Anda di halaman 1dari 10

Makalah

SEJARAH PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM


Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan peserta dalam acara sekolah aswaja

Disusun oleh

Abdur Rohman Wahid

Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah


2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
A. Kata pengantar................................................................................................................................3
B. Rumusan masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4
A. Sebab-sebab munculnya teologi Islam............................................................................................4
B. Kelompok dalam teologi Islam.........................................................................................................5
BAB III..........................................................................................................................................................8
PENUTUPAN................................................................................................................................................8
A. Kesimpulan......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................9

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Kata pengantar
Menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW telah memberi petunjuk kepada para
pengikutnya tentang cara untuk melestarikan kelompok sosial yang telah dibangun ini.
Petunjuknya berisi ketentuan agar berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah yang telah
ditinggalkan. Kenyataan yang harus dipertimbangkan adalah wujud sumber ajaran yang
sekarang bukan lagi dalam bentuk norma, melainkan sudah dalam bentuk praktek kehidupan
sosial yaitu masyarakat Islam yang Madinah. Setelah Rasulullah SAW sendiri wafat, persoalan
yang pokok justru menjadi permasalahan yang pelestarian dari bentuk masyarakat Madinah dan
kualitas pencapaian tujuan risalah yang telah dicapai.
Awal mulanya konflik adalah terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah pertama
dilanjutkan terbunuhnya Umar, Usman, terjadinya perang jamal, perang Shiffin dan
terbunuhnya Ali sampai munculnya aliran Teologi. Konflik yang muncul lahir dari sejumlah
pemikiran mengenai kondisi kepemimpinan sejumlah Khalifah tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Apa sebab-sebab munculnya teologi dalam Islam?
2. Apa saja firqah/kelompok dalam teologi Islam?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui sebab-sebab munculnya teologi dalam islam
2. Agar mengetahui firqah/kelompok dalam teologi Islam

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab munculnya teologi Islam
Dalam sejarah pemikrian Islam, teologi muncul berawal dari perseturuan politik antara
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib dalam perang Siffin. Tatkala pasukan Mu’awiyah
hampir kalah, mereka mengangkat Al-Qur’an meminta menyelesaikan masalah antara mereka
dengan jalan damai. Mereka sepakat menyelesaikan masalah melalui tahkim atau arbitrase.
Arbitrase dilakukan dengan sistem utusan. Masing-masing kelompok menunjukkan utusannya
untuk berunding. Kelompok Ali menunjuk Abu Hasan al-Asy’ari, seorang sahabat Nabi yang
sudah tua. Sementara golongan Mu’awiyah menunjuk Amr bin ‘Ash yang masih mudah dan
cerdas. Dalam musyawarah, kedua perwakilan ini sepakat untuk menonaktifkan jabatan
kekhalifahan dan akan mengadakan pemilihan khalifah ulang.
Pada waktu tempat yang telah ditentukan, Abu Hasan yang lebih tua diberikan
kesempatan pertama untuk menonaktifkan Ali sebagai khalifah. Dan dia melaksanakannya
dengan mengumumkan bahwa sejak ia bicara maka Ali diberhentikan dari jabatannya sebagai
khalifah. Kemudian Amr bin ‘Ash maju dan naik ke podium. Ia mengatakan (kira-kira): “Saudara-
saudara, tadi Abu Hasan telah menonaktifkan Ali. Sungguh celaka kita sebgai kaum muslimin
tidak memiliki khalifah sebagai pemimpin. Oleh sebab Ali sudah dinonaktifkan, maka dengan ini
saya nyatakan bahwa khalifah kita yang baru adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Penyelesaian yang dilaksanakan keduanya dipandang tidak mengikuti hukum Allah oleh
sebagian golongan kaum muslimin pengikut Ali (yang kemudian menamakan kelompok mereka
dengan khawarij). Karenanya Mu’awiyah dan Ali telah dianggap telah berbuat dosa besar, dan
karena itu mereka telah kafir dan boleh dibunuh.
Persoalan mukmin dan kafir ini menjadi basis awal perkembangan pemikiran teologi
dalam Islam. Munculnya golongan-golongan lain sebagai upaya memberikan penjelasan lebih
dalam, filosofis dan menyeluruh mengenai term kafir dan mukmin tersebut. Kemudian dengan
seiring dengan perkembangan zaman muncul juga beberapa terma lainnya yang menyangkut
sifat Tuhan, kebebasan manusia, kemakhlukan Al-Qur’an, posisi akal dan wahyu, keadilan Tuhan
dan lain sebagainya.
Pembahasan masalah keimanan dan kebebasan manusia merupakan dua masalah yang
diawali oleh persoalan politik tersebut di atas. Sedangkan masalah sifat Tuhan dipengaruhi juga

5
oleh adanya perluasan wilayah Islamsehingga adanya perbedaan bahasa di kalangan umat. Bagi
kaum muslimin yang berbahasa arab mudah memahami makna ketauhidan yang disebutkan
dalam Al-Qur’an. Tidak demikian halnya dengan kaum muslimin lainya yang ada diluar Arab,
selain tidak mengerti bahasa Al-Qur’an, mereka juga tidak akrab dengan hadits sebagai tradisi
yang diriwayatkan turun-temurun. Karenanya diperlukan suatu penjelasan yang baik untuk
menjelaskan pemahaman tauhid tersebut sehingga ketauhidan yang dibangun terbebas dari
unsur syirik.

B. Kelompok dalam teologi Islam


Memang, fakta sejarah menunjukan bahwa persoalan pertama yang muncul di kalangan
umat Islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecah ke dalam beberapa
firqah(kelompok/golongan) adalah persoalan politik. Dari masalah ini kemudian lahir berbagai
kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda.
1. Khawarij
Nama khawarij diambil dari kata kharaja yang berarti keluar. Khawarij adalah suatu
sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidal sepakatan
terhadap keputusan Ali bin Abi Thalib yang menerima arbitrase dengan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan.
Berdsarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa timbulnya golongan khawarij
dalam teologi Islam dikarenakan permasalahan politik, yaitu ketidaksetujuan sekelompok orang
terhadap sikap khalifah Ali bin Abi Thalib yang menerima perdamaian (tahkim) dari Mu’awiyah
bin Abi Sufyan. Golongan ini tidak muncul karena perbedaan pemahaman tentang permasalahan
kafir dan mukmin. Namun, dalam perkembangan berikutnya, golongan ini kemudian membahas
tentang permasalahan mukmin dan kafir sebagai salah satu ajarannya.
Secara umum ajaran-ajaran pokok khawarij adalah :
- Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir.
- Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (antara Aisyah, Thalhah dan Zubair
dengan Ali bin Abi Thalib) dihukumi kafir.
- Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
2. Murji’ah
Murjiah diambil dari kata arja’a yang berarti menunda, yaitu menunda penyelesaian
persoalan sampai hari perhitunagn di hadapan Allah di hari kiamat kelak.

6
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa kemunculan golongan Murji’ah
adalah semata-semata karena tidak ingin terlibat dalam permasalahan pertikaian antara
Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang selanjutnya menimbulkan
permasalahan antara mukmin dan kafir. Golongan Murji’ah tidak mengeluarkan pendapat
tentang siapa yang salah, siapa yang mukmin, dan siapa yang kafir. Mereka lebih memilih
bersikap netral dan menyerahkan permasalahan tersebut pada keputusan Allah di hari
kiamat.
Ajaran-ajaran Murji’ah pada tahap berikutnya berkembang menjadi beberapa hal,
antara lain :
- Iman hanya membenarkan di dalam hati.
- Orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir, selama ia mengakui
dua kalimat syahadat.
- Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.
3. Qadariyah
Qadariyah berasal dari kata qudrah yang bearti kemampuan untuk bertindak. Pokok
aliran qadariyah antara lain adalah manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak dan
memilih atau berkehendak, yang terlepas dari kehendak Tuhan.
Pada awal kehadirannya, golongan qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap
politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerinth,
namun paham Qadariyah tetap bertahan dan berkembang. Dalam perkembangannya,
paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.
4. Jabariyah
Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah. Jabariyah berasal dari
kata jabara yang berarti memaksa. Menurut aliran ini, manusia-manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa, dimana semua perbuatannya telah ditentukan
sebelumnya oleh Allah SWT.
Kelahiran golongan ini lebih lanjut menurut Harun Nasution tidak terlepas dari kondisi
sosiografis masyarakat Arab padang pasir yang sederhana dan jauh dari pengetahuan.
Kondisi tanah dan pegunungan yang tandus menyebabkan mereka lebih banyak bersikap
pasrah. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa menghadapi situasi tersebut.
5. Mu’tazilah

7
Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti menjauh. Golongan ini lahir pada abad
ke 2 H dengan tokoh utamanya Washil bin Atha’ menjauhkan dirinya dari Hasan al-Basri
ketika berdebat tentang permasalahan orang mukmin yang berbuat dosa besar. Menurut
Hasan al-Basri, orang mukmin yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan tidak kafir. Washil
bin Atha’ berbeda pendapat dengan Hasan al-Basri. Menurutnya, orang mukmin yang
berbuat dosa besar tidak lagi dikatakan mukmin dan tidak pula kafir, tapi berada antara
kedua-duanya.
Menurut al-Masudi sebagaimana dikutip Harun Nasution, penamaan Mu’tazilah ini
berasala dari pendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar tidak lagi mukmin
dan tidak pula kafir, tetapi mengambil posisi antara keuda posisi tersebut (manzilah bainal
manzilataini).
6. Ahlussunnah wal jama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Jama’ah artinya
sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti penganut sunnah (i’tikad)
Nabi dan para Sahabat beliau.
Ahlussunnah bisa dikatakan juga orang yang yang dalam bermadzhab fiqih megikuti
ahadul madzahib al-‘arbaah, orang yang dalam ilmu kalam atau aqidah mengikuti Abu Musa
al-Asy’ari atau Abu al-Hasan al-Ma’turidi, orang yang dalam ilmu tasawuf mengikuti Imam
Junaid/ Abu al-Qosim al-Junaidi atau Syekh Abdul Qodir al-Jailani.

8
BAB III

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab lahirnya
teologi dalam Islam antara lain:
- permasalahan politik
- kondisi sosiografis masyarakat dan
- perbedaan pendapat.
Kemudian, karena beberapa persoalan politik hingga perbedaan pendapat, maka
lahirlah beberapa firqah/kelompok/golongan dalam teologi Islam, antara lain:
- Khawarij
- Murji’ah
- Qodariyah
- Jabariyah
- Mu’tazilah
- Ahlussunnah wal jama’ah

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun Nasution, teologi Islam; Aliran-aliran, sejarah analisa dan
perbandingan, (Jakarta: UI Press,1986)
2. M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1999)

10

Anda mungkin juga menyukai