Anda di halaman 1dari 37

1.

PENGANTAR SEJARAH PERADABAN


A. ARTI SEJARAH, PERADABAN DAN ISLAM
Sejarah adalah riwayat tentang kejadian-kejadian masa lampau yang benar-benar
terjadi (fakta), yang diceritakan atau tertulis dan dapat dibuktikan kebenarannya.
Sejarah juga berarti asal-usul, tempat sebuah kejadian itu bermula. Atau juga berarti
peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia.
Sementara, peradaban adalah cipta, rasa, dan karsa manusia yang berasal dari
akal budi baik lahir atapun bathin. Peradaban berasal dari kebudayaan dan merupakan
hasil pengolahan akal budi manusia. Dimana hasil pikir dan pengolahannya
dimaksudkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Pengertian sejarah oeradababn islam adalah kejadian-kejadian masa lampau
yang merupakan produk budaya yang di hasilkan oleh orang-orang islam di bawah
naugan pemerintah islam. Atau sikap khusus yang berangkat dari dasar dan nilai-nilai
ajaran islam. Sejarah peradaban islam tidak hanya berupa peninggalan-peninggalan
masa lampau. Melainkan juga pemikiran-pemikiran masa lalu yang masih ada dan bisa
kita pelajari saat ini.
Peradaban islam bernula ketika agama islam diturunkan kedunia melalui nabi
Muhammad, sejak itulah peradaban islam lahir dan menancapkan diri dalam sejarah
dunia. Nabi muhammad membawa ajaran islam dengan nilai-nilai yang telah
disampaikan kepada manusia membawa sepanjang masa kenabiannya. Baik berupa
kitab suci (al-quran) atupun melalui tingkah laku dan pentunjuk-petunjuk beliau.
Islam adalah agama yang damai, agama penuh cinta kasih yang diturunkan
kepada manusia sebagai petunjuk bagaimana seharusnya menjalani kehidupan ini.
Setelah nabi muhammad wafat, estafet peradaban islam dipegang oleh khulafaur
rasyidin yaitu empat sahabat Nabi muhammad yang tidak diragukan lagi loyalitasnya
kepada agama islam. Masa khulafaur rasyidin dimulai oleh Abu Bakar yang berkuasa
tahun 632-634 M, lalu diteruskan Umar ibn Khathab, Ustman ibn Affan, dan Ali ibnu
Abi Thalib.

Setelah periode itu, peradaban islam terus berlanjut dan kekuasaan islam
mengalami banyak pergantian pucuk kepempimpinan. Peradaban islam terus berjalan
hingga akhirnya islam sampai kepada masa kita saat ini.
Sejarah Peradaban Islam adalah perjalanan yang sangat berliku dan tidak lepas
dari kondisi sosial politik yang terjadi pada tiap-tiap periode. Islam mengelami pasang
surut dalam perjalanannya. Islam pernah mengalami masa kejayaan dan masa
kekemasan, tetapi Islam juga pernah mengalami kemerosotan yang tajam di masa yang
silam.
Dan sejarah peradaban Islam ada untuk mengingatkan kita dan juga sebagai
pembelajaran bagi kita bahwa Islam pernah berkuasa di dunia, dan agar menjadi pelecut
semangan bagi kita untuk menggapai masa kejayaan tersebut dengan usaha kita.
B. DISKURSUS KEBUDAYAAN DAN PERADABAN
A. Pengertian Peradaban
Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Tetapi
dalam B. Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah
Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam B.
Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan
Tamaddun (peradaban)
Menurut A.A. Fyzee,

peradaban

(civilization)

dapat

diartikan

dalam

hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil
(Inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban
diartikan dalam dua cara:
(1) proses menjadi berkeadaban, dan
(2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota
besar, masyarakat telah memiliki keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan,
pembangunan, pengangkutan dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik
dalam kesenian yang indah-indah.

Adapun kebudayaan diartikan bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di


sisi lain. Istilah kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan
tanah, memelihara tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam
latihan ini memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia.
Maka culture adalah civilization dalam arti perkembangan jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat
kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari
periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua,
hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu
pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang
berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan
ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
B. Meraih Kejayaan Islam dengan Iptek
Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu peradaban, jika
umat Islam ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia
belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari
akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang
menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan
politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir
merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya
jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab
kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki
pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu
pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun suprastruktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana
penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran
adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.

Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan
ilmu pengetahuan Islam. Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari
pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan
meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi
menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk
memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu
pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan
peradaban Islam.
Menurut satu versi, peradaban adalah kebudayaan yang sudah berkembang dan maju.
Disisi lain, Effat Sharqawi menjelaskan bahwa kebudayaan adalah bentuk ungkapan
tentang semangat mendalam suatu masyarakat.1
C. HUBUNGAN AL-QURAN DAN HADITS DENGAN PERADABAN
Dalam keyakinan ummat islam bahwa Al-Quran adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. yang membacanya bernilai ibadah.
Disamping Al-Quran, Hadits adalah sabda (perkataan, Qawl), perbuatan (Fili),
ketetapan ( taqri), dan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Dalam proses sejarah, ulama dalam berbagai generasi berusaha menangkapkan
maksud Allah yang terdapat dalam kitab-Nya. Oleh karena itu, ulama menentukan
berbagai cara dalam memahami maksud-maksud Allah. Karena banyaknya cara yang
digunakan oleh ulama dalam emahami Al-Quran, ulama kemudian dikelompokkan
kedalam berbagai aliran sesuai dengan kecenderungan. Dalam memahami Al-Quran,
sebagian ulama cenderung pada pendekatan kualitas keutamaan struktural.
Prosedur penafsiran Al-Quran merupakan produk pemikiran ulama dalam
rangka memahami kandungan makna Al-Quran. Oleh keran itu, ia dapat disebut sebagai
kebudayaan karena produk pemikiran ulama (manusia). Disamping itu, ia pun dapat
disebut sebagai peradaban karena prosedur tersebut termasuk maju (terutama dari segi
semangat memahami dan menjalankan kitab suci) dan dilakukan oleh ulama pada
jamannya. Akan tetapi, sebagian umat islam tidak sreg (keberatan) apabila ilmu quran
(ulum quran) disebut sebagai kebudayaan atau peradaban.
Menurut Nuchcolis Madjid, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat
dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah menurut

perubahan waktu dan tempat. Tetapi budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat
berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sementara kebanyakan budaya
berdasarkan agama, namun tidak pernah terjadi sebaliknya, agama berdasarkan budaya.
Oleh karena itu, agam adalh primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya dapat berupa
ekspresi hidup keagamaan.2
Dalam pandangan Harun Nasution, agama pada hakikatnya mengandung dua
kelompak ajaran. Pertama, ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui para RasulNya kepada masyarakat manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam kitabkitab suci. Ajaran ajaran yang terdapat dalam kitab- kitab suci itu, memerlukan
pennjelasan tentang arti dan cara pelaksanaannya. Penjelasan-penjelasan ini diberikan
oleh [emuka-pemuka atau ahli-ahli agama. Penjelasan-penjelasan mereka terhadap
ajaran dasar agam adalah kelompok kedua dari ajaran agama. Kelompok pertama,
karena merupakan wahyu,dari Tuhan, bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak
berubah dan tidak bisa diubah. Kelompok kedua, karena merupakan penjelasan dan
dengan demikkian hasil pemikiran pemuka atau ahli agama, pada hakikatnya tidaklah
absolut tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Kelompok kedua ini bersifat relatif, nisbi,
berubah, dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.3
D. METODOLOGI PENULISAN SEJARAH
I. Jenis - jenis penulisan sejarah
1.Sejarah Lisan
Merupakan upaya mengetahui kejadian masa lalu yang dilakukan dengan teknik wawan
cara pada tokoh atau pelaku sejarah yang berkaitan dengan kejadian atau

tema

tertentu. Sejarah lisan dengan demikian memiliki dua fungsi, pertama ia sebagai
metode ( cara penulisan sejarah) dan kedua sebagai sumber sejarah.
2.Sejarah Sosial
Merupakan penulisan sejarah yang berkaitan dengan tema - tema sosial seperti kemis
kinan, perbanditan, kekerasan, kriminalitas, pelacuran, perlawanan terhadap kolonial,
pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi dan sebagainya.

3.Sejarah Kota
Sebagaimana sejarah sosial, permasalahan yang menjadi bidang kajian sejarah kota juga
sangat luas. Diantara bidang kajian yang termasuk dalam sejarah kota antara lain,
perkembangan ekologi (lingkungan) kota; transformasi atau perubahan sosial ekonomi
masyarakat kota (termasuk di dalamnya adalah industrialisasi dan urbanisasi); sistem
sosial dalam masyarakat kota; problem-problem sosial seperti masalah kepadatan dan
heterogenitas; dan mobilitas sosial masyarakat perkotaan. Sejarawan banyak yang
memasukkan sejarah kota juga dalam sejarah sosial atau sejarah lokal.
4.Sejarah Pedesaan
Sejarah pedesaan adalah sejarah yang secara khusus meneliti tentang desa atau
pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi petanian.
5.Sejarah Ekonomi
Sejarah ekonomi merupakan salah satu unit penulisan sejarah yang mempelajari
berbagai faktor yang menentukan jalannya perkembangan perekonomian (produksi,
distribusi dan konsumsi) suatu masyarakat.
6.Sejarah Kebudayaan
Merupakan kajian historis yang membahas tentang pola-pola kehidupan (morfologi
budaya) dan kesenian.
7.Sejarah Lokal
Beberapa tema yang merupakan objek penulisan sejarah lokal adalah dinamika
masyarakat pedesaan, interaksi antar suku bangsa dalam masyarakat majemuk, revolusi
nasional di tingkat lokal, dan biografi tokoh-tokoh lokal.
8.Sejarah Wanita
Bidang kajian dari sejarah wanita ini antara lain meliputi: tentang peranan wanita dalam
berbagai sektor sosial-ekonomi, biografi tokoh wanita, gerakan-gerakan wanita, sejarah
keluarga dimana peran wanita disini sangat dominan, tentang budaya wanita, dan tema
tentang kelompok-kelompok wanita. Sebagai spesialisasi dalam kajian sejarah, sejarah
wanita dapat dimasukkan dalam sejarah sosial.

9.Sejarah Agama
Kajian dalam sejarah agama antara lain meliputi, sejarah awal lahirnya agama-agama
dunia, aliran-aliran keagamaan pada agama-agama tertentu, gerakan-gerakan
keagamaan, pemberontakan ulama dan lain sebaginya.
10.Sejarah Politik
Sejarah politik merupakan sejarah yang mengkaji tentang masalah-masalah
pemerintahan, kenegaraan (termasuk partai-partai politik) dan power (kekuasaan).
11.Sejarah Pemikiran
Sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai the study of the role of ideas in historical
events and process. Secara lebih kongkrit sejarah pemikiran mencakup studi tentang
pemikiran-pemikiran besar, yang berpengaruh pada kejadian bersejarah, serta pengaruh
pemikiran tersebut pada masyarakat bawah.
12.Sejarah Kuantitatif
Sejarah kuantitatif adalah penggunaan metode kuantitatif (teknik matematika) dalam
penulisan sejarah. Perbedaannya dengan penulisan sejarah lain (sejarah kualitatif)
dengan demikian terletak pada penggunaan data sejarah. Kalau sejarah kualitatif
datanya berupa deskripsi (berita), peninggalan (bangunan, foto), pikiran, perbuatan, dan
perkataan (sejarah lisan), maka sejarah kuantitatif datanya berupa angka-angka
(misalnya: angka kejahatan, jumlah murid), statistik (misalnya: harga sembako,
perpajakan) dan sensus (misalnya: penduduk, ternak).
13.Sejarah Mentalitas
Tema-tema yang menjadi objek studi sejarah mentalitas antara lain meliputi mentalitas
revolusioner, kontrarevolusioner, orang-orang militan, kaum anarkis, perbanditan,
pelacuran, petualangan, pembunuhan, kriminalitas, konflik desa-kota, fenomena bunuh
diri, ketidakwarasan (gila), budaya populer (budaya pop), penindasan perempuan,
pertenungan, aborsi, homoseksualitas, dan kematian.
14.Biografi
Merupakan sejarah tentang perjalanan hidup seseorang. Misalnya biografi Ki Hajar
Dewantoro, Soeharto dan lain sebagainya.

2. PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MAKKAH ( 610-622 M )


A. Peradaban Arab Sebelum Islam
Komunitas penduduk arab mekkah ketika itu menganut agam bermacam-macam
antara lain yang terkenal adalah penyembah berhala ( paganism). Namun demikian
adapula yang masih menganut dengan agama masehi dan yahudi. Agama masehi ini
banyak dianut oleh penduduk yang banyak berasal dari yaman, najran, dan syam.
Sedangkan agama yahudi banyak dianut oleh para imigran dari yasrib. Disamping itu
ada pula agama yang di anut oleh orang Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang lahirnya Muhammad yang
membawa ajaran Islam di tentang masyarakat yang biasa disebut dengan masyarakat
zaman jahiliyyah, yaitu zaman kegelapan dan kebodohan dalam hal moral dan etika,
bukan dalam hal lain seperti ekonomi, perdagangan, dan sastra. Sebab, dalam hal
perekonomian dan sastra bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat.
Mekkah bukan saja menjadi pusat perdagangan lokal, tetapi menjadi jalur perdagangan
dunia yang penting.
Yang menghubungkan antar utara (syam) dan selatan (yaman) antara timur
( Persia) dan Utara ( abensia dan mesir). Dalam bidang sastra, mereka sangat menaruh
perhatian terhadap sastra, dan parasastrawan di akui kredibilitas oleh bangsa arab ketika
itu. Sebelum datangnya Islam , mekkah adalah seperti wilayah Arabia lainnya kota
dengan penduduk dengan masyarakat (pastoral) pengembala. Beberapa faktor
membawa beberapa perubahan social, seperti berhala yang ada di makkah , system klan
yang mulai melinggar, dan persiapan menuju agama monothisme.
Mekkah adalah kota yang memikat para pedagang dari banyak penjuru Arabia
Maupun diluar Arabia. Masyarakat makkah di akui sebagai pedagang eceran yang
handal di bandingkan dengan masyarakat kala itu, perdagangan menjadi sangat esensial
dan di beri prestasi lebih oleh masyarakat. Tampaknya apresiasi orang arab ini tidak bias
disingkikan oleh agama islam. Ada banyak kata-kata dalam Al-Quran dari imajinasi
perdagangan ajritsawab dan lain sebagainya. Begitu juga dengan aturan-aturan yang
diberikan oleh Islam, perdagangan merupakan salah satu hal yang banyak di atur di
dalam Al-Quran.

B. DAKWAH MAKKAH NABI MUHAMMAD


Allah menegaskan bahwa Muhammad S.A.W di utus untuk menebar rahmat
bagi sekalian alam. Dan untuk mencetak manusia yang berakhlak seperti tertuang dalam
tugas yang diemban beliau. Rasulullah memulai aktifitasnya tentunya dibawah
bimbingan Allah. Selain akidah, masalah social juga mendapat perhatian pada dakwah
di makkah. Sebagai contoh Allah menegaskan kaum muslimin untuk memerdekakan
hamba sahaya yang mana perbudakan dimasa itu sangat subur, dan juga memerhatikan
anak yatim dan orang fakir yang sangat miskin.
Beliau mengambil langkah-langkah bertahap dalam pencapaian dakwah :
1.

Tahapan dakwah secara rahasia selama 3 tahun


Orang - orang yang masuk islam pada masa ini adalah orang-orang

yang terdekat dengan rasulullah, dan orang - orang yang di anggap mampu
memegang rahasia. Orang yang pertama kali masuk islam adalah istrinya
sendiri yaitu khadijah, selanjutnya zaid bin haritsah, ali bin abi thalib, dan
teman dekat rasulullah yaitu abu bakar as-siddiq.
Di antara pendahulu kaum muslimin yang masuk islam pada masa ini
adalah bilal bin rabah, abu ubaidah bin abil arqam, utsman bin madzun dan dua
saudaranya, qudamah dan lain-lain. Mereka masuk islam secara rahasia dan
rasulullah membimbing mereka pun dengan rahasia pula.
2. ...Tahapan terang-terangan terhadap penduduk Makkah
Dakwah terang-terangan terhadap penduduk Makkah di mulai sejak turunnya
ayat 214 surat asy-syuara yang artinya: dan berilah peringatan kepada kaum
kerabatmu yang terdekat.
Adapun metode yang di lakukan nabi pada tahapan ini adalah:
a. Mengundang bani hasyim kerumahnya, di lakukan selama dua kali untuk
menjelaskan bahwa beliau di utus oleh Allah.
b. Undangan terbuka kepada seluruh masyarakat Quraisy di bukit shafa. Di sini
beliau

ingin melihat bagaimana pandangan masyarakat Quraisy terhadap

kepribadian beliau.
c. Menyatakan sikap tegas terhadap hakikat ajaran yang di bawa
mengecam keyakinan keliru yang tersebar di masyarakat.

dan

d. Melakukan pembinaan dan pengaderan intensif di rumah arqam bin abil


arqam.
e. Menyuruh sebagian kaum muslimin untuk melakukan hijrah ke habasyah
dengan tujuan untuk menyelamatkan sebagian iman kaum muslimin dari
fitrah.
3... Tahapan dakwah di luar Makkah
Dalam tahapan ini rasulullah melakukan beberapa langkah dalam menja
lankan anktifitas dakwahnya antara lain:
a. Melakukan perjalanan ke thaif, setiap melewati suatu kabilah beliau selalu
menyeru kepada islam meskipun tidak ada satu orang pun yang merespon.
b. Menawarkan islam pada kabilah - kabilah. Di antara kabilah yang di datangi
adalah bani kilab, bani hanifah akan tetapi mereka menolak dengan kasar.
c. Di antara hasil dakwah gerilya rasulullah tersebut adalah masuk islamnya
enam orang prnduduk yasrib. Setelah pulang ke madinah mereka mendakwah
kan islam kepada kaum mereka.
d. Baiat aqobah I (tahun ke-12 kenabian), jumlah peserta baiat 12 orang.
e. Baiat Aqobah II (tahun ke-13 kenabian), jumlahnya 70 orang laki-laki dan 2
orang perempuan.
f. Hijrah ke madinah
C. PEMBENTUKAN SISTEM SOSIAL DI MEKKAH
Nabi Muhammad tidak hanya menjadi pendiri suatu agama baru, tetapi juga
seorang (reformer) bagi suatu tatanan social yang besar. Pada waktu munculnya Nabi
Muhammad SAW bangsa arab sedang melewati suatu masa kebodohan. Seluruh
kehidupan sosial arab terjerumus kedalam kenistaan dan pelanggaran-pelangggaran.
Penyembahan berhala-berhala, mabuk-mabukan, berjudi dan berzina merupakan sesuatu
yang umum pada bangsa arab saat itu. Pembunuhan bayi perepuan merupakan mode
yang digemari bangsa arab, dan kaum wanita adalah kaum yang paling rendah
derajatnya di dalam masyarakat arab. Mereka tidak mempunyai hak sosial dan hukum.
Semua laki-laki, wanita, majikan, dan hamba sahaya, Serta raja dan rakyatnya
mempunyai hak yang sama di hadapan Allah dan di hadapan hukum. Dengan kata lain,
semuanya mempunyai hak-hak yang sama. Di samping usaha menegakkan persamaan
dan hak keharmonisa sosial, dia menciptakan kerukunan kembali di antara agamaagama dunia yang berselisih dengan menetapkan kebijakan toleransi beragama.

Nabi Muhammad SAW menghasilkan perubahan yang menyeluruh. Seperti


kaum wanita yang dulunya dianggap berbeda, kini kaum wanita dan laki-laki
memperoleh tempat yang sama dalam melaksanakan hak-hak hukum.
3. PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MAKKAH ( 622-636 M )
A. ARTI HIJRAH NABI KE MADINAH
Beberapa Peristiwa Penting

Pertama Tersebarnya berita tentang masuk Islamnya sekelompok penduduk


Yatsrib (Madinah), membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan
terhadap orang orang Mukmin di Makkah. Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum
Mukminin agar hijrah ke kota Madinah. Para sahabat segera berangkat menuju Madinah
secara diam-diam, agar tidak dihadang oleh musuh. Namun Umar bin Khattab justru
mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada
orang-orang kafir Makkah. Ia berseru, Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah
dengan ibunya, silakan hadang aku besok di lembah anu, besuk pagi saya akan hijrah.
Tidak seorang pun berani menghadang Umar.
Kedua Setelah mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut
baik dan mendapat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Yatsib,
bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan cara
yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat
bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seorang
algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya
ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua
suku yang telah mengutus algojonya masing-masing. Kelak satusatunya pilihan yang
mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela menerima diat (denda pembunuhan) atas
terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah
berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mereka mendapat instruksi: Keluarkan
Muhammad dan rumahnya dan langsung pengal tengkuknya dengan pedangmu!
Ketiga Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada
keponakannya, Ali r.a., beliau memerintahkan dua hal: pertama, agar tidur (berbaring)
di tempat tidur Nabi dan, kedua, menyerahkan kembali semua harta titipan penduduk
Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para pemiliknya. Nabi keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh satu orang pun dari para algojo yang mengepung
rumahnya sejak senja hari. Nabi saw. pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah

menyiapkan dua tunggangan (kendaraan) lalu segera berangkat. Abu Bakar menyewa
Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily untuk menunjukkan jalan yang tidak biasa menuju
Madinah.
Keempat Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1
Rabiul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga
Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju
Yatsib. Sebelumnya dua anak Abu Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal
secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar berangkat
bersama penunjuk jalan menelusuri jalan Madinah-Yaman hingga sampai di Gua Tsur.
Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk jalan disuruh kembali secepatniya
guna menyampaikan pesan rahasia Abu Bakar kepada putranya, Abdullah. Tiga malam
lamanya Nabi saw. dan Abu Bakar bersembunyi di gua itu. Setiap malam mereka
ditemani oleh Abdullah bin Abu Bakar yang bertindak sebagai pengamat situasi dan
pemberi informasi.
Kelima Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu membuat kalangan
Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal
menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka
menduga Nabi pasti bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tim pelacak itu di sana,
alangkah bingungnya mereka ketika melihat mulut gua itu tertutup jaring laba-laba dan
sarang bunung. Itu pertanda tidak ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Mereka tidak
dapat melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang yang di dalamnya dapat melihat
jelas rombongan yang berada di luar. Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir
akan keselamatan Nabi. Nabi berkata kepadanya, Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan
Allah-lah yang ketiganya. Selanjutnya Nabi saw. merumuskan piagam yang berlaku
bagi seluruh kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu
Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang
pertama. Isinya mencakup tentang perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi
beragama, gotong royong untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain.
Saripatinya adalah sebagai berikut:
1. Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan.
2. Persamaan hak dan kewajiban.
3. Gotong royong dalam segala hal yang tidak termasuk kezaliman, dosa, dan
permusuhan.
4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi umat.

5. Membangun suatu masyarakat dalam suatu sistern yang sebaik-baiknya, selurusnya


dan sekokoh-kokohnya.
BEBERAPA PELAJARAN
Pertama Seorang yang Mukmin yang percaya akan kemampuannya tentu tidak
akan sembunyi-sembunyi beramal. Sebaliknya ia berterus terang tanpa gentar sedikitpun
terhadap musuh, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab sewaktu dia akan
hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa membuat musuh merasa ngeri
dan gentar. Seandainya orang-orang kafir Quraisy sepakat untuk membunuh Umar,
tentulah mereka mampu melakukan itu. Akan tetapi sikap Umar yang berani itulah yang
membuat gentarnya kafir Quraisy, dan memang onang-orang jahat selalu merasa takut
kehilangan hidup (nyawa).
Kedua Ketika ajakan ke arah kebenaran dan perbaikan sudah dapat dibendung,
apalagi pendukung-pendukungnya sudah dapat menyelamatkan diri, tentulah orangorang jahat berpikir untuk membunuh pemimpin dakwah itu. Mereka memperkirakan
dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah riwayat dakwah yang dilakukannya.
Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak orang-orang yang memusuhi kebaikan
dari zaman dulu sampai sekarang.
Ketiga Prajurit yang sungguh-sungguh ikhlas untuk menyerukan kebaikan
tentulah bersedia menyela-matkan pemimpinnya sekalipun dengan mengorbankan
jiwanya sendiri. Sebab, selamatnya pemimpin berarti selamatnya dakwah. Apa yang
telah dilakukan oleh Ali yang tidur di tempat Nabi merupakan pengorbanan jiwa raga
guna menyelamatkan diri Nabi. Pada malam itu sangat besar kemungkinan Ali terbunuh
karena algojo-algojo yang melakukan pengepungan itu tentu akan menduga Ali itulah
Nabi. Akan tetapi hal itu tidak merisaukan diri Ali sama sekali. Seba, ia lebih
mementingkan keselamatan Nabi Muhammad saw.
Keempat Dititipkannya harta benda milik orang-orang Musyrik kepada Nabi
saw. sementara mereka sendiri memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, adalah
menunjukkan kepercayaan mereka akan kelurusan dan kesucian pribadi Nabi. Mereka
juga mengerti benar bahwa Nabi jauh lebih hebat dan lebih bersih hatinya daripada diri
mereka sendiri. Hanya kebodohan, ketidaktahuan, dan keterikatan mereka pada tradisi
dan kepercayaan yang salah sajalah yang membuat mereka memusuhi, menghalangi
dakwah Nabi, dan berusaha membunuh Nabi.

Kelima Berpikirnya seorang pemimpin dakwah, kepala negara, atau pemimpin suatu
pergerakan untuk menyelamatkan diri dari ancaman musuh, sehingga ia mengambil
jalan lain, tidaklah dapat dianggap sebagai tindakan penakut atau tidak berkorban jiwa.
Firman Allah s.w.t lewat surah an-Nahl ayat 41 yang bermaksud: Dan orangorang yang berhijrah kerena Allah, sesudah mereka dianiaya (ditindas oleh musuhmusuh Islam), Kami akan menempatkan mereka di dunia ini pada tempatnya yang
baik, Sambutan tahun Hijriah mestilah difahami dari kaca mata yang Islam kehendaki.
Bukan hanya dengan dendangan nasyid ataupun pengkisahan peristiwa Hijrah saja, akan
tetapi yang lebih utama adalah mengerti maksud dan kehendak hijrah. Itulah roh atau
semangat hijrah yang tidak akan padam hingga kini.
Hakikatnya hijrah mengandung arti : pengorbanan, keikhlasan, kekuatan,
keyakinan dan keberanian. Hijrah juga mengandung unsur kebijaksanaan, perencanaan
dan strategi; namun akhirnya meletakkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT. Itulah dinamakan konsep usaha, doa dan tawakal. Lama sebelum terjadinya
hijrah, Nabi Muhammad SAW sudah mengatur strategi dengan penduduk Madinah.
Beberapa kali perjanjian telah dibuat, sehinggalah nabi benar-benar meyakini
kesanggupan mereka untuk menjadi mitra kerja dan pengikut yang setia. Kemudian,
nabi mengatur kaedah paling baik dalam melaksanakan hijrah, sehingga mengaburkan
pihak musuh. Coba kita fikirkan, para sahabat telah diminta berhijrah terlebih dahulu
sedang nabi masih di rumahnya. Ia menyebabkan musuh-musuh memberikan tumpuan
kepada nabi dan sekaligus tidak begitu mengganggu hijrah para sahabat. Kemudian,
nabi juga merencanakan beberapa strategi lain. Siapakah yang akan tidur di tempat tidur
nabi, siapa yang akan menjadi pemandu dan apakah kemungkinan-kemungkinan yang
bakal terjadi. Sejarah mencatat, betapa keterlibatan anak muda seperti Ali bin Abu Talib
dan Asma binti Abu Bakar, adalah bukti bahwa remaja adalah aset yang mampu
menyumbang kepada kebangkitan Islam. Bahkan, keterlibatan seorang lelaki yang
bukannya beragama Islam, Abdullah bin Uraiqit sebagai pemandu jalan, juga
membuktikan Islam tidaklah memusuhi semua orang-orang bukan Islam. Bahkan
mereka yang baik boleh diangkat sebagai kawan.
Begitu juga usaha nabi dan Abu Bakar, yang sengaja mengambil haluan ke arah
selatan Mekah dan bukannya arah Utara sebagaimana biasa, kemudian menuju Tihama
berdekatan pantai Laut Merah, adalah satu strategi untuk mengelabuhi musuh. Ia
mampu menimbulkan perpecahan di kalangan musuh yang bertengkar dengan arah yang
diambil oleh nabi. Ia menunjukkan, Islam mementingkan kebijaksanaan dalam

rancangan. Umat Islam juga sewajarnya menobatkan Tahun Islam ini sebagai
mukaddimah membaharui azam dan cita-cita. Apakah sepanjang tahun lalu sudah
terealisasi segala azam dan cita-cita itu ataukah masih banyak bersifat angan-angan
kosong belaka. Ini kerena, berkat keazaman dari Rasulullah SAW melaksanakan hijrah,
maka kita mendapat kebaikannya hingga kini. Di samping itu, hijrah juga menunjukkan
Islam mampu menyatukan semua umat walaupun berbeda keturunan. Siapakah yang
dapat menyangkal, hijrah telah menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin:
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah,
dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka
memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia," (al-Anfal: 74)
Jelaslah, hijrah mampu memberikan pedoman buat kita sepanjang zaman
sebagai momentum kebangkitan Islam. Syaratnya, jika kita mau menggali makna hijrah
yang hakiki. Jika tidak, hijrah hanya tinggal catatan sejarah belaka, tanpa memberikan
perubahan yang signifikan dalam hidup dan kehidupan kita. Wallahu Alamu bishowab.
B. DASAR POLITIK NEGARA MADINAH
Politik diartikan sebagai seni mengatur dan memerintah masyarakat. Agak sulit
memisahkan Muhammad SAW dari kepemimpinan politik, sebab di samping sebagai
seorang rasul beliau adalah kepala masyarakat politik muslim pertama dengan Madinah
sebagai pusat pemerintahan. Muhammad SAW merupakan seorang pemimpin politik
karena mempunyai kapasitas dalam mengatur dan mengelola masyarakat muslim yang
dipusatkan di Madinah.
Parasejarawan membagi periode awal Islam menjadi periode Makkah dan
Madinah. Periode Makkah merupakan peletakan dasar-dasar agama tauhid dan
pembentukan akhlak mulia. Periode Madinah menandai kemunculan Islam sebagai
sebuah kekuatan sosial dan politik. Muhammad SAW tidak lagi hanya tampil sebagai
seorang rasul yang menyerukan agama Islam. Tetapi, sebagai pemimpin dari sebuah
komunitas peradaban baru berpusat di Madinah. Dengan demikian pembentukan sebuah
masyarakat Islami telah dimulai, sejak itu wahyu yang turun tidak lagi terbatas pada
seputar ke-Esaan Tuhan tetapi mulai mencakup ajaran lainnya yang berhubungan
dengan pengaturan kehidupan masyarakat.
Keunikan politik Muhammad SAW di zamannya yaitu kemampuannya
menggabungkan kepemimpinan politik dan militer. Jadi selain sebagai kepala Negara

beliau merupakan seorang jenderal yang menguasai taktik peperangan. Kemampuan ini
sangat langka ditemukan di antara pemimpin-pemimpin besar dunia.
Pada waktu itu disekitar dunia Arab ada beberapa kerajaan seperti Romawi dan
Persia. Sementara di tanah Arab sendiri terdapat beberapa penguasa kecil yang
wilayahnya tidak terlalu besar. Kerajaan-kerajaan Romawi dan Persia tidak tertarik
dengan semenanjung Arab yang tandus. Jazirah Arab pada waktu itu dijadikan sebagai
daerah pemisah antara Romawi dan Persia. Masyarakat yang hidup di jazirah Arab
terdiri dari berbagai suku-suku besar yang terbagi lagi ke beberapa suku-suku yang
lebih kecil. Mereka hidup menurut aturan-aturan yang hanya mengikat terhadap anggota
masing-masing. Meskipun demikian mereka memiliki adat kebiasaan yang disepakati
bersama oleh semua suku. Dengan demikian mereka tidak terikat dengan hukum
kerajaan sebagai mana masyarakat di Romawi dan Persia.
Dalam bersikap terhadap dua Negara besar Romawi dan Persia masing-masing
suku memiliki kecenderungan yang berbeda. Namun dari segi politik dan administrasi
pemerintahan mereka tetap merdeka. Di antara mereka ada yang memihak Romawi dan
yang lain memihak Persia. Sebagai contoh, ketika Persia berhasil mengalahkan Romawi
di wilayah Syria kaum musyrik Makkah bergembira karena mempunyai keterikatan
emosional sebagai sesama kaum musyrik. Sebaliknya

kaum Muslim lebih

mengharapkan kemenangan Romawi karena Negara tersebut menganut agama Nasrani.


Wahyupun turun merespon peristiwa ini sebagaimana tercatat dalam surah ar-Rum (30)
ayat 1-5 Strategi politik Muhammad berbeda dengan pemimpin politik di masanya.
Beliau tidak membangun kerajaan, melainkan sebuah Negara (state) dengan prinsip
prinsip baru yang berbeda dengan tradisi yang ada. Unsur Negara yang beliau fokuskan
pertama kali adalah membentuk warga sebagai power-base.
Membentuk wilayah dalam periode Makkah tidak strategis dan sulit untuk
dilakukan karena dominasi musyrikin yang begitu kuat. Beliau pernah bermaksud
meminta suaka politik ke Thaif, tetapi menemui kegagalan karena penolakan penduduk
di sana. Demi keselamatan warga (kaum muslim) dari tekanan kaum musyrik Quraisy,
Muhammad SAW mengungsikan sejumlah sahabat ke negeri Habsyah (Etiopia) dua
kali. Membentuk suatu system pemerintahan yang baru di Mekah juga tidak
memungkinkan. Masyarakat Quraisy sangat keras memegang adat kebiasaan yang
sudah diwarisi secara turun temurun. Administrasi pemerintahan baru diciptakan pada
periode Madinah. Jadi periode Makkah adalah sebagai pembentukan masyarakat warga
tanpa mempunyai wilayah (land) dan pemerintahan (administration). Ajaran-ajaran

Islam yang diturunkan pada periode ini juga lebih banyak tentang pembentukan karakter
masyarakat yang berkeadaban(civilized society).
Setelah melaksanakan dakwah selama 10 tahun kepada penduduk Makkah dan
tidak mendapat respon positif yang signifikan, Muhammad SAW mulai berdakwah
kepada para jemaah haji yang berziarah ke Kabah selama musim-musim haji. Di antara
para jemaah haji tersebut berasal dari Yatsrib, suatu daerah sebelah utara Makkah.
Muhammad SAW telah cukup membentuk keimanan dan mental yang tangguh di antara
pengikutnya. Hal ini perlu dilanjutkan dengan membentuk sebuah komunitas yang
Islami dengan tatanan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu masyarakat Muslim awal
itu memerlukan suatu daerah yang mampu memberikan perlindungan bagi mereka
sekaligus tempat untuk membentuk kawasan percontohan komunitas Muslim yang
ideal.
Diceritakan, pada suatu musim haji, Muhammad SAW berdakwah kepada
jemaah dari Yatsrib dan disambut dengan positif. Mereka berjanji akan datang lagi di
musim haji berikutnya dan meminta Muhammad SAW mengirimklan salah seorang
sahabatnya untuk mengajarkan Islam kepada penduduk Yatsrib. Muhammad SAW
mengutus Musab bin Umair sebagai duta Islam pertama dan ia cukup berhasil dalam
menjalankan misinya. Pada tahun berikutnya penduduk Yatsrib datang dengan jumlah
yang lebih banyak dan mengikrarkan janji setia kepada Muhammad SAW dan
memintanya untuk pindah ke Yatsrib. Mereka bersedia membela Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya dengan jiwa dan harta mereka.Setelah mendapat izin dari Allah
SWT, Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi AlMadinah Al-Munawwarah (kota yang bercahaya). (Mubarok, Jaih, 2004: 29) Pergantian
nama dari Yatsrib menjadi Madinah merupakan suatu keputusan politik yang tepat.
Secara bahasa Madinah mempunyai akar kata dengan tamaddun (peradaban). Dengan
demikian Madinah dapat diartikan sebagai sebuah tempat peradaban yang lazim
diterjemahkan dengan kota. Penggunaan nama Madinah mengisyaratkan adanya visi
politik menjadikan daerah tersebut sebagai salah satu pusat peradaban manusia yang
baru.
Dengan demikian berakhirlah periode Makkah dan dimulailah periode Madinah.
Dalam periode Makkah yang ditekankan adalah pembentukan karakter warga Negara
yang akan didirikan. Sementara periode Madinah adalah peletakkan fondasi
administrasi pemerintahan dan hal-hal kenegaraan lainnya, Hijrah bukan hanya
bermakna menghindar dari siksaan, fitnah dan cacian belaka, namun juga merupakan

suatu strategi untuk mendirikan masyarakat baru di dalam negeri yang aman. Peristiwa
hijrah ini tercatat sebagai lembaran terpenting dalam peradaban Islam pada zaman nabi
di Madinah, Nabi membuat perjanjian di antara suku-suku yang ada di Madinah dan
menghasilkan konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yaitu piagam
Madinah (The charter of Medina). Berdasarkan pasal pertama konstitusi tersebut, Nabi
membentuk Ummah yang disepakati oleh empat macam komunitas : Yahudi, Nasrani,
Anshor dan Muhajir yakni Negara persemakmuran.
Masyarakat yang ditemui Rasulullah SAW di Madinah ada tiga golongan.
Golongan-golongan tersebut adalah para shahabat, kaum Musyrik, dan orang-orang
Yahudi. Setiap golongan memiliki kondisi yang berbeda dengan golongan lain. Beliau
menghadapi berbagai masalah dari setiap golongan, dan masalah yang beliau hadapi
dari setiap golongan tersebut tidak sama. Kaum Muslim sendiri terdiri dari dua
golongan. Pertama, golongan Anshar, yaitu mereka yang berada di dalam negeri mereka
sendiri bersama harta mereka. Mereka tidak memerlukan selain rasa aman setelah sejak
lama terlibat konflik sesame mereka. Kedua, golongan Muhajirin, yang datang ke
Madinah tanpa memiliki apa-apa. Mereka tidak memiliki tempat tinggal untuk
berlindung, dan tidak memiliki pekerjaan untuk menyambung hidup. Jumlah mereka
tidak sedikit, setiap hari terus bertambah sebab setiap orang yang beriman kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya diizinkan untuk berhijrah dan menetap di Madinah.
Pada waktu itu Madinah bukanlah negeri yang kaya. Pertambahan jumlah
penduduk yang mendadak sedikit banyaknya mengguncang perekonomian Madinah.
Dalam kondisi yang kritis tersebut, berbagai kekuatan yang memusuhi Islam melakukan
semacam embargo ekonomi sehingga persediaan (supply) barang berkurang dan
keadaan pun semakin gawat. Dalam keadaan demikian, setidaknya ada dua hal yang
dilakukan oleh Muhammad SAW sebagai pemimpin. Pertama, mengirimkan ekspedisiekspedisi kaum Muslim Muhajirin untuk menghadang dan menakut-nakuti kafilah
dagang Makkah. Kedua, membuat kebijakan politik ekonomi yang berisikan aturanaturan tentang perekonomian.Kemunculan komunitas Madinah berlangsung dalam
beberapa tahap. Tahap pertama adalah konsolidasi internal umat dan komunitas
Madinah. Tahap ini dimulai dengan usaha mempersatukan umat Islam yang terdiri atas
berbagai suku, bani, dan kelompok yang berbeda-beda. Juga mengupayakan pengaturan
hubungan antara kelompok Muslim dan Non-Muslim khususnya Yahudi, melalui
penyusunan dan penandatanganan Piagam Madinah(IH/622M).

Dalam piagam Madinah setiap kelompok menyepakati 5 perjanjian :


1. Tiap kelompok dijamin kebebasan dalam beragama
2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah baik yang
muslim maupun yang non muslim
4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Muhammad SAW sebagai
.pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan
.kepadanya
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah
yang baru dibentuk. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi
yang terkenal mahir dalam melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di
antaranya melarang riba, gharar, ihtikar, tadlis dan market inefficiency.Dasar
berpolitik negeri Madinah adalah prinsip keadilan yang harus dijalankan kepada
setiap penduduk tanpa pandang bulu. Dalam perinsip keadilan diakui adanya
kesamaan derajat antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, yang
membedakan di antara mereka hanyalah taqwa kepada Allah. Yang lain adalah
prinsip musyawarah untuk memecahkan segala persoalan dengan dalil al-Quran
Dan bermusyawarahlah di antara mereka dalam suatu urusan(Q.S. al-Syura,42:38)
C. PIAGAM MADINAH
Piagam Madinah merupakan produk yang lahir dari rahim peradaban Islam.
Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi
membangun masyarakat Madinah yang plural, adil dan berkeadaban. Bagi para
sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan kosntitusi termodern di zamannya, atau konstitusi
pertama di dunia.
Diterbitkannya Piagam Madinah diawali dengan adanya sejarah hijrahnya Nabi
Muhammad SAW ke Yatsrib. Adapun faktor utama hijrahnya Nabi Muhammad ke
Yastrib bukan semata-mata karena siksaan kaum Quraisy, melainkan dalam rang
Nabi Muhammad SAW memenuhi undangan masyarakat Yastrib untuk datang ke
Yatsrib sebagai pendamai. Adanya undangan resmi dari masyarakat Yatsrib sebanyak
dua kali, di samping itu penduduk Mekah tidak banyak berubah, maka Allah
memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk Hijrah ke Yastrib.

Peristiwa hijrah terebut tercatat sebagai salah satu lembaran terpenting dalam
peradaban Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW di Madinah. Nabi Muhammad
SAW membuat perjanjian di antara suku-suku yang ada di sana yang menghasilkan
konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia, yaitu Piagam Madinah (The
Charter of Medina). Berdasarkan pasal pertama konstitusi tersebut, Nabi membentuk
ummah yang disepakati empat komunitas: Yahudi, Nasrani, Anshar, dan Muhajir
negara persemakmuran-.
Masyarakat Madinah pada waktu itu terdiri atas 12 (dua belas) kelompok yang
mengadakan perjanjian dan dituangkan dalam Piagam Madinah. Mereka diwakili
oleh tiga kelompok besar, yakni kaum muslim, orang Arab yang belum masuk Islam
dan kaum Yahudi dari Bani Nadir dan Bani Quraizah. Pada piagam Madinah tertuang
5 (lima) perjanjian sebagai hasil kesepakatan di antara mereka.
Adapun isi dari perjanjian yang telah mereka sepakati ialah sebagai berikut:
1. Tiap kelompok dijamin kebebasannya dalam beragama.
2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah.
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah, baik
yang muslim maupun yang non muslim.
4. Penduduk Madinah semuanya sepakan mengangkat Muhammad sebagai
pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan
padanya.
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan bagi Negeri
Madinah yang baru terbentuk.
Dasar berpolitik negeri Madinah adalah prinsip keadilan yang harus dijalankan
kepada setiap penduduk tanpa pandang bulu. Pada prinsip keadilan diakui adanya
kesamaan derajat antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Adapun yang
membedakan di antara mereka hanyalah takwa kepada Allah. Adapun yang lainnya
adalah prinsip musyawarah untuk memecahkan segala persoalan dengan dalil al-

Quran. Musyawarah pula dilakukan di antara mereka ketika sedang menyelesaikan


suatu urusan. (Q. S. Al-Syura, 42:38).
4. PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN ( 632 661 M )
Khulafaur Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Taala anhum ajmain dimana
sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena
berundang-undangkan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat
tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam
setelah beliau wafat. Nabi Shallallahu Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan
persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah,
tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh
Muhajirin

dan

Anshar

berkumpul

di

balai

kota

Bani

Saidah.

Mereka

memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan
cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama
merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah
Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu anhu terpilih. Rupanya,
semangat keagamaan Abu Bakar Radhiallahu anhu mendapat penghargaan yang tinggi
dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar Radhiallahu anhu
disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul Allah) yang dalam perkembangan
selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah
Nabi Shallallahu Alaihi wasallam wafat untuk menggantikan beliau Shallallahu Alaihi
wasallam melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
I. KHALIFAH ABU BAKAR AS-SIDDIQ (632 634 M)
Abu Bakar Radhiallahu anhu menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634
M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau
tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi

wasallam. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu Alaihi
wasallam wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu anhu. Karena
sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar Radhiallahu anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa
yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid
Radhiallahu anhu adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar
Radhiallahu anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam,
bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah.
Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah
ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu anhu selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar
Radhiallahu anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu
anhu dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria
dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah,
Amr ibnul Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Radhiallahu Taala anhu ajmain.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid Radhiallahu anhu yang masih
berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid Radhiallahu anhu
diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia
sampai ke Syria.
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu anhu meninggal dunia, sementara barisan
depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti
oleh tangan kanan nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu anhu. Ketika Abu
Bakar Radhiallahu anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah
dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu
anhu sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar
Radhiallahu anhu tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramairamai membaiat Umar Radhiallahu anhu . Umar Radhiallahu anhu menyebut dirinya

Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir


al-Muminin (petinggi orang-orang yang beriman).
II. KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB ( 634 644 M )
Di zaman Umar Radhiallahu anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah
kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun
kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah
Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Ash Radhiallahu anhu dan ke Irak di
bawah pimpinan Saad ibn Abi Waqqash Radhiallahu anhu. Iskandariah/Alexandria,
ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637
M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun
itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa
kepemimpinan Umar Radhiallahu anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi
Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu anhu segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi:
Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa
departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan
dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.
Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar Radhiallahu anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644
M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi,
budak dari Persia bernama Abu Luluah. Untuk menentukan penggantinya, Umar
Radhiallahu anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu anhu.
Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali,
Thalhah, Zubair, Saad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn Auf Radhiallahu Taala

anhu ajmain. Setelah Umar Radhiallahu anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan
berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu anhu sebagai khalifah, melalui proses yang
agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu anhu.
III. KHALIFAH USMAN BIN AFFAN ( 644 656 M )
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu anhu (644-655 M), Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan
Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman Radhiallahu anhu berlangsung selama 12 tahun, pada
paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di
kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu anhu memang
sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu anhu. Ini karena fitnah dan
hasutan dari Abdullah bin Saba Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura
masuk islam. Ibnu Saba ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat
lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa
keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu anhu dibunuh
oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh
Abdullah bin Saba itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap
kepemimpinan Utsman Radhiallahu anhu adalah kebijaksanaannya mengangkat
keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn
Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut
yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu anhu hanya
menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam
jabatan-jabatan penting, Usman Radhiallahu anhu laksana boneka di hadapan
kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya.
Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh
kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu anhu sendiri. Itu
semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba.
Padahal Utsman Radhiallahu anhu yang paling berjasa membangun bendungan
untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia

juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas


masjid Nabi di Madinah.
IV. KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB ( 656 661 )
Setelah Utsman Radhiallahu anhu wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat
Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu anhu sebagai khalifah. Ali Radhiallahu anhu
memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan
stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali Radhiallahu anhu menon-aktifkan para
gubernur yang diangkat oleh Ustman Radhiallahu anhu. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Utsman Radhiallahu anhu kepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem
distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan
Umar Radhiallahu anhu.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu anhu menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu anhu
tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu anhu , dan mereka
menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu anhu yang telah ditumpahkan secara
zhalim. Ali Radhiallahu anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia
mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu anhu ajmain agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut
ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan
nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu anha dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh,
sedangkan Aisyah Radhiallahu anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu anhu juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Muawiyah
Radhiallahu anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu anhu bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan

Muawiyah Radhiallahu anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal


dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu anhu.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu umat
Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syiah (pengikut
Abdullah bin Saba al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu
anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali Radhiallahu anhu. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan
tentaranya semakin lemah, sementara posisi Muawiyah Radhiallahu anhu semakin
kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu anhu terbunuh oleh
salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya al-Hasan bin Ali
Radhiallahu anhuma selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan Radhiallahu
anhuma menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka alHasan Radhiallahu anhuma menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Muawiyah
Radhiallahu anhu . Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat
Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan
Radhiallahu anhu
Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Muawiyah Radhiallahu anhu
menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu,
dikenal dalam sejarah sebagai tahun jamaah (am jamaah)! Dengan demikian
berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin, dan dimulailah
kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
5. BANI UMAYYAH ( 661 750 M )
Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa arRasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya,
serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah.

Bani Umayyah memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi penguasa yang
sudah terpendam sejak dulu. Ambisi ini ada karena Bani Umayyah menganggap
keturunan mereka berasal dari golongan bangsawan, terhormat dan mempunyai
kekayaan yang melimpah. Namun, kenyataannya Bani Umayyah tidak berhasil, karena
Bani Umayyah tidak memperoleh popularitas di lingkungan penduduk Arab, tidak
seperti layaknya Bani Hasyim yang berhasil memperoleh popularitas di lingkungan
penduduk Arab. Sebagai akibat ambisi yang tidak kesampaian, maka terjadilah
persaingan antara Umayyah dengan pamannya Hasyim bin Abd al-Manaf. Kondisi ini
justru semakin menyudutkan citra Umayyah di mata masyarakat Arab.
Walau demikian, akhirnya, ambisi untuk menjadi penguasa dari keturunan Bani
Umayyah ini tercapai juga oleh keturunan Bani Umayyah yang bernama Muawiyah bin
Abi Sufyan. Bani Umayyah berkuasa setelah kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin.
A. SEJARAH KELAHIRAN DINASTI UMAYAH
Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa arRasyidin yang memerintah dari 661-M sampai 750-M di Jazirah Arab dan sekitarnya,
serta dari 756-M sampai 1031-M di Cordova, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah. Ia adalah
pendiri dan Khalifah pertama Dinasti ini.
Terbentuknya Dinasti ini dan Muawiyah memangku jabatan khalifah secara
resmi, menurut ahli sejarah, terjadi pada tahun 660 M/40 H pada saat Umayah
memproklamirkan diri menjadi khalifah di Iliyah (Palestina), setelah pihaknya
dinyatakan oleh Majelis Tahkim sebagai pemenang, Pemerintahan Dinasti Umayah(41132H).
Peristiwa itu terjadi setelah Hasan bin Ali yang dibaiat oleh pengikut setia Ali menjadi
khalifah, sebagai penganti Ali, mengundurkan diri dari gelanggang politik. Sebab, ia
tidak ingin lagi terjadi pertumpahan darah yang lebih besar, dan menyerakan kekuasaan
sepenuhnya kepada Muawiyah. Langkah penting Hasan bin Ali ini dapat dikatakan
sebagai usaha rekonsiliasi umat Islam yang terpecah belah. Karenanya peristiwa itu
dalam sejarah Islam dikenal dengan tahun persatuan (am al-jamaat). Yaitu episode
sejarah yang mempersatukan umat kembali berada dibawah kekuasaan seorang khalifah.

Rujuk dan perdamaian antara Hasan dan Muawiyah setelah Muawiyah bersedia
memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Hasan. Yaitu Muawiyah harus menjamin
keamanan dan keselamatan jiwa dan harta keturunan Ali dan pendukungnya. Pernyataan
ini diterima Muawiyah dan dibuat secara tertulis. Persetujuan Muawiyah ini diimbangi
oleh Hasan dengan membaiatnya. Rakyat juga menunjukkan ketaatan dengan
membaiatnya.
Muawiyah dikenal sebagai seorang politikus dan administrator yang pandai.
Umar bin Khattab sendiri pernah menilainya sebagai seorang yang cakap dalam urusan
politik pemerintahan, cerdas dan jujur. Ia juga dikenal seorang negarawan yang ahli
bersiasat, piawai dalam merancang taktik dan strategi, disamping kegigihan dan
keuletan serta kesediaanya menempuh segala cara dalam berjuang. Untuk mencapai
cita-citanya karena pertimbangan politik dan tuntunan situasi. Dengan kemampuan
tersebut dan bakat kepemimpinan yang dimilikinya, Muawiyah dinilai berhasil merekrut
para pemuka masyarakat, politikus, dan administrator bergabung ke dalam sistemnya
pada zamannya, untuk memperkuat posisinya dipuncak pimpinan. Muawiyah juga
dikenal berwatak keras dan tegas, tetapi juga bisa bersifat toleran dan lapang dada. Hal
ini dapat dilihat dalam ucapannya yang terkenal sebagai prinsip yang ia terapkan dalam
memimpin: Aku tidak mempergunakan pedangku kalau cambuk saja sudah cukup, dan
tidak pula kupergunakan cambukku kalau perkataan saja sudah memadai, andaikata aku
dengan orang lain memperebutkan sehelai rambut, tiadalah akan putus rambut itu,
karena bila mereka mengencangkannya aku kendorkan, dan bila mereka kendorkannya
akan kukencangkan.
Tabel Khalifah-Khalifah Dinasti Umayyah
No Nama Khalifah Memerintah
Lama Mulai Selesai
1 Muawiyah bin Abi Sofyan 19 th 3 bln 41 H / 661 M 60 H / 681 M
2 Yazid bin Muawiyah 3 th 6 bln 60 H / 681 M 64 H / 683 M
3 Muawiyah bin Yazid 6 bln 64 H / 683 M 64 H / 684 M
4 Marwan bin Hakam 9 bl 18 hari 64 H / 684 M 65 H / 685 M
5 Abdul Malik bin Marwan 21 th 8 bln 65 H / 685 M 86 H / 705 M
6 Walid bin Abdul Malik 9 th 7 bln 86 H / 705 M 96 H / 715 M
7 Sulaiman bin Abdul Malik 2 th 8 bln 96 H / 715 M 99 H / 717 M

8 Umar bin Abdul Aziz 2 th 5 bln 99 H / 717 M 101 H / 720 M


9 Yazid bin Abdul Malik 4 th 1 bln 101 H / 720 M 105 H / 724 M
10 Hisyam bin Abdul Malik 19 th 9 bln 105 H / 724 M 125 H / 743 M
11 Walid bin Yazid 1 th 2 bln 125 H / 743 M 126 H / 744 M
12 Yazid bin Walid 6 bln 126 H / 744 M 126 H / 744 M
13 Ibrahim bin Yazid 4 bln 126 H / 744 M 127 H / 744 M
14 Marwan bin Muhammad 5 th 10 bln 127 H / 745 M 132 H / 750 M
B. POLA PEMERINTAHAN DINASTI UMAYAH
Sejalan dengan watak dan prinsip Muawiyah tersebut serta pemikirannya yang
perspektif dan inovatif, ia membuat berbagai kebijaksanaan dan keputusan politik dalam
dan luar negeri. Dan jejak ini diteruskan oleh para penggantinya dengan
menyempurnakannya. Pertama, pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke
Damaskus. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan politik dan alasan keamanan.
Karena letaknya jauh dari Kufah pusat kaum Syiah pendukung Ali, dan jauh dari Hijaz
tempat tinggal mayoritas Bani Hasyim dan Bani Umayah, sehingga bisa terhindar dari
konflik yang lebih tajam antara dua bani itu dalam memperebutkan kekuasaan. Lebih
dari itu, Damaskus yang terletak diwilayah Syam (Suria) adalah daerah yang berada di
bawah gengaman pengaruh Muawiyah selama 20 tahun sejak ia diangkat menjadi
Gubernur di distirk itu sejak zaman Khalifah Umar bin Khatab.
Kedua, Muawiyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa
dalam perjuangannya mencapai pundak kekuasaan. Seperti Amr bin Ash ia angkat
kembali menjadi Gubernur di Mesir, Al-Mughirah bin Syubah juga ia diangkat menjadi
Gubernur diwilayah Persia. Ia juga memperlakukan dengan baik dan mengambil baik
para sahabat terkemuka yang bersikap netral terhadap berbagai kasus yang ditimbul
waktu itu, sehingga mereka berpihak kepadanya. Ketiga, Menumpas orang-orang yang
beroposisi yang dianggap berbahaya jika tidak bisa dibujuk dengan harta dan
kedudukan, dan menumpas kaum pemberontak. Ia menumpas kaum Khawarij yang
merongsong wibawa kekuasaannya dan mengkafirkannya. Golongan ini menunduhnya
tidak mau berhukum kepada Al-Quran dalam mewujudkan perdamaian dengan Ali
diperang Shiffin melainkan ia mengikuti ambisi hawa nafsu politiknya.
Keempat, membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga angakatan, darat,
laut dan kepolisian yang tangguh dan loyal. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali

lebih besar dari pada yang diberi pada yang diberikan Umar kepada tentaranya. Ketiga
angkatan ini bertugas menjamin stabilitas keamanan dalam negeri dan mendukung
kebijaksanaan politik luar negeri yaitu memperluas wilayah kekuasaan.
Kelima, meneruskan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun ke Barat.
Perluasan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Muawiyah, seperti Khalifah Abd alMalik ke Timur, Khalifah al-Walid ke Barat, dan ke Perancis di zaman Khalifah Umar
bin Abd al-Aziz. Perluasan wilayah dizaman Dinasti ini merupakan ekspansi besar
kedua setelah ekspansi besar pertama di zaman Umar bin Khattab. Daerah-daerah yang
dikuasai umat Islam dizaman Dinasti ini meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suria,
Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan,
daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah
dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, sehingga Dinasti ini berhasil
membangun Negara besar di zaman itu. Bersatunya berbagai suku bangsa di bawah
naungan Islam melahirkan benih-benih peradaban baru yang bercorak Islam, sekalipun
Bani Umayah lebih memusatkan perhatiannya kepada pengembangan kebudayaan Arab.
Benih-benih peradaban baru itu kelak berkembang pesat di zaman Dinasti
Abbasiyah sehingga Dunia Islam menjadi pusat peradaban dunia selama berabad-abad.
Keenam, baik Muawiyah maupun para penggantinya membuat kebijaksanaan yang
berbeda dari zaman Khulafa al-Rasyidin. Mereka merekrut orang-orang non-musim
sebagai pejabat-pejabat dalam pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter
dan dikesatuan-kesatuan tentara. Tapi di zaman Khulafaur Umar bin Abd al-Aziz
kebijaksanaan itu ia hapuskan. Karena orang-orang non-Muslim (Yahudi, Nasrani,
Majusi) yang memperoleh privilege di dalam pemerintahan banyak merugikan
kepentingan umat Islam bahkan menganggap rendah mereka. Didalam Al-Quran
memang terdapat peringatan-peringatan yang tidak membolehkan orang-orang mukmin
merekrut orang-orang non-muslim sebagai teman kepercayaan dalam mengatur urusan
orang-orang mukmin.
Ketujuh,

Muawiyah

mengadakan

pembaharuan

dibidang

administrasi

pemerintahan dan melengkapinya dengan jabatan-jabatan baru yang dipengaruhi oleh


kebudayaan Byzantium.

Kedelapan, Kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat oleh


Khalifah Muawiyah adalah Mengubah system pemerintahan dari bentuk Khalifah yang
bercorak Demokratis menjadi system Monarki dengan mengankat putranya, Yazid,
menjadi putra Mahkota untuk menggantikannya sebagai Khalifah sepeninggalnya nanti.
Ini berarti suksesi kepemimpinan berlansung secara turun-temurun yang diikuti oleh
para pengganti Muawiyah. Dengan demikian ia mempelopori meninggalkan tradisi di
Zaman Khulafa al-Rasyidin dimana Khalifah ditetapkan melalui pemilihan oleh umat.
Lebih dari itu Muawiyah telah melanggar asas musyawarah yang diperintahkan oleh AlQuran agar segala urusan diputuskan melalui musyawarah.
Karena itu keputusan politik Muawiyah itu mendapat protes dari umat Islam
golongan Syiah, pendukung Ali, Abd al-Rahman bin Abi Bakar, Husein bin Ali, dan
Abdullah bin Zubeir. Bahkan kalangan tokoh masyarakat Madinah mengadakan dialog
dengan Muawiyah. Mereka menyarankan agar ia mengikuti jejak Rasulullah atau Abu
Bakar dan atau Umar dalam urusan Khalifah tidak mendahulukan kabilah dari umat.
Muawiyah tidak mengubris saran ini. Alasan yang dikemukakan karena ia khawatir
akan timbul kekacauan, dan akan mengancam stabilitas keamanan kalau ia tidak
mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya.
Keputusan ini direkayasa oleh Muawiyah seolah-seolah mendapatkan dukungan
dari para pejabat penting pemerintah. Ia memanggil para Gubernur datang ke Damaskus
agar mereka membuat semacam kebulatan tekad mendukung keputusannya. Ia
meminta salah seorang gubernur yang bernama Al-Dhahhak bin Qais al-Fahri agar,
setelah ia (Muawiyah) berpidato dan memberi nasehat dalam suatu pertemuan, minta
izin berbicara dengan memuji Allah dan menyatakn, Yazid adalah orang yang pantas
memangku jabatan khalifah setelah Muawiyah. Kepada para Gubernur lain diminta oleh
Muawiyah agar membenarkan ucapan Dhahhak. Mereka memenuhi perintah itu, kecuali
Gubernur Ahnaf bin Qais.
Walaupun Muawiyah mengubah system pemerintahan menjadi monarki, namun
dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. Bahkan Muawiyah menyebut dirinya sebagai
Amir al-Muminin. Dan status jabatan Khalifah diartikan sebagai Wakil Allah dalam
mempimpin umat dengan menggantikannya kepada Al-Quran (surat al-Baqarah ayat
30). Atas dasar ini Dinasti menyatakan bahwa keputusan-keputusan khalifah didasarkan
atas perkenaan Allah. Siapa yang menentangnya adalah kafir.

Pengelolaan administrasi pemerintahan dan struktur pemerintahan Dinasti Bani


Umayah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang
diciptakan oleh Khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu, sebagaimana pada
periode Negara madinah, dibagi menjadi beberapa wilayah provinsi. Setiap provinsi
dikepalai oleh Gubernur dengan gelar wali atau amir yang diangkat oleh Khalifah.
Gubernur didampingi oleh seorang atau beberapa katib (sekretaris), seorang hajib
(pengawal) dan pejabat-pejabat penting lain, yaitu shahib al-kharaj (pejabat
pendapatan), shahib al-syurthat (pejabat kepolisian), dan qadhi (kepala keagamaan dan
hakim). Pejabat pendapatan dan qadhi diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab
kepadanya.
Di tingkat pemerintahan pusat dibentuk beberapa lembaga dan departemen, alkatib, al-hajib dan diwan. Lembaga al-katib terdiri dari katib al-rasail (Sekretaris
Negara), katib al-kharaj (sekretaris Pendapatan Negara), katib al-jund (sekretaris
militer) katib al-syurthat (sekretaris kepolisian) dan katib al-qadhi (panitera). Katib alrasail dianggap paling penting posisinya. Karena itu pejabatnya selalu orang terpercaya
dan pandai serta dari keluarga kerajaan.
Para katib betugas mengurus administrasi Negara secara baik dan rapih untuk
mewujudkan kemaslahatan Negara. Al-Hanib (pengawal dan kepala rumah tangga
istana) bertugas mengatur para pejabat atau siapapun yang ingin bertemu dengan
khalifah. Lembaga ini belum dikenal dizaman Negara Madinah. Karenanya siapa saja
boleh bertemu dan berbicara langsung dengan khalifah tanpa melalui birokrasi. Tapi ada
tiga orang yang boleh langsung bertemu dengan khalifah tanpa hijab, yaitu muzin untuk
memberitahukan waktu shalat kepada khalifah. Shahib al-barid (pejabat pos) yang
membawa berita-berita penting untuk khalifah, dan shahib al-thaam, petugas yang
mengurus hal-ihwal makanan di istana. Lembaga al-syurthat yang dipimpin oleh shihab
al-syurthat bertugas memilihara keamanan masyarakat dan Negara.
Lembaga lain adalah dibidang pelaksanaan hukum, yaitu Al-Nizham al-qadhai
terdiri dari tiga bagian, yaitu al-qadha, al-hisbat dan al-mazhalim. Badan al-qadha
dipimpin oleh seorang qadhi yang bertugas membuat fatwa-fatwa hukum dan peraturan
yang digali langsung dari al-Quran, Sunnah Rasul, atau Ijmak dan atau Ijtihad. Badan
ini bebas dari pengaruh penguasa dalam menetapkan keputusan hukum terhadap para
pejabat, pegawai Negara yang melakukan pelanggaran. Pejabat badan al-hisbat disebut

al-muhtasib, tugasnya menangani krimininal yan perlu penyelesaian segera. Pejabat


badan al-mazhalim disebut qadhi al-mazhalim atau shahib al-mazhalim. Kedudukan
badan ini lebih dari al-qadha dan al-hisbat. Karena badan ini bertugas meninjau kembali
akan kebenaran dan keadilan keputusan-keputusan hukum yang dibuat oleh qadhi dan
muhtasib. Bila ada suatu kasus perkara yang keputusannya dianggap perlu ditinjau
kembali baik perkara seorang rakyat maupun pejabat yang menyalagunakan jabatannya,
badan ini menyelenggarakan mahkamat al-mazhalim yang mengambil tempat di masjid.
Sidang ini dihadiri oleh lima unsur lengkap, yaitu para pembantu sebagai juri, para
hakim, para fuqaha, para katib dan para saksi, yang dipimpin oleh qadhi al-mazhalim.
Berarti pemerintahan Dinasti Umayah, sebagaimana pada periode Negara Madinah,
peradilan bebas tetap dilaksanakan.
Didalam tubuh organisasi pemerintahan Dinasti Umayah juga dibentuk beberapa
diwan atau departemen. 1). Diwan al-Rasail, departemen yang mengurus surat-surat
Negara dari Khalifah kepada para Gubernur atau menerima surat-surat dari Gubernur.
Departemen ini memiliki dua sekretariat, untuk pusat menggunkan bahsa Arab, dan
untuk daerah menggunakan bahasa Yunani dan bahasa Persia. Tapi pada masa Khalifah
Abd al-Malik diadakan arabisasi, yaitu hanya menggunakan bahasa Arab dalam suratsurat Negara. Politik arabisasi ini berlanjut pada masa putranya, Khalifah Al-Walid,
yaitu penggunaan bahasa Arab sebagai linguafranca dan bahsa ilmu pengetahuan untuk
seluruh wilayah pemerintahan. Pengaruhnya berlanjut sampai sekarang. Misalnya Mesir
dan Irak menggunakan bahasa Pahlawi dan Kpti, dan Damaskus bahasa Greek, kini
menggunakan bahasa Arab. Kebijaksanaan ini mendorong seorang ulama, sibawaih,
untuk menyususn Al-Kitab yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa
Arab. 2). Diwan al-Khatim, departemen pencatatan yang bertugas menyalin dan
meregistrasi semua keputusan khalifah atau peraturan-peraturan pemerintah untuk
dikirim kepada pemerintahan di daerah. 3). Diwan al-Kharaj, usyur, zakat, jizyah, faI
dan ghanimah dan sumber lain. Semua pemasukan keuangan yang diperoleh dari
sumber-sumber itu disimpan di Baitul Mal (kantor perbendaharaan Negara. 4). Diwan
al-Barid, departemen pelayanan pos bertugas melayani informasi tentang berita-berita
penting di daerah kepada pemerintahan pusat dan sebaliknya, sehingga khalifah dapat
mengetahui apa yang terjadi di daerah dan memudahkannya untuk mengontrol jalannya
pemerintahan di daerah. 5). Diwanul al-jund, departemen pertahanan yang bertugas
mengornisir militer. Personilnya mayoritas orang-orang Arab.

C. EKSPANSI WILAYAH
Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah
dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul, angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibukota Byzantium,
Konstatinopel. Ekspansi ke timur yang

dilakukan oleh Muawiyah kemudian

dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentaranya menyeberangi sungai
Oxus dan dapat berhasil menaklukan Balkan, Bukhara, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah
Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke wilayah Barat secara besar-besaran dilanjutkan dizaman Walid bin
Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, keamanan, dan
ketertiban. Pada masa pemerintahan yang berjalan kurang lebih 10 tahun, tercatat suatu
ekspedisi militer dari AfrikaUtara menuju wilayah barat daya benua Eropa, yaitu pada
tahun 711 M setelah Aljazair dan Maroko dapat ditaklukan Thariqbin Ziyad, pemimpin
pasukan Islam atas perintah gubernur Afrika Utara, Musa bin Nushair dengan membawa
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dan benua Eropa dan
mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar ( Jabal Thariq ),
tentara spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian Spanyol menjadisasaran ekspansi
selanjutnya. Ibukota Spanyol, Kordova dengan cepat dapat dikuasai, menyusul kotakota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibukota Spanyol yang baru
setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah
Karena men dapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa.
Selain Thariq bin Zayid dan Musa bin Nushair pahlawan yang berjasa
menaklukan Spanyol adalah Tharifbin Malik yang dapat disebut sebagai pahlawan
perintis membuka jalan ke Spanyol. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, pasukan Islam
berusaha menaklukan Perancis melalui pegunungan Pyrenia dipimpin oleh Abdul
Rahmanbin Abdullah Al-Ghofiqi, ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poiters.
Melalui daerah tersebut, ia men coba menyerang Tours. Al-Ghofiqi terbunuh dan
tentaranya mundur ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut diatas, pulau-pulau
yang terdapat di laut tengah juga jatuh ke tangan pemerintah Bani Umayyah seperti
pulau Mayorca, Corsica, Saedinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian Sicillia. Dengan
keberhasilan ekspansi kebeberapa daerah baik wilayah timur atau barat, wilayah

kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas, meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab. Selanjutnya sebagian Asia Kecil, Persia,
Afghanistan, Palestina, Turkmenia, Uzbek, Kirgis dan Asia Tengah.
6. BANI ABBASIYAH ( 750 1258 M )
A. PENDIRIAN
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M. oleh Abdul Abbas AsSaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Keuasaan Dinasti Abbasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132656 H(750-1258 M).Berdirinya pememrintahan ini dianggap sebagai kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyyun) setelah
meninggalnya Rasulullah SAW dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa
adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri
dalam memainkan perannya untuik menegakkan kekuasaan keluarga besar paman
Rasulullah SAW, Abbah bin Abdul Muthalib.Dari nama inilah disandarkan pada tiga
tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kuffah, dan Khurasan. Humaimah merupkan
tempat bermukim keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun
kalangan pendukung keluarga Abbas. Kuffah merupakan wilayah penduduknya
menganut aliran Syiah, pendukung Ali bin Abi Thalib, yang selalu bergolak dan
ditindas oleh Bani Umayah. Khurasan memiliki warga yang pemberani, kuat fisik, teguh
pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap
kepercayaan yang menyimpang, dan disanalah diharapakan dakwah kaum Abbasiyah
mendapat dukungan.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai
gerakan rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasi yang gerakanya diketahui oleh Khalifah Umayah
terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya ditangkap oleh pasukan dinasti
bani Umayah dan dipenjarakan di Haran. Penguasa Umayah di kufah, Yazid bin Umar
bin hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya
berkemah di kufah yang telah ditaklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah
seorang paman Abul Abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayah terakhir,

Marwan bin Muhammad bersama pasukanya yang melarikan diri, dimana akhirnya
dapat ditaklukan di dataran rendah Sungai Zab. Pengejaran dilanjutkan ke Mausul,
Harran dan menyebrangi Sungai Eufrat samapi ke Damaskus. Khalifah itu melarikan
diri hingga ke Fustat di Mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum
tahun 132 H/750 M dibawah pimpinan Shalih bin Ali. Dengan demikian, maka
tumbanglah kekuasaan dinasti Umayah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin
oleh khalifah pertamanya, yaitu Abu Abbas Ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan
awalnya di Kuffah.
Dalam khotbah penobatanya,Khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya
as-saffah,Penumpah

darah,yang

kemudian

menjadi

julukanya.Hal

tersebut

mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan


kebijakanya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, disisi singgasana khalifah
tergelar karpet yang digunakan sebagai tempat eksekusi.Dan dari sinilah awal
berdirinya dinasti Arab Islam kedua yang sangat besar dan lama.
B. POLA PEMERINTAHAN
Sistem Pemerintahan Bani Abbasiyah Orang Abbasiyah mengklaim dirinya
sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan,yaitu gagasan Negara Teokrasi yang
menggantikan pemerinthan sekuler ( Mulk ) Dinasti Umayah. Dalam menjalankan
pemerintahan, Dinasti Abbasiyah memiliki kantor pengawas yang pertama kali
dikenalkan oleh Al Mahdi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani
semua surat resmi dokumen politik serta instruksi dan ketetapan khalifah ,dewan
penyelidik keluhan adalah sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tinggi
untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen
administrative dan politik.Selama Bani Abbasiyah berkuasa pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan pola pemerintahan dan perubahan politik.Pada
mulanya, ibu kota Negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu, Al Manshur
memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru di bangunnya, Bagdad, dekat bekas
ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Di ibukota yang baru ini Al Manshur
melakukan konsolodasi dan penertiban pemerintahanya. Dia mengangkat sejumlah
personal untuk menduduki jabatan dilembaga eksekutif dan yudikatif.

Di bidang pemerintahan ia menciptakan tradsi baru dengan mengangkat Wazir


sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin
Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protocol Negara,
sekretaris Negara, dan kepolisisan Negara disamping membenahi angkatan bersenjata.
Dia menujuk Muhammad ibn Abd Al- rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman
Negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayah ditingkatkan
perananya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar
untuk menantar surat, pada masa Al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untk
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan
dapat berjalan lancer. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku
Gurbernur setempat kepada khalifah.
C. EKPANSI WILAYAH
Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam
dari pada perluasan wilayah.Disinilah letak perbedaan pokok antara dinasti Umayah dan
dinasti Abbasiyah. Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah
Harun Ar-Rasyid( 786-809 M) dan anaknya Al Makmun ( 813-833 M). Ketika ArRasyid memerintah, Negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan
terjamin walaupun ada juga pembertontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika
Utara hingga Ke India.

Anda mungkin juga menyukai