PERTEMUAN 6
A. TUJUAN BELAJAR
B. URAIAN MATERI
Pasal 16
1
Nikolas Simanjuntak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 77.
2
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 6.
3
M Yahya Harahap, 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm. 157
4
Darwin Prints, 1989, Hukum acara Pidana; Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta, hlm, 43
Alasan Penahanan
Pasal 21 Ayat (1) KUHAP dengan tegas menyebutkan, bahwa penahanan atau
penahanan lanjutan terhadap tersangka atau terdakwa dapat dilakukan dengan alasan:
1. Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;
2. Tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti;
3. Tersangka atau terdakwa akan mengulangi tindak pidana.
Syarat Penahanan
1. Syarat Objektif
Syarat ini diatur dengan tegas dalam Pasal 21 Ayat (4) huruf a dan huruf b
KUHAP, yaitu tindak pidana diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih dan tindak pidana lain sebagaimana ditentukan dalam Pasal Pasal 21 Ayat
(4) huruf b.
2. Syarat Subjektif
Syarat subjektif merupakan syarat yang merujuk pada alasa dilakukannya
penahanan sebagaimana dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, yakni adanya
kehawatiran bahwa tersangka atau terdakwa melarikan diri, tersangka atau
terdakwa merusak atau menghilangkan barang bukti, atau tersangka atau
terdakwa mengulangi perbuatannya.
Prosedur Penahanan
Prosedur penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 21 Ayat (2) KUHAP. Jika
dalam proses penyidikan ataupun persidangan, diperlukan melakukan penahanan
terhadap seseorang, maka penyidik atau hakim yang melakukan penahanan wajib
memberikan Surat Penahanan atau Penetapan Hakim.
Surat perintah penahanan atau penetapan hakim, setidak-tidaknya memuat identitas
tersangka atau terdakwa, alasan dilakukannya penahanan dan uraian tindak pidana
yang disangkakan atau didakwakan.
Selain menyerahkan Surat Penahanan atau Penetapan kepada seseorang yang
akan ditahan, penyidik atau hakim juga wajib memberikan tembusannya kepada
keluarga.
Jenis Penahanan
Ketentuan yang mengatur tentang berbagai jenis penahanan terdapat dalam
Pasal 22 KUHAP, yaitu:
1. Penahanan Rumah Tahanan Negara;
Rumah Tahanan Negara atau yang biasa disebut Rutan merupakan tempat
penahan seseorang yang masih menjalani proses hukum, baik penyidikan
maupun penuntutan atau persidangan. Selain Rutan, Lapas (Lembaga
Pemasyarakatan) juga dapat difungsikan sebagai Rutan. Hal ini mengingat
keterbatasan jumlah Rutan. Selain itu, tempat tahanan di kepolisian, kejaksaan
juga menjadi Cabang Rutan.5
2. Penahanan Rumah;
Penahanan dilakukan di rumah tempat tinggal atau kediaman tersangka atau
terdakwa yang telah di tentukan dalam surat perintah penahanan atau surat
penetapan penahanan tersangka atau terdakwa yang menjalani penahananan
rumah.6
5
Adnan Paslyadja, 2003, Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Jakarta, hlm.45
6
Ibid
Seseorang yang menjalani penahanan rumah, menurut Pasal 22 Ayat (2) dan
Ayat (3) KUHAP, dapat keluar dari rumah yang menjadi tempat penahanan
jika memperoleh izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang telah
memerintahkan penahanan.
3. Penahanan Kota.
Penahanan dilakukan di dalam kota atau desa yang disebutkan telah di
tentukan dalam surat perintah penahanan atau surat penetapan penahanan
tersangka atau terdakwa yang menjalani penahananan kota.7
Pengawasan seseorang yang menjalani penahanan kota dilaksanakan secara
tidak langsung dengan cara orang yang menjalani penahanan tersebut melapor
kepada penyidik atau hakim yang memerintahkan penahanan. Hal ini sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Ayat (3) KUHAP:
“Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman
tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa
melapor diri pada waktu yang ditentukan”
7
Ibid
2. Penahanan Rumah
Jenis penahanan ini penghitungannya adalah sepertiga jumlah lamanya waktu
penahanan dijalani (Pasal 22 Ayat (3) dan Ayat (4)). Jika seseorang sudah
menjalani 30 hari penahanan rumah, maka penghitungan pengurangan masa
penahanan adalah 10 hari. Sebagai contoh, seseorang telah dijatuhkan
hukuman 3 bulan penjara, dan selama proses hukum sudah menjalani
penahanan rumah selama 10 hari. Maka orang tersebut akan menjalani
hukuman penjara selama 2 bulan dan 20 hari.
3. Penahanan Kota
Jenis penahanan ini penghitungannya adalah seperlima jumlah lamanya waktu
penahanan dijalani (Pasal 22 Ayat (3) dan Ayat (4)). Jika seseorang sudah
menjalani 30 hari penahanan kota, maka penghitungan pengurangan masa
penahanan adalah 6 hari. Sebagai contoh, seseorang telah dijatuhkan hukuman
3 bulan penjara, dan selama proses hukum sudah menjalani penahanan kota
selama 30 hari. Maka orang tersebut akan menjalani hukuman penjara selama
2 bulan dan 24 hari.
melarikan diri, maka dalam jangka waktu tiga bulan tersangka atau terdakwa yang
melarikan diri tidak ditemukan, maka uang jaminan tersebut diserahkan kepada
negara dengan menyetor kepada kas negara.
Selain dengan atau tanpa jaminan uang, penanggguhan penahanan juga dapat
diberikan dengan atau tanpa jaminan orang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 31
Ayat (1) KUHAP tersebut di atas. Secara lengkap, perihal jaminan orang diatur dalam
Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983.
Pasal 23 KUHAP
Pasal 24
(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh
hari;
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai,
dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk
paling lama empat puluh hari;
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan
sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi;
(4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah
mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
yang mengadili untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat
diperpanjangan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh). Hal ini sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 29 Ayat (2) KUHAP.
Penyidik 20 40 60 30 + 30 120
Penuntut 20 30 50 30 + 30 110
Umum
Hakim PN 30 60 90 30 + 30 150
Hakim PT 30 60 90 30 + 30 150
Prosedur Penggeladahan
Prosedur penggeladahan rumah diatur dalam ketentuan Pasal 33 KUHAP.
Penggeladahan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Membawa surat tugas;
2. Mendapatkan izin ketua pengadilan negeri. Dalam hal keadaan yang
mendesak, maka tidak memerlukan izin ketua pengadila. Namun demikian
diperlukan persetujuan ketua pengadilan. Untuk mendapatkan persetujuan
tersebut, penyidik segera melaporkan kepada ketua pengadilan setelah
penggeladahan selesai dilakukan;
3. Disaksikan dua orang saksi atau dua orang saksi dan disaksikan kepala desa
atau lingkungan;
4. Membuat berita acara dengan ditanda tangani penyidik, pemilik rumah atau
tersangka selambat-lambatnya dua hari setelah penggeladahan dilakukan, dan
beritas acara tersebut disampaikan kepada pemilik rumah.
C. Kesimpulan
E. DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Muhammad, Rusli, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Prints, Darwin, 1989, Hukum acara Pidana; Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta.
Simanjuntak, Nikolas, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta.