Anda di halaman 1dari 6

Nama : Yaser Pareak Sentosa Nadapdap

Nim : 3181111007

Kelas : Reguler B 2018

Mata Kuliah : Perbandingan Sistem Politik

Tugas CBR

Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana zaman saat itu dan tingkat pendidikan dari
masyarakat itu sendiri. Artinya budaya politik yang berkembang dalam suatu Negara dilatar
belakangi oleh situasi, kondisi dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku
politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan sehingga budaya
politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Secara teoritik budaya politik juga dapat diartikan aspek politik dari nilai-nilai
yang terdiri atas pengetahuan adat istiadat, takhayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan di
akui oleh sebagian besar masyarakat dalam memberikan rasionalisasi untuk menolak atau
menerima nilai-nilai dan norma lain. Budaya politik yang berkembang pada era demokrasi
parlementer sangat beragam, dengan tingginya partisipasi massa dalam menyalurkan tuntutan
mereka, menimbulkan anggapan bahwa seluruh lapisan masyarakat telah berbudaya politik
partisipan. Anggapan bahwa rakyat mengenal hak-haknya dan dapat melaksanakan
kewajibannya menyebabkan tumbuhnya deviasi penilaian terhadap peristiwa- peristiwa politik
yang timbul ketika itu.

Berkenaan dengan hal itu, dilihat dari sudut fungsinya secara keseluruhan, Almond dan
Verba mengemukakan bahwa “budaya politik bertujuan untuk memelihara stabilitas sistem
politik yang demokratis. Berfungsinya budaya politik dengan baik pada prinsipnya ditentukan
oleh tingkat keserasian antara kebudayaan itu dengan struktur politiknya”. Dengan demikian,
apabila struktur yang mereka dambakan dapat berjalan secara serasi, budaya politik telah dapat
berfungsi dengan baik. Atau dengan kata lain budaya politik suatu bangsa telah mencapai
tingkat kematangan. Tokoh yang merintis pengembangan teori budaya politik adalah Gabriel
A. Almond dan Sidney Verba melalui buku The Civic Culture. Menurut mereka, istilah budaya
politik terutama mengacu pada orientasi politik sikap terhadap sistem politik dan bagian-
bagiannya yang lain serta sikap terhadap peranan kita sendiri dalam sistem tersebut. Menurut
Sidney Verba ada 3 klasifikasi budaya politik yaitu (1) Budaya politik parokial, yaitu tingkat
partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat
pendidikan relatif rendah), (2) budaya politik subyek yaitu masyarakat bersangkutan sudah
relatif maju tetapi masih bersifat pasif dan (3) Budaya politik partisipan yaitu budaya politik
yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.

Semua tipe kebudayaan politik merupakan skala suatu titik awal karena kesenjangan
dapat terjadi dalam bentuk penolakan terhadap seseorang pemegang jabatan dan peranan
penting dalam suatu perubahan sistematik, yaitu peralihan dari suatu kebudayaan politik yang
lebih sederhana menuju pola yang lebih kompleks. Berbagai kebudayaan politik dapat saja
tetap bersifat campuran untuk waktu yang lama. Apabila kebudayaan tetap bersifat campuran,
maka akan terjadi ketegangan Semua tipe kebudayaan politik merupakan skala suatu titik awal
karena kesenjangan dapat terjadi dalam bentuk penolakan terhadap seseorang pemegang
jabatan dan peranan penting dalam suatu perubahan sistematik, yaitu peralihan dari suatu
kebudayaan politik yang lebih sederhana menuju pola yang lebih kompleks. Berbagai
kebudayaan politik dapat saja tetap bersifat campuran untuk waktu yang lama. Apabila
kebudayaan tetap bersifat campuran, maka akan terjadi ketegangan

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan
secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai salah satu gerakan sosial dengan
direct actionnya dan sebagainya. Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian
dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum.

Partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar
bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggaraan pemerintah. Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap baha lebih
banyak partisipasi masyarakat maka lebih baik, sebaliknya tingkat partisipasi yang rendah pada
umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak
warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan. Dalam tataran praktis, partisipasi
politik bisa muncul dalam beberapa bentuk. Setiap bentuk-bentuk partisipasi politik akan
berisikan gaya, tuntunan, pelaku dan sampai pada tindakan-tindakan yang dilakukan warga
negara dalam konteks politik. Selain itu juga berkanaan denganjumlah orang yang terlibat
dalam bentuk-bentuk partisipasi politik, tidak harus selalu dilakukan oleh sekelompok orang,
tetapi bisa juga dilakukan oleh hanya satu orang.

Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang
dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Partisipasi aktif

Bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem
politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakana
umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak,
dan ikut srta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.

b. Partisipasi pasif

Bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya,
kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap
keputusan pemerintah.

Ada banyak orang yang tidak berpartisipasi dalam politik, hal ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain;

1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya
perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”,
dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat
dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia dan
tidak ada hasilnya.
3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan
pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan
politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk oranng lain tidak adil.
4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan
ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan
ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang
mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak
Partisipasi politik juga mempunyai fungsi bagi kepentingan pemerintahan. Untuk
kepentingan pemerintahan, partisipasi politik mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Untuk mendorong program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta
masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pemerintah.
2. Sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.
3. Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pembanngunan

Michael Rush dan Phillip Althoff merupakan dua orang yang memperkenalkan teori
sosialisasi politik melalui buku mereka Pengantar Sosiologi Politik. Dalam buku tersebut, Rush
dan Althoff menerbitkan terminologi baru dalam menganalisis perilaku politik tingkat individu
yaitu sosialisasi politik. Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu
bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya terhadap
gejala-gejala politik. Sistem politik dapat saja berupa input politik, output politik, maupun
orang-orang yang menjalankan pemerintahan. Fungsi sosialisasi menurut Rush dan Althoff
adalah:

1. Melatih Individu
2. Memelihara Sistem Politik

Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di
dalam sebuah sistem politik. Misalnya di Indonesia menganut ideologi negara yaitu Pancasila.
Oleh sebab itu sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi diberlakukan pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Ini merupakan proses pelatihan yang dilakukan negara
terhadap warga negaranya. Pelatihan ini memungkinkan individu untuk menerima atau
melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi hukum, melibatkan diri dalam
politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum.

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang
melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan
terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:

1. keluarga
2. sekolah
3. peer groups
4. media massa
5. pemerintah
6. partai politik

Agen sosialisasi merupakan pemeran utama dalam keberhasilan proses sosialisasi politik
untuk menyebarkan atau menanamkan nilai-nilai dan normanorma yang terdapat dalam materi
sosialisasi politik. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh mekanisme yang terencana dan
digambarkan dalam pola proses sosialisasi yang baik. Apabila proses-proses tersebut dapat
tersusun, maka penyebaran informasi mengenai materi sosialisasi politik dapat dengan tepat
disampaikan ke sasaran sosialisasi

Michael Rush dan Phillip Althoff berpendapat bahwa setiap keberhasilan suatu proses
sosialisasi politik ditentukan oleh faktor lingkungan dan keterkaitan unsur-unsur yang
mempengaruhinya. Proses keberhasilan sosialisasi politik ditentukan oleh unsur-unsur seperti
berikut:

1. Agen sosialisasi politik, yang terdiri dari keluarga, pendidikan, media massa, kelompok
sebaya, kelompok kerja, kelompok agama. Selain itu keberadaan kelompok
kepentingan dan organisasi kemasyarakatan memberi pengaruh sebagai agen sosialisasi
politik terhadap partisipasi masyarakat.
2. Materi sosialisasi politik, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap politik yang
hidup di masyarakat.
3. Mekanisme sosialisasi politik, di bagi menjadi tiga yaitu, imitasi, 15 instruksi, motivasi.
4. Pola sosialisasi politik proses yang terus berkesinambungan, untuk mengetahui proses
sosialisasi, yang terdiri dari Badan atau instansi yang melakukan proses sosialisasi,
hubungan antara badan atau instansi tersebut dalam melakukan proses sosialisasi (Rush
& Althoff, 2002:37).

Berdasarkan pernyataan Michael Rush dan Philip Althoff bahwa terdapat 4 unsur yang
mempengaruhi keberhasilan sosialisasi politik yaitu agen sosialisasi politik, materi sosialisasi
politik, mekanisme sosialisasi politik dan pola sosialisasi politik. Unsur pertama adalah agen
sosialisasi politik yang dimana keluarga, pendidikan, media massa, kelompok kerja dan
kelompok agama yang berpengaruh dalam sosialisasi politik. Unsur kedua adalah materi yang
dimana pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap politik yang berkembang di masyarakat. Unsur
yang ketiga adalah mekanisme sosialisasi politik yang terbagi menjadi tiga yaitu imitasi,
intruksi dan motivasi. Unsur yang keempat adalah pola sosialisasi yang dimana proses
sosialisasi yang berkesinambungan yang dilakukan oleh badan atau instansi sehingga
masyarakat dapat paham apa yang disosialisasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo,Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta. Penerbit Gramedia
Gatara, Said dan Said, Moh. Dzulkiah. 2007. Sosiologi Politik. Bandung. Pustaka Setia
Damsar, 2010. Pengantar Sosiologi Politik.Jakarta. Prenadamedia Group
Rush.M & Phillip Althoff.2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai