Anda di halaman 1dari 2

Bintang

Nia, duduk di samping jendela, dibawah sinar lampu yang temaram. Lalu memandang langit yang gelap,
hanya ada rembulan yang memantulkan sebagian dari cahaya matahari. Tidak ada bintang yang terlihat,
semua bersembunyi dibalik awan, barangkali malu untuk di lihat, ujarnya dalam hati seraya tersenyum.
Angin malam berhembus sepoi-sepoi, solah-olah menghembuskan udara pada wajahnya yang lembut.
Awan bergerak perlahan, memberikan seni tersendiri di kegelapan malam. Ahh, ternyata hanya ada satu
bintang di balik awan, senyumnya tersungging di balik bibirnya yang mungil. Ya Rabb, ternyata setitik
cahaya pun bisa memberikan keindahan yang luar biasa di atas luasnya langit yang gelap di malam hari
itu. Ah, kemudian ketika membuka jendela, memandang langit kemudian menemukan bintang dia tak
mencoba menatap awan tapi menutup jendela kembali, dia tidak akan menemukan bintang yang
tersembunyi di balik awan.

Seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari ada berbagai cahaya kecil
dalam malam yang gelap, yang sering disebut dengan “bintang”. Betapa indahnya cahaya itu walaupun
tak bisa menerangi malam. Tetapi, lain halnya ketika kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang
membentang. Kita justru terfokus pada noda yang kecil, sehingga seolah-olah lupa betapa bersihnya
kain itu terlepas dari setitik noda yang ada, kemudian mungkin bisa hilang hanya dengan sedikit
detergent pemutih. Itulah hidup, terkadang kita lupa untuk memandang sesuatu dari sisi lain yang
dimiliki

Aku, memiliki seorang murid yang saya pikir kecerdasannya kurang menonjol dibanding murid lainnya.
Pada suatu hari, ketika kami tengah membicarakan sistem tata surya, hanya sebagai pengetahuan kalau
bumi merupakan salah satu planet dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia, murid
saya itu, sebut saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil helm milik guru lain yang disimpan
diatas loker dalam ruang kelas lalu memakainya. Tanpa saya sadari saya berkata
kepadanya :”Wah,,,teman-teman, lihat!! Rimba memakai helm, seperti astronot yang mau terbang ke
bulan ya…”. Kemudian teman-temannya memandang ke arahnya, lalu dia tersenyum, spontan helmnya
langsung di lepas kemudian dikembalikan ke tempat semula, tanpa harus disuruh untuk
mengembalikan. lalu saya mengajak mereka untuk menggambar roket di atas kertas putih yang tersedia.
Dan hasilnya, Subhanallah, murid yang saya pikir kecerdasannya kurang menonjol itu justru tahapan
menggambarnya dua tingkat lebih tinggi dibanding murid yang saya pikir paling pandai di kelas.

Seandainya saja saya memberikan reaksi yang lain seperti :”Rimba, silakan dikembalikan helmnya karena
sekarang saatnya kita belajar”, atau :”Maaf, silakan dikembalikan helmnya kemudian Rimba belum
minta ijin bu guru”, atau yang lainya, lalu saya tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia sudah lebih
dari apa yang saya sangka, kemudian pembahasan hari itu bukan tentang astronot atau roket. Atau
barangkali saya membutuhkan lebih dari satu kalimat perintah untuk dapat membuatnya
mengembalikan helm ke tempat semula.

Berbeda – beda reaksi yang muncul, ketika kita memandang bintang di kegelapan malam walaupun
setitik noda di selembar kain putih, ternyata begitu memberikan hasil yang begitu berbeda juga. Hidup
ini indah, lalu kita memandang sesuatu dari sisi yang lain, namun yang tampak bukan hanya sekedar 2
dimensi. Bukankah lebih seru saat kita melihat film 3 dimensi???

Anda mungkin juga menyukai