Nama
: Diat Hadiat
Kelas
: IX
Sekolah
Kini punggungku sudah bertemu dengan empuknya pulau kapuk ku. Kelopak
mataku sudah tertutup. Tapi bola mataku masih bergerak-gerak didalamnya. Bola mata
yang menurut teman semasa SMP ku itu indah, bahkan bola mata itu diidolakan oleh adik
kelas waktu di SMA. Sedikit berfikir. Ada bayangnya .Baru beberapa menit kelopak
mataku menutup, bayang itu muncul kembali, bayangan yang entah mataku yang
bermasalah atau itu hanya pantulan bayangan diotakku saja. Bayangan yang sudah tiga
tahun terakhir ini sama sekali tidak ingin beranjak pergi dari penglihatan, dari otak ku.
Bayangan yang selalu mampu membuat bibirku bergerak tersenyum, yang selalu bisa
membuat mata yang kata temen SMP ku indah ini berbinar-binar. Bayangan yang selalu
mebuat jantungku ini berdegup dengan kencang . Yang selalu membuat aliran deras pada
darahku. Yang selalu mampu membuat semu merah dipipi. Sungguh menakjubkan bukan?.
Bayangan itu, bayangan seseorang makhluk ciptaan Tuhan yang aku sebut dia lelaki
dengan tubuhnya yang menjulang tinggi. Tingginya yang sudah menyentuh angka 180 cm.
Rambut jabriknya, wajahnya yang teduh yang selalu berhasil meneduhkan perasaanku.
Tidak setampan artis-artis korea memang, tidak juga setampan artis-artis indo, tapi sosok
itulah yang bayangannya selalu hadir, sosok yang selalu mampu membut aku rindu,
membuat aku betah berlama-lama dengannya. Seorang dengan dekapan tangan terhangat
yang pernah aku rasakan. Dia bukan yang pertama dalam hidupku, dia menjadi kedua,dan
aku selalu berharap akan menjadi yang terakhir bagiku.
Lelaki itu. Lewat perjumpaan yang tidak sengaja didalam kelas saat pertama kali aku
memasuki masa awalku dibangku sekolah menengah pertama. Saat kulihat dia, sedikit
mengingatkan aku pada seseorang yang aku sebut pertama tadi. Tapi, lamat-lamat
kuperhatikan. Aah tidak mereka tidak mirip. saat itupula entah datang prasangka darimana.
Mungkinkah Tuhan yang mengirim prasangka itu? Prasangka yang seharusnya sama sekali
belum pantas untuk terbesit pada anak kecil polos yang masih duduk dibangku SMP. Anak
kecil yang bahkan masing sering merengek menangis pada ibunya. Dia jodohku.
Prasangka yang sungguh aneh bukan.
Setahun, dua tahun berlalu. Aku dan dia memang selalu berada dalam kelas yang
sama, karena memang kelas kami tidak pernah diacak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Prasangka yang muncul saat pertama kali melihatnya itu sudah hampir seratus persen aku
lupakan. Bahkan selama dua tahun itu, hampir tidak ada satupun kalimat yang aku
bicarakan dengannya. Menginjak tahun ketiga, tahun dimana kita menjadi yang paling
senior disekolah itu.Tahun yang disibukkan dengan belajar, belajar dan belajar . Tiba-tiba
prasangka itu menyeruak dan menembus kembali dalam ingatanku saat ada salah satu
teman nyeletuk asal "kau dan juga dia sepertinya jodoh, wajah kalian mirip". Hah ? mirip?
apa iya ? Kulihat kaca lalu kuperhatikan dia, kulihat kaca lagi, kuperhatikan dia lagi begitu
terus sampai terulang lima kali. memang sedikit mirip.
Beberapa bulan kemudian aku dan dia berhasil menyelesaikan pendidikan di bangku
SMP. Dan mungkin sudah menjadi takdir Tuhan. Kita dipertemuakn kembali dibangku
SMA. Kita satu sekolah. Karena disekolah itu kelas kami minoritas,dan kelasku dan juga
kelasnya kebetulan sekali berdekatan, lama-kelamaan kami jadi akrab. Yang dulunya
hampir sama sekali tidak berbincang-bincang, sekarang malah asyik tertawa terbahakbahak dengannya, bahkan menangis dihadapannya pun aku pernah. Kita sudah seperti
sahabat.
Bulan pun berlalu, dan aku dengan dia semakin dekat. Kita sahabat tapi ....., bohong
memang jika aku katakan tidak ada perasaan yang lain selain sahabat. Apalagi kita sudah
begitu dekat. Perasaan yang lain itu semakin menggebu saat perhatiannya, kata-kata
mesranya, cerita-ceritanya selalu dibagi denganku.Aku sempat bertanya-tanya. Apa dia
punya perasaan yang sama sepertiku. Sama menggebunya seperti yang sedang aku
rasakan?. Dan lagi-lagi prasangka itu muncul kembali, bahkan mengatakan,iya.
Aku yang semakin yakin dia punya perasaan yang sama,namun dia yang tidak
pernah mau mengakuinya. Namun, perasaan yakin ku itu runtuh, bahkan hancur
berkeping-keping menjadi debu-debu yang bahkan kau tak bisa melihatnya kasat mata.
Sangat hancur saat dia bercerita bahwa dia jatuh cinta pada wanita, tapi bukan aku. Dan
pada akhirnya aku putuskan menyerah pada perasaan yang lain itu.
Waktu berganti, dan perasaanku itu coba kupendam dan kukubur dalam-dalam.
Namun, prasangka dan perasaan itu kembali muncul.Ketika malam saat aku berkirim
pesan dengan ditemani gerimis romantis, tiba-tiba dia mengirimkan pesan tak terduga.
Pesan yang membuat hidupku berwarna, membuat sejuta cahaya hadir dalam gelap
malamku, pesan yang mengubah hidupku. Membuncah rasanya. Bahagia. Bahkan
mungkin saat itu aku adalah wanita paling bahagia dimuka bumi ini.
Sejak saat itulah, sejak saat itu bayangannya selalu hadir dan muncul dalam setiap
waktuku, setiap mimpiku, pagi, siang, sore dan malamku. Sosok, yang meski hanya
menjadi bayangan saat aku tak berasamanya akan selalu menjadi bayangan yang paling
indah dalam hidupku. Bahkan menari, meski dalam bayangnyapun aku mau asal selalu
bisa bersamanya,meski hanya bayangan semata. Hanya bayangnya. Selalu bayangnya.
tetap dan akan selalu menjadi bayang yang tak akan pernah beranjak pergi dari
pandanganku.