebagai agama yang tidak menutup diri dalam bukunya Islamku Islam Anda Islam Kita, lihat
dari agama-agama lainnya. Sehingga dengan adanya Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita,
sikap terbuka itu maka relasi antar umat beragama dapat (Jakarta; The WAHID Institute, 2006), h. 244
dapat tumbuh dan hidup berdampingan secara baik. 16https://nasional.sindonews.com/berita/1028

Lihat Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka 080/15/muktamar-nu-dan-islam-nusantara/10. diakses
Dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1999). pada tanggal 21 Februari 2023
15 Pribumisasi Islam ini merupakan Gagasan 17 Muhammad Rafi‟i, Islam Nusantara Perspektif

Gus Dur yang paling populer. Hal tersebut bahkan Abdurrahman Wahid: Pemikiran Dan Epistemologinya,
menjadi trade mark darinya, yang menandai keperhatinan (Malang:Literasi Nusantara, 2019), h. 46
Gus Dur atas kebudayaan Islam di Indonesia di tengah 18 Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur: Pergumulan

ancaman arabisasi. Konsep ini sebagai antitesa corak Islam Dan Kemanusiaan, h. 86.

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 121
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

kompleks19. Sehingga pribumisasi Islam tidak Indonesia melalui warisan keilmuan yang
menjadikan agama dan budaya saling dipelajari dari kultus Wali Songo21. Sehingga
mengalah. Justru dengan adanya konsep ini, dengan pandangan itu maka pembentukan
agama dan budaya bisa saling berdialog dan kultur Islam di Nusantara terstruktur secara
berjalan sebagaimana mestinya. konseptual dan inheren.
Dalam pergumulan Islam dan budaya, Maka terbentuknya kultur Islam yang
yang diperihatinkan Gus Dur adalah terjadinya pertama dapat dilihat pada proses rekonsiliasi.
polarisasi budaya lokal dengan budaya Arab. Dapat dilihat bahwa antara kultur lokal dan
Fenomena ini terjadi menurut Gus Dur, akibat nilai Islam yang hidup di tengah masyarakat
memahami arabisasi disamakan dengan Nusantara, terdapat arah yang saling tumpang
islamisasi. Selain itu, tercabutnya akar budaya tindih satu dan lainya. Islam memilki kultur
lokal akan berdampak pada masalah baru. tersendiri yang itu terbentuk dari kultur
Sebab budaya asing belum tentu cocok dengan kawasan Timur Tengah. Sedangkan kultur
budaya yang selama ini dipraktikan oleh lokal dalam masyarakat Nusantara memilki
masyarakat pribumi. Sehingga pada intinya akar sejarah dan budaya yang berbeda dengan
pribumisasi Islam adalah kebutuhan, bukan kultur atau kebudayaan Arab. Sehingga
untuk menghindari polarisasi antara agama dan perbedaan yang muncul dalam doktrin Islam,
budaya, sebab polarisasi demikian memang terkadang menjadi polemik dalam menjalankan
tidak terhindarkan20. syariat dan budaya masyarakat.
Terkait dengan hal di atas ada Untuk mempertimbangkan hal ini, Gus
beberapa kategori konsep Islam Nusantara Dur berupaya untuk mendamaikan keduanya
Gus Dur yang diambil dari hasil serapan agar salah satu diantaranya tidak
konsep pribumisasi Islam. Diantaranya sebagai tersubordinasi. Dalam hal ini Gus Dur
berikut. menjelaskan sebagai berikut:
“Pribumisasi Islam sebagai upaya
1. Terbentuknya Kultur Islam melakukan “rekonsiliasi” Islam dengan
Gus Dur dalam gagasannya tentang kekuatan-kekuatan budaya setempat agar
pribumisasi Islam terdapat sub-sub pemikiran budaya lokal itu tidak hilang. Di sini
yang masif dalam mengidentifikasi Islam di pribumisasi dilihat sebagai kebutuhan
Nusantara melalui beberapa visi yang tertuang bukanya sebagai upaya menghindari
di dalam konsep Islam Nusantara. Kaitan polarisasi antara agama dengan budaya
pemikiran itu kemudian menjadikan sebuah setempat. Pribumisasi juga bukan sebuah
wacana dalam membentuk kultur Islam secara upaya mensubordinasikan Islam dengan
khas dalam sudut pandang kenusantaraan. budaya lokal, karena pada pribumisasi Islam
Beberapa konsep yang dicurahkan Gus Dur harus tetap pada sifat Islamnya”.22
dalam kajian pribumisasi Islam, tidak serta
merta melahirkan sebuah argumentasi tanpa Rekonsiliasi dilakukan sebagai proses
fakta sejarah yang kuat, melainkan Gus Dur untuk mendamaikan antara Islam dan budaya
secara komprehensif mampu melihat gejala lokal. Tentu upaya ini dapat mereduksi
yang timbul di tengah masyarakat Islam
21 Ahmad Baso, NU Studies: Pergolakan
19 Ainul Fitriah, Pemikiran Abdurrahman Wahid Pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan
Tentang Pribumisasi Islam, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Fundamentalisme Neo-Liberal (Jakarta: Erlangga, 2006), h.
Pemikiran Islam Vol. 3 No. 1, Juni 2013, h. 43 284
20 Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, 22 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda

Agama, dan Kebudayaan (Jakarta: Desantara, 2001), h. 111 Islam Kita, h. 30

122 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

problematika yang terjadi antara Islam dan asmilasi terjadi ketika dua kelompok atau lebih
budaya lokal. Selain itu, rekonsiliasi sebagai dalam kehidupan sosial saling berinteraksi atas
proses menjadikan Islam lebih tertanam dan dasar sikap yang terbuka dan memiliki sikap
mampu diimplementasikan melalui kekuatan toleran.26 Sedangkan Akulturasi adalah
budaya lokal. Unsur lokalitas menjadikan Islam percampuran dua kebudayaan atau lebih yang
semakin kuat dan menjadi primadona dalam saling bertemu dan saling mempengaruhi atau
hubungannya dengan masyarakat, begitu pun proses masuknya pengaruh kebudayaan asing
sebaliknya bahwa budaya akan tetap eksis, dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap
sekalipun Islam telah merambat dan menjadi secara selektif sedikit atau banyak unsur
keyakinan baru masyarakat setempat23. kebudayaan asing itu27. Dan akomodasi secara
Dalam proses rekonsiliasi Gus Dur sosiologis mengandung dua spek akomodasi
menyisipkan satu metode. Yakni Islam harus sebagai suatu “Keadaan” dan akomodasi
dipahami sebagai bentuk manifestasi dalam sebagai “Proses”.28 Maksudnya adalah
kehidupan berbudaya. Hal ini dilakukan sebab akomodasi suatu “Keadaan” merupakan
Islam memiliki nilai sosial yang tinggi24. pertemuan antar etnik atau kebudayaan yang
Sehingga doktrin Islam perlu dipahami secara seimbang karena masing-masing pihak tetap
universal dan tidak terjebak dalam pemahaman menjaga norma dan nilai dasar yang berlaku
Islam yang kaku, normatif dan konservatif. umum di tengah masyarakat. Sedangkan pada
Tegas Gus Dur dalam hal ini sebagai berikut: akomodasi dalam “Proses” terdapat unsur
Yang dipribumikan manifestasi kehidupa adaptis, kompromi dan lain sebagainya.
Islam belaka. Bukan ajaran yang Pembentukan ini sejatinya memiliki akar
menyangkut inti keimanan dan peribadatan pemikiran atau cenderung terikat erat dengan
formalnya. Tidak diperlukan “Quran gagasan pribumisasi Islam Gus Dur, ke dalam
batak” dan “Hadis Jawa”. Islam tetap aspek pemikiran Islam Nusantara yang
Islam, dimana saja berada. Akan tetapi disajikan.
tidak semua yang disamakan bentuk Pembentukan kultur Islam yang kedua
luarnya. Salahkah jika Islam “dipri- adalah terjadi di wilayah pesantren-pesantren
bumikan”, sebagai manifestasi kehidupan?25. yang dapat diidentifikasi melalui ajaran atau
ekisitensinya. Pesantren sebagai Upaya untuk
Berdasarkan pandangan yang melakukan akluturasi kebudayaan Islam secara
ditawarkan Gus Dur di atas secara tidak fundamental dengan fakta sejarah dan
langsung proses manifestasi tersebut akan kebudayaan yang ada di Nusantara secara
melahirkan pendekatan-pendekatan baru lokal. Perpaduan ini terletak pada bangunan
seperti terjadi proses asimilasi, akulturasi serta epistemologi dan ajaran yang ada di Pesantren.
akomodasi. Asimilasi merupakan perpaduan Secara khusus Letak perwujudan Islam adalah
antara dua kelompok atau lebih yang memiliki pada praksis zuhud. Sedangkan Zuhud dikenal
kebudayaan yang berbeda. Pembentukan
26 Akbar dan Dwipa, Pecinan Asimilasi
23 Akhmad Sahal dan Munawir Aziz, Islam Feodalisme Dan Modernitas Komunikasi Antar Budaya,
Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka, 2015), h. 34 (Yogyakarta: Guepedia, 2020), h. 36
24 Doktrin Islam yang ditarik ke pola ilmu 27 Limyah Al-Amri dan Muhammad Haramain,

sosial salah satunya dapat dilihat pada konsep ilmu sosial Akulutrasi Islam Dalam Budaya Lokal, Kuriositas, Vol. 11,
profetik Kuntowijoyo. Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai No. 2, Desember 2017, h. 193
Ilmu: Epistemologi, Metodologi Dan Etika, h. 86 28 Alo Liliweri, Prasangka Konflik Dan
25 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu Komunuikasi Antarbudaya, (Jakarta: Kencana, 2018), h.
Dibela, (Yogyakarta; IRCiSoD, 2018), h. 108 271

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 123
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

sebagai konsep tasawuf dan apabila bertemu masyarakat Nusantara. Sehingga corak Islam
dengan ritus kebudayaan Hindu, maka ini tidak kultural tidak terlepas dari peran pesantren
lagi murni sebagai tasawuf.29 Dalam hal ini Gus sebagai pusat kajian Islam yang ada di
Dur menjelakan sebagai berikut: Indonesia.
“Karena hakikat pesantren sebagai titik
mula proses transformasi, dengan sendirinya 2. Basis Kultur Islam
pesantren dipaksa oleh keadaan menjadi Islam Nusantara dalam kaitanya
alternatif terhadap pola kehidupan yang ada. dengan pemikiran Gus Dur, terdapat basis
Peranan sebagai pilihan ideal ini sangat yang dapat dikategorikan dalam kajian
sesuai dengan perwujudan kultur agama keislaman di Nusantara. Hal ini di dukung oleh
Islam yang sampai ke kepulauan Nusantara. beberapa konsep dalam memahami struktur
Sebagaimana dapat disimpulkan dari sejarah kebudayaan melalui kontribusi pemikiran yang
penyebaran Islam di kawasan ini, dapat dilacak pada setiap gagasan pemikir
perwujudan kultur Islam adalah perpaduan kebudayaan dan keislaman. Struktur-struktur
antara doktrin-doktrin formal Islam dan kebudayaan itu nantinya akan terbangun
kultus para wali (yang berpuncak pada sebuah kultur baru yang masih berada dalam
kultus wali songo), sebagai sisa pengaruh lingkup kajian kebudayaan sebelumnya. Hanya
pemujaan orang-orang suci (hermits) dalam saja terdapat nilai yang cenderung berbeda
agama Hindu. Perwujudan kultur ini pada tampilannya.
tampak nyata dalam asketisme (Az-Zuhud) Struktur dan pemahaman kebudyaaan
yang mewarnai kehidupan agama Islam di dapat kita telusuri pada pemahaman Almaney
kepulauan Nusantara, tidak sebagaimana di dan Alwan yang mengatakan bahwa para ahli
negeri-negeri Arab sendiri sepanjang tidak memiliki daftar definisi kebudayaan
sejarah”.30 secara mutlak, namun sebagian besar mereka
setuju bahwa setiap deskripsi kebudayaan
Gus Dur dalam kutipan teks ini harus mencakup tiga kategori utama yang
memberikan penegasan khusus pada mereka sebut sebagai the ingredients of culture,
pergolakan Islam di Nusantara yang pada yaitu: Artefak atau benda-benda, Konsep atau
dasarnya memiliki perbedaan secara kultur yang mencakup keyakinan atau gagasan serta
dengan Islam di Timur Tengah. Terbentuknya sistem nilai dan yang terakhir yaitu Perilaku
kultur Islam memang tidak terlepas dari atau merujuk pada praktik yang sebenarnya
pengaruh pesantren yang memuat ajaran dari konsep atau keyakinan.31
tasawuf yang digulirkan ke dalam konsep dan Ruang kebudayaan ini yang menjadi
dinamika kebudayaan. Sehingga tidak heran dasar kultur Islam dalam bangunan pemikiran
jika tampilan Islam Nusantara adalah Gus Dur terhadap Islam Nusantara. Maka
perpaduan antara agama Islam secara formal pembentukan dasar kultur Islam dapat ditarik
dan kultur lokal khas Nusantara. Pesantren beberapa konsep mengenai kebudayaan yang
menjadi wadah untuk mentransformasikan relevan dengan basis kultur, yakni pada aspek
nilai Islam secara normatif ke dalam Islam arteofact, ideofact dan ritualifact. Tiga aspek ini
kultural yang berdasarkan fakta sosial budaya sejatinya lahir dari bentuk tarikan konsep
kebudayaan yang mereka sebut sebagai the
29 Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur: Pergumulan ingredients of culture seperti yang tergambarkan di
Islam Dan Kemanusiaan, h. 93
30 Abdurrahman Wahid, Pesantren Sebagai

Subkultur: Dalam Menggerakan Tradisi Esai-Esai Pesantren, 31 Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan,

(Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 12 (Bandung:Nusa Media, 2019), h. 11

124 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

atas. Maka bentuk kajian Islam Nusantara Indonesia. Sekaligus Gus Dur ingin
sebenarnya terletak pada unsur-unsur menegaskan kesadaran banyak orang tentang
kebudayaan tersebut dan dalam pemahaman- Nusantara yang memiliki corak Islam
nya bersifat inheren dan kompleks. tersendiri dan khas.
Penggalian makna pertama tentang Berkaitan dengan hal itu maka unsur
unsur arteofact sendiri adalah hal-hal yang yang kedua adalah pada aspek ideofact yakni
berkaitan dengan unsur kebendaan dalam unsur kebudayaan yang berbentuk gagasan
setiap struktur kebudayaan32. Secara umum hal atau nilai dalam suatu sistem kebudayaan. Hal
yang berkaitan dengan unsur kebendaan itu ini dapat dilacak pada setiap gagasan yang
adalah peninggalan-peninggalan orang-orang terbentuk melalui pemahaman sejarah panjang
terdahulu yang pada waktu itu telah umat Islam di Nusantara. Mereka mencoba
meninggalkan jejak seperti bangunan benda menelusuri akar sejarah nenek moyang mereka
keramat dan lain sebagainya. Hal ini dapat dengan konteks kebudyaan setempat dan
ditarik pada konteks Islam di Nusantara yang memadukan nilai lokal dengan doktrin Islam35.
sebelumnya telah diwariskan kepada anak cucu Sehingga konsep yang terbangun dalam
mereka sebagai bukti sejarah Islam di kulutur Islam di Nusantara adalah semata-mata
Nusantara. Tingkat arteofact ini biasanya berupa lahir dari gagasan pemikiran yang bersifat
seni atau bangunan yang menjadi ciri khas historical dan memiliki ciri khas lokalitas.
suatu sistem budaya tersebut33. Sebagai contoh kutipan Gus Dur
Pada sisi Islam Nusantara sebagai melalui pendapat Taufik Abdullah yang
contoh Masjid Demak yang merupakan wujud membagi Islam, kekuasaan dan budaya
dari silang budaya membentuk akluturasi pola menjadi empat pola; pertama Islam di aceh
kebudyaan yang berbeda menjadi satu yang menundukan pola adat melalui prinsip
kesatuan yang utuh. Mencantolkan nilai plus falsafahnya. kedua Islam di Minangkabau,
serta identitas khusus pada satu sistem budaya hubungan Islam dan adat menjadi sama-sama
tertentu melalui rupa seni bangunan. Dalam kuat. Ketiga Islam di Jawa yang bersifat
hal ini Gus Dur menjelaskan bahwa: multikratonik, tampak pada beragamnya unsur
Ranggon atau Atap berlapis pada Masjid kekuasaan, Pesantren dan hal lainnya yang ada
tersebut diambil dari konsep Meru dari masa di luar Keraton. Dan yang keempat Islam di
pra-islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari Gowa yaitu terjadi asimilasi antara adat-istiadat
sembilan susun. Sunan Kali Jaga dan Islam secara damai36.
memotongnya menjadi tiga susun saja,
melambangkan tiga tahap keberagamaan IMPLIKASI GAGASAN ISLAM
seorang Muslim, iman, islam dan ihsan34. NUSANTARA TERHADAP KULTUR
KEBERAGAMAAN DI GORONTALO
Hal tersebut merupakan wujud dari
basis Islam klutural yang selama ini tampak di 1. Perwujudan nilai-nilai humanisme
Pahaman tentang Humanisme secara
historis muncul pada masa Yunani dan
32 Sarinah, Ilmu Sosial Budaya Dasar: Di
Romawi dan berkembang melalui sejarah
Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), h. 13
33 Sholahatin Ika Putri, dkk, Perilaku Organisasi:

Tinjauan Teoritis, (Bandung: Media Sains Indonesia, 35 Muhammad Rafi‟i, Islam Nusantara Perspektif
2022), h. 30 Abdurrahman Wahid: Pemikiran Dan Epistemologinya, h. 45
34 Abdurrahman Wahid, dalam Muhammad 36 Abdurrahman Wahid, Membaca Sejarah

Rafi‟i, Islam Nusantara Perspektif Abdurrahman Wahid: Nusantara: 25 Kolom Sejarah Gus Dur, (Yogyakarta: Lkis,
Pemikiran Dan Epistemologinya, h. 56 2010), h. 41

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 125
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Eropa. Paham humanisme kemudian menjadi hakikat kemanusiaan. Yang paling populer
dasar pendekatan dalam pembentukan teori misalnya pada tatanan manusia, agama dan
politik, hukum dan etika37. Selanjutnya konsep kebudyaan. Tiga aspek ini tergambarkan
humanisme mengalami perkembangan secara melalui konsep pribumisasi islam yang digagas
komprehensif pada masa renaisans di Italia Gus Dur40. Hal ini tampak misalnya pada
sekitar abad ke-13 yang menjadikan paham wilayah keagamaan. Dalam konsep pribumisasi
keagamaannya berdasarkan nilai-nilai kemanu- Islam, Gus Dur mengupayakan Islam mampu
siaan atau humanisme dalam rangka mewujud- beradaptasi dengan lingkungan setempat
kan cita-cita dan martabat kemanusiaan38. dimana Islam itu tumbuh. Islam sebagai agama
Secara teori humanisme pada yang universal memiliki elastisitas pada aspek
hakikatnya adalah upaya untuk mewujudkan muamalahnya. Sehingga atas dasar itulah,
martabat dan kesejahteraan manusia. Islam menurut Gus Dur mampu mengako-
Humanisme dalam struktur pengetahuan Barat modir lingkungan di mana Islam itu berada.
dijadikan acuan dalam mempertimbangkan dan Konsep pribumisasi Islam ini sebagai landasan
membentuk pola ilmu pengetahuan39. Maka terbentuknya manifestasi kehidupan Islam
dapat ditarik satu kesimpulan bahwa terhadap fenomena kebudayaan masyarakat
humanisme merupakan suatu konsep yang pribumi yang bertujuan untuk menumbuhkan
orientasinya bertumpu pada dimensi kemanu- nilai Islam secara kultural di tengah masyarakat
siaan. Perkembangan awal sejarah lahirnya lokal41.
humanisme menunjukan terjadinya pertalian Sebagaimana yang telah diuraikan di
antara manusia dan ilmu pengetahuan yang atas bahwa pola Islam di Gorontalo secara
saling terhubung. Gambaran mengenai khusus memiliki wajah Islam kultural42. Model
hubungan ini menunjukan pola pembentukan Islam kultural sesungguhnya adalah Islam yang
suatu teori yang tidak terlepas dari dinamika mengalami pertemuan secara interaktif dan
serta kebutuhan manusia secara kompleks. dimodifikasi secara masif dengan berpola pada
Bahkan Perkembangan konsep humanisme corak kebudayaan setempat43. Secara mendasar
yang terjadi pada masa renaisans diwujudakan misalnya di Gorontalo terdapat satu rumusan
dalam model keagamaan dengan pendekatan falsafah adat yang menjadi sudut pandang
humanistik. Artinya segala aspek yang Islam dan budaya saling bersinergi. Samsi
berkaitan dengan wujud fisik maupun nonfisik, pomalingo menjelaskan bahwa falsafah
baik itu ilmu pengetahuan maupun agama tersebut merupakan prinsip yang sengaja
memiliki tumpuan yang sama, yakni pada nilai- dibuat untuk mengupayakan islam dan adat
nilai kemanusiaan. Bagaimana menciptakan menjadi satu kesatuan dalam membimbing
manusia yang bebas dan bermartabat adalah umat. Hal yang sama dijelaskan oleh Kadir
suatu wujud dari paham humanisme.
Lebih jauh lagi, Gus Dur dalam setiap
gagasannya terdapat banyak makna tentang
40 Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur: Pergumulan
37 Abdurrahman Mas‟ud, Menggagas Format Islam Dan Kemanusiaan, h. 11
Pendidikan Nondikotomis: Humanisme Religius Sebagai 41 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu

Paradigma Pendidikan Islam. (Yogyakarta:Gama Media, Dibela, h. 108


2022), h. 129 42 Wawancara dengan Samsi pomalingo,
38 Hepi Ikmal, Nalar Humanisme Dalam Pembina Gusdurian, Tokoh intelektual dan akademisi
Pendidikan:Belajar Dari Ki Hadjar Dewantara Dan Paulo Gorontalo, 1 agustus 2022
Freire, (Lamongan: Nawa Litera Publishing, 2021), h. 15 43 Muhammad Rafi‟i, Islam Nusantara Perspektif
39 Abdurrahman Mas‟ud, h. 129 Abdurrahman Wahid: Pemikiran Dan Epistemologinya, h. 53

126 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Lawero44 bahwa memang falsafa itu dibuat hingga saat ini menjadi ciri umum pola Islam
sebagai bentuk mempertemukan adat dan di Nusantara48.
Islam. Pertemuan itu didasarkan pada fakta Namun secara khusus di Gorontalo
bahwasannya orang Gorontalo merupakan pertemuan antara Islam dan kebudyaan
masyarakat yang kuat akan kebudayaannya. bermula pada perrumusan falsafah adat
Sehingga pada saat Islam masuk prinsip pertama kali oleh Sultan Amai dan sampai
kebudyaan tidak sama sekali dihilangkan. pada bentuk falsafah adat versi raja Eato
Justru diperkuat dengan eksistensi Islam di (1673-1679)49. Falsafah ini menjadi basis para
tengah masyarakat Gorontalo. Kebudayaan ulama Gorontalo dalam upaya memodifikasi
lokal yang dipertahakan oleh masyarakat Islam dengan kebudayaan lokal menjadi lebih
Gorontalo ini cukup tergambarkan di dalam khas dengan pola dan corak masyarakat
argumentasi Cornelis van Vollenhoven yang Gorontalo dalam hal berislam50.
mengkategorikan Gorontalo sebagai salah satu Maka di sini terjadi proses yang
daerah di Indonesia yang masih memelihara berkesinambungan. Dalam artian bahwa
kebudayaannya45. falsafah adat yang dirumuskan dengan
Di samping itu menurut Gus Dur sendirinya mampu mewujudkan nilai-nilai
bahwa proses transformasi islam dan kemanusiaan. Hal ini didasarkan pada proses
kebudayaan lokal di nusantara terjadi di akomodasi dan modifikasi antara Islam dan
pesantren-pesantren46. Yang mana Islam yang adat (baca: kebudayaan). Dalam hal berislam,
datang ke Nusantara telah dipengaruhi oleh orang Gorontalo tidak serta-merta
konsep tasawuf Persia dan Anak Benua menghilangkan asas kebudayaan lokal yang
India47. Pada saat sampai ke Nusantara agama menjadi ciri khas dan juga sebagai bagian dari
Islam mengalami proses transformasi. Yaitu nilai-nilai kemanusiaan orang-orang
bertemunya budaya Nusantara dan Islam yang Gorontalo51. Bagaimana tidak, wujud
berorientasi pada tasawuf. Proses transformasi kebudayaan merupakan salah satu struktur
ini terjadi bermula di pesantren-pesantren yang sosial yang terhubung langsung dengan pola
ada di Nusantara khususnya di Jawa. interaksi manusia. Seperti yang dijelaskan oleh
Pertemuan ini tidak terlepas dari peran Wali Elly Setiadi bahwa Wujud kebudayaan sebagai
Songo yang mempertemukan doktrin formal suatu kompleks aktivitas serta tindakan
Islam dan ajaran agama Hindu yang berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud
melahirkan corak Islam asketisme (zuhud) yang tersebut dinamakan sistem sosial, karena
menyangkut tindakan dan kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri52.

48 Abdurrahman Wahid, Pesantren Sebagai

Subkultur Dalam Menggerakan Tradisi, Esai-Esai Pesantren,


44 Wawancara dengan Abdul Kadir Lawero, h. 12
Aktivis pemuda dan penggerak Gusdurian Gorontalo, 12 49 Sofyan A.P Kau, Tafsir Islam Atas Adat

Desember 2022. Gorontalo: Mengungkap Argumen Filosofis-Teologis, (Malang:


45Mashadi Maili & Wahidah Suryani, Jaringan Inteligensia Media, 2019), h. 2-4
Islamisasi Gorontalo (Fenomena Keagamaan dan Perkembangan 50Wawancara dengan Samsi pomalingo,
Islam di Gorontalo), h. 442 Pembina Gusdurian, Tokoh intelektual dan akademisi
46 Abdurrahman Wahid, Pesantren Sebagai Gorontalo, 1 agustus 2022
Subkultur Dalam Menggerakan Tradisi, Esai-Esai Pesantren 51Wawancara dengan Mansur Basir, Tokoh

(Yokyakarta: LKiS, 2001), h. 12 Intelektual Dan Pemerintah Gorontalo, 13 Desember 2022.


47 Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur: Pergumulan 52Eman Supriatna, Islam dan Kebudayaan
Islam Dan Kemanusiaan, h. 90 (Tinjauan Penetrasi Budaya Antara Ajaran Islam dan Budaya

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 127
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Maka dengan sendirinya konsep adat sebagai tata sikap yang telah tertanam
pribumisasi Islam Gus Dur yang merupakan di dalam diri masyarakat Gorontalo, sebagai
bagian dari pola Islam Nusantara mampu sebuah sumber dalam bersikap, bersopan
mengungkapkan prinsip nilai-nilai kemanu- santun dan beretika. Adat menjadi sumber
siaan yang ada di Gorontalo melalui penerapan utama yang diterapkan sebelum Islam datang
dan pemaknaan rumusan falsafah adat. Hal ini di Gorontalo. Terutama pada wilayah etika.
tergambarkan pada corak Islam di Gorontalo Kemudian pada saat Islam hadir di
yang memperlihatkan keseimbangan antara Gorontalo, adat tersebut lebih
Islam dan budaya lokal yang berdampak pada disempurnakan dengan kaidah Islam melalui
perwujudan nilai-nilai humanisme. Fenomena ajaran wahyu dan hadis Nabi. Sehingga
ini dapat terjadi sebab, budaya adalah bagian orang-orang Gorontalo menjalankan Islam
dari pola dan aktivitas kehidupan Manusia. dan adat itu secara tidak terpisah. Namun
Maka budaya sepatutnya dipertahankan dijalankan secara bersamaan. Tidak
melalui rumusan konsep dan dipraktikan melepaskan antara satu dengan lainya.
langsung di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga inilah wujud dari Islam yang ada di
Gorontalo55.
2. Islam Kultural dan Sikap Asketisme
Islam yang ada di Gorontalo Adat menjadi sesuatu yang teramat
merupakan suatu fenomena yang tampak penting bagi masyarakat Gorontalo. Adat
terjadi pertemuan antara Islam dan budaya menjadi bagian dari kehidupan mereka.
lokal yang kemudian disebut juga dengan Islam Fenomena ini dapat terjadi sebab adat menjadi
kultural. Dalam hal ini, Gorontalo merupakan rujukan utama dalam menjalankan kehidupan
daerah yang cukup kental penerapan adat- bersosial. Terutama pada aspek moral. Etika
istiadatnya.53 Gambaran ini sebagai indikator dan moral yang terbentuk melalui adat
bahwa masyarakat Gorontalo telah lama hidup tentunya merupakan hal yang mendominasi.
berdampingan dengan hukum adat sebagai Sebab satu-satunya sumber tata aturan adalah
referensi utama dalam menjalankan kehidupan, adat. Pembentukan etika ini adalah upaya yang
baik individu maupun kelompok. Adat oleh sebelumnya telah dibangun oleh elit kerajaan,
masyarakat Gorontalo adalah bagian dari sebagai pedoman masyarakat dalam melakukan
proses bertumbuhnya sikap asketisme atau banyak hal. Tentu saja, hal itu berkaitan
sikap mendahulukan urusan agama dari pada dengan tata nilai dan sikap yang diatur demi
dunia, yang tergambarkan pada sikap santun kesejahteraan bersama. Gambaran ini seirama
(adab) terhadap sesama54. Hal ini dapat terjadi dengan pernyataan Djumaidi Botutihe bahwa
karena adat merupakan norma yang mengatur adat merupakan wujud dari adab. Adat
tata sikap dalam dimensi sosial dalam menjadi sumber pembentukan adab oleh
berhubungan dengan orang lain. masyarakat Gorontalo. Menurutnya bahwa
Adat bukan hanya sebagai sebuah norma orang yang tidak beradat merupakan orang
yang tertulis maupun tidak tertulis. Namun yang tidak beradab. Sebab adat sendiri adalah
upaya untuk membentuk pola adab secara
Lokal/Daerah), Jurnal Soshum Insentif, Volume 2, No. keseluruhan56.
2, Tahun 2019, h. 287
53Darwin Une, Islamisasi dan Pola Adat 55Wawancara dengan Helmi Podungge, Ulama
Masyarakat Gorontalo dalam Perspektif Sejarah Kebudayaan dan Rais Syuriyah PCNU Kabupaten. Bone Bolango, 17
Islam, h. 260 Desember 2022
54 Wawancara dengan Djumaidi Botutihe, 56 Wawancara dengan Djumaidi Botutihe,

Tokoh Adat, 25 Januari 2023 Tokoh Adat, 25 Januari 2023

128 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Maka pada dasarnya sistem adat sesama. Huyula memiliki arti gotong-
merupakan salah satu unsur dari adab atau royong59.
perilaku terpuji yang merupakan bagian dari Terbentuknya huyula tentunya tidak
doktrin Islam. Islam mengajarkan tentang terlepas dari status sosial masyarakat yang
bagaimana bersikap baik dalam hal apapun. memiliki sifat kolektif yang tinggi.
Ajaran ini tentunya merupakan modal untuk Masyarakat Gorontalo enggan melihat
meraih keridohan Tuhan dari setiap tindakan kerabat atau orang yang berada di
yang dilakukan. Fenomena tersebut dalam sekelilingnya mengalami musibah dan lain
konsep tasawuf dikenal dengan istilah zuhud, sebagainya. Sehingga atas dasar itulah
yang berarti tindakan mendahulukan akhirat mereka saling bahu-membahu dalam
dibandingkan dengan dunia. Maka model bekerja secara kolektif. Hal ini ada
Islam kultural di Gorontalo sejatinya memiliki kaitannya dengan pergumulan antara adat
corak Islam tasawuf yang digulingkan dengan dan Islam.
pola kebudayaan lokal57. Gambaran ini tampak Seperti yang tergambarkan di atas
pada sikap asketisme yang diwujudkan dalam bahwa adat merupakan bagian dari adab.
ritus kebudayaan dan pola adat yang berlaku di Sedangkan Islam merupakan agama yang
Gorontalo, sebagaimana yang dapat disaksikan sangat menjunjung tinggi nilai etika dan
pada setiap ritus yang mencampuradukan moral. Pertemuan antara adat dan Islam
Islam dan budaya lokal, kemudian melahirkan yang melahirkan corak Islam kultural
semacam reaksi atau refleksi pada tatanan berimplikasi pada sikap masyarakat yang
sosial maupun agama yang terbentuk secara menunjukan solidaritas yang kuat.
masif. Hal ini dapat dilihat pada poin berikut: Menurut Rasyid Kamaru bahwa
masyarakat Gorontalo merupakan
a. Terbentuknya Huyula Atau masyarakat adat yang bernafaskan Islam.
Kebersamaan Sedangkan etika sosial lahir dari
Dinamika sosial masyarakat pertemuan antara keduanya. Dalam hal ini
Gorontalo menurut Helmi Podungge Ia menjelaskan sebagai berikut:
menggambarkan entitas masyarakat yang Memang sebelum Islam datang di daerah
asketik. Gambaran ini tampak pada ini, orang Gorontalo telah dibekali rasa
antusias masyarakat dalam membantu kepedulian yang tinggi. Kepedulian itu
sesamanya58. Fenomena ini dikenal lahir dari kesadaran bersosial yang
dengan istilah huyula. Secara umum Huyula diarahkan langsung oleh norma adat yang
merupakan istilah yang akrab disebut oleh berlaku di Gorontalo. Sebagai contoh ada
masyarakat Gorontalo dalam menunjukan tradisi hileiya yang merupakan wujud
rasa solidaritas yang tenggi terhadap empati orang Gorontalo terhadap kerabat
yang meninggal dunia. Mereka turut serta
dalam meramaikan dan menghibur ahli
duka dengan memindahkan dapurnya ke
dapur orang yang berduka. Sehingga
ketika Islam datang, tradisi ini
57Wawancara dengan Samsi Pomalingo, disempurnakan dan diberikan nafas
Pembina Gusdurian, Tokoh intelektual dan akademisi
Gorontalo, 1 agustus 2022
58Wawancara dengan Helmi Podungge, Ulama 59 https://1001indonesia.net/huyula-kuatnya-

dan Rais Syuriyah PCNU Kabupaten. Bone Bolango, 17 semangat-kebersamaan-masyarakat-gorontalo/ , diakses


Desember 2022 pada tanggal 31 Januari 2023

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 129
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Islam. Maka setiap ritual yang ada pada Kesetiaan masyarakat terhadap
tradisi hileiya saat ini memiliki indikator Islam menjadikan sikap huyula lebih
yang menunjukan nilai islamnya. Dengan tertanam di dalam diri mereka. Islam
demikian bahwa setiap adat yang ada di mengajarakan tentang bagaimana hidup
Gorontalo memiliki nilai etik tersendiri, berdampingan secara baik. Islam memberi
apalagi pada saat Islam datang. Adat- arti terhadap wujud kebudayaan mereka.
adat itu jauh lebih berbobot. Ini juga Sehingga kebudayaan lokal dan Islam
salah satu alasan mengapa Islam tidak tampak harmoni dalam mewujudkan cita-
menghilangkan budaya. Sebab budaya cita kemanusiaan. Diantaranya adalah
merupakan wujud praksis dari orang- hidup dengan penuh tanggung jawab serta
orang Gorontalo yang menjunjung tinggi solidaritas sosial yang tinggi.
etika dan moral60.
b. Penguatan Terhadap Iman Dan
Dapat dipahami bahwa kutipan di Takwah
atas menunjukan keterkaitan yang kuat Modifikasi antara Islam dan budaya
antara Islam dan adat. Adat menjadi basis Gorontalo atau yang penulis sebut dengan
awal pembentukan adab, dan Islam Islam kultural, membawa dampak positif
sebagai referensi dalam mensistematiskan terhadap perkembangan Islam dan
etika yang terhubung langsung dengan pemertahanan budaya lokal. keduanya
masyarakat. Pertemuan antara adat dan mendapat percikan yang sama. Yakni
Islam menumbuhkan rasa kpedulian yang bertumbuhnya nilai positif yang lahir dari
tinggi terhadap orang lain. Sebab pada komunikasi Islam dan budaya. Melalui
dasarnya Islam memiliki sifat yang objektif budaya, doktirn Islam justru lebih
terhadap dinamika sosial. Termasuk di tertanam di dalam diri masyarakat
dalamnya adalah budaya. Ajaran Islam Gorontalo. Hal ini lebih tertuju pada
memang bersifat mutlak, namun sifat aspek keyakinan (Iman) maupun pada
mutlak itu terletak pada aspek inti ajaran wilayah praksis (Takwah). Budaya lokal
Islam, bukan pada aspek muamalahnya61. menjadi corong dalam upaya
Itulah alasan mengapa Islam sangat mengembangkan doktrin Islam menyebar
dijunjung tinggi keberadaannya oleh dan tumbuh secara masif di tengah
masyarakat Gorontalo. Sebab Islam masyarakat lokal Gorontalo. Dalam hal ini
dianggap bukan hanya sekedar agama Djumaidi Botutihe menjelaskan sebagai
kepercayaan, namun Islam sebagai agama berikut:
yang justru memiliki ajaran tentang Para ulama atau da’i yang menyebarkan
kemaslahatan manusia secara umum. Islam di Gorontalo sangatlah cerdas.
Sehingga melalui budaya, Islam mampu Mereka menggunakan budaya sebagai
mereperesentasikan nilainya terhadap pola alat untuk mendakwakan Islam agar
kehidupan masyarakat secara utuh62. diterima masyarakat Gorontalo. Orang
Gorontalo saat itu kesulitan dalam
60Wawancara dengan Rasyid Kamaru, Ulama memahami Islam. Karena budaya Islam,
Dan Imam Besar Masjid Agung Baiturrahim Kota Gorontalo, baik dari bahasa maupun praktiknya
16 Desember 2022. sangat jauh berbeda dengan tradisi atau
61Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi,
budaya masyarakat Gorontalo. Sehingga
Metodologi Dan Etika, h. 25 melalui budaya, Islam diajarakan kepada
62Wawancara dengan Asdik Naki, Tokoh
Agama, 30 Desember 2022 masyarakat dengan cara dimodifikasi

130 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

atau semacam silang budaya. Di sini para tampak ketika merumuskan falsafah adat.
penyebar Islam mempelajari budaya agar Dalam falsafah tersebut ,budaya dijadikan
mereka mampu untuk meramunya sebagai media dalam proses penyebaran
dengan Islam dan hasil dari peramuan itu Islam. Salah satu tradisi yang dapat
diterapkan langsung kepada masyarakat dijadikan indikatornya adalah tradisi dikili.
Gorontalo. Dengan harapan dapat Tradisi ini dilakukan pada saat
membawa Islam berkembang lebih jauh. memperingati kelahiran Nabi dengan
Contohnya adalah tradisi dikili yang membaca zikir, riwayat dan biografi Nabi
sering diadakan ketika memperingati dalam bahasa daerah dengan langgam atau
maulid Nabi Muhammad SAW63. irama khas Gorontalo65. Tujuannya adalah
untuk mempermudah masayarakat dalam
Selain menjaga ciri khas suatu memahami Islam, khususnya terhadap
daerah, budaya dalam tradisi Islam kehidupan baginda Nabi Muhammad
Nusantara dijadikan sebagai media SAW. Bacaan zikir serta riwayat Nabi
dakwah. Kutipan di atas menunjukan satu dengan bahasa lokal tersebut dilakukan
fenomena kebudayaan sebagai entitas karena orang Gorontalo saat itu belum
yang perlu diperhitungkan keberadaanya. mengenal bahasa Indonesia secara utuh
Islam tanpa budaya mungkin saja akan apalagi bahasa Arab66. Maka dalam
mengalami kesulitan ketika menanamkan memperkenalkan Islam, tentu harus
doktrinnya kepada masyarakat pribumi. dengan metode yang lebih memumpuni
Hal ini bisa saja terjadi, Sebab perbedaan yakni dengan menerjemahkan teks Arab
budaya adalah masalah utamanya. Islam ke dalam bahasa Gorontalo. Dengan fakta
merupakan agama yang lahir dan tumbuh inilah pada setiap tradisi di Gorontalo
di Arab. Sedangkan penyebaran Islam terdapat nilai-nilai Islam. Begitu juga
tidak menentu pada satu objek dan tidak sebaliknya, setiap memperingati hari besar
hanya berada di wilayah Arab saja. Islam, tentu mereka melakukannya
Melainkan penyebarannya telah sampai di dengan model atau pola kebudayaan yang
seluruh penjuru dunia, termasuk di berlaku di Gorontalo.
Nusantara. Maka dapat dipastikan, Fenomena inilah yang mengantar-
Fenomena kebudayaan disetiap wilayah kan Islam mampu menyebar di daerah
itu berbeda. Dengan dinamika kebudayaan Gorontalo sampai sejauh ini. Dengan
itu, proses penyebaran Islam sangat adanya upaya modifikasi antara Islam dan
bergantung pada fungsi kebudyaan lokal budaya, membawa dampak positif
sebagai representasi pola suatu daerah. terhadap islamisasi di Gorontalo. Salah
Termasuk di Gorontalo. satunya adalah tumbuhnya keimanan dan
Penyebaran Islam di Gorontalo ketakwaan masyarakat dalam menjalankan
dilakukan melalui pendekatan budaya64. ajaran Islam. Keimanan dan ketakwaan itu
Islam dapat berkembang karena tumbuh sebab pemahaman Islam dapat
penanaman doktrinnya dilakukan dengan diserap secara baik melalui transformasi
pola kebudayaan lokal. Gambaran ini ajaran Islam ke dalam kehidupan

63Wawancara dengan Djumaidi Botutihe, 65Moh. Karmin Baruadi, Tradisi Sastra Dikili
Tokoh Adat, 25 Januari 2023 Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Maulidan Di Gorontalo, el
64Wawancara dengan Samsi Pomalingo, Harakah Vol.16 No.1 Tahun 2014, h. 6
Pembina Gusdurian, Tokoh Intelektual Dan Akademisi 66 Wawancara dengan Djumaidi Botutihe,

Gorontalo, 1 Agustus 2022 Tokoh Adat, 25 Januari 2023

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 131
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

berbudaya orang Gorontalo. Hal ini sama Saya dapat memastikan bahwa iman dan
halnya dengan yang dikatakan Gus Dur takwah orang Gorontalo terhadap ajaran
dalam potongan tulisannya yaitu: Islam tumbuh melalui kaidah yang
Yang dipribumikan manifestasi kehidupa dibangun atas dasar modifikasi Islam
Islam belaka. Bukan ajaran yang dan budaya. Keimanan itu terbentuk
menyangkut inti keimanan dan ketika mereka dapat memahami makna
peribadatan formalnya. Tidak diperlukan Islam secara mendalam melalui cara-cara
“Quran batak” dan “Hadis Jawa”. yang dilakukan para ulama melalui
Islam tetap Islam, dimana saja berada. media budaya. Jadi jalinan komunikasi
Akan tetapi tidak semua yang Islam dan budaya di Gorontalo justru
disamakan bentuk luarnya. Salahkah menumbuhkan hal yang positif. Maka
jika Islam “dipribumikan”, sebagai jika anda bertanya apa implikasi
manifestasi kehidupan?67 pertemuan antara Islam dan adat, maka
jawabannya adalah menjadikan iman
Gus Dur bermakusd untuk menja- dan ketakwaan masyarakat lebih kuat
dikan nilai Islam dapat terwujud dalam dalam menjalankan ajaran-ajaran
kehidupan masyarakat pribumi. Inti ajaran 69
Islam .
Islam yang bersifat normatif tidak menjadi
tujuan dipribumikannya nilai Islam. Pernyataan di atas seirama dengan
Namun yang dipribumikan adalah pendapat Samsi Pomalingo dan Manur
kehidupan Islam yang berkenaan dengan Basir tentang makna yang tertuang ketika
sifat nafsiyah68. Manifestasi kehidupan Islam dan budaya saling memberi ruang
Islam ini tentu diwujudkan dalam dalam kehidupan sosial terhadap
dinamika sosial budaya atau mengikuti perkembangan Islam di Gorontalo. Hal
pola dan kebiasaan yang berlaku di tengah ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
masyarakat lokal. Maka melalui metode
ini, Islam dapat dikenal dan dipahami Para ulama tidak hanya menanam-kan
secara mendalam. Pemahaman Islam doktirn, tetapi menerapkan metode
semacam itu mampu menumbuhkan tertentu agar supaya doktrin itu dapat
keimanan dan ketakwaan seseorang diterima oleh umat Islam. Salah satu
terhadap ajaran Islam. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah dengan
Djumaidi Botutihe menegaskan yaitu: pendekatan budaya. Budaya digunakan
sebagai komple-menter untuk
memperkuat keya-kinan terhadap tuhan.
67 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu
Maka jangan heran jika Islam dan
Dibela, h. 108
budaya di Gorontalo tampak berjalan
68 Nafsiyah merupakan suatu istilah yang beriringan70.
menunjukan fenomena sosial, nilai, makna yang
terhimpun di dalam ilmu-ilmu humaniora atau ilmu Islam dan budaya telah mempenga-ruhi
sosial dan kebudyaan. Istilah ini digunakan oleh kehidupan masyarakat Goron-talo.
Kuntowijoyo dalam memetakan kajian Islam dalam
paradigma ilmu sosial profetik. Kata nafsiyah sendiri
menurutnya memiliki cakupan wilayah yang sangat luas. 69Wawancara dengan Djumaidi Botutihe,
Sebab istilah ini digunakan dalam pembagian ilmu-ilmu Tokoh Adat, 25 Januari 2023
Islam, yang berkenaan dengan aspek sosial humaniora 70Wawancara dengan Wawancara Pada Tanggal

dan kebudyaan. Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Samsi Pomalingo, Pembina Gusdurian, Tokoh Intelektual
Epistemologi, Metodologi Dan Etika, h. 25-26 Dan Akademisi Gorontalo, 1 Agustus 2022

132 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Pengaruh itu terutama pada tumbuhnya pengaruh Pesantren-Pesantren sebagai pusat


sifat kebersamaan atau dalam istilah transformasi Islam dengan kebudayaan lokal
Gorontalo yaitu huyula. Huyula dapat dan melahirkan pola Islam Tasawuf yang
berkembang lebih kuat di tengah memiliki ciri khas Islam Nusantara. Kedua
masyarakat, sebab mereka mepraktikan pada basis kultur Islam yang ditandai dengan
dan meyakini sepenuh-nya ajaran Islam adanya unsur arteofact, ideofact dan ritualifact.
melalui adat dan kebiasaan mereka Implikasi gagasan Islam Nusantara Terhadap
sendiri. Maka melalui budaya, Islam Kultur Keberagamaan Masyarakat Gorontalo
dapat berkembang secara luas di tergambarkan melalui beberapa poin
Gorontalo71. diantaranya; perwujudan nilai-nilai humanisme,
serta Islam kultural dan sikap asketisme.
Pengaruh positif pertemuan antara Perwujudan nilai humanisme ini berdasarkan
Islam dan budaya adalah tumbuhnya rumusan falsafah adat sebagai prinsip dasar
keimanan dan ketakwaan di dalam diri bertemunya Islam dan budaya lokal yang pada
seseorang. Modifikasi antara Islam dan gilirannya mampu melahirkan prinsip
budaya sebenarnya untuk mengupayakan kemanusiaan. Bahwa Islam yang masuk dan
Islam agar mampu dipahami masyarakat memelihara budaya lokal sebagai dasar
Gorontalo yang masih asing dengan terbentuknya nilai-nilai humanisme. Sebab
Islam. Selain itu kutipan di atas budaya adalah bagian dari sisi kehidupan
menegaskan kembali bahwa fenomena manusia. Sedangkan Islam kultural dan sikap
masyarakat dalam beragama tidak terlepas asketisme dapat dilihat pada terbentuknya
dari budaya. Sebab budaya merupakan huyula atau kebersamaan di tengah masyarakat
komplementer terhadap tumbuh dan Gorontalo dan pada proses penguatan
berkembangnya Islam di tengah terhadap iman dan takwah dalam beragama.[]
masyarakat Gorontalo. Khususnya pada
aspek keyakinan dan ketakwaan umat
Islam. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Moeslim, Islam Sebagai Kritik
KESIMPULAN Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2003)
Islam Nusantara dalam pandangan Akbar dan Dwipa, Pecinan Asimilasi Feodalisme
Gus Dur tentunya tidak terlepas dari konsep Dan Modernitas Komunikasi Antar
pribumisasi Islam. Konsep ini sebagai dasar Budaya, (Yogyakarta: Guepedia, 2020)
epistemologi gagasan Islam Nusantara. Al-Amri, Limyah dan Muhammad Haramain,
Dinamika semacam ini dapat dilihat pada Akulutrasi Islam Dalam Budaya Lokal,
pembentukan kultur Islam dan Basis kultur Kuriositas, Vol. 11, No. 2, Desember
Islam. Keduanya memiliki muatan konsep 2017
Islam Nusantara yang disorot dari pandangan Amin, Basi, Islam Budaya Dan Lokalitas
Gus Dur. Pertama pada pembentukan kultur Gorontalo, MAKALAH, Universitas
islam terjadi proses rekonsiliasi antara islam Negeri Gorontalo
dan budaya lokal. keduanya saling memberi Arif, Syaiful, Humanisme Gus Dur: Pergumulan
ruang untuk tetap eksis dan saling mendukung Islam Dan Kemanusiaan, (Yogyakarta:
satu sama lain. Selain itu terjadi melalui Ar-Ruzzi, 2013)
Baruadi, Moh. Karmin, Tradisi Sastra Dikili
Dalam Pelaksanaan Upacara Adat
71Wawancara dengan Mansur Basir, Tokoh

Intelektual Dan Pemerintah Gorontalo, 13 Desember 2022.

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 133
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Maulidan Di Gorontalo, el Harakah Religius Sebagai Paradigma Pendidikan


Vol.16 No.1 Tahun 2014 Islam. (Yogyakarta:Gama Media,
Baso, Ahmad, NU Studies: Pergolakan Pemikiran 2022)
antara Fundamentalisme Islam dan Putri, Sholahatin Ika, dkk, Perilaku Organisasi:
Fundamentalisme Neo-Liberal (Jakarta: Tinjauan Teoritis, (Bandung: Media
Erlangga, 2006), Sains Indonesia, 2022)
Fitriah, Ainul, Pemikiran Abdurrahman Wahid Rafi‟i, Muhammad, Islam Nusantara Perspektif
Tentang Pribumisasi Islam, Teosofi: Abdurrahman Wahid: Pemikiran Dan
Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Epistemologinya, (Malang:Literasi
Vol. 3 No. 1, Juni 2013 Nusantara, 2019)
Hasan, Mohammad, Moderasi Islam Nusantara: Sadah, Khozinatus dan Lu„luah Qurrotal A„ini,
Studi, Konsep Dan Metodologi, Membumikan Islam Nusantara -
(Pamekasan: Duta Media Publishing, Rahmatal Lil’alamain Sebagai Upaya
2017) Pemersatu Bangsa Dan Filter Aliran Sesat
Hermanto, Agus dkk, moderasi beragama dalam Yang Memecah Belah NKRI, seminar
mewujudkan nilai-nilai mubadalah, nasional “Islam Nusantara”
(Malang: Literasi Nusantara, 2021) (Universitas Negeri Malang: 2016)
Ikmal, Hepi, Nalar Humanisme Dalam Safitri, Dini, Wacana Pedagogi Islam Nusantara,
Pendidikan:Belajar Dari Ki Hadjar (Surakarta: CV Oase Group, 2019)
Dewantara Dan Paulo Freire, Sahal, Ahmad Dkk, Islam Nusantara Dari Ushul
(Lamongan: Nawa Litera Publishing, Fiqh Hingg Paham Kebangsaan,
2021) (Bandung: Mizan, 2015)
Kau, Sofyan A.P, Tafsir Islam Atas Adat Sahal, Akhmad dan Munawir Aziz, Islam
Gorontalo: Mengungkap Argumen Nusantara, (Bandung: Mizan Pustaka,
Filosofis-Teologis, (Malang: Inteligensia 2015)
Media, 2019) Sarinah, Ilmu Sosial Budaya Dasar: Di Perguruan
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Tinggi, (Yogyakarta: Deepublish,
Metodologi Dan Etika, 2019)
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006). Shihab, Alwi, Islam Inklusif: Menuju Sikap
Liliweri, Alo, Pengantar Studi Kebudayaan, Terbuka Dalam Beragama, (Bandung:
(Bandung:Nusa Media, 2019) Mizan, 1999).
Liliweri, Alo, Prasangka Konflik Dan Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian Kuantitatif,
Komunuikasi Antarbudaya, (Jakarta: Kualitatif Dan Tindakan, (Bandung: PT
Kencana, 2018) Refika Aditama, 2012)
Luthfi, Khabibi Muhammad, Islam Nusantara: Supriatna, Eman, Islam dan Kebudayaan
Relasi Islam dan Budaya Lokal, (Tinjauan Penetrasi Budaya Antara
SHAHIH - Vol. 1, Nomor 1, Januari Ajaran Islam dan Budaya
– Juni 2016 Lokal/Daerah), Jurnal Soshum
Maili, Mashadi & Wahidah Suryani, Jaringan Insentif, Volume 2, No. 2, Tahun
Islamisasi Gorontalo (Fenomena 2019
Keagamaan dan Perkembangan Islam di Une, Darwin, Islamisasi dan Pola Adat
Gorontalo), Al-Ulum, Volume 18 Masyarakat Gorontalo dalam Perspektif
Number 2 December 2018 Sejarah Kebudayaan Islam, IDEAS,
Mas‟ud, Abdurrahman, Menggagas Format Volume 7 Number 3 Agustus 2021
Pendidikan Nondikotomis: Humanisme

134 Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023

http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada
Nasar Lundato, dkk Islam Nusantara Perspektif KH. Abdurrahman Wahid

Wahid, Abdurrahman, Islamku Islam Anda Islam


Kita, (Jakarta; The WAHID Institute,
2006)
Wahid, Abdurrahman, Membaca Sejarah
Nusantara: 25 Kolom Sejarah Gus Dur,
(Yogyakarta: Lkis, 2010)
Wahid, Abdurrahman, Pergulatan Negara,
Agama, dan Kebudayaan (Jakarta:
Desantara, 2001)
Wahid, Abdurrahman, Pesantren Sebagai
Subkultur Dalam Menggerakan Tradisi,
Esai-Esai Pesantren (Yokyakarta: LKiS,
2001)
Wahid, Abdurrahman, Tuhan Tidak Perlu
Dibela, (Yogyakarta; IRCiSoD, 2018)
https://nasional.sindonews.com/berita/10280
80/15/muktamar-nu-dan-islam-
nusantara/10.
https://1001indonesia.net/huyula-kuatnya-
semangat-kebersamaan-masyarakat-
gorontalo/

Perada: Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 6, No. 2, Desember 2023 135
http://ejournal.stainkepri.ac.id/index.php/perada

Anda mungkin juga menyukai