Anda di halaman 1dari 8

TUGAS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Nama : Suclara Krecenza Yula

NIM : A1012211024

Kelas : B PPAPK

Dosen Pengampu : Angga Prihatin , SH.MH

Tugas : Membuat Artikel terkait

1. Asas-asas hukum acara peradilan perdata secara umum beserta contoh


implementasinya
2. Asas-asas hukum acara peradilan agama beserta contoh implementasinya
3. Kekhususan hukum acara yang berlaku pada Lembaga pengadilan agama
Asas-asas hukum acara peradilan perdata secara umum beserta contoh
implementasinya
Asas hukum acara perdata merujuk pada seperangkat aturan dan prinsip-prinsip
yang mengatur proses dan tata cara dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan.
Asas-asas ini merupakan bagian penting dalam sistem hukum perdata karena
memberikan jaminan bahwa proses peradilan berjalan secara adil dan efektif.
Asas-asas hukum acara perdata mencakup berbagai hal, seperti hak untuk mengajukan
gugatan, prosedur pengajuan gugatan, proses persidangan, dan putusan pengadilan.
Beberapa asas hukum acara perdata yang penting antara lain :
1. Asas keterbukaan
Asas keterbukaan menjamin bahwa proses persidangan harus dilakukan secara
terbuka, kecuali ada kepentingan tertentu yang memerlukan perlindungan privasi atau
keamanan.Asas ini memberikan jaminan bahwa proses persidangan dapat diakses oleh
publik dan memungkinkan pihak-pihak yang terkait untuk menyampaikan argumen
mereka secara terbuka.
2. Asas kontradiktif
Asas kontradiktif menjamin bahwa setiap pihak harus memiliki kesempatan yang
sama untuk menyampaikan argumennya dan mengajukan bukti-bukti dalam
persidangan.Dalam arti lain, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa harus diberikan
kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat mereka dan memberikan bukti-
bukti yang mendukung argumennya.
3. Asas kesetaraan
Asas kesetaraan menjamin bahwa setiap pihak dalam persidangan harus diperlakukan
secara adil dan sama oleh pengadilan. Asas ini melarang diskriminasi atas dasar jenis
kelamin, agama, ras, atau kebangsaan.asas kesetaraan juga menjamin bahwa setiap pihak
harus memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan argumennya dan
memperoleh akses ke informasi yang relevan.
4. Asas kewajaran
Asas kewajaran menjamin bahwa proses persidangan harus dilakukan dengan cara
yang wajar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.Asas ini melarang penggunaan taktik-
taktik yang tidak etis atau tidak adil dalam persidangan, seperti intimidasi, pemaksaan,
atau manipulasi fakta.
5. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum menjamin bahwa setiap putusan pengadilan harus didasarkan
pada hukum yang jelas dan dapat dipahami. Asas ini penting untuk memberikan
kepastian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa.

implementasi asas hukum acara perdata dapat membantu memastikan bahwa proses
peradilan berjalan secara adil dan efektif.Dalam praktiknya, hal ini dapat mencakup
berbagai hal, seperti memberikan akses yang lebih luas kepada publik dalam proses
persidangan, menjamin bahwa setiap pihak memiliki kesempatan yang sama untuk
menyampaikan argumennya dan memperoleh akses ke informasi yang relevan, dan
melarang penggunaan taktik-taktik yang tidak etis atau tidak adil dalam persidangan.1

Asas-asas hukum acara peradilan agama beserta contoh


Implementasinya

Secara jelas dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi Agama. Sedangkan yang dimaksud dengan Peradilan adalah proses
pemeriksaan perkara di pengadilan meliputi menerima, memeriksa dan memutuskan
perkara dalam lingkungan pengadilan. Peradilan Agama berbeda dengan Peradilan
Islam. Peradilan Islam adalah peradilan yang mengadili semua perkara yang berkaitan
dengan ajaran Islam sehingga dapat dijelaskan bahwa Peradilan Agama bukan Peradilan
Islam karena ruang lingkup perkara yang diadili terbatas, kompetensinya sesuai Pasal 1
butir (1), 49, 50, Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang No. 3 Tahun
1006. Sementara dalam penjelasan Pasal 10 Ayat (1) UndangUndang No. 14 Tahun 1970
tentang Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa Peradilan
Agama disebut Peradilan Khusus. 2
Adapun asas-asas hukum acara peradilan agama yaitu :
1. Asas Bebas Merdeka
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

1 https://pinterhukum.or.id/asas-hukum-acara-perdata/
2
Tappu, S. A., Karim, K., & Syahril, M. A. F. (2023). Hukum Acara Peradilan Agama.
Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia.ada dasarnya azas
kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada
Pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 ini
menyebutkan “Kekuasaan kehakiman yang medeka ini mengandung pengertian di
dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara
lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari
pihak ekstra yudisial kecuali dalam hal yang diizinkan undang-undang.”
2. Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan


badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Semua peradilan di seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang-undang. Dan
peradilan Negara menerapkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

3. Asas Ketuhanan

Setiap putusan pengadilan dalam kepala putusannya harus mencantumkan klausula


“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;Peradilan Agama dalam
menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada sumber hukum Agama Islam, sehingga
pembuatan putusan ataupun penetapan harus dimulai dengan kalimat Basmalah yang
diikuti dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.”

4. Asas Fleksibelitas
Pemeriksaan perkara di lingkungan peradilan agama harus dilakukan dengan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Untuk itu, pengadilan agama wajib membantu kedua
pihak berperkara dan berusaha menjelaskan dan mengatasi segala hambatan yang dihadapi
para pihak tersebut.Yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami
dan tidak berbelit-belit serta tidak terjebak pada formalitas-formalitas yang tidak penting
dalam persidangan. Cepat yang dimaksud adalah dalam melakukan pemeriksaan hakim
harus cerdas dalam menginventaris persoalan yang diajukan dan mengidentifikasikan
persolan tersebut untuk kemudian mengambil intisari pokok persoalan yang selanjutnya
digali lebih dalam melalui alat-alat bukti yang ada.Biaya ringan yang dimaksud adalah
harus diperhitungkan secara logis, rinci dan transparan, serta menghilangkan biaya-biaya
lain di luar kepentingan para pihak dalam berperkara.
5. Asas Non Ekstra Yudisial
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD RI Tahun
1945. Sehingga setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
akan dipidana.
6. Asas Legalitas

Peradilan agama mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.


Pada asasnya Pengadilan Agama mengadili menurut hukum agama Islam dengan tidak
membeda-bedakan orang, sehingga hak asasi yang berkenaan dengan persamaan hak dan
derajat setiap orang di muka persidangan Pengadilan Agama tidak terabaikan.Asas
legalitas dapat dimaknai sebagai hak perlindungan hukum dan sekaligus sebagai hak
persamaan hukum. Untuk itu semua tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan
fungsi dan kewenangan peradilan harus berdasar atas hukum.

7. Asas Personalitas Ke-islaman

Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan agama, hanya
mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Letak asas personalitas ke-Islaman
berpatokan pada saat terjadinya hubungan hukum, artinya patokan menentukan ke-Islaman
seseorang didasarkan pada faktor formil tanpa mempersoalkan kualitas ke-Islaman yang
bersangkutan. Jika seseorang mengaku beragama Islam, pada dirinya sudah melekat asas
personalitas ke-Islaman. Faktanya dapat ditemukan dari KTP, sensus kependudukan dan
surat keterangan lain. Sedangkan mengenai patokan asas personalitas ke-Islaman berdasar
saat terjadinya hubungan hukum, ditentukan oleh dua syarat Pertama, pada saat terjadinya
hubungan hukum, kedua pihak sama-sama beragama Islam, dan Kedua, hubungan hukum
yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu
cara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.

8. Asas Ishlah (Upaya perdamaian)


Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiap perselisihan dengan melalui
pendekatan “Ishlah”. Karena itu, tepat bagi para hakim peradilan agama untuk menjalankn
fungsi “mendamaikan”, sebab bagaimanapun adilnya suatu putusan, pasti lebih cantik dan
lebih adil hasil putusan itu berupa perdamaian.
9. Asas Terbuka Untuk Umum
Sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama adalah terbuka untuk umum,
kecuali Undang-Undang menentukan lain atau jika hakim dengan alasan penting yang
dicatat dalam berita acara sidang memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan
atau sebagianakan dilakukan dengan sidang tertutup.Adapun pemeriksaan perkara di
Pengadilan Agama yang harus dilakukan dengan sidang tertutup adalah berkenaan dengan
pemeriksaan permohonan cerai talak dan atau cerai gugat (Pasal 68 (2) UU No. 7 Tahun
1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).
10. Asas Equality
Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan adalah sama hak dan
kedudukannya, sehingga tidak ada perbedaan yang bersifat “diskriminatif” baik dalam
diskriminasi normative maupun diskriminasi kategoris.
11. Asas “Aktif” memberi bantuan
Terlepas dari perkembangan praktik yang cenderung mengarah pada proses
pemeriksaan dengan surat atau tertulis, hukum acara perdata yang diatur dalam HIR dan
RBg sebagai hukum acara yang berlaku untuk lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan
Agama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 54 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agama.
12. Asas Upaya Hukum Banding
Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-undang
menentukan lain.
13. Asas Upaya Hukum Kasasi
Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
14. Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang
bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila
terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Dan terhadap
putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
15. Asas Pertimbangan Hukum (Racio Decidendi)
segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula paal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Contoh implementasi hukum acara peradilan agama adalah yaitu:


a) Pengajuan gugatan,seorang individu mengajukan gugatan cerai dipengadilan
agama dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
b) Persidangan,setelah gugatan diajukan pengadilan agama mengadakan persidangan
untuk mendengarkan argument dari kedua pihak
c) Putusan hakim,setelah mendengarkan semua argument hakim pengadilan agama
akan mengeluarkan putusan,missal dalam kasus cerai putusan bisa berupa
pengabulan atau penolakan gugatan cerai
d) Pelaksanaan putusan,pihak yang kalah dalam persidangan harus melaksanakan
putusan
e) Banding atau kasasi,pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan agama dapat
mengajukan banding atau kasasi ketingkat yang lebih tinggi dalam sisitem
peradilan seperti pengadilan tinggi agama atau mahkamah agung.
f) Eksekusi putusan ,jika putusan telah menjadi finaldan tidak ada banding atau kasasi
lebih lanjut pengadilan agama dapat mengeluarkan perintah eksekusi untuk
memastikan bahwa putusan tersebut dilaksanakan.3

Kekhususan hukum acara yang berlaku pada Lembaga


pengadilan agama

Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama adalah hukum acara perdata yang
berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama.Pengaturan secara khusus dalam
bidang pemeriksaan perceraian di lingkungan Pengadilan Agama adalah dalam cara
mengajukan permohonan cerai talak oleh suami dan gugatan perceraian oleh isteri harus
diajukan ke pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman isteri, kecuali
isteri dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa ijin

3
https://pengacara-online.com/asas-asas-hukum-acara-peradilan-agama/
suami. Pemeriksaan cerai talak dan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup
dan biaya perkara perceraian dibebankan kepada pemohon atau kepada
penggugat.Kekhususan pembuktian dalam Hukum Acara Pengadilan Agama adalah
pembuktian permohonan cerai talak, pembuktian dalam gugatan perceraian berdasarkan
pada alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, pembuktian dalam gugatan
perceraian didasarkan alasan tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, pembuktian gugatan perceraian
didasarkan alasan syiqaq, pembuktian gugatan berdasarkan alasan zinah. Untuk macam-
macam perceraian yang tidak diatur pembuktiannya oleh Undang-Undang Peradilan
Agama diberlakukan pembuktian dari HIR, RBG.4

4 KEKHUSUSAN PENGATURAN ENGATURAN PEMERIKSAAN DAN P | Hukumonline

Anda mungkin juga menyukai