Anda di halaman 1dari 8

KEBUDAYAAN ISLAM

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

1|Page
KEBUDAYAAN ISLAM

1. Pengertian Kebudayaan

Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya “


adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat.

Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk


berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan
karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan
filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian
ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan”
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena
menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya
pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman,
dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan
karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut
para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A.
Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan.

Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah


memandangnya dari satu sisi saja. Islam memandang bahwa manusia
mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur ruh yang ditiupkan
Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As
Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah,
kemudian Dia menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina (air mani).
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh
( ciptaan)-Nya” Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan
berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk

2|Page
mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan
manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia
untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah,
norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa
kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama.

2. Konsep Kebudayaan dalam Islam

Nabi Muhammad S.A.W merupakan teladan yang baik sekali dalam


melaksanakan kebudayaan seperti dilukiskan Qur'an itu, bahwa bagaimana rasa
persaudaraannya terhadap seluruh umat manusia dengan cara yang sangat
tinggi dan sungguh-sungguh itu dilaksanakan. Saudara-saudaranya di Mekah
semua sama dengan dia sendiri dalam menanggung duka dan sengsara. Bahkan
dia sendiri yang lebih banyak menanggungnya. Sesudah hijrah ke Medinah,
dipersaudarakannya orang-orang Muhajirin dengan Anshar demikian rupa,
sehingga mereka berada dalam status saudara sedarah. Persaudaraan sesama
orang-orang beriman secara umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk
membangun suatu sendi kebudayaan yang masih muda waktu itu. Yang
memperkuat persaudaraan ini ialah keimanan yang sungguh-sungguh kepada
Allah dengan demikian kuatnya sehingga dibawanya Muhammad kedalam
komunikasi dengan Tuhan, Zat Yang Maha Agung.

3. Sejarah Intelektual Islam

Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa
monumental yang menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah
pada abad ke 17 di Eropa Barat yang menjadi “cikal bakal” munculnya sains
moderns sebagai sistem pengetahuan “universal.” Dalam historiografi sains,
salah satu pertanyaan besar yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa
Revolusi Ilmiah tersebut tidak terjadi di peradaban Islam yang mengalami

3|Page
masa kejayaan berabad-abad sebelum bangsa Eropa membangun sistem
pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang
peradaban Islam dan sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra
dapat kita jadikan salah satu pegangan untuk melihat kontribusi peradaban
Islam dalam sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam memang
mengimpor tradisi intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini
tidak dilakukan begitu saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses
appropriation atau penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian
peradaban Islam mampu mengambil, mengolah, dan memproduksi suatu sistem
pengetahuan yang baru, unik, dan terpadu yang tidak tidak pernah ada
sebelumnya. Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi signifikan
peradaban Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran ilmiah
yang diilhami oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan arah
kiblat secara akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini. Kedua dalam
tingkat institusionalisasi sains. Sabra merujuk pada empat institusi penting bagi
perkembamgan sains yang pertama kali muncul dalam peradaban Islam, yaitu
rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi, dan observatorium astronomi.
Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh dukungan dari penguasa
pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan penghargaan terhadap tradisi
ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil
mempertahankan kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan
justru mengalami penurunan? Salah satu tesis yang menarik datang dari Aydin
Sadili. Seperti dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam Islam adalah
masuknya unsur agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili,
disini jugalah penyebab kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah.
Dalam asumsi Sadili, tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh
peradaban Islam baru dapat menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses
rekonsiliasi dengan kekuatan agama. Rekonsiliasi antara sains dan agama
tersebut terjadi di peradaban Eropa, tetapi tidak terjadi di peradaban Islam.

4|Page
4. Masjid Sebagai Pusat Peradaban

 Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan
pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat
dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut,
bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk pengajian,
pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan keterampilan,
dengan peserta minimal jamaah disekitarnya.

 Pusat Perekonomian Umat


Soko guru perekonomian Indonesia katanya koperasi, namun pada
kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. tidak ada
salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa
dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bila konsep koperasi digabungkan
dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan yang diminati
karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara professional oleh
dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga
akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya.
 Pusat Penjaringan Potensi Umat
Masjid dengan jamaah yang selalu hadir HANYA sekedar untuk
menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan,
ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Masjid dengan jamaah yang selalu
hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja
mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Dari berbagai
macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun
intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara
santun.
 Pusat Ke-Pustakaan
Perintah pertama Tuhan kepada Nabi terakhir adalah "Membaca", dan
sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual

5|Page
maupun kontekstual. Maka dengan sendirinya hampir menjadi kemutlakkan
bila masjid memiliki perpustakaan sendiri.

5. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia

Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat


ideal, sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa
diekspresikan. Sistem yang ideal berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi
dan berkaitan dengan yang aktual (Picktchall, 1993: 26-29). Sistem Islam
menerapkan dan menjanjikan perdamaian dan stabilitas dimanapun manusia
berada, karena pada hakikatnya manusia memiliki kedudukan yang sama di
hadapan Allah SWT, yang berbeda justru hanya terletak pada unsur-unsur
keimanan dan ketakwaannya saja.
Perkembangan kebudayaan Islam membutuhkan petunjuk wahyu
berupa firman- firman Allah SWT yang terdapat di dalam Al Qur’an, dan
diperlukan seorang pemimpin umat yaitu Rasulullah saw, serta bertujuan hanya
untuk beribadah kepada Allah semata-mata. Islam dalam hal ini, bermanfaat
untuk memberikan petunjuk kepada manusia dalam upaya agar dapat
menumbuhkembangkan akal budi, sehingga memperoleh kebudayaan yang
memenuhi aturan-aturan dan norma-norma agama.
Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai
keagamaan; agama memiliki fungsi yang demikian jelas. Maju dan mundurnya
kehidupan umat manusia itu, mengalami kemandegan, hal ini disebabkan
adanya hal-hal yang terbatas, dalam memecahkan berbagai macam persoalan
dalam hidup dan kehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu petunjuk berupa
wahyu Allah SWT (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 36-37).
Allah SWT memilih seorang Nabi dan Rasul dari manusia, sebab yang akan
menjadi bimbingannya adalah manusia juga, oleh karena itu tujuan utama misi
Muhammad Rasulullah saw adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.
Nabi Muhammad saw dalam mengawali tugas kenabian dan kerasulannya
mendasarkan diri pada asas-asas kebudayaan Islam, yang selanjutnya tumbuh

6|Page
dan berkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban Islam. Nabi
Muhammad saw pada waktu berdakwah, keluar dari jazirah Arab dan
seterusnya menyebar ke seluruh penjuru dunia, maka terjadilah proses asimilasi
berbagai macam kebudayaan dengan nilai-nilai Islam kemudian menghasilkan
kebudayaan Islam yang pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu
kebudayaan yang diyakini kebenarannya secara universal.
Islam sebagai suatu agama, secara sungguh-sungguh mendorong
manusia untuk berusaha melalui pribadi dan kelompoknya, agar dapat
menciptakan suatu keadaan yang lebih baik, sehingga menjadi suatu kekuatan
di dunia (Picktchall, 1993: 7). Masyarakat merupakan ajang kebudayaan.
Kebudayaan ada dan terwujud karena adanya hubungan antara manusia yang
satu dengan lainnya, dalam hubungan tersebut timbullah cita-cita, perilaku, dan
hasil karya, kesemuanya ini mewujudkan kebudayaan. Tingkah laku perbuatan
dan hasil karya disebut amal. Takwa yang mempunyai sifat pasif menjadi aktif
dalam bentuk amal. Kebudayaan timbul karena kesatuan sosial. Kesatuan
sosial terwujud dari hubungan antara manusia dengan manusia, hal ini
merupakan kesinambungan adanya hubungan tersebut yang melahirkan adanya
hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Hubungan antara manusia dengan Tuhan menimbulkan sistem agama
yang disebut dengan sistem ibadat, hubungan manusia dengan diri sendiri
menimbulkan sistem antropologi yang disebut dengan sistem takwa, hubungan
manusia dengan manusia lain dan alam semesta menimbulkan sistem
kebudayaan disebut dengan sistem mu’amalat, kemudian menjadi wadah
kebudayaan yaitu kebudayaan Islam (Gazalba, 1976: 73).
Islam bukan saja agama, namun Islam juga kebudayaan, maka Islam
adalah segala sesuatu yang melingkupi semua kehidupan umat manusia;
dengan demikian Islam dapat dikategorikan sebagai way of life atau cara
(sikap) hidup. Dengan kata lain Islam adalah kesatuan kehidupan orang-orang
Islam (Gazalba, 1976: 106-107). Pusat kehidupan orang-orang Islam adalah
masjid, maka masjid merupakan pusat ibadat dan kebudayaan Islam pada
khususnya serta pusat kehidupan Islam pada umumnya.

7|Page
6. Kesimpulan

Untuk membangkitkan kembali peradaban sangat tergantung pada


keberhasilan dalam bidang sains melalui prestasi institusional dan
epistemologis menuju pada proses dekonstruksi epistemologi sains moderen
yang memungkinkan nilai-nilai Islam terserap secara seimbang ke dalam
sistem pengetahuan yang dibangun tanpa harus menjadikan sains sebagai alat
legitimasi agama dan sebaliknya. Ini sejalan dengan gagasan islamisasi
pengetahuan yang pernah dilontarkan oleh Ismail Raji Al-faruqi.
Mengapa masyarakat Islam perlu melakukan reformasi sains moderen?
Bukankah sains moderen telah begitu banyak memberikan manfaat bagi
manusia? Pernyataan ini mungkin benar jika kita melihat tanpa sikap kritis
bagaimana sains moderen membuat kehidupan (sekelompok) manusia menjadi
lebih sejahtera.
Argumen yang masuk akal datang dari Sal Restivo yang mengungkap
bagaimana sains moderen adalah sebuah masalah sosial karena lahir dari sistem
masyarakat moderen yang cacat. Secara historispun kita bisa memahami
bagaimana sains moderen lahir sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme.
Paul Feyerabend bahkan mengkritik sains moderen sebagai ancaman terhadap
nilai-nilai demokrasi, kualitas hidup manusia, dan bahkan kelangsungan hidup
bumi beserta isinya. Dalam kondisisi seperti ini, Islam semestinya dapat
menjadi suatu alternatif dalam mengembangkan sains ke arah yang lebih bijak.
Insya Allah

8|Page

Anda mungkin juga menyukai