Anda di halaman 1dari 8

BAB II

LANDASAN TEORI

Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara pengukuran
di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relative atau absolute titik-
titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti
pemetaan dan penetuan posisi relative suatu daerah. Dalam pengertian yang lebih umum
pengukuruan wilayah dapat dianggap sebagai disiplin yang meliputi semua metoda untuk
menghimpun dan melalukan proses informasi dan data tentang bumi dan lingkungan fisis.
Untuk memperoleh data-data lapangan baik jarak maupun sudut, dalam praktikum ini kami
menggunakan alat perantara yaitu theodolit. Dengan theodolit, kita dapat mengukur jarak dan
skalanya, serta membuat garis. (Anonim. 1999) Pengukuran bidang tanah dilaksanakan untuk
menentukan : letak geografis, bentuk geometris, luas, situasi bidang tanah untuk lampiran
sertifikat, pembuatan peta pendaftaran dan selain itu untuk mendapatkan data ukuran bidang
tanah sebagai unsur rekontruksi batas apabila karena sesuatu hal batas-batas bidang tanah
tersebut hilang, dapat direkontruksi kembali pada posisi semula sesuai batas yang telah
ditetapkan. Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan secara terestrial, fotogrametrik, atau
metoda lainnya. Pengukuran terestris adalah pengukuran dengan menggunakan alat
ukurtheodolite berikut perlengkapannya seperti: pita ukur, baak ukur, electronic distance
measurement (EDM), GPS receiver, dan lain sebagainya.

Gambar Ukur di dalam surat ukur harus sesuai dengan keadaan fisik di lapangan. Dan
bila tidak sesuai dengan keadaan di lapangan itu berarti Sertifikat tidak sah. Di dalam
pengukuran sebidang tanah atau beberapa bidang tanah, petugas ukur akan mengajak
pemohon yang akan mensertifikatkan tanah dan juga akan mengundang tetangga (pemilik
tanah yang bersebelahan) untuk menyaksikan pengukuran. (Asas Kontradiktur Delitimasi).
Tujuan petugas ukur mengundang tetangga (pemilik tanah) yang berbatasan adalah untuk
menunjukan batas-batas tanahnya agar tidak terjadi kesalahan dalam penetapan batas dan
tidak salah dalam pengukuran (Alitawana, 2009).

A. Kerangka Dasar Pemetaan

Tahap awal sebelum melakukan suatu pengukuran adalah dengan melakukan penentuan
titik-titik kerangka dasar pemetaan pada daerah atau areal yang akan dilakukan pengukuran
yaitu penentuan titik-titik yang ada di lapangan yang ditandai dengan patok kayu, paku atau
patok permanen yang dipasang dengan kerapatan tertentu, fungsi dari sistem kerangka dasar
pemetaan dengan penentuan titik-titik inilah yang nantinya akan dipakai sebagai titik acuan (
reference ) bagi penentuan titik-titik lainya dan juga akan dipakai sebagai titik kontrol bagi
pengukuran yang baru. Pengukuran dilakasanakan untuk memperoleh data sudut dan jarak
dilapangan yang akan dihasilkan suatu data posisi berupa data koordinat (X,Y) yang dapat
digunakan dalam pembuatan peta dasar teknik (Brinker, 1987).

Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem
proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa
dilakukan menggunakan cara triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi
oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang dikehendaki. Pengukuran sudut berarti
mengukur suatu sudut yang berbentuk antara suatu titik dan dua titik lainnya. Pada
pengukuran ini diukur arah dari pada dua titik atau lebih yang dibidik dari satu titik kontrol
dan jarak antara titik-titik diabaikan. Pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud
untuk mendapatkan bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menentukan tempat titik-
titik diatas permukaan bumi terhadap satu sama lainnya, untuk mendapatkan hubungan
mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi perlu dilakukan pengukuran
mendatar yang disebut dengan istilah pengukuran kerangka dasar horizontal. Jadi untuk
hubungan mendatar diperlukan data sudut mendatar yang diukur pada skala lingkaran yang
letaknya mendatar. ( Basuki, S. 2006.)
B. Pengukuran poligon tertutup terikat koordinat

Pengukuran dan pemetaan poligon merupakan salah satu metode pengukuran dan pemetaan
kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat planimetris (X, Y) titik-titik ikat
pengukuran. Metode poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak titik
dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan
jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon). Dapat disimpulkan bahwa poligon
adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari
pengukuran di lapangan. Pengukuran poligon sendiri mempunyai maksud dan tujuan untuk
menentukan letak titik di atas permukaan bumi serta posisi relatif dari titik lainnya terhadap
suatu sistem koordinat tertentu yang dilakukan melalui pengukuran sudut dan jarak dan
dihitung terhadap referensi koordinat tertentu. Selanjutnya posisi horizontal/koordinat
tersebut digunakan sebagai dasar untuk pemetaan situasi topografi asuatu daerah tertentu.
(Mulyo, Jarot dan Supriatna. 2008)

Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu :

 poligon terbuka
 tertutup
 bercabang
 kombinasi

1. Poligon Terbuka

Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan titik yang
berlainan (tidak bertemu pada satu titik).

2. Poligon Tertutup

Poligon tertutup atau kring adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya bertemu pada
satu titik yang sama. Pada poligon tertutup, koreksi sudut dan koreksi koordinat tetap dapat
dilakukan walaupun tanpa titik ikat.

3. Poligon Bercabang

Poligon cabang adalah suatu poligon yang dapat mempunyai satu atau lebih titik simpul,
yaitu titik dimana cabang itu terjadi.

4. Poligon Kombinasi

Bentuk poligon kombinasi merupakan gabungan dua atau tiga dari bentukbentuk poligon
yang ada.

 Poligon Menurut Titik Ikatnya

a. Poligon Terikat Sempurna

Suatu poligon yang terikat sempurna dapat terjadi pada poligon tertutup ataupun poligon
terbuka, suatu titik dikatakan sempurna sebagai titik ikat apabila diketahui koordinat dan
jurusannya minimum 2 buah titik ikat dan tingkatnya berada diatas titik yang akan dihasilkan.

Poligon tertutup terikat sempurna :

Poligon tertutup yang terikat oleh azimuth dan koordinat.

Poligon terbuka terikat sempurna :

Poligon terbuka yang masing-masing ujungnya terikat azimuth dan koordinat.


b. Poligon Terikat Tidak Sempurna

Suatu poligon yang terikat tidak sempurna dapat terjadi pada poligon tertutup ataupun
poligon terbuka, dikatakan titik ikat tidak sempurna apabila titik ikat tersebut diketahui
koordinatnya atau hanya jurusannya.

~ Poligon tertutup tidak terikat sempurna :

Poligon tertutup yang terikat pada koordinat atau azimuth saja.

~ Poligon terbuka tidak terikat sempurna :

1. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth saja, sedangkan ujung
yang lain tidak terikat sama sekali. Poligon semacam ini dapat dihitung dari azimuth
awal dan yang diketahui dan sudut-sudut poligon yang diukur, sedangkan koordinat
dari masingmasing titiknya masih lokal.
2. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh koordinat saja, sedangkan ujung
yang lain tidak terikat sama sekali.Poligon semacam ini dapat dihitung dengan cara
memisalkan azimuth awal sehingga masing-masing azimuth sisi poligon dapat
dihitung, sedangkan koordinat masing-masing titik dihitung berdasarkan koordinat
yang diketahui. Oleh karena itu pada poligon bentuk ini koordinat yang dianggap
betul hanyalah pada koordinat titik yang diketahui (awal) sehingga poligon ini tidak
ada orientasinya.
3. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat,
sedangkan ujung yang lain tidak terikat. Poligon jenis ini dapat dikatakan satu titik
terikat secara sempurna namun terkoreksi secara sempurna baik koreksi sudut maupun
koreksi koordinat, tetapi sistim koordinatnya sudah benar.
4. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth. Pada poligon jenis ini ada
koreksi azimuth, sedangkan koordinat titik-titik poligon adalah koordinat lokal.
5. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh koordinat. Jenis poligon ini tidak
ada koreksi sudut tetapi ada koreksi koordinat.
6. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh koordinat, sedangkan ujung
yang lain terikat azimuth. Pada poligon ini tidak ada koreksi sudut dan koreksi
koordinat.
7. Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat saja,
sedangkan ujung yang lain terikat koordinat. Jenis poligon ini tidak ada koreksi sudut
tetapi ada koreksi koordinat.
8. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat, sedangkan
ujung yang lain tidak terikat azimuth. Poligon ini ada koreksi sudut tetapi tidak ada
koreksi koordinat.
9. Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh azimuth dan koordinat, sedangkan
ujung yang lain tidak terikat azimuth. Jenis poligon ini ada koreksi sudut tetapi tidak
ada koreksi koordinat.

 Poligon Tidak Terikat/Bebas

Poligon tertutup tanpa ikatan sama sekali (poligon lepas)

Poligon terbuka tanpa ikatan sama sekali (poligon lepas), pengukuran seperti ini akan terjadi
pada daerah-daerah yang tidak ada titik tetapnya dan sulit melakukan pengukuran baik
dengan cara astronomis maupun dengan satelit. Poligon semacam ini dihitung dengan
orientasi lokal artinya koordinat dan azimuth awalnya dimisalkan sembarang.

Pengukuran Topografi adalah suatu pengukuran yang dititik beratkan untuk


memberi gambaran tentang keadaan permukaan tanah, naik turunnya medan
(relief) disini seluruh detail (obyek lapangan) diukur untuk didapatnya peta yang
lengkap. Hasil dari pengukuran tersebut berupa peta topografi yang mana akan di
gunakan untuk perencanaan sesuai dengan tujuan dari pengukuran itu sendiri,
Peta topografi adalah penyajian dari sebagian permukaan bumi memperlihatkan
relief, hidrografi, dan tumbuh-tumbuhan. Pengukuran topografi dalam irigasi
sangatlah diperlukan guna merencanakan desain irigasi yang mengairi sawah yang
bermanfaat dalam menentukan dan menata arah aliran air.
Pengukuran ini meliputi :

a. Pengukuran Poligon (data sudut dan jarak)

b. Pengukuran Elevasi (data beda tinggi permukaan tanah antar titik


patok). Dari pengukuran topografi tersebut itu akan berguna dalam bidang pertanian,
perencanaan irigasi untuk saluran pembuangan, bahan perkiraan perhitungan
aliran permukaan dan sebagai dasar pola usaha pertanian termasuk di dalamnya
pengolahan tanah dan sebagainya.
Di dalam Ilmu Geodesi dikenal mengenal titik kerangka dasar yaitu kerangka
horizontal dan kerangka vertical. Kerangka horizontal yaitu berupa koordinat–
koordinat horizontal atau planimetris (X,Y) berupa titik yang didapat dari
8 pengukuran sudut dan jarak. Sedangkan kerangka vertikal yaitu diperoleh dari
pengukuran beda tinggi atau penyipat datar. Kerangka dasar pemetaan tersebut di
gunakan sebagai acuan atau titik pengikat pada pengukuran situasi (detail).

Kerangka Vertikal
Suatu tempat dipermukaan bumi selain dapat ditentukan posisi mendatarnya, dapat juga
ditentukan posisi tegaknya. Untuk menentukan posisi tegak suatu titik dilapangan di lakukan
pengukuran yang biasa disebut dengan pengukuran tinggi. Tinggi suatu titik dapat di artikan
tinggi titik tersebut terhadap suatu bidang persamaan (referensi) yang telah kita tentukan.
Pada ukur tanah, bidang persamaan untuk menentukan tinggi suatu titik dipakai. Muka air
laut rata-rata (Mean sea level = MSL). Untuk menentukan MSL dilakukan
penyelidikan/pengamatan yang memakan waktu bertahun-tahun. MSL inilah yang kemudian
kita jadikan peil 0,00 untuk dasar penentuan tinggi.

Pengukuran-pengukuran untuk menentukan beda tinggi dapat dilakukan dalam 3 (tiga) cara,
yaitu :
1. Pesawat di atas titik
2. Pesawat di luar titik
3. Pesawat di antara titik
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah I. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu
Ukur Tanah Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM.

Brinker, 1987. Ilmu Ukur Tanah. Banjarmasin: Jurusan Teknik Geodesi. Politeknik Negeri
Banjarmasin.

Basuki, S. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Jurusan Geodesi Universitas Gajah Mada.

Mulyo, Jarot dan Supriatna. 2008. Modul Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Depok: Fakultas
MIPA Universitas Indonesia.

Purwaamijaya, Iskandar Muda. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Suharto.2011.PekerjaanSurveidanPemetaan. http://www.indahnyabelajar.wordpress.com/201
1/07/17/pekerjaan-survei-dan-pemetaan/. Diakses tanggal 6 November 2011

Tim Penyusun Modul Praktikum Ilmu Ukur Tanah. 2010. Pedoman Praktikum Ilmu Ukur
Tanah. Depok : Laboratorium Survey dan Pemetaan, Jurusan Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.

Wongsotjitro, Soetomo. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai