Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Sebagai generasi muslim, kita perlu mengetahui dan memahami


kebudayaan islam. Hal ini bertujuan untuk menambah dan meningkatkan
kemantapan iman kita. Seorang ahli sejarah abad pertengahan yang bernama
Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa kebudayaaan merupakan kondisi-kondisi
kehidupan yang melebihi dari yang diperlukan.
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang
secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya secara
otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan
karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Dalam
perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang
mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu
hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi
untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga
menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
Berdasarkan uraian diatas kebudayaan islam sangat jelas diperlukan
dikalangan masyarakat kita oleh karena itu penulis akan menyususn makalah
yang berjudul Memahami Kebudayaan Islam untuk memberikan pemahaman
yang benar tentang kebudayaan islam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas


dalam makalah ini terinci sebagai berikut.

1. Bagimana pengertian kebudayaan islam?

2. Bagaimana perkembangan kebudayaan islam di indonesia ?

Memahami Kebudayaan Islam 1


3. Bagaimana nilai-nilai kebudayaan islam di Indonesia?

4. Bagaimana masjid sebagai kebudayaan islam?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian kebudayaan islam.

2. Mengetahui perkembangan kebudayaan islam di Indonesia.

3. Mengetahui nilai-nilai kebudayaan islam di Indonesia.

4. Mengetahui masjid sebagai kebudayaan islam.

Memahami Kebudayaan Islam 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan Islam


Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer
membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan
Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
A.L Kroeber dan Clyde Kluckhonn, telah mengumpulkan kurang lebih
161 definisi tentang kebudayaan (Musa Asy’arie, 1992: 93). Secara garis
besarnya, definisi kebudayaan sebanyak itu dikelompokkan ke dalam enam
kelompok sesuai dengn tinjauan dan sudut pandang masing-masing membuat
definisi.
Kelompok pertama menggunakan pendekatan deskriptif dengan
menekankan pada sejumlah isi yang terkandung didalamnya seperti definisi
yang dipakai oleh Tailor bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan yang amat
kompleks meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat
istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diterima manusia
sebagai anggota masyarakat.
Kelompok kedua menggunakan pendekatan historis dengan
menekankan pada warisan sosial dan tradisi kebudayaan seperti definisi yang
diapakai oleh Park dn Burgess yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah
suatu masyarakat adalah sejumlah totalitas dari organisasi dan warisan sosial
yang diterima sebagai sesuatu yang bermakna yang dipengaruhi oleh watak
dan sejarah hidup suatu bangsa.
Dari berbagai tujuan dan sudut pandangan tentang definisi
kebudayaan, menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan sesuatu
persoalan yang sangat luas. Namun esensinya adalah bahwa kebudayaan itu
melekat dengan diri manusia. Artinya bahwa manusialah sebagai pencipta
kebudayaan itu. Kebudayaan itu lahir bersamaan dengan kelahiran manusia

Memahami Kebudayaan Islam 3


itu sendiri. Dari penjelasan diatas, kebudayaan dapat dilihat dari dua sisi,
kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai suatu produk.
Al-quran memandang kebudayaan itu merupakan itu merupakan suatu
proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia.
Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi
kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu
secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil oleh akal, budi, cipta,
rasa, karsa dan karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai
kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa dan
karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal,
budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat
bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi
kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini,
sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ):

“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah”
Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an
ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan
sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan
mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang
sempit dan penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia
ini, tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun
bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan
aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah salah satu dari
sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan

Memahami Kebudayaan Islam 4


memberikan batasan-batasannya. Islam telah membagi budaya menjadi tiga
macam :
1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqh
disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya
manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang
perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang
belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya
mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya,
keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100
gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita.
Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur
Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo. Untuk hal-hal yang
sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat
istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar
hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam
sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah
dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “ karena
nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka
dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar,
karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak
diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling
jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-
cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “
yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam
datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah”
yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan
Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan

Memahami Kebudayaan Islam 5


tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben“
yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat
yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan
secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi
orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara
semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga
dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ ,
sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini
dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih
dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali
lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih.
Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam
jumlah yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa
dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan
meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan
untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi
yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka
mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang
dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang
dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat
setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan
mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan
kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta
tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru
merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena
mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.

Memahami Kebudayaan Islam 6


2.2 Perkembangan Kebudayaan Islam di Indonesia
Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan
suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang
datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya
perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai
negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur
pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah
dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya
menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan
perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah
Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan
perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.
Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat.
Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak
abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada
berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang
Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho
Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti
Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu juga didasarkan pada berita dari Marco
Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14), dan Nisan Kubur Sultan
Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat dengan masa
penyebaran ajaran tasawuf. Sebenarnya kita perlu memisahkan pengertian
proses masuk dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti
berikut:
1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7
sampai dengan abad ke-8 Masehi);
2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya
melalui kerajaan-kerajaan Islam).

Memahami Kebudayaan Islam 7


Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama
serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa
kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan
Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa
Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat dengan
bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan
budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di
Gujarat.
Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli
tasawuf. Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat
perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah,
para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor,
Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas
perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu
yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim.
Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami
kekacauan, raja-raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri
dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan
pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja
daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan
dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri
dari kekuasaan Majapahit.
Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa
pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya
Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar
(abad ke-16).
Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di
Indonesia berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga
tidak menimbulkan ketegangan sosial. Cara penyebaran agama dan
kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini.

Memahami Kebudayaan Islam 8


1. Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada
awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu
lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai
dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara,
dan Cina.
Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh
situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati
pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat di
Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota
pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya
adalah Pekojan.
2. Saluran Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah
menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi
keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi
gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu
pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini
lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil
menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk
Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.
Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja
Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat
(Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta;
perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon;
perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman
(muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).
3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan
mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir
dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan.
Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu

Memahami Kebudayaan Islam 9


masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India
yang sudah beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam
mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir
masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha
sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah
menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain
Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul
al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.
4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren.
Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam
jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah
para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar,
pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali
ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus
berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa,
antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden
Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak
berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum
bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru
dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir;
Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah
penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Saluran Seni Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya
seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni
sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih
menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu,
seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat
dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid

Memahami Kebudayaan Islam 10


Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman
Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam
orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan
kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus,
Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni
budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni
budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak
sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta,
Surakarta, dan Cirebon.
Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah
dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga
pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan
cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa
pergaulan (Melayu).
6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan
peranan Wali Songo. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang
sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang
sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut.
Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga
mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai
dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena
sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di
berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut.
1. Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel
3. Sunan Drajad
4. Sunan Bonang
5. Sunan Giri
6. Sunan Kalijaga

Memahami Kebudayaan Islam 11


7. Sunan Kudus
8. Sunan Muria
9. Sunan Gunung Jati

2.3 Nilai-Nilai Kebudayaan Islam di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya, yaitu budaya
Arab. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, dirasakan umat sulit
membedakan ajaran Islam dan budaya Arab. Dalam ajaran Islam meniru
budaya suatu kaum itu boleh saja sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai dasar Islam, apalagi yang ditirunya adalah panutan nabi Muhammad Saw,
namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arab
dipandang sebagai ajaran Islam
Corak baju yang dikenakan Rasulullah merupakan budaya yang
ditampilkan oleh orang Arab. Yang menjadi ajarannya adalah menutup aurat,
kesederhanaan, kebersihan dan kenyamanan. Sedang bentuk dan mode pakaian
yang dikenakan umat Islam boleh saja berbeda dengan yang dikenakan oleh
nabi Muhammad Saw, demikian pula cara makan nabi dengan jari-jemari
bukan merupakan ajaran Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia para penyiar Islam
mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan
oleh para Wali Allah di tanah Jawa. Karena kehebatan para Wali dalam
mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat
tidak sadar bahwa nilai-nilai Islammasuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Tugas berikutnya para intelektual Islam adalah menjelaskan secara
sistematik dan berkelanjutan supaya penetrasi yang sudah dilakukan oleh para
pendahulunya. Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan bangsa Indonesia
ternyata tidak sekedar masuk pada aspek kebudayaan semata, tetapi sudah
masuk ke wilayah hukum. Sebagai contoh dalam hukum keluarga (akhlawul
syakhsiyyah) masalah waris, masalah pernikahan. Nilai-nilai Islam telah
masuk ke wilayah hukum yang berlaku di Indonesia.

Memahami Kebudayaan Islam 12


2.4 Masjid Sebagai Kebudayaan Islam
Masjid pada umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat
ibadah khusus seperti shalat, padahal masjid berfungsi luas daripada sekedar
tempat shalat. Sejak awal berdirinya masjid belum bergeser dari fungsi
utamanya yaitu tempat shalat. Akan tetapi perlu diingat bahwa masjid di zaman
nabi berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi SAW menyucikan jiwa kaum
muslimin, mengajarkan al-quran dan al-hikmah, bermusyawarah untuk
menyelesaikan berbagai persoalan kaum muslimin, membina sikap dasar kaum
muslimin terhadap orang yang berbeda agama dan ras, hingga upaya-upaya
meningkatkan kesejahteraan umat justru dari masjid. Masjid al-azhar di Mesir
merupakan salah satu contoh yang sangat dikenal luas oleh kaum muslimin
Indonesia. Masjid ini mampu memberikan beasiswa bagi para pelajar dan
mahasiswa. Bahkan pengentasan kemiskinan merupakan program nyata
masjid.
Dalam syariat masjid, masjid memiliki dua fungsi utama yaitu, sebagai
pusat ibadah ritual dan kedua sebagai pusat ibadah sosial. Dari kedua fungsi
tersebut titik sentralnya bahwa fungsi utama masjid adalah sebagai pusat
pembinaan umat islam.
1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan
pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat
dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan
tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk
pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan
keterampilan, dengan peserta minimal jamaah disekitarnya.
2. Pusat Perekonomian Umat
Soko guru perekonomian Indonesia katanya koperasi, namun pada
kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. tidak ada
salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa
dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi
digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan
yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara

Memahami Kebudayaan Islam 13


professional oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan
jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan
masjidnya.
3. Pusat Penjaringan Potensi Umat
Masjid dengan jamaah yang selalu hadir hanya sekedar untuk
menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan,
ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Masjid dengan jamaah yang selalu
hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja
mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Dari berbagai
macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun
intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara
santun.
4. Pusat Ke-Pustakaan
Perintah pertama Tuhan kepada Nabi terakhir adalah "Membaca",
dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian
konseptual maupun kontekstual. Maka dengan sendirinya hampir menjadi
kemutlakkan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri.

Memahami Kebudayaan Islam 14


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang mana akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan kebudayaan Islam adalah hasil cipta, rasa dan karsa
manusia (segala tindakan dan sikap seseorang) untuk merealisasikan pokok
ajaran Islam dalam kehidupan, yang diperoleh dan dikerjakan dengan
menggunakan hasil pendapat budi pekerti yang didasari oleh Alquran dan
hadits dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan.
Jadi dalam kebudayaan islam banyak mengandung nilia-nilai agama
yang bersifat Universal dan dapat kita jadikan percontohan dalam kehidupan
kita sehari-hari.
Masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja tetapi ia
juga memiliki fungsi sebagai pusat peradaban islam. Dakwah Islam ke
Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas
dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian
sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan
kebudayaan Arab.

3.2 Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya
dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.

Memahami Kebudayaan Islam 15


DAFTAR PUSTAKA:

1. Suryandari. 2007. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat


Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

2. https://ruslanhazmi.wordpress.com/2015/04/23/konsepsi-kebudayaan-
islam-di-indonesia/

3. http://kumpulanmakalah2012.blogspot.com/2014/12/masjid-pusat-
kebudayaan-islam.html

Memahami Kebudayaan Islam 16

Anda mungkin juga menyukai