PENYEBAB KEMUNCULANNYA
PENDEKATAN STRATEGIC-RELATIONAL DAN
RATIONAL-CHOICE
Oleh :
Anggalia Putri Permatasari
Grawas Suharto
Sylvia Windya Laksmi
Vitri Mayastuti
Yelli Effrisa
1006743424
10067
1006797534
1006743821
1006797553
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abu Sayyaf Group (ASG) adalah kelompok bersenjata Islam yang paling kecil namun
paling menakutkan di Filipina.1 Selain menjadi ancaman keamanan internal
Filipina, keterkaitannya dengan Al-Qaeda dan Jemaah Islamiyah (JI) menjadikannya
ancaman bagi keamanan regional dan global sekaligus (ibid.). ASG didirikan di pulau
Basilan sekitar tahun 1991 di bawah kepemimpinan Abdurazak Janjalani dan
ditengarai merupakan bentukan salah satu letnan Osama Bin Laden, Jamal Khalifa.2
Pada awal pendiriannya, ASG menyatakan tujuannya untuk menghilangkan
seluruh pengaruh Kristen di Filipina Selatan dan menciptakan negara Islam
Mindanao. Meskipun tujuan organisasi ini dapat dikatakan bersifat lokal, pemimpin
ASG mengaitkan tujuan pendirian negara Islam ini dengan tujuan yang lebih luas
dalam konteks regional dan global, yaitu supremasi Islam di seluruh dunia yang
berusaha dicapai melalui perjuangan bersenjata3.
ASG merupakan kelompok separatis Islam yang ide-idenya telah muncul sejak + 30
tahun yang lalu (pertengahan tahun 1970an).4 Kelompok ini beroperasi di Filipina
Selatan terutama di Basilan dan Kepulauan Sulu. Tujuan utama dari ASG ini adalah
untuk mempromosikan pembentukan sebuah negara Islam merdeka
di Mindanao
Barat dan Kepulauan Sulu yang merupakan kawasan utama di Filipina Selatan yang
mayoritas didiami oleh muslim. Secara umum, ASG menggunakan metode-metode
teror untuk keuntungan finansial. Namun, dalam beberapa kasus pengeboman
belakangan ini, ASG tampak menjadi semakin radikal dan mulai memiliki agendaagenda politik.6 Dalam perkembangannya, ASG memiliki berbagai nama lain seperti
1 Rommel C.Banloi, The Abu Sayyaf Group and Terrorism in the Southern Philippines Seven Years
After 9/11 : Threat and Response, PIPVTR Monograph No. 2 September 2008, 6.
2 Dana R. Dillon and Paolo Pasicolan, Southeast Asia and the War Against Terrorism, The Heritage
Foundation Backgrounder No. 1496 October 23, 2001, 5.
3 Peter Chalk et al, The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asi. 2009, dalam. http://www.rand.org,
diakses tanggal 13 November 2010, 44.
4 Http://www.terroristplanet.com/abusayyafgroup.htm, diakses tanggal 15 November 2010
5 Http://www.nctc.gov/site/groups/asg.html, diakses tanggal 15 November 2010
6 Http://www.fas.org/irp/world/para/asg.htm, diakses tanggal 13 November 2010
Al-Harakat Al-Islamiyya, Al-Harakat-ul Al-Islamiyya, Al-Harakatul-Islamia, AlHarakat Al-Aslamiya, Abou Sayaf Armed Band, Abou Sayyef Group dan Mujahideen
Commando Freedom Fighters, namun yang paling dikenal adalah sebutan ASG.
Kelompok teroris ASG ini sangat menarik untuk dibahas karena ASG dengan
keunikannya sebagai kelompok kecil namun sangat radikal dan kuat atas dukungan
masyarakat lokal, secara utuh menggambarkan transformasi dari sebuah kelompok
kriminal menjadi organisasi teroris dan memandang terorisme sebagai sarana yang
paling efektif dan rasional dalam mencapai tujuan-tujuannya.
1.2. Perumusan Masalah
Makalah ini ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
2.
3.
4.
untuk
mengatasi ASG?
Selain MCFF, Jamaa Tableegh yang dibentuk di Basilan tahun 1980an oleh
Abdurajak Janjalani juga dianggap sebagai perintis lahirnya ASG.7
Sebagian besar pemimpin ASG berasal dari Afghanistan selama invasi Sovyet dan
merupakan tokoh-tokoh utama dari ajaran Islam radikal. Kelompok ini berpisah dari
MNLF pada awal 1990an di bawah kepemimpinan Abdurajak Abubakar Janjalani,
seorang muslim Filipina yang berjuang dalam brigade Islam di Afghanistan selama
invasi Sovyet. Namun, ia dibunuh dalam sebuah perselisihan dengan polisi Filipina
pada Desember 1998. Kemudian Khadaffy Janjalani (adik dari Abdurajak Abubakar
Janjalani) menggantikannya memimpin kelompok tersebut dari tahun 1998 hingga
2006.8 Mohammed Jamal Khalifarab yang merupakan pebisnis kaya dari Saudi dan
menetap di Filipina merupakan sosok penting yang memberikan bantuan finansial
dan organisasi pada awal-awal pembentukan ASG. Setelah tahun 2006, ASG
mengalami krisis kepemimpinan yang cukup berat. Pada bulan September 2006,
Khadaffy Janjalani terbunuh dalam sebuah pertempuran dengan tentara di Pulau
Jolo. Pada Januari 2007, AS juga mem-back up tentara Filipina untuk membunuh
Abu Sulaiman, seorang komando senior ASG. Kepemimpinan ASG pun kemudian
digantikan oleh seorang sosok senior yang bernama Radullan Sahiron pada Januari
2007.9
teroris yang
sebagai
lawan dari
10
tersebut adalah dengan suicide terrorism seperti yang dilakukan oleh ASG pertama
kali pada tanggal 28 Februari 2004 di kapal Superferry 14.11
Selanjutnya, Khadaffy Janjalani berusaha keras untuk merubah ASG yang awalnya
murni sebagai kelompok bandit menjadi organisasi yang murni berupa gerakan
Islam. Dalam hal ini, terorisme digunakan sebagai sarana gerakan politik. Sejak
tahun 2004, kegiatan ASG tidak lagi didominasi KRAs namun beralih dengan aksiaksi teror yang brutal dimana semua aksi ini memperlihatkan ASG telah melakukan
transformasi dari semula murni sebagai kelompok bandit menjadi organisasi
terorisme modern yang beroperasi secara militer, politik dan ideologi untuk mencapai
agenda Islam radikalnya.12
1.3.3
12
15
Pada dasarnya, ASG terdiri atas sukarelawan jihad yang berperang di Afghanistan.
Selain sebagai pemimpin yang kuat, Janjalani juga berhasil merekrut ratusan orang
yang berasal dari MNLF. ASG sendiri memiliki banyak kelompok afiliasi yang cukup
longgar, sebagian besar terorganisir dalam bentuk kelompok clan (berdasarkan garis
kekeluargaan) tradisional yang hingga saat ini berjumlah + 26 afiliasi. Sub-sub
kelompok ini terutama bermarkas di Pulau Jolo dan Basilan di Kepulauan Sulu. Pola
komando dari kelompok clan ini juga sangat sederhana dimana komando langsung
dipegang oleh ketua clan yang bersangkutan. Meskipun afiliasi-afiliasi tersebut
merupakan kelompok dengan jumlah kecil namun menjadi sumber kekuatan lokal
yang sangat vital bagi ASG. ASG banyak bertanggung jawab dalam hal perencanaan
dan serangan teroris dengan target yang cukup luas terutama pemerintah Filipina,
orang-orang kristen dan dunia barat. Dari tahun 2008 hingga saat ini, berbagai
serangan ASG pada umumnya lebih dimotivasi oleh keuntungan finansial daripada
sekedar tujuan politik, agama ataupun ideologi. Pendanaan (Funding) merupakan
hal yang sangat penting bagi ASG terutama untuk menjaga kapasitasnya dalam
menghadapi operasi counter-insurgency dari AFP, termasuk untuk mendanai
hubungan interaksinya dengan kelompok teroris lain seperti MILF, MNLF dan JI.17
1.3.4
Struktur ASG
Konfigurasi ASG saat ini bersifat terdisagregasi. Setelah kematian Khadafy dan Abu
Sulaiman, ASG kehilangan kohesi internalnya karena belum menemukan Emir baru
yang didukung oleh seluruh anggota organisasi. Berikut adalah bagan struktur
organisasi ASG pada awal masa pendiriannya:
1.3.5
Sumber: Armed Forces of the Philippines, Office of the Deputy Chief of Staff for Operations, 2002
Kapabilitas ASG
17 Http://www.ag.gov.au/agd/WWW/nationalsecurity.nsf/Page/What_Governments_are_doing_Listing
_of_Terrorism_Organisations_Abu_Sayyaf_Group, diakses tanggal 23 November 2010
Menurut sumber-sumber AFP, pada tahun 2008, kekuatan ASG berkisar di antara
100 orang militan hard-core dan 200-300 pengikut aktif, menurun dari 350 anggota
pada tahun 2005. Jumlah ini telah jauh berkurang dari kisaran 1.296 orang pada
pertengahan tahun 2000 (Chalk et al. 2009: 54). Meskipun demikian, rekrutmen dan
dukungan bagi kelompok ini sangatlah fleksibel dan didasarkan pada hubungan
kekeluargaan dan klan sehingga kekuatan ASG dapat berfluktuasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhkan. Biasanya, ketika pasukan pemerintah melakukan operasi
intensif, ASG cenderung menyebar dan bercampur dengan populasi lokal serta
kembali bersatu setelah tekanan tersebut usai. Strategi ini merupakan pilihan
strategis ASG dalam menanggapi tindakan kontraterorisme pemerintah Filipina.
Dengan demikian, kekuatan ASG bersifat relatif dan merupakan fungsi dari
kemampuannya untuk melebur di tengah masyarakat di sekitarnya.18
1.3.6
Anggota inti ASG sebagian besar berbasis di Zamboanga dan kepulauan Sulu
(khususnya Jolo dan Tawi-Tawi). Mereka bergerak dengan sangat cepat dengan
menggunakan speedboats yang terlalu cepat untuk dikejar oleh Angkatan Laut
Filipina. ASG diperkirakan memiliki jejaring logistik dan dukungan di Mindanao
Tengah, Davao, dan Manila.
Meskipun ideologi memainkan peran penting dalam konfigurasi ASG saat ini,
terutama pasca-upaya pembangkitan ASG sebagai kelompok teroris murni, ideologi
justru bukan merupakan hal penting dalam rekrutmen dan radikalisasi calong
anggota ASG. Dukungan terhadap ASG didasarkan pada hubungan kekeluargaan
dan klan serta tradisi penentangan yang kuat terhadap kewenangan luar. Secara
historis, jantung wilayah ASG dulunya adalah sebuah Kesultanan independen yang
berjuang melawan dominasi Spanyol sejak abad ke-16 hingga abad ke-19. Penduduk
lokal pulau tersebut memiliki keyakinan bahwa nenek moyang mereka tidak pernah
menyerah pada Manila. Sikap keras ini
mendapatkan legitimasi dan kredibilitas.
18
1.3.7
atau
penculikan
untuk
mendapatkan
tebusan
yang
Modus Operandi
Pembajakan Pesawat
Keterangan
Percobaan pembajakan pesawat komersial transAtlantik AS
Terorisme maritim
JI)
merupakan
yang
menewaskan
aksi
terorisme
116
maritim
orang
dan
terburuk
sepanjang sejarah.
3
Pengeboman
20
2006
Pengeboman terkoordinasi di tiga kota di Mindanao
tengah (Makilala, Tacurong, dan Cotabato City) pada
bulan Oktober 2006
4
Pembunuhan
Serangan
Bersenjata
(urban terrorism)
Percobaan serangan bersenjata terhadap tempattempat yang sering dikunjungi turis dan pebisnis luar
negeri
di
Kota
Markati,
dijadwalkan
untuk
22
dilakukan dengan menangkapi dan membunuh para pemimpin faksi-faksi ASG yang
kerap melakukan banditry.
Kembalinya
ASG
dari
kelompok
bandit
menjadi
organisasi
teroris
murni
mengindikasikan bahwa organisasi ini memiliki basis ideologi yang kuat, yakni
militansi Islam. Faktor kepemimpinan juga sangat bepengaruh dalam ASG sebagai
konsekuensi logis dari ideologi sebagai center of gravity-nya. Tanpa adanya pemimpin
yang juga bertindak sebagai ideolog yang menyediakan basis perjuangan ASG,
organisasi ini segera terpecah-belah dan mengalami degenerasi menjadi kelompok
kriminal biasa yang tujuan akhirnya adalah uang dengan embel-embel perjuangan
Islam. Meskipun saat ini Khadafy dan Abu Sulaiman telah tewas, mereka tetap
menjadi pengarah strategi dan taktik ASG. Saat ini, ASG dikatakan telah
mengurangi aktivitas penculikan demi tebusan dan kembali melakukan metodemetode penciptaan rasa takut di kalangan publik melakui beberapa modus yang
telah dijabarkan di atas.
1.3.8
23 Erict Smitt, U.S. and Philippine Setting up Joint Command to Combat Terror, New York Times,
January 16, 2002.
11
adalah anak laki-laki Ulama lokal yaitu, Ustadz Adularia Janjalani, yang kemudian
muncul sebagai pimpinan kelompok ini.
Terkait perkembangan jejaring terorisme, Al Qaeda membangun jaringan teroris
yang kuat di Filipina melalui ASG dan Moro Islamic Liberation Front (MILF). Bagi
Al Qaeda, Filipina merupakan hub utama yang direncanakan untuk misi-misi Al
Qaeda di seluruh dunia dan sebuah wilayah untuk mendanai organisasi Islam
radikal. Khalifa mendirian cabang-cabang lokal dari Saudi-based International
Islamic Relief Organization (IIRO), yang merupakan jalur pendanaan ASG dan sel Al
Qaeda di sebuah negara. Jaringan Al Qaeda di wilayah Asia Tenggara tidak hanya
karna menjadi pusat pelatihan dan operasi baru, namun hal tersebut juga
merupakan sebuah model bagi wilayah lain seperti Chechnya dan Afrika Timur
dimana wilayah Islamiknya mungkin saja saling terkait dengan wilayah lainnya.24
Prinsip jihad yang dianut oleh ASG merupakan impartasi dari apa yang ditanamkan
oleh Al Qaeda, dan Janjalani memberi nama Abu Sayaaf, setelah peristiwa Perang
Pushtun, dimana Abdul Rasl Sayaff, seorang mujahidin legendaries dari Afghanistan
dan pendiri gerakan Islam Afghanistan. Sebagai hasilnya, Asia Tenggara di tahun
1990-an bangkit sebagai wilayah penting bagi Al Qaeda, lebih dari sekedar wilayah
operasi. Ketika Al Qaeda ingin mendirikan afiliasi lokal di tahun 1993-1994, Al
Qaeda melirik mujahidin Anti-Sovyet di Afghanistan. Veteran asal Asia Tenggara di
Afghanistan menjadi pemimpin beberapa kelompok militan di wilayah Asia
Tenggara, seperti Jemaah Islamiyah (JI), Kampulan Mujahideen (Malaysia), Laskar
Jihad (Indonesia), Guragon Mujahideen dan Wae Kah Rah (Thailand Selatan), serta
MILF/Abu Sayyaf (Filipina).25
Al Qaeda beroperasi sebagai organisasi teroris lintas batas dan mengembangkan selsel yang mentautkan ekstrimis-ekstrimis di kurang lebih 40 negara.26 Diantara
jaringan kelompok-kelompok konstituen tersebut yaitu kepemilikan bin Laden
terhadap Al Qaeda, Egyptian Islamic Jihad (EIJ), Armed Islamic Group (GIA) di
Algeria, Harakat al Mujahadin yang berbasis di Pakistan dan beroperasi sebagian di
24 Barry Desker and Kumar Ramakrishna, Forging an Indirect Strategy in Southeast Asia, The
Washington Quarterly, Spring 2002 <Http://www.twq.com/02spring/desker.pdf> (23 June 2004), 165.
25 Zachary Abuza, Learning by Doing: Al Qaedas Allies in Southeast Asia, Current History: A
Journal of Contemporary World Affairs (April 2004): 172.
26 Peter Chalk, Al Qaeda and Its Links to Terrorist Groups in Asia, in The New Terrorism:
Anatomy, Trends and Counter-Strategies eds. Andrew Tan and Kumar Ramakrishna (Singapore:
Eastern Universities Press, 2002), 108.
12
ASG
JI
ASG
tempat
pernah
MILF
memberikan
perlindungan
bagi
MILF
telah
memberikan
izin
untuk
27 Kurt Campbell and Michelle Flournoy, To Prevail: An American Strategy for the Campaign
Against Terrorism (Washington, D.C.: Center for Strategic and International Studies, 2001), 41-42.
28 Rohan Gunaratna, The Evolution and Tactics of the Abu Sayaaf Group, Janes Intelligence
Review, July 2001.
29 The Terrorism Research Center; Terrorist Group Profiles, June 2003.
30 Http://akupunmenulis.wordpress.com/2010/02/01/terorisme-sebagai-fenomena-globalisasi-di-asiatenggara-dan-asia-timur/, diakses tanggal 9 Desember 2010
13
menjadi buron.
Mantiqi 3 JI yang juga meliputi Filipina
Selatan memiliki hubungan dekat dengan
MILF dalam mendapatkan senjata dan bahan
peledak untuk mendukung pelatihan dan
operasi.
MILF
pernah
mengirimkan
sekitar
700
anggotanya
Afghanistan.
untuk
mengikuti
pelatihan
Afghanistan.
AQ
AQ
Pada Desember 1991 hingga
yang
dilakukan
di
Mindanao
dan
Afghanistan.
bom.
terorisme
(underlying
causes).
Beberapa
penyebutnya
sebagai
32
14
34
15
memandang struktur dan agen sebagai dua kutub yang berlawanan, SRA
memandang struktur dan agen sebagai dua faktor yang saling berkaitan.35
kelompok. Teori
psikologi
individu atau
kelompok
berusaha
tertentu (dalam hal ini untuk menjadi teroris), sementara rational-choice theory,
yang asalnya dari ilmu ekonomi, beranggapan bahwa kecenderungan untuk
berperilaku seperti ini adalah sesuatu yang telah ditentukan dan berusaha
menjelaskan bagaimana perubahan dalam kebijakanaturan main yang dimainkan
antara teroris dan pemerintahmungkin bisa mengubah perilaku ini.38
Dalam pendekatan ini, aksi teror dianggap memperlihatkan rasionalitas kolektif.
Sebuah organisasi politik yang radikal dianggap sebagai aktor utama dalam drama
teror. Kelompok ini memiliki preferensi atau nilai-nilai kolektif dan memilih aksi
teror sebagai pilihan yang lebih menguntungkan dan lebih efektif dibandingkan aksiaksi lainnya. Selain itu, kelompok terror tak selalu terdiri dari orang-orang yang
35
Banlaoi, Op. Cit., Hal. 109.
Crenshaw, Op. Cit.,, hal. 42.
37 Jeff Victoroff, The Mind of Terrorist: A Review and Critique of Psychological Approaches, The
Journal of Conflict Resolution, Vol. 49, No. 1 (Feb 2005), hal. 14.
38 Ibid.
36
16
kekerasan sebagai alat yang menurut mereka paling masuk akal.39 Kekerasan bisa
menjadi bagian dari strategi rasional, dengan perhitungan biaya dan keuntungan
yang akan diraihnya, dan digunakan sebagai komitmen moral untuk sebuah alasan
perjuangan.40
III. Pembahasan
3.1. Analisis Faktor Penyebab Bangkitnya ASG : Pendekatan StrategicRelational (Agen Struktur)
3.1.1. Faktor Struktural-Prekondisi
Menurut Banlaoi, penyebab yang berada di level struktur memandang ASG sebagai
gerakan teroris yang lahir karena pemerintah Filipina gagal mengatasi penyebab
struktural
dari
konflik
bersenjata
di
Filipina
yang
melibatkan
kelompok
pemberontak Moro yang berakar pada kolonialisme. Konflik internal bersenjata itu
kemudian terus menimbulkan penyebab struktural yang terus melahirkan terorisme,
termasuk ASG.41 Hal ini pada gilirannya disebabkan oleh deprivasi yang dialami oleh
bangsamoro. Soliman S. Santos menyatakan bahwa permasalahan Moro disebabkan
oleh marjinalisasi penduduk etno-linguistik kepulauan Mindanao yang secara
kolektif disebut Moro dan beridentitas Muslim, pertama-tama oleh penjajah Spanyol
pada abad ke-16 hingga abad ke-19, Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-20,
dan akhirnya pemerintahan Filipina yang mengklaim kemerdekaan formalnya pada
tahun 1946. Kemerdekaan Filipina ini sekaligus menutup kemungkinan bangsamoro
39 Martin Kramer, The Moral Logic of Hizballah, dalam Walter Reich (ed.), The Origins of
Terrorism: Psychologies, Ideologies, Theology and the State of Mind, Washington DC: Woodrow Wilson
Center Press, 1998, hal. 133.
40 Crenshaw, op.cit., Hal. 44.
41 Banlaoi, Op. Cit., Hal. 8.
17
oleh
maraknya
kemiskinan,
kurangnya
pelayanan
publik,
infratsruktur, dan peluang. Hal ini diperparah dengan tidak responsifnya pemerintah
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan ini. Bangsa Moro di wilayah
Mindanao hanya berjumlah 5% dari populasi Filipina, namun merupakan elemen
populasi dengan tingkat kemiskinan dan kematian paling tinggi, pembangunan
18
ekonomi yang paling rendah, dan dengan dukungan institusional pemerintah yang
paling
minimal.42
Masyarakat
Moro
juga
memandang
pemerintah
Filipina
melakukan silent discrimination secara ekonomi dan budaya, salah satunya dalam
hal kepemilikan lahan. Di wilayah Mindanao yang merupakan pusat ASG, kaum
Muslim hanya menguasai 25% lahan dan sisanya dikuasai oleh penduduk Kristen.
Secara budaya, bangsa Moro pun merasa mengalami diskriminasi akibat cara hidup
dan keyakinan Islaminya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyebab
struktural dari kemunculan ASG adalah deprivasi yang dilakukan pemerintah
Filipina terhadap bangsa Moro yang kemudian memunculkan gerakan pemisahan
diri dalam bentuk konflik bersenjata di Filipina.
45
20
bertugas di Basilan dari tahun 1992-1998 berkata, Rakyat mendukung kami karena
kami mendapatkan uang dari penculikan, kami memberi mereka uang. Saat mereka
meminta
perahu
motor
kepada
kami,
kami
memberikannya.
Mereka
21
kedok. Mudah bagi mereka untuk merekrut pengikut karena mereka menawarkan
uang dalam jumlah yang besar agar orang-orang mau bergabung dengan mereka.51
Selain itu, lokasi geografis di mana ASG beraksi juga mendukung mereka untuk
melakukan penculikan dan aksi-aksi kekerasan lainnya, termasuk pengeboman dan
pemerasan. Kawasan Mindanao Barat, terutama di semenanjung Zamboanga dan
Propinsi Basilan, memungkinkan ASG untuk bergerak dengan perahu cepat untuk
melakukan penculikan, penyerangan, lalu dengan cepat menghilang .52 Mereka juga
melakukan pengeboman kapal berpenumpang di laut dan di dermaga53 dan berhasil
melarikan diri dengan mudah. Dukungan publik yang luas dan kondisi geografis
membuat kelompok ini secara sadar memilih penculikan dan pengeboman sebagai
aksi teror mereka karena dianggap lebih membawa keberhasilan.
ASG juga tak sembarangan saat melakukan penculikan. Mereka terutama membidik
para warga asing dan wartawan yang kemudian mereka gunakan sebagai corong
untuk memberitakan perjuangan mereka.
berkata, Tak ada cara lain bila itu pilihan terakhir yang tersisa. Sulit bagi kami
untuk mendapatkan perhatian, terutama bagi orang-orang seperti kami yang hidup
di bagian yang terabaikan di negara kami.54 Penculikan para wartawan ini tentu
bukan tanpa alasan. Dengan menculik mereka, ASG memperalat mereka agar
kelompoknya mendapat liputan internasional dan sebagai alat untuk menyiarkan
propaganda mereka.55
Aksi kontra-terorisme yang dilakukan pemerintah Manila yang menewaskan
pimpinan ASG, Khadaffy Janjalani pada tahun 2006 dan Abu Solaiman pada tahun
2007 merupakan pukulan yang berat bagi kelompok ini sehingga membuat mereka
menghentikan aksi penculikan mereka untuk sementara. Menurut Santos, Jr. dan
Dinampo, ASG menghentikan aksi penculikan mereka karena mereka berpikir
operasi penculikan, terutama penculikan warga asing terlalu memakan banyak
51 Jose Torres, Jr., Muslim Fundamentalists and the Armed Forces: An Explosive Mix, Manila
Standard Today, 12 Juni 1994, hal. 68.
52 Korps Marinir Filipina, Kantor Asisten Kepala Staf Intelijen, Field Handout: Doctrinal Extract
for the Abu Sayyaf Group, Markas Besar Korps Marinir Filipina, 21 Januari 2002, hal. 33.
53 Baca Rommel Banlaoi, Maritime Terrorism in Southeast Asia: The Abu Sayyaf Threat, US
Naval War College Review, Vol. 58, No. 4 (Autumn) 2005, hal. 63-80 dan The Abu Sayyaf Group:
Threat of Maritime Piracy and Terrorism, dalam Peter Lehr (ed.), Violence at the Sea: Piracy in the
Age of Terrorism, London: Routledge, 2006.
54 Juliet Labog-Javellana, Muslim-Christian Girl Lives in World of Contradictions, Philippine
Daily Inquirer, 21 Mei 2000.
55 Diana Rodriguez (ed.), Primed and Purposeful: Armed Groups and Human Security Efforts in the
Philippines, Geneva: Small Arm Survey, 2010, hal. 370.
22
kekuatan
3.3. Strategi Kontra dan Anti Terorisme Pemerintah Filipina terhadap ASG
Selama bertahun-tahun rakyat Filipina telah berusaha menanggulangi terorisme
dengan berbagai cara. Melalui kekuatan militer, menghukum para pelaku terorisme,
mencegah serangan terorisme, mengimplementaasikan strategi bertahan dan
mencoba mencari sebab-sebab terjadinya terorisme. Metode pembahasan strategi
kontra terorisme yang dilakukan adalah dengan menganalisa struktur organisasi dan
alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan organisasi tersebut, serta
bagaimana birokrasi pemerintah Filipina dalam merespon ancaman yang dilakukan
oleh kelompok ekstrimis ini57.
57
23
3.3.1
Dalam
kebutuhan
untuk
menjaga
keamanan
masyarakatnya,
masyarakat
internasional,
terutama
dengan
ASEAN,
Amerika
58
Fourteen (14) Pillars of Policy and Action Against Terrorism as enumerated in Memorandum
Order No. 31 dated October 12, 2001 by the Office of the President, in National Plan to Address
Terrorism AND Its Consequences, Annex K to the Philippine National Internal Security Plan (NISP)
(2002).
24
3.2.2
Filipina
memberikan
respons
tercepat
terhadap
permintaan
bantuan
AS
dalam perang melawan terorisme. Segera setelah 9/11, Presiden Macapagal Arroyo
melihat perang melawan terorisme sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan
hubungan politik dengan AS melalui kampanye militer pemerintah terhadap
Sayyaf60. Presiden Arroyo, menggunakan masalah terorisme di Mindanao dan
Kepulauan Sulu, sebagai jawaban terhadap seruan Presiden Bush mengenai koalisi
global melawan terorisme.
Pada akhir 2001, Manila mengijinkan pasukan AS untuk lebih terbang di wilayah
udara Filipina dan menggunakan lapangan udara sebagai titik transit dalam
Philippine Primer on the National Plan to Address Terrorism and Its Consequences (2002), 4.
Zachary Abuza, Militant Islam in Southeast Asia: The Crucible of Terror (Colorado: Lynne Reinner
Publishers, 2003), 202.
59
60
25
gantinya,
memberikan
pelatihan
anti-terorisme
dan
saran, dan personil militer dikerahkan, termasuk 160 Pasukan Khusus AS untuk
Zamboanga di Mindanao dan Basilan. 61 Hasil dari kerjasama ini pun mulai terlihat
ketika jumlah pejuang Abu Sayyaf telah menurun dari sekitar 1.000 pejuang di
pertengahan 1990-an, menjadi beberapa ratus di tahun 2004.62
3.2.3
Ibid
Angel Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radicals and Terrorists, The
Adelphi Papers, Oxford Journals, 01 July 2003, 54-55.
63 Kurt Campbell and Michelle Flournoy, To Prevail An American Strategy for the Campaign
Against Terrorism (Washington, D.C.: The Center for Strategic and International Studies Press,
2001), 78.
61
62
26
IV. KESIMPULAN
ASG lahir sebagai organisasi yang menggunakan metode terorisme karena para
anggotanya percaya bahwa terorisme dapat memberikan hasil yang segera dapat
dilihat (immediate result). Dalam hal ini, terorisme dipandang sebagai metode yang
berguna untuk mengedepankan perubahan politik (pendirian negara Islam yang
merdeka) dalam agenda publik. Selain itu, jumlah personel ASG yang relatif kecil
dibandingkan dengan organisasi-organisasi Islam militan lain di Filipina seperti
MNLF dan MILF merupakan faktor yang mendorongnya menggunakan metode
terorisme untuk mencapai tujuan-tujuannya. Jadi, terorisme merupakan pilihan
rasional yang diambil ASG dengan mempertimbangkan tujuan, lingkungan, dan
kapabilitas internal organisasi.
Kampanye
Pemerintah
Filipina
terhadap
ASG
telah
dapat
mendegradasi
64
Eusaquito, Manalo, The Philippine Response To Terrorism: The Abu Sayyaf Group, Thesis of
Naval Postgraduate School, 2004, 81.
27
28