Cinta.
Baca cinta dengan titik. Cinta itu sebenarnya tidak bermakna, cinta itu berarti. Betul
bukan? Cinta itu sungguh berarti. Sebelumnya aku berpikir bahwa cinta itu hanya
fantasi. Setelah menulis kata cinta maka berilah tanda titik di depannya, karena
tanpa tanda titik orang akan membacanya dengan nada panjang, cintaaa, atau bahkan
dengan nada tanya, cinta? Jadi cinta itu tidak untuk diresapi tapi diperjuangkan
hingga mendapat tanda titik, karena setelah mendapat tanda titik kamu akan yakin
bahwa itu adalah cinta.
Huh! Ini repotnya jadi sekretariat persami, disuruh-suruh. Masih mending kalo
disuruh terima tamu. nah, aku malah disuruh jagain 12 anak orang, cowok lagi.
gerutuku dalam hati.
Bulan kelihatannya masih enggan menunjukkan dirinya malam itu. Hanya ada
bintang-bintang yang menghiasi karpet hitam Sang Pencipta. Malam itu setelah sholat
maghrib berjamaah di lapangan basket aku duduk di pojok lapangan dekat pohon
mangga. Tempat itu lebih terang dari dari tempat-tempat lainnya, karena di dahan
pohon ada lampu yang menggantung, lampu itu sengaja dipasang di dahan untuk
mengurangi jumlah tongkat pramuka yang dipakai sebagai tiang lampu. Inilah
pramuka, kreatif!
Aku duduk di pojok lapangan untuk melanjutkan tidurku sore tadi. Anak-anak senior
yang lain masih sibuk membereskan terpal yang dipakai untuk sholat maghrib
barusan. Tiba-tiba terdengar bunyi peluit Kak Sigit yang sungguh memekikkan
telinga. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku, anak-anak senior langsung
berbaris di depan Kak Sigit. Kak Sigit meminta sekretariat persami untuk menjaga
junior-juniornya, dan memberi pengarahan tentang kegiatan-kegiatan persami selama
2 hari 1 malam ini.
Sampai di barisan paling depan jantungku seolah berhenti berdetak melihat sebuah
nama yang tertulis di kertas milik anak itu. Nama itu, sepertinya aku pernah
mendengarnya. Tapi dimana?. Aku melihat wajahnya dengan sorotan mata heran.
Nama itu? Benarkah Kamu? Kelas tujuh? Bukannya kita seumuran?. Pertanyaan-
pertanyaan tolol itu terus berputar-putar di otakku. Aku tidak percaya dengan itu
semua, termasuk orang di depanku. Ah, waktu seakan berhenti terlalu lama, sampai-
sampai aku lupa untuk menuliskan namanya.
Setelah selesai menulis namanya dengan tangan yang bergetar hingga membuat
tulisanku semrawut aku menuju ke belakang barisan. Ku hembuskan nafas yang
sempat terhenti tadi dengan berat. Aku tak percaya dengan peristiwa yang terjadi
beberapa detik lalu. Aku memandang langit yang hanya dihiasi oleh bintang-bintang
itu, rasanya aku ingin bertanya kepada mereka, apa betul itu Raka yang ku kenal saat
kegiatan Dian Pinru dulu? Apa betul itu Raka yang cinta mati kepada pramuka? Dan
apa betul dia masih kelas tujuh? Tapi wajahnya sangat berbeda, apa betul dia Raka?.
Ku lihat namanya di kertas yang sejak tadi kugenggam hingga terlihat lusuh. Ku eja
namanya baik-baik layaknya anak TK yang baru belajar membaca: A..wang
Satria Eru caRAKA! Benar dia memang Raka, kenalanku sewaktu ikut
kegiatan Dian Pinru tahunan waktu aku kelas 6 SD dulu.
Huh! Akhirnya kayu bakar sudah dipindahkan semua. Kakiku mengajakku untuk
kembali ke barisan junior-juniorku. Sambil terus mengusap tanganku yang kotor
karena mengangkat kayu bakar aku bingung mencari-cari barisan juniorku. Nah,
ternyata ada di situ, aku menghampiri mereka dan duduk di belakang mereka. Api
unggun pun menyala, beruntung junior-juniorku memilih tempat yang tepat. Oleh
karenanya aku bisa menikmati hangatnya api unggun. Aku sangat menantikan
suasanya seperti ini, menyaksikan api perlahan-lahan memakan kayu, menikmati
indahnya cahaya yang dihasilkannya, menghirup segarnya udara malam bercampur
dengan bau kayu yang dibakar, sempurna! suasana seperti ini tak akan aku jumpai
dimana pun, kecuali di pramuka.
Aku tidak boleh ceroboh dengan keputusanku kali ini, aku harus bijaksana terhadap
perasaanku, terhadap pramuka, dan terhadap perasaan Raka.
Jujur aku tidak tahu mengapa rasa cinta itu hadir begitu saja dan membuatku
mengatakan bahwa aku juga menyayangimu,
Itu artinya kita berpacaran? ujarnya
Mungkin? Tapi kurasa ini mengingkari janji seorang pramuka kalau kita berpacaran
di kegiatan kepramukaan, terangku
Lalu? Bukankah kita saling menyayangi? Mengapa kita tidak berpacaran? tanyanya
Aku mau berpacaran denganmu asalkan setelah kegiatan persami ini selesai kita
tidak lagi menjalin hubungan itu, dan kita bersikap seolah-olah aku dan kamu tidak
saling mengenal sebelumnya, bagaimana? jelasku
Baik, aku setuju,
Walaupun aku dan dia sudah berpacaran saat itu, akan tetapi hubungan kami masih
dingin. Setelah percakapan itu aku tidak mengeluarkan sepatah kata pun, begitu juga
dengan dia. Aku rasa bagi seorang remaja awal seperti kami, menjalin hubungan
spesial itu sangat sulit untuk tidak gugup di awal pacaran.
Api unggun semakin redup, keadaan di sekeliling sudah mulai gelap, aku dan dia
masih duduk terpaku di tempat itu. 2 menit 3 menit 4 menit, 10 menit barulah dia
memulai pembicaraan dan membuat suasana menjadi mencair kembali setelah
beberapa menit membeku. Dia bercerita kepadaku pengalaman-pengalamannya
sewaktu mengikuti kegiatan Dian Pinru untuk yang ke dua kalinya sewaktu dia kelas
6 SD. Aku dan dia sebelumnya tidak tahu bahwa kami tidak seumuran walaupun
hanya berbeda 10 bulan saja, usiaku lebih tua darinya.
Paginya kegiatan persami sudah usai, semalam aku menghabiskan waktu tidur
malamku untuk chatting dengan Raka. Kegiatan persami sudah bubar anak-anak yang
lain sudah pulang, akan tetapi tidak ada niatan sama sekali dariku untuk menghampiri
dia dan mengucapkan selamat tinggal, kurasa tanpa aku harus mengucapkan selamat
tinggal dia sudah tahu bahwa hubungan kita sudah cukup sampai disini.
Dengan langkah berat aku melangkahkan kaki menuju tempat parkir sepeda dan
bergegas pulang. Di tengah perjalanan handphone-ku berdering, rupanya ada sms dari
Raka:
Haiii!!! Thx udah ngasih sdikit rasa syngmu dan mau menerima perasaanku. Ya
wlaupun kta skrg tdk berpacrn lgi tpi ku hrp kmu tdk mnghapus nmaku di htimu.
Aku merasa lega, ternyata keputusanku tadi malam untuk menjadi pacarnya untuk
beberapa jam saja tidak membuatnya galau seperti ABG lainnya yang baru diputusin
pacarnya langsung galau dan mungkin mau bunuh diri. Walaupun setelah ini aku
harus rela melepasmu dengan orang lain, tapi aku yakin itu sudah jalannya. Lagi pula
kami berpacaran pada saat kegiatan pramuka, jadinya kita harus rela menyebut bahwa
cintaku dengan Raka hanya sebatas patok tenda, dan setelah tenda terbongkar
SAYONARA CINTA.
Cerpen Cinta Sebatas Patok Tenda merupakan cerita pendek karangan Edwina
Chindrasari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca
cerpen cerpen terbaru buatannya.