Anda di halaman 1dari 138

DESKRIPSI PERTUNJUKAN JIPENG GRUP SATIA KULUN

DI KASEPUHAN CIPTAGELAR KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI PENGKAJIAN SENI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir

Program Sarjana Seni

Program Studi Seni Karawitan

OLEH
UJANG SASMITA
NIM 1422249

PROGRAM STUDI SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG

2018
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

PENGKAJIAN SENI

DESKRIPSI PERTUNJUKAN JIPENG GRUP SATIA KULUN

DI KASEPUHAN CIPTAGELAR KABUPATEN SUKABUMI

Diajukan oleh

UJANG SASMITA

NIM. 1422249

Disetujui oleh pembimbing untuk mengikuti Tugas Akhir

Prodi Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung

Bandung, 22 Mei 2018

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Saryoto, S.Kar., M.Hum Timbul Subagya M.Sn


NIP. 196310211990031002 NIP. 196311021992031001

Mengetahui,

Ketua,
Prodi Karawitan

Saryoto, S.Kar., M.Hum


NIP. 196310211990031002
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGKAJIAN SENI

DESKRIPSI PERTUNJUKAN JIPENG GRUP SATIA KULUN DI


KASEPUHAN CIPTAGELAR KABUPATEN SUKABUMI

Oleh
UJANG SASMITA
NIM. 1422249

Telah dipertahankan di depan dewan penguji Melalui Sidang Tugas Akhir


Pada Tanggal 21/05/2018

Susunan Dewan Penguji

Ketua Dewan Penguji Dr. Endah Irawan, M.Hum (……………………..)

Penguji Ahli Komarudin, S.Kar., M.M. (……………………..)

Anggota Penguji Dr. Heri Herdini, M.Hum. (……………………..)

Anggota Penguji Drs. Dadang Suganda, M.M (……………………..)

Penguji Advokasi Saryoto, S.Kar., M.Hum (……………………..)

Pertanggungjawaban tertulis karya tulis ini telah di sahkan sebagai


salahsatu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Seni
Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Bandung, 22/05/2018
Mengetahui,

Ketua, Dekan,
Prodi Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan

Saryoto, S.Kar., M.Hum Dr. Heri Herdini, M.Hum


NIP. 196310211990031002 NIP. 196610241996011001
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa SKRIPSI PENGKAJIAN SENI dengan judul:

“Deskripsi Pertunjukan Jipeng Grup Satia Kulun di Kasepuhan Ciptagelar

Kabupaten Sukabumi” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atau

tindakan plagiat melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan akademik. Saya bertanggungjawab dengan keaslian karya ini

dan siap menanggung resiko atau sanksi apabila dikemudian hari

ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini.

Bandung, 22/05/2018
Yang membuat pernyataan

UJANG SASMITA
1422249
v

ABSTRAK

Tulisan ini membahas tentang deskripsi pertunjukan kesenian Jipeng grup


Satia Kulun di Kasepuhan Cipatagelar Kabupaten Sukabumi. Jipeng merupakan
kesenian yang dimiliki Kasepuhan Ciptagelar. Kata Jipeng merupakan singkatan
dari kata Tanji dan Topeng. Bentuk pertunjukan Jipeng secara instrumen dapat
disamakan dengan Tanjidor, namun Instrumen musik Jipeng terdiri dari
Klarinet, Tuba, Simbal, Biola, dan bedug, Piston, Bass kalung, Tenor, kitimpring,
tiga buah ketuk (kenong), kecrek dan satu set goong.
Seiring perkembangan zaman, struktur pertunjukan Jipeng mengalami
perkembangan hingga pada saat ini struktur pertunjukannya terdiri dari
pertunjukan Tanji, Jaipong/Ketuk Tilu, Dangdut/Pop Sunda, Topeng, Gacle,
Seseroan, dan Debus. Namun kesenian Gacle, Seseroan, dan Debus hanya
ditampilkan diwaktu-waktu tertentu saja. Keunikan kesenian Jipeng secara
musikal menggabungkan instrumen musik Barat dan instrumen seni Sunda
dengan membawakan lagu-lagu Sunda. Secara Fungsi selain fungsi hiburan
kesenian Jipeng lekat sekali dengan prosesi ritual.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Metode ini dianggap cocok untuk menggambarkan pertunjukan
kesenian Jipeng. Teknik pengumpulan data yaitu dengan melakukan studi
pustaka dan studi lapangan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara,
serta menganalisis dari dokumentasi yang ada baik visual, audio, dan audio
visual. Penelitian ini juga mengacu kepada teori bentuk dan struktur.

Kata kunci: Jipeng, Kasepuhan, Tanji, Topeng.


vi

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpah kepada

Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya serta kita semua

selaku umatnya mudah-mudahan mendapatkan safa’at dari beliau di hari

akhir kelak.

Skripsi yang berjudul “Deskripsi Pertunjukan Jipeng Grup Satia

Kulun di Kasepuhan Ciptagelar Kabupaten Sukabumi” ini merupakan

salah satu syarat untuk menempuh ujian tugas akhir penulisan S-1 di

Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Fakultas Seni Pertunjukan

Program Studi Karawitan, untuk meraih gelar sarjana seni (S.Sn).

Banayak sekali kesulitan yang penulis temukan dan menghambat

pembuatan Skripsi ini. Meskipun demikian penulis menjadikan kesulitan

tersebut menjadi sebuah tantangan dan menjadikan motivasi untuk lebih

semangat untuk menyelesaikan tulisan ini.

Penulisan Skripsi ini melibatkan banyak sekali pihak, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penyusun mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua serta keluarga penulis yang telah

memberikan dukungan moral dan material.


vii

2. Saryoto, S.Kar., M. Hum selaku dosen wali dan pembimbing I,

serta Timbul Subagya, S.Sn., M.Sn sebagai Pembimbing II.

3. Pemerintah Desa Sirnaresmi dan Keluarga besar Kasepuhan

Ciptagelar serta Grup Jipeng Satia kulun, khususnya Ma

Ageung, Abah Ugi, Elva Yulia S, AM. Soebali, Sodong, Ki

Ogan, Bancet, dan Atika.

4. Civitas Akademik ISBI Bandung serta dosen-dosen Prodi

Karawitan.

5. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa karawitan angkatan 2014

“Saraswati”.

Penulis menyadari dalam pembuatan Skripsi ini masih banyak sekali

kekurangan yang perlu diperbaiki, oleh karena itu penulis memohon maaf

atas kekurangan tersebut. Kritik dan saran dari semua pihak sangat

penulis harapkan demi lebih baiknya kwalitas penulisan yang akan

penulis lakukan dimasa yang akan datang. Selain itu penulis juga

berharap agar tulisan ini menjadi sumbangsih ilmu pengetahuan husunya

di Prodi Karawitan ISBI Bandung, dan umumnya di dunia ilmu

pengetahuan.

Bandung, mei 2018

Penulis
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iv

ABSTRAK....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................ 8

1.4 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9

1.5 Landasan Teori ...................................................................................... 13

1.6 Metode Penelitian .................................................................................. 14

1.7 Sistematika Penulisan............................................................................ 18

BAB II GAMBARAN UMUM KASEPUHAN CIPTAGELAR

DAN GRUP JIPENG SATIA KULUN ........................................................ 19

2.1 Latar Belakang dan Sejarah Kasepuhan Ciptagelar.......................... 19

2.2 Letak Geografis....................................................................................... 23

2.3 Sumber Daya Alam................................................................................ 26

2.4 Sistem Kepercayaan Masyarakat ......................................................... 27

2.5 Adat Istiadat ........................................................................................... 29


ix

2.6 Mata Pencaharian................................................................................... 33

2.7 Kesenian yang Ada di Ciptagelar........................................................ 34

1. Wayang Golek ................................................................................. 35

2. Jaipongan (Topeng) ........................................................................ 36

3. Angklung Dogdog Lojor................................................................ 37

4. Jipeng ................................................................................................ 38

2.8 Grup Jipeng Satia Kulun ....................................................................... 38

1. Sejarah dan Perkembangan ........................................................... 39

2. Organisasi......................................................................................... 44

3. Fungsi Kesenian Jipeng.................................................................. 47

BAB III BENTUK DAN STRUKTUR PERTUNJUKAN JIPENG ............ 51

3.1 Bentuk Pertunjukan ............................................................................... 51

1. Tempat dan Waktu Pertunjukan .................................................. 51

2. Tata Rias dan Kostum Pemain ...................................................... 60

3. Pemain .............................................................................................. 65

4. Setting Panggung ............................................................................ 67

5. Instrumen ......................................................................................... 68

6. Repertoar Lagu................................................................................ 79

3.2 Struktur Pertunjukan............................................................................. 80

1. Pra Pertunjukan............................................................................... 80

2. Pertunjukan...................................................................................... 82

1) Tanji............................................................................................ 83

2) Jaipong (Ketuk Tilu) ................................................................ 98

3) Dangdut/Pop Sunda ................................................................ 100

4) Lawak/Topeng.......................................................................... 103

5) Gacle ........................................................................................... 105


x

6) Seseroan ...................................................................................... 106

7) Debus ......................................................................................... 107

3. Pasca Pertunjukan........................................................................... 108

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 109

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 109

4.2 Saran......................................................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 113

DAFTAR NARASUMBER ........................................................................... 116

GLOSARIUM ................................................................................................. 119

LAMPIRAN.................................................................................................... 122
xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Penduduk ................................................... 25

Tabel 2. Struktur Kepengurusan Jipeng..................................................... 44

Tabel 3. Daftar Nama Pemain Jipeng ......................................................... 44

Tabel 4. Daftar Nama Pemain Jaipong/Ketuk Tilu................................... 45

Tabel 5. Daftar Nama Pemain Dangdut/Pop Sunda ................................ 46


xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ilustrasi Peta Dusun Sukamulya ............................................. 24

Gambar 2. Busana Sehari-Hari Kaum Perempuan................................... 30

Gambar 3. Pemakaian Seragam Dinas digabung Iket .............................. 31

Gambar 4. Pertunjukan Wayang Golek ..................................................... 36

Gambar 5. Pertunjukan Agklung Dogdog lojor ....................................... 38

Gambar 6. Busana Sinden dan Penari ........................................................ 62

Gambar 7. Busana Penyanyi Dangdut/Pop Sunda .................................. 63

Gambar 8. Setting Panggung ....................................................................... 68

Gambar 9. Trombon...................................................................................... 69

Gambar 10. Tenor.......................................................................................... 70

Gambar 11. Bass ............................................................................................. 71

Gambar 12. Piston ......................................................................................... 72

Gambar 13. Klarinet ...................................................................................... 73

Gambar 14. Bedug .......................................................................................... 75

Gambar 15. Kitimpring .................................................................................. 76

Gambar 16. Kenong........................................................................................ 77

Gambar 17. Kecrek.......................................................................................... 78

Gambar 18. Goong.......................................................................................... 79

Gambar 19. Pertunjukan Tanji..................................................................... 98

Gambar 20. Pertunjukan Ketuk Tilu/Jaipong ............................................. 100

Gambar 21. Pertunjukan Dangdut.............................................................. 103

Gambar 22. Pertunjukan Lawak ................................................................. 105

Gambar 23. Pertunjukan Gacle..................................................................... 106


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian......................................................... 122

Lampiran 2. Kendali Bimbingan ................................................................. 127

Lampiran 3. Biodata Penulis........................................................................ 128


BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Kasepuhan Ciptagelar merupakan sebuah komunitas adat yang

berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi

Provinsi Jawa Barat. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah

satu kelompok masyarakat adat Banten Kidul1 yang aktivitas

kehidupannya masih menjalankan cara-cara tradisi Sunda lama (Dinda,

2013: 57). Masih ada ritual tatanen yang selalu dijalankan masyarakat

Kasepuhan Ciptagelar seperti ritual Ngaseuk, salamet Sapangjadian Pare,

Mapag Pare Beukah, Sawenan, Mipit Pare, Ngunjal, nganyaran, Ponggokan dan

Seren Taun.

Beberapa ritual-ritual tatanen di Kasepuhan Ciptagelar selalu diiringi

dengan kesenian yang ada di Kasepuhan Ciptagelar. Kondisi ini sesuai

dengan pernyataan Sumardjo (2000:92) yang menyebutkan bahwa

“filosofi seni orang Indonesia dahulu adalah menganggap seni sebagai

alat, seni untuk sesuatu (agama, moral, hiburan, pengetahuan, dan lain-

1
Masyarakata adat Banten kidul adalah sebutan untuk masyarakat adat (kasepuhan) yang
tersebar di Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Kabupaten Bogor dan Sukabumi Provinsi Jawa
Barat
2

lain)” Kesenian yang melekat dalam acara ritual di Kasepuhan Ciptagelar

adalah kesenian Dogdog Lojor dan kesenian Jipeng. Dalam disertasinya,

Dinda Satya Upaja Budi (2013: 7-8) menyebutkan bahwa:

…Jipeng merupakan kesenian yang dimiliki Kasepuhan Ciptagelar.


Kata Jipeng merupakan singkatan dari kata tanji dan topeng. Bentuk
pertunjukan Jipeng secara instrumen dapat disamakan dengan
TANJIDOR, namun di Kasepuhan Ciptagelar pertunjukannya
dilengkapi dengan Topeng yang bentuk pertunjukannya seperti
drama atau sandiwara. Instrument musik Jipeng terdiri dari Klarinet,
Tuba, Simbal, Biola, dan Tambur (bedug).

Namun setelah penulis melihat langsung keberadaan Jipeng pada tanggal

21 November 2017, ternyata ada instrumen lain yang digunakan dalam

kesenian Jipeng yaitu Piston, Bass kalung, Tenor, kitimpring, tiga buah ketuk

(kenong), kecrek dan satu set goong. Penyebutan istilah instrumen ini sesuai

dengan yang disebutkan Sodong (wawancara di Ciptagelar, 21 November

2017)2 yang mengantar penulis melihat langsung tempat keberadaan

instrumen tersebut di Ajeng Jipeng3.

Meskipun instrumen yang digunakan banyak menggunakan

instrumen musik Barat, namun repertoar lagu yang dibawakan dalam

pertunjukan Jipeng adalah lagu-lagu Sunda yang menjadi ciri khas

kesenian Jipeng yang diadopsi dari kesenian Topeng (Jaipongan).

2Sodong adalah sekretaris Grup Satia Kulun


3Ajeng Jipeng adalah tempat penyimpanan alat dan pertunjukan Jipeng di
Kasepuhan Ciptagelar
3

Menurut Sobali (wawancara di Palangaran, 21 November 2017)4,

lagu-lagu yang dibawakan kebanyakan menggunakan laras Salendro5

namun ada pula yang memakai laras pelog6 (wawancara 21 November

2017). Sobali juga menambahkan bahwa lagu-lagu yang dibawakan

merupakan lagu khas Jipeng yang diadopsi dari kesenian Topeng yakni

berupa lagu-lagu Sunda buhun seperti lagu Pariswado, Jalan Mare, Cendol

Hejo, Wangsit Siliwangi, Rayak-rayak dan sebagainya. Pertunjukan Jipeng

lebih mirip dengan kesenian Kliningan Tanji yang disebutkan Enoch

Atmadibrata dalam buku Khazanah Seni Pertunjukan Jawa Barat (2006:31-

32).

Dewasa ini hanya ada dua grup Jipeng saja yang masih eksis yaitu

Grup Jipeng Satia Kulun pimpinan bapak A.M Sobali di kasepuhan

Ciptagelar dan Lingkung Seni Jipeng Satia Kulun grup pimpinan bapak

Usup di Sinar Resmi. Sebenarnya kedua Grup ini masih berasal dari

turunan kasepuhan yang sama7.

Berdasarkan kebutuhan tempat, pertunjukan Jipeng dewasa ini

terbagi menjadi dua jenis pertunjukan, yaitu pertunjukan yang dilakukan

4 Sobali adalah pimpinan grup Jipeng Satia Kulun Ciptagelar


5 Laras salendro adalah salah satu tangga nada pentatonis Sunda
6 Laras pelog adalah salah satu tangga nada pentatonis Sunda
7
Kasepuhan Ciptagelar pernah beberapa kali berpindah tempat berdasarkan bisikan gaib
karuhun (Adimiharja 1992. Ciptarasa merupakan tempat sebelum kasepuhan pindah ke
Ciptagelar)
4

di luar panggung dan pertunjukan yang dilakukan di dalam panggung.

Pertunjukan di luar panggung biasanya dilakukan dalam acara ritual

ngaseuk (di Huma), mipit, dan arak-arakan dalam acara Ngunjal. Sedangkan

pertunjukan dalam panggung biasanya dalam acara-acara hiburan

pengiring ritual di Kasepuhan Ciptagelar seperti salamet opat belasna,

salamet mapag pare beukah, hiburan seren taun dan acara hiburan lainnya

(wawancara dengan Sodong di Ciptagelar, 21 November 2017).

Pertunjukan Jipeng lebih sering ditampilkan di dalam panggung.

Untuk memenuhi selera penonton pertunjukan jipeng yang dilakukan

dalam panggung biasanya disertakan penampilan Jaipong (ketuk tilu),

Dangdut dan Pop Sunda dan acara lawakan.

Menurut Sodong (wawancara di Ciptagelar, 21 November 2017) dan

A.M Sobali (wawancara di Palangaran, 21 November 2017) keputusan

untuk menambahkan Dangdut dan Pop Sunda ini berawal ketika

Kasepuhan membeli alat musik modern pada tahun 2002, kemudian

dimanfaatkan keberadaan alat tersebut untuk dimasukkan dalam

pertunjukan Jipeng grup Satia Kulun, dengan tujuan untuk mengikuti

selera penonton kaum muda yang menyukai Dangdut. Secara pribadi

Sodong merasa riskan dengan ditambahkannya Dangdut dan Pop Sunda


5

pada repertoar Jipeng karena dikhawatirkan kesenian Jipengnya justru

akan tersisih.

Kekhawatiran Sodong tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan

penulis ketika melihat perubahan fungsi kesenian jipeng menjadi komersil

yang mengikuti selera penonton, hal ini membuat kesenian Jipeng itu

sendiri hanya dijadikan sebagai “pelengkap” saja, menurut Sodong hal itu

bisa dilihat dari durasi pertunjukan Jipeng yang lebih sebentar, sementara

durasi yang lainnya lebih dominan yaitu pertunjukan Jaipong, Dangdut,

dan Pop Sunda karena faktor peminat dan saweran. Pertunjukan Tanji

hanya disajikan di awal sajian (pembuka) saja, biasanya dari pukul 19.30

sampai pukul 20.30 WIB. Sedangkan pertunjukan topeng hanya disajikan

di akhir pertunjukan (penutup), biasanya dari pukul 02.00 sampai pukul

03.00 WIB.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ada repertoar tambahan

dalam pertunjukan Jipeng. selain itu sebenarnya ada juga repertoar

kesenian yang dihilangkan, hanya ditampilkan ketika ada yang meminta

dari pihak penyelenggara hiburan (yang punya hajat atau pihak

konsumen) saja. Repertoar yang dihilangkan tersebut adalah

permainan/pertunjukan Gacle , Debus, dan Seseroan8.

8
kesenian yang merupakan bagian dari kesenian Jipeng
6

Situasi perubahan repertoar ini di lakukan oleh kedua grup Jipeng

baik yang ada di Sinar Resmi maupun yang ada di Ciptagelar. Bahkan

dalam acara ritual seren taun dan opat belasna yang dilakukan di kasepuhan

Ciptagelar, repertoarnya sama seperti ketika pentas di acara hajatan. Jika

ada yang meminta pertunjukan Gacle, Seseroan, atau Debus barulah

pertunjukan itu diadakan kembali. Menurut Ki Ogan9 hal ini dilakukan

karena agar ada keistimewaan dalam pertunjukan Jipeng, karena jika

terlalu sering ditampilkan maka akan terasa tidak aneh lagi. Selain itu

karena harus ada biaya tambahan untuk kostum dan properti (wawancara

di palangaran, 21 November 2017).

Kondisi ini dikhawatirkan membuat kesenian Jipeng semakin

tersisih seperti kekhawatiran yang diungkapkan Sodong. Melihat kondisi

ini penulis merasa perlu dilakukan penelitian untuk mendokumentasikan

kesenian Jipeng dengan kondisinya pada masa sekarang.

Penelitian “Deskripsi Pertunjukan Jipeng Grup Satia Kulun di

Kasepuhan Ciptagelar Kabupaten Sukabumi” ini di dasari rasa

kekhawatiran penulis terhadap keberlangsungan hidup kesenian Jipeng,

meskipun kesenian ini masih eksis dipergelarkan di setiap bulan di acara

adat serta ramai diundang di acara hajatan, namun durasi pertunjukan

9
Ki Ogan adalah seniman Jipeng
7

Tanjinya yang sangat singkat membuat masyarakat banyak yang tidak

mengenal kesenian jipeng itu sendiri. Hal ini dikatakan oleh sodong,

bahwa ketika sedang berlangsung pertunjukan Jipeng di acara hajatan,

ada yang berkata “coba geura taram” atau “ayo cepat mulai”. Maksud dari

perkataan ini yaitu meminta agar acara hiburan segera dimulai. Padahal

pertunjukan Tanji yang sedang berlangsung sudah termasuk dalam

pertunjukan hiburan yang diminta pihak hajat. Hal ini mungkin karena

dampak dimasukannya Dangdut, Jaipong, dan Pop Sunda, sehingga

masyarakat lebih senang pada hiburan tersebut (wawancara dengan

sodong di Ciptagelar, 21 November 2017). penulis merasa penelitian ini

penting dilakukan, agar ada dokumentasi berupa tulisan mengenai

kesenian Jipeng supaya keberadaan jipeng yang hanya dua grup ini bisa

lebih diketahui oleh masyarakat luas.

Penulis memilih untuk meneliti Jipeng karena Jipeng memiliki

keunikan tersendiri. Secara musikal pembawaan lagu-lagu Sunda buhun

dalam kesenian Jipeng menggunakan alat musik Barat yang

dikolaborasikan dengan alat musik Sunda, bentuk pertunjukan kesenian

Jipeng Grup Satia Kulun digabungkan dengan pertunjukan lain seperti

Ketuk Tilu, Dangdut, Pop Sunda, Lawak, Gacle, Seseroan dan Debus, grup

Jipeng Satia Kulun masih setia berbakti dalam setiap ritual kasepuhan
8

tanpa mengharap imbalan apapun, keunikan lainnya adalah keberadaan

grup Jipeng sampai saat ini hanya ada dua grup saja, selain itu fungsi

kesenian Jipeng yang lekat dengan ritual membuat kesenian ini semakin

menarik untuk diteliti.

berdasarkan studi literasi yang penulis lakukan, ketersediaan

literatur tentang kesenian Jipeng, penulis hanya menemukan tulisan

dalam bentuk artikel yang memuat sedikit informasi mengenai kesenian

Jipeng. Karena keterbatasan yang penulis miliki maka penelitian ini hanya

akan mengungkap permasalahan bentuk dan struktur pertunjukannya

saja, seperti yang akan diuraikan dalam rumusan masalah.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah bentuk dan struktur pertunjukan jipeng grup Satia

Kulun di kasepuhan Ciptagelar ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan bentuk dan

struktur pertunjukan jipeng grup Satia Kulun di kasepuhan

Ciptagelar.
9

2. Manfaat

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang penyusun

harapkan, diantaranya sebagai berikut:

a) Menambah data-data mengenai kesenian Jipeng yang

akan ditemukan melalui penelitian.

b) Memberikan sumbangsih keilmuan khususnya kepada

ISBI Bandung sebagai lembaga institusi seni dan umunya

pada dunia pengetahuan.

c) Sebagai media perkembangan ilmu pengetahuan, melalui

penelitian ini akan ditemukan fakta-fakta baru yang bisa

menyempurnakan pengetahuan mengenai kesenian

Jipeng.

d) Mempublikasikan kesenian Jipeng dan kondisinya saat ini

agar lebih dikenal.

1.4. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini mengacu kepada tulisan-tulisan yang telah penulis

temukan dalam studi pustaka, meskipun belum ditemukan buku yang

membahas secara khusus tentang kesenian Jipeng, namun penulis


10

mencoba meninjau sumber-sumber pustaka yang ada untuk menjada

orisinalitas tulisan. Sumber-sumber pustaka tersebut yaitu:

1. Atmadibrata, Enoch. 2006. Khasanah Seni Pertunjukan Jawa Barat.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.

Buku ini menjelaskan tentang kesenian-kesenian di Jawa Barat

termasuk kesenian Kiliningan Tanji di halaman 31, deskripsi

kesenian Kliningan Tanji dalam buku ini mirip dengan deskripsi

Jipeng maka dari itu pembahasan Kliningan Tanji dianggap penting,

kesenian Tanjidor di halaman 79 penting tinjauan pustaka karena

ada kemiripan dalam segi instrumen, selain itu dalam buku ini juga

membahas Ketuk Tilu di halaman 59, serta membahas berbagai jenis

kesenian topeng dan kesenian lainnya. Penjelasan-penjelasan dalam

buku ini hanya membahas deskripsi secara umum saja.

Berbeda dengan bahasan dalam skripsi yang penulis tulis,

karena dalam skripsi ini penulis akan membahas lebih rinci tentang

deskripsi pertunjukan Jipeng. Meskipun demikian buku ini memiliki

kontribusi yang sangat penting, karena data-data dari buku

Khasanah Seni Pertunjukan Jawa Barat ini akan menjadi sumber data,

mengingat minimnya sumber literature menganai kesenian Jipeng.


11

2. Heriyanto, Retno. 2012. Kampung Adat Ciptagelar Lestarikan

Kesenian Jipeng. Pikiranrakyat.com.

Artikel ini di posting pada 31 Oktober 2012 dalam laman

Pikiranrakyat.com. Tulisan ini memuat tentang deskripsi singkat

kesenian Jipeng Ciptagelar. Dalam artikel ini juga membahas tentang

kondisi kesenian Jipeng yang disebutkan bahwa kondisi alat

musiknya mulai rusak, kemudian diberikan bantuan oleh

pemerintah lewat program “Pewarisan kesenian Tradisional”.

Kontribusinya untuk penulisan skripsi ini untuk mengetahui kondisi

kesenian Jipeng.

Artikel ini tidak membahas tentang struktur pertunjukan

Jipeng pada masa sekarang, karena penjelasan dalam artikel ini

hanya mendeskripsikan pertunjukan Tanji yang dilakukan di Taman

Budaya Bandung pada 27 oktober 2012. Sedangkan yang akan

penulis bahas dalam skripsi adalah bentuk dan struktur pertunjukan

Jipeng dewasa ini.

3. Zakrana, Dicky. Jipeng (Tanji dan Topeng). Indonesiakaya.com

Isi dari artikel ini membahas tentang deskripsi kesenian Jipeng

dengan sample grup Jipeng Satia Kulun Kasepuhan Ciptagelar.

Dalam artikel ini menyebutkan keunikan Jipeng yang


12

mengakulturasi kesenian Sunda dengan kesenian Belanda. Zakrana

juga menyebutkan instrumen-instrumen yang digunakan dalam

kesenian Jipeng, namun tidak dibahas secara rinci fungsi musikal

dari masing masing instrumen tersebut.

Tentunya artikel ini akan menjadi landasan pembahasan

deskripsi pertunjukan Jipeng karena memuat banyak informasi

penting dan akan dikembangkan kembali pembahasannya dalam

skripsi penulis.

4. Madani, Mohamad Amin Dan Edi Yusuf. 2017. Revitalisasi Seni

Jipeng Kampung Adat Sinar Resmi. Republika.co.id.

Artikel ini berisi tentang pergelaran seni Jipeng di kasepuhan

Sinar Resmi dalam acara “revitalisasi seni Jipeng”. Dalam tulisan ini

hanya menggambarkan suasana yang dirasakan penulisnya pada

kegiatan tersebut, namun dijelaskan juga sekilas mengenai kesenian

Jipeng. Tentunya tulisan ini berbeda dengan bahasan dalam skripsi

ini karena pembahasannya sangat mendasar, namun informasinya

akan penulis muat dalam skripsi sebagai tambahan data.


13

1.5. Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan beberapa landasan teori yang sesuai

untuk membahas bentuk dan struktur pertunjukan Jipeng. Bentuk

menurut KBBI adalah wujud yang ditampilkan (tampak). teori estetika

Djelantik menyebutkan bahwa:

…Wujud yang terlihat oleh mata (visual) maupun wujud dapat


didengar oleh telinga (akustis) bisa diteliti dengan analisa, dibahas
komponen-komponen penyusunnya dari segi struktur atau susunan
wujud itu, hingga sampai pada bagian mendasar atas pengertian
(konsep) wujud itu, yakni semua wujud terdiri dari; bentuk (form)
atau unsur yang mendasar, dan susunan atau struktur. Bobot isi atau
bobot dari benda atau peristiwa kensenian bukan hanya yang dilihat
belaka tetapi juga meliputi apa yang bisa dirasakan dan dihayati
sebagai makna dari wujud kesenian itu. (Djaelantik dalam dhony,
2014:17).

Struktur menurut KBBI artinya susunan atau tahapan. Berdasarkan

definisi tersebut, maka strukutur pertunjukan artinya susunan atau

tahapan-tahapan yang berkaitan dengan jalannya pertunjukan dari awal

hingga akhir tentang pernyataan Wiliam foley dalam bukunya

anthropological linguistic: an introduction (2001) yang dikutip oleh

Siswantoro (2010) menyebutkan:

Doktrin pokok strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah


terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-
hubungan di dalam benda itu. Tidak ada unsur yang mempunyai
makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna
semua unsur (Siswantoro dalam Hedi, 2017:117).
14

Selain itu, Djaelantik (1999) juga mengungkapkan pendapat tentang teori

struktur pertunjukan bahwa:

Struktur atau susunan juga mengacu pada bagaimana cara unsur-


unsur dasar masing-masing kesenian tersusun hingga berwujud.
Struktur atau susunan suatu karya seni terdiri dari aspek-aspek yang
menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi peranan
masing-masing dalam keseluruhan. Kata struktur mengandung arti
bahwa di dalam karya seni terdapat suatu pengorganisasian,
penataan, ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang
tersusun itu (Djelantik dalam Dhony 2014:17).

Berdasarkan pada teori-teori diatas, maka Struktur pertunjukan

merupakan sebuah bentuk yang terdiri dari beberapa elemen yang tidak

dapat berfungsi dengan otonomnya sendiri, semua elemen dalam sebuah

struktur memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penyusun gunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah metode

penelitian sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode ini

bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan objek penelitian secara

sistematis dengan mungumpulkan data-data yang ada. Seperti yang

diungkapkan Moh. Nazir “tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah


15

untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki (1988:63)”.

Sebuah penelitian selain harus memiliki metode penelitian, juga

diharuskan memiliki pendekatan sebagai jalan untuk medapatkan

informasi dan data yang diharapkan. Pendekatan yang digunkan dalam

penelitian ini adalah pendekatan struktural yang dianggap sesuai untuk

menjelaskan struktur pertunjukan Jipeng.

Untuk mendapatkan informasi, penulis menggunakan beberapa

teknik pengumpulan atau pengambilan data di lapangan. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah teknik penelitian dengan cara

mempelajari sumber tertulis sebagai bekal pengetahuan dasar

sebelum terjun ke lapangan (penelitian lapangan). Selain itu studi

pustaka juga dilakukan untuk mengklarifikasi pernyataan atau

anggapan yang ditemukan di lapangan. Penulis melakukan studi

pustaka ke perpustakaan ISBI Bandung, perpustakaan Kuli Maca di

Lebak-Banten, perpustakaan keliling di car free day Buah Batu,

koleksi buku pribadi penulis dan penelusuran sumber dari internet .


16

3. Observasi

Teknik observasi adalah cara mendapatkan data dengan cara

terjun langsung dalam lingkungan di mana objek penelitian berada.

Dalam hal ini penulis terjun langsung ke lokasi objek penelitian yaitu

di Kasepuhan Ciptagelar. Penulis juga mengusahakan untuk berbaur

secara langsung dengan orang-orang yang terlibat dalam kesenian

Jipeng.

Penulis melakukan observasi ketika grup Jipeng Satia Kulun

melakukan pergelaran pada acara opat belasna di Kasepuhan

Ciptagelar. Penulis menyaksikan secara langsung pertunjukan

Jipeng serta mencari data yang lebih akurat untuk mendeskripsikan

bentuk dan struktur pertunjukan Jipeng.

4. Wawancara

Wawancara adalah cara mendapatkan informasi dengan cara

menanyakan langsung atau memberi pertanyaan kepada

narasumber atau informan yang dianggap tepat secara interaktif dan

dialogis. M. Nazir (1988: 234) menyebutkan:

… yang dimaksud wawancara adalah proses memperoleh


ketererangan untuk tujuan penelitian dengan cara sambil
bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si
penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara).
17

Sejauh ini penulis telah melakukan wawancara dengan

beberapa Narasumber primer dan sekunder yang dianggap penting.

Para narasumber primer itu adalah: (1) Ki Ogan, beliau adalah

seniman Jipeng yang juga merupakan keturunan dari pengurus

pertama Jipeng; (2) A.M Sobali, beliau merupakan pimpinan Jipeng

Grup Satia Kulun saat ini; dan (3) Ma Uyen yang merupakan ibu dari

sesepuh Kasepuhan Ciptagelar saat ini.

Selain itu, penulis telah melakukan wawancara dengan

beberapa seniman Jipeng sebagai narasumber sekunder. Adapun

para narasumber itu adalah Sodong, Bancet, dan Atika yang

menambahkan informasi sesuai pengetahuannya masing-masing.

5. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan

cara menyimak hasil-hasil dokumentasi dari beberapa sumber baik

berupa visual, audio, atau audio visual. Dalam hal ini penulis

menyimak dokumentasi-dokumentasi pertunjukan Jipeng berupa

video dari youtube dan poto-poto pertunjukan dari seniman Jipeng.

Penulis juga melakukan pendokumentasian secara langsung

kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan objek.


18

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan laporan hasil penelitian ini terdiri dari empat Bab dan

beberapa sub Bab. Adapun skema penulisan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Bab I, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

Bab II, di dalamnya membahas tentang gambaran umum serta

profil grup Jipeng Satia Kulun dan membahas gambaran Kasepuhan

Ciptagelar. Bahasan ini akan menjadi beberapa landasan konseptual

untuk pengantar bahasan pada Bab selanjutnya.

Bab III, membahas lebih spesifik masalah-masalah yang telah

dirumuskan dalam rumusan masalah mengenai pertunjukan kesenian

Jipeng. Bahasan tersebut meliputi bentuk pertunjukan Jipeng dan

Struktur pertunjukan Jipeng; Sedangkan Bab IV berisi tentang kesimpulan

dan saran.
BAB II

GAMBARAN UMUM

KASEPUHAN CIPTAGELAR DAN GRUP JIPENG SATIA KULUN

2.1. Latar Belakang dan Sejarah Kasepuhan Ciptagelar

Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas adat yang termasuk

dalam anggota SABAKI (Satuan Adat Banten Kidul). SABAKI adalah

organisasi yang dibentuk oleh masyarakat Kasepuhan di Banten Selatan

pada 1986, melingkupi wilayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten, serta

Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di Prov

insi Jawa Barat. Organisasi ini dikukuhkan oleh Gubernur Jawa Barat

Solihin GP di sebuah tempat yang bernama Apicita di Desa Mekarsari

(sekarang Desa Wanasari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, Banten).

Waktu itu hanya ada beberapa perwakilan kasepuhan yang hadir, yaitu

dari kasepuhan Citorek, Cicarucub, dan Ciptagelar (Malik, 2016: 93). Saat

ini Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh Abah Ugi atau yang biasa

dikenal Abah Anom sebagai pewaris tahta Kasepuhan dari ayahnya Abah

Encup Sucipta.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusnaka

Adimihardja dalam buku “Kasepuhan yang Tumbuh di Atas yang Luruh”


20

menjelaskan bahwa masyarakat Kasepuhan Banten Selatan adalah

masyarakat yang berasal dari kerajaan Sunda Hindu yang terakhir di Jawa

Barat yang berkedudukan di Pakuan Bogor pada sekitar tahun 1579. Hal

ini diperoleh dari pengakuan mereka yang menganggap dirinya adalah

turunan prabu Siliwangi yang merupakan seorang Raja yang terkenal di

tanah Sunda (Adimihardja dalam Dinda, 3013:61).

Pada satu pihak orang Sunda menganggap Prabu Siliwangi itu

sebagai tokoh sejarah, artinya manusia yang pernah ada dan hidup di

dunia nyata. Ia adalah raja terbesar yang pernah memerintah kerajaan

Sunda. Tetapi nama Prabu Siliwangi sebagai raja Sunda sama sekali tidak

tercatat dalam sumber primer kerajaan Sunda (Ekadjati, 2005:115).

Berdasarkan kajian sumber primer dan sekunder, muncullah pendapat

bahwa Prabu Siliwangi itu adalah Maha Raja Sunda yang identik dengan

Prabu Niskala Wastukancana (1371-1475) yang berkedudukan di keraton

Surawisesa ibukota Kawali dan atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521)

yang berkedudukan di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura

Suradipati di ibukota kerajaan bertempat di Pakuan Pajajaran (daerah

Bogor sekarang) kedua raja Sunda tersebut berhasil membawa masyarakat

dan negaranya ke puncak keemasannya (Ekadjati, 2005:84). Pada masa


21

pemerintahan Sri Baduga Maharaja merupakan puncak kejayaan

sekaligus periode keruntuh kerajaan Pajajaran (Ekadjati 1995:6).

Masyarakat Kasepuhan merupakan sebagian masyarakat Pajajaran

yang menyelamatkan diri dari gempuran kesultanan Banten yang di

pimpin oleh Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1579 disaat kondisi

kerajaan Pajajaran sedang mengalami krisis (Toebagus Roedjan dalam

Dinda 2015:62). Dalam disertasinya Dinda (63-64) juga menyebutkan

Bahwa:

… Pada saat Pakuan Pajajaran diserbu Banten, salah seorang


pemimpin utama Bareusan Pangawinan, yakni Ki Demang Haur
Tangtu beserta pengikutnya menyingkir mundur ke arah selatan,
sampai di suatu tempat di kampung Guradog disekitar Jasinga, di
tempat tersebut mereka menetap dan membentuk suatu masyarakat
yang khas sebagai cikal bakal Kasepuhan. Ki demang Haur Tangtu
menetap di kampung Guradog tersebut sampai dengan tutup
usianya; dan hingga sekarang kuburannya masih dirawat dan
dikeramaatkan yang dikenal dengan sebutan Makam Dalem Tangtu
Awilaet.

Menurut Adimihardja penyebaran Kasepuhan yang kini menyebar

di daerah Banten Selatan, Bogor, dan Sukabumi merupakan penyebaran

dari keturunan ki Demang Haur Tangtu. Berawal dari kampung Guradog

inilah cikal bakal Kasepuhan yang terus berpindah-pindah seiring dengan

pertumbuhan keturunannya sehingga terbentuknya Kasepuhan

Ciptagelar hingga saat ini. Namun pendapat yang diungkapkan oleh


22

Adimihardja dalam bukunya seperti yang dibahas di atas jarang dibahas

oleh para sesepuh Kasepuhan dalam perbincangan di luar konteks

Kasepuhan, mereka menyembunyikan informasi tentang sejarah

Kasepuhan di masa lampau. 10

Menurut Uyen Suyenti atau biasa dikenal Ma Ageung (56 tahun)

yang merupakan ibu dari Abah Ugi, menjelaskan bahwa Kasepuhan

mengalami beberapa kali perpindahan. Hingga saat ini Kasepuhan berada

di Ciptagelar. Menurut penuturannya dahulu Kasepuhan berdiri di

kampung Cipulus (Cicemet), kemudian pindah ke Pasir Jeungjing (Sinar

Resmi), lalu berpindah lagi ke Sirna Rasa, kemudian pindah lagi ke

Linggar Jati, kemudian pindah lagi ke Cipta Rasa, dan pindah ke

Ciptagelar pada tahun 2000 sampai sekarang. Keberadaan (asal mula)

Kasepuhan sebelum pindah ke Cipulus (Cicemet) tidak diberikan

informasinya kepada penulis dengan alasan kerahasiaan pihak

Kasepuhan (wawancara di Bandung, 15 april 2018). Namun ada beberapa

patilasan-patilasan berupa makam yang selalu di ziarahi oleh keluarga

Kasepuhan dan incu putu, patilasan itu terletak di Lebak Binong, Lebak

Larang, Tegalumbu, Bojong Cisono dan Cicemet. Patilasan-patilasan

tersebut di duga merupakan tempat persinggahan para Karuhun (leluhur)

10
Pembahasan tentang sejarah kasepuhan hanya dibahas di ruang tertutup dengan orang-
orang tertentu (baris kolot) saja
23

Kasepuhan. Selain nama-nama tempat yang disebutkan sebagai patilasan,

dalam beberapa kesempatan obrolan penulis dengan para baris kolot,

mereka sering pula menyebut-nyebut nama daerah Bogor sebagai asal

muasal masarakat kasepuhan 11 . Pernyataan ini menguatkan pendapat

yang dikemukakan oleh Kusnaka, namun tidak diberitahukan kepada

masyarakat luas oleh para baris kolot.

2.2. Letak Geografis

Secara administratif Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar terletak di

Kampung Ciptagelar Dusun Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan

Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kasepuhan

Ciptagelar berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Salak.

Menurut Iwan Suwandi kepala Desa Sirnaresmi, Jarak Kasepuhan

Ciptagelar dari kantor Desa Sirnaresmi sekitar 14 KM, dari kota

kecamatan sekitar 37 KM, dari pusat pemerintahan kabupaten Sukabumi

sekitar 47 KM, sedangkan jarak dari kota Bandung sekitar 203 KM ke arah

11
Informasi ini merupakan hasil rangkuman penulis dari beberapa obrolan-obrolan dalam
berbagai kesempatan dengan para sesepuh kasepuhan (baris kolot), karena penulis masih tinggal
di daerah kasepuhan dan termasuk incu putu (warga kasepuhan) Ciptagelar.
24

barat (wawancara di Kantor Desa Sirnaresmi, 12 maret 2018). Kasepuhan

Ciptagelar berada pada posisi koordinat S 6o47’10,4” Berada pada 1.200

meter di atas permukaan laut. Iklim di desa Sirnarasa adalah iklim tropis

dengan curah hujan tinggi terjadi pada bulan Desember sampai Januari.

Gambar 1. Ilustrasi Peta Dusun Sukamulya

(Foto/dokumentasi: Koleksi PemDes Sirnaresmi, 2018)

Berdasarkan data kependudukan pada bulan Januari 2018

pemerintah Desa Sirnaresmi, jumlah penduduk Dusun Sukamulya

(Ciptagelar) terdiri dari 345 kepala keluarga dan berjumlah 1.129 jiwa

yang terdiri 608 orang laki-laki serta 521 orang perempuan. Dusun

Sukamulya terdiri Kampung Sukamulya, Lebak Bitung, Babakan Sakola,

Babakan Bengkel, Babakan Simpang, Babakan Nanggeleng, dan


25

Ciptagelar. Sedangkan Desa Sirnaresmi sendiri terdiri 1.661 kepala

keluarga yang berjumlah 5.590 jiwa.

Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Desa Sirnaresmi

(Sumber: Data Pemerintah Desa Sirnaresmi, 2018)

Kampung gede Kasepuhan Ciptagelar berbatasan langsung dengan

wilayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten, hanya berjarak sekitar 2 KM

saja dari Kampung Gede sudah termasuk ke dalam wilayah Kabupaten

Lebak Provinsi Banten dengan dibatasi oleh kali Cisono. Batas kampung

Ciptagelar sebelah timur berbatas dengan kampung Babakan Simpang,

sebelah selatan berbatas dengan kawasan hutan Gunung Karancang,

sebelah utara berbatas dengan kampung Sukamulya dan sebelah barat

berbatas dengan kampung Kawung Nunggal.


26

Perjalanan menuju Kasepuhan Ciptagelar dapat ditempuh dengan

empat jalur, yaitu jalur Cipeuteuy Sukabumi, Sukawayana Palabuhanratu,

Sirnaresmi Cisolok, dan Cikadu Banten. Jalur Cipeuteuy Sukabumi hanya

bisa dilalui oleh motor trail atau mobil off road. Karena jalur ini biasa

digunakan untuk rute off road. Sementara jalur Sukawayana Palabuanratu,

Sirnaresmi Cisolok, dan Cikadu Banten bisa ditempuh dengan kendaraan

biasa, meskipun medan jalan yang agak sulit karena melewati rute

pegunungan dan kondisi jalan yang rusak. Jalur Cikadu Banten adalah

jalur dengan medan jalan paling baik yang bisa dilalui, hanya bebeberapa

kilo meter saja jalan yang rusak namun sebagian besar kondisi jalan sudah

di aspal.

2.3. Sumber Daya Alam

Sebagai daerah yang berada di wilayah pegunungan, wilayah

Kasepuhan Ciptagelar memiliki sumber daya alam pertanian/perkebunan

yang dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Kesuburan tanah di wilayah

Taman Nasional Gunung Halimun Salak menjadi faktor pemanfaatan

alam untuk bertani oleh semua masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.

Pertanian yang menjadi komoditas utama adalah tanaman padi, namun

penanaman padi hanya dilakukan satu musim dalam satu tahun.


27

Meskipun demikian masyarakat Kasepuhan tidak pernah kekurangan

cadangan padi, karena padi di simpan dan tidak boleh di12jual.

Keberadaan mata air yang mudah ditemukan menjadi faktor

banyaknya masyarakat yang memiliki kolam ikan. Bahkan setiap

pergantian musim tanam padi, sawah-sawah biasa dijadikan sebagai

kolam ikan sementara13. Namun karena keberadaanya yang ada dalam

wilayah taman nasional, sehingga masyarakat jarang yang menanam

pohon-pohon seperti albasiah, mahoni, manglid, dan jenis pepohonan yang

bisa dijual lainnya. Masyarakat setempat memanfaatkan bekas ladang

atau Huma untuk ditanami pohon pisang, sayuran, palawija dan tanaman

lain yang bisa dipanen dalam jangka pendek. Namun ada pula yang

menanam kopi untuk diproduksi di Ciptagelar.

2.4. Sistem Kepercayaan Masyarakat

Kehidupan masyarakat Ciptagelar masih berkaitan erat dengan adat

istiadat dan tradisi masyarakat Sunda lama. Seperti apa yang disebutkan

oleh Dinda dalam laporan penelitian disertasinya:

… Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan suatu kelompok


masyarakat Sunda yang berdasarkan sistem budaya dan struktur

13
Jarak waktu masa panen sampai penanaman kembali sekitar 3 bulan
28

sosialnya merupakan masyarakat yang masih menjalankan tatanan


kehidupan seperti masyarakat Sunda lama, dari masa jauh sebelum
pengaruh Hindu masuk ke jawa (2013:66).

Masyarakat percaya bahwa di sekeliling mereka ada kekuatan ghaib

yang berpengaruh terdahap kehidupan mereka, contohnya mereka selalu

mengadakan ritual dalam setiap kegiatan tatanen untuk mengharapkan

hasil tani yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan

Rustiyanti :

…. Pada tahap mitis terdapat pandangan dalam diri manusia bahwa


di sekelilingnya terdapat kekuatan-kekuatan ghaib yang
mempengaruhi kehidupan manusia. Kekuatan itu semestinya dijaga
agar tetap berada pada kondisi harmonis dengan kehidupan
manusia yang ada di dalamnya (2010:16).

Masyarakat kasepuhan masih menjalankan tali paranti para karuhun

sebagai pedoman hidup yang diwariskan secara turun temurun dari

setiap generasi ke generasi dan dipegang teguh serta tidak boleh

dilanggar meskipun zaman sudah berubah.

Dinda menyebutkan “masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, terutama

baris kolotnya masih menganggap sebagai Sunda Wiwitan, urang girang atau

kolot seperti yang biasa disebut oleh orang Sunda lainnya” (2013:65).

Namun pada tahun 2000 telah dibangun mushola di Kampung Gede

Kasepuhan Ciptagelar sebagai bukti bahwa Islam sudah menjadi agama

dan kepercayaan mereka. Menurut Iwan suwandi, sampai saat ini sudah
29

berdiri dua mushola di kampung Ciptagelar, dan 100% warganya sudah

beragama Islam. Kondisi ini sangat bertolak belakang jika kita melihat

latar belakang mereka sebagai kelompok yang menolak untuk di-

Islamkan. Seperti yang disebutkan oleh Dinda (2013:67) 14 “Asal usul

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang berasal dari rakyat Kerajaan

Sunda yang bercorak Hindu di Jawa Barat. Kedatangan mereka di gunung

Kendeng15 merupakan penolakan terhadap Islam”.

Meskipun latar belakang masyarakat Kasepuhan merupakan

sekelompok orang yang menolak kedatangan Islam namun seiring

berjalannya waktu, mereka dapat menerima ajaran Islam untuk menjadi

agamanya. Walaupun ajaran Islam masih dicampurkan dengan ajaran

karuhun (tradisi) dalam kehidupan sehari-hari.

2.5. Adat Istiadat

Sebagai kampung adat yang masih kental akan tradisi membuat

masyarakat Kasepuhan Ciptagelar masih menjaga larangan-larangan yang

tidak boleh dilanggar dan memegang teguh adat istiadat yang harus tetap

dilaksanakan. Di samping larangan dari segi etika, larangan yang paling

tidak boleh dilanggar adalah larangan-larangan dalam hal pertanian padi.

14
Jika mengacu pada hasil penelitian Adimihardja
15
Gunung kendeng yang ada di wilayah banten selatan
30

Dari mulai pengolahan tanah sampai, penumbukan padi, dan pemasakan

nasi tidak diperbolehkan menggunakan mesin atau listrik, harus tetap

menggunakan cara tradisional

Adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur seperti cara

berpakaian (busana) dan ritual masih dijalankan dalam kehidupannya.

Cara berpakaian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar pada umumnya sama

seperti pakaian adat Sunda lainnya. Untuk kaum perempuan mereka

menggunakan kebaya dan sinjang atau kain batik, meskipun tidak setiap

hari mereka menggunakan kebaya, namun kebiasaan memakai sinjang

oleh kaum wanita dilakukan setiap hari sebagai identitas warga

kasepuhan. Mereka mengkolaborasikan sinjang sebagai busana bawah,

sedangkan bagian atas memakai kaos atau baju yang bukan kebaya.

Gambar 2. Busana sehari-hari kaum wanita Ciptagelar

(Poto/dokumentasi: Elva Yulia S, 2018)


31

Kaum laki-laki memiliki pakaian adat berupa baju kemeja tangan

panjang dan celana komprang yang umumnya berwarna hitam atau putih

(baju pangsi). Meskipun pada saat ini, busana ini tidak selalu dipakai

setiap hari, seperti para remaja yang berpakaian mengikuti

perkembangan zaman, serta para pegawai yang diharuskan memakai

pakaian sesuai tempat bekerja masing-masing, namun ada yang menjadi

ciri khas mereka yaitu selalu menggunakan ikat kepala yang disebut Iket

atau Totopong yang menjadi ciri khas dan identitas masyarakat kasepuhan.

Gambar 3. Pemakaian Seragam dinas kepala Desa Sirnaresami yang


dipadukan dengan Totopong sebagai identitas masyarakat kasepuhan

(Poto/Dokumtasi: penulis, 2018)

Selain pakaian, ada juga ritual-ritual yang menjadi adat istiadat yang

masih dijalankan oleh mereka, ritual-ritual tersebut berkaitan dengan


32

kehidupan sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan kegiatan tatanen

padi dengan harapan hasil padi yang lebih baik. Ritual-ritual tersebut

diantaranya :

1. Ngaseuk (prosesi penanaman padi di Huma).

2. Salamet mapag sapangjadian pare (ritual selametan ketika padi mulai

tumbuh).

3. Salamet mapag pare beukah (ritual selametan ketika padi mulai

berbuah).

4. Nyimbur (ritual penolak/pengusir hama ketika padi sudah mulai

menguning).

5. Mipit (prosesi panen padi).

6. Ngunjal (proses pengangkutan padi dari sawah/Huma menuju leuit)

7. Nganyaran (peoses pengolahan dan pemasakan padi menjadi nasi

yang dilakukan pertama kali dari hasil panen terakhir).

8. Seren taun (perayaan/syukuran pasca kegiatan pertanian satu musim

padi).

9. sedekah mulud (ritual selametan yang dilakukan pada bulan

mulud/rabiul ‘awal).

10. sedekah ruah (ritual selametan yang dilakukan pada bulan

ruah/sya’ban).
33

11. nyawen/prahprahan (ritual pemasangan babay/penolak bala di setiap

rumah).

12. Salamet opat belasna (ritual selametan yang dilakukan setiap bulan

purnama, atau setiap tanggal 14 pada tahun Hijriah).

13. Ponggokan (masa dimana setelah musim panen, masyarakat dilarang

melakukan kegiatan pertanian dalam waktu tertentu, selain itu

dilaksanakan pula Salamet Ponggokan yang dilakukan di Kasepuhan).

Semua adat istiadat masih dijalankan setiap tahun oleh masyarakat

Kasepuhan sebagai budaya warisan leluhur yang harus tetap

dilaksanakan.

2.6. Mata Pencaharian

Kondisi geografis yang berada pada wilayah pegunungan menjadi

faktor masyarakat bekerja sebagai petani. Bertani bagi mereka bukan

hanya sekedar mendapatkan hasil tani saja, namun merupakan kewajiban

yang harus dilakukan sebagai budaya warisan leluhur, meskipun hanya

sepetak sawah dan sejengkal tanah Huma, setiap warga Kasepuhan harus

tetap bertani dalam setiap tahun (wawancara dengan Ki Ogan di

Ciptagelar, 02 maret 2018). Tanaman yang paling pokok ditanam adalah

tanaman padi, dengan cara di tanam di Huma atau di Sawah. Hasil


34

pertanian padi tidak dijual namun di simpan di Leuit untuk bekal atau

cadangan makanan di masa yang akan datang. Padi dan produk-produk

olahannya seperti beras, nasi, kue (yang berbahan dasar beras) tidak boleh

dijual belikan, hal ini dianggap pamali yang merupakan sebuah larangan

keras.

Menurut Iwan, selain bertani masyarakat banyak yang memiliki

pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka, seperti

menjadi pedagang, karyawan, PNS, seniman, guru, tenaga kesehatan dan

pekerjaan-pekerjaan lainnya (wawancara di Kantor Desa Sirnaresmi, 12

maret 2018).

2.7. Kesenian Yang Ada di Ciptagelar

Kasepuhan Ciptagelar masih melestarikan kesenian tradisional yang

mereka miliki. Sebagai bentuk pelestarian, setiap malam opat belasna 16

selalu ditampilkan setiap kesenian yang ada di kasepuhan Ciptagelar.

Selain itu acara penampilan kesenian ini adalah sebagai hiburan untuk

mengiringi ritual salamet opat belasna atau acara ritual-ritual lainnya.

Adapaun kesenian yang dimiliki oleh Kasepuhan Ciptagelar adalah

sebagai berikut :

16
Malam opat belasna adalah malam tanggal 14 pada kalender tahun Hijriah
35

1. Wayang Golek

Wayang Golek yang ada di kasepuhan Ciptagelar pada

dasarnya sama dengan wayang golek yang ada di wilayah lainnya,

yaitu pertunjukan Wayang Golek yang berasal dari kisah Ramayana

dan Mahabrata dengan menggunakan media boneka kayu (Wayang)

yang di iringi oleh seperangkat gamelan.

Perlengkapan pertunjukan Wayang Golek di Ciptagelar sudah

lengkap tanpa harus menyewa dari luar, seperti gamelan, Sound

System, Lighting dan seperangkat Wayang Golek. Sehingga kesenian

Wayang Golek bisa dipertunjukan kapan saja. terlebih lagi para

nayaga juga masih merupakan warga kasepuhan. Selain itu telah

dibuatkan juga panggung khusus untuk penyimpanan dan

pertunjukan wayang golek sehingga Wayang Golek sering sekali

ditampilkan.

Bukan hanya dalang dan nayaga yang berada di Ciptagelar saja

yang sering tampil, namun banyak dalang dan nayaga diluar

Ciptagelar yang memamerkan keahliannya di panggung Wayang

Golek Ciptagelar dengan tujuan jarah atau ingin menghibur

khususnya keluarga kasepuhan dan masyarakat Ciptagelar pada

umumnya. Namun ada pula dalang yang menetap di Ciptagelar


36

yaitu dalang Dede Wijaya Putra dengan nama grupnya yaitu Gelar

Pawitra sebagai dalang khusus kasepuhan.

Gambar 4. Pertunjukan Wayang Golek di Ciptagelar dalam acara


opat belasna. Kamis, 1 maret 2018

(Poto/dokumentasi: Penulis, 2018)

2. Jaipongan (Topeng)

Masyarakat Ciptagelar menyebut seni jaipongan dengan istilah

Topeng. Hal ini disebabkan karena pada zaman dahulu setelah

pertunjukan lagu-lagu jaipong diakhiri dengan pertunjukan

sandiwara Sunda atau biasa disebut Topeng, dimana para

pemainnya di make up wajahnya sesuai dengan karakter masing

masing sehingga menyerupai topeng.


37

Sama halnya dengan wayang golek, grup jaipong pun memiliki

tempat penyimpanan dan pertunjukan sendiri. Saat ini pimpinan

grup jaipongan adalah bapak Emer (Supendi) dengan nama grupnya

Gelar Mulya.

3. Angklung Dogdog Lojor

Kesenian angklung dogdog lojor merupakan kesenian yang

selalu dihadirkan dalam setiap ritual pertanian. Kesenian ini sering

dibawa langsung ke Sawah atau Huma dalam acara ngaseuk, mipit,

dan ngunjal karena peralatannya yang mudah dibawa.

Waditra pada kesenian Angklung Dogdog Lojor di Kasepuhan

Ciptagelar pada umumnya menggunakan dua buah Dogdog atau

Bedug, dan empat buah Angklung yang terdiri dari Angklung King-

King, Angklung Gong-Gong, Angklung Inclok, dan Angklung

Panembal. Namun dalam pertunjukannya sering kali jumlah waditra

Dogdog ditambah menjadi tiga, empat atau lebih. Bahkan sering

pula ditambahkan waditra kendang dan goong. Pertunjukan

Angklung Dogdog Lojor lebih menarik karena di iringi dengan juru

kawih atau sinden serta para penari perempuan. Selain kaum pria

pemain Angklung juga ada yang perempuan.


38

Gambar 5. Pertunjukan Angklung Dogdog Lojor

(Poto/dokumentasi: artikelsukabumi.co.id, 2015)

4. Jipeng

Sama dengan seni Angklung Dogdog Lojor, seni Jipeng juga

selalu hadir dalam setiap ritual pertanian di Ciptagelar. Kesenian

Jipeng kerap kali dibawa ke Huma dan Sawah. Suara keras yang

dihasilkan dari istrumen Jipeng mengiringi secara langsung proses

pertanian masyarakat Kasepuhan. Seperti dalam acara ngaseuk, mipit,

dan ngunjal.

2.8. Grup Jipeng Satia Kulun

Penamaan Grup Jipeng Satia Kulun adalah nama yang diberikan

sejak awal mula terbentuknya kesenian Jipeng. Saat ini hanya ada dua
39

grup Jipeng saja yang masih eksis di dunia seni Sunda, yaitu grup Jipeng

yang ada di Kasepuhan Sinar Resmi dan Kasepuhan Ciptagelar. Kedua

grup itu sebenarnya masih satu kesatuan, namun saat ini terbagi menjadi

dua grup. Kedua grup ini diberi nama Satia Kulun karena memiliki tugas

dan fungsi untuk selalu setia pada kasepuhan unuk mengiringi setiap

kegiatan yang ada di Kasepuhan. kata “Satia” berarti kesetiaan kepada

kasepuhan sebagai pemimpin adat. Sedangkan kata “kulun” berasal dari

kata “ulun kumawula” yang berarti “berbakti”. Maka dari itu secara bahasa

Satia Kulun artinya “setia untuk berbakti” kepada Kasepuhan.

1. Sejarah dan Perkembangan

Sekitar tahun 1923 ketika kasepuhan Ciptagelar masih berada

di Pasir Jeungjing. Pada saat itu yang menjadi sesepuh Kasepuhan

adalah Abah Rusdi. Pada masa inilah kesenian Jipeng mulai

terbentuk. Hal ini bermula ketika seorang seniman Topeng (Ketuk

Tilu) yang bernama Ki Calo ingin memiliki grup kesenian di

kasepuhan. Selanjutnya Ki Calo yang masih ada hubungan keluarga

dengan keluarga sesepuh Kasepuhan mengutarakan keinginannya

kepada Abah Rusdi.

Berdasarkan penuturan dari Ki Calo sebagai salah satu orang

terdekatnya, Abah Rusdi mencoba mencari alat kesenian untuk


40

dikelola oleh Ki Calo. Akhirnya didapatkan seperangkat alat

kesenian dari daerah Ciampea Bogor. Alat-alat yang didapat adalah

seperangkat alat Tanjidor yang terdiri dari Klarinet, Trombon, Tenor,

Bass, Bass Drum, dan Tambur.

Dengan latar belakang sebagai seniman Topeng, Ki Calo

mencoba memainkan dan membuat grup kesenian dengan peralatan

yang ada. Inilah alasan mengapa dari segi bentuk musikal repertoar

kesenian Jipeng sama dengan repertoar seni Kiliningan (Ketuk Tilu).

Pada awal pembentukannya, Abah Kasepuhan menitipkan

pesan kepada Ki Calo dan seniman lainnya “silahkan kesenian ini di

kelola dengan syarat harus siap bila dibutuhkan untuk mengiringi

setiap acara Kasepuhan”. Maka sejak awal pembentukan grup

Jipeng salah satu fungsi utama pertunjukannya adalah untuk

mengiringi setiap acara Kasepuhan, baik itu sebagai pengiring ritual

di hari-hari tertentu atau sebagai hiburan keluarga dan warga

Kasepuhan.

Pada mulanya kesenian ini disebut sebagai kesenian Tanjidor.

Yang pertunjukannya hanya berupa tabuhan istrumen saja (tanpa

vokal dan penari). Namun seiring berjalannya waktu, para seniman

dan warga kasepuhan merasa bosan dengan struktur pertunjukan


41

yang hanya penampilan instrumentasi saja. Biasanya dari jam

delapan malam sampai jam dua belas malam penonton hanya

menyaksikan para nayaga yang menabuh tanjidor saja. Oleh karena

itulah ditambahkan kesenian Ketuk Tilu untuk memberi variasi

pertunjukan. Selain itu diakhir pertunjukan malam hari diakhiri

dengan pertunjukan sandiwara Sunda atau biasa disebut Topeng.

Sejak saat inilah kesenian ini disebut kesenian Jipeng (Tanji dan

Topeng) ataupun “Tanji di Topengkeun” yang artinya Tanji dibuat

seperti Topeng. Adapun tahun kejadiannya tidak diketahui dengan

pasti.

Setelah puluhan tahun berlalu, sekitar tahun 1999 saat itu

Kasepuhan berada di kampung Cipta Rasa Kecamatan Cisolok

Kabupaten Sukabumi. Pada tahun ini kasepuhan berpindah tempat

(dipekar) menjadi tiga, yaitu kasepuhan Cipta Mulya yang dipimpin

oleh Abah Uum, Kasepuhan Sinar Resmi yang dipimpin oleh Abah

Ujat sebagai kakak, dan kasepuhan Ciptagelar yang dipimpin Abah

Encup Sucipta sebagai adik (wawancara dengan Ma Ageung di

Bandung, 15 april 2018).

Pada masa pemekaran kasepuhan ini, kesenian Jipeng di

sarankan untuk dibawa ke Kasepuhan Sinar Rasa, meskipun


42

sebagian pihak (pihak Kasepuhan Ciptagelar) menolak. Namun

setelah di musyawarahkan akhirnya pihak Kasepuhan Ciptagelar

mengalah karena merasa lebih muda. Maka diserahkanlah kesenian

Jipeng kepada pihak Kasepuhan Sirna Resmi dan dikelola oleh Pa

Jasim (wawancara dengan Ki Ogan di Ciptagelar, 02 maret 2018).

Dalam pembagian ini, anak dari keluarga Ki Calo ikut pindah

ke Kasepuhan Ciptagelar. Setelah mendirikan kasepuhan di

Ciptagelar abah Encup menyuruh anak Ki Calo yaitu Ki Ogan untuk

membeli peralatan (instrumen) Jipeng baru. Maka didapatkanlah

peralatan Jipeng baru yang berasal dari daerah Urug Kabupaten

Bogor. Dalam proses pembelian alat baru ini ada harta keluarga Ki

Calo yang terdapat didalamnya, Ki Calo rela menjual tanah untuk

menambah dana pembelian alat Jipeng. Meskipun demikian

keluarga Ki Calo tidak menyatakan bahwa Jipeng itu miliknya,

namun tetap milik kasepuhan yang harus dirawat bersama. Pada

Tahun 2012 pemerintah provinsi Jawa Barat memberikan bantuan

alat-alat kesenian Jipeng (Heriyanto, Retno. Kampung Adat Ciptagelar

Lestarikan-Kesenian Jipeng 13/10/2012. pikiran-rakyat.com).

Jipeng secara musikal pada awalnya adalah sebuah genre musik

yang mengkolaborasikan instrumen musik Barat dengan instrumen


43

musik Sunda dengan membawakan lagu-lagu Sunda yang biasa

dibawakan dalam kesenian Jaipong atau Kiliningan dengan

pembawaan yang berbeda.. Genre Jipeng merupakan hasil

pengembangan dari kesenian Sunda yang diubah menjadi sebuah

genre baru.

Genre musik Jipeng memiliki perbedaan dengan Jaipongan atau

Kiliningan meskipun lagu yang dibawakan sama. Lagu-lagu yang

dibawakan dalam kesenian Jipeng secara musikal memiliki keunikan

tersendiri karena menggunakan alat musik tiup (aerophone) sebagai

pengganti fungsi musikal gamelan pada kesenian Jaipong atau

Kiliningan. Pola ritmis yang dimainkan dalam kesenian Jipeng

cenderung monoton dan repetitif, hanya ada perubahan tempo saja.

Berbeda dengan kesenian Jaipong dan Kiliningan yang mengalami

perpindahan wiletan variasi pola ritmis dalam satu lagu yang

dibawakan.

Dewasa ini, secara struktur pertunjukan Jipeng di tambahkan

dengan pertunjukan Ketuk Tilu, Dangdut, Lawak, Gacle, Seseroan, dan

Debus. Sehingga yang disebut genre Jipeng saat ini adalah

pertunjukan Tanji yang merupakan bagian dari struktur pertunjukan

Jipeng grup Satia Kulun.


44

2. Organisasi

Grup Jipeng memiliki struktur organisasi yang yang berfungsi

untuk mengatur manajemen grup agar dapat bekerja sesuai tugas

masing-masing. Berikut ini adalah tabel keanggotaan Grup Jipeng

Satia Kulun

No Jabatan Nama

1 Pelindung Abah Ugi S

2 Ketua AM. Sobali

3 Sekretaris Ruhendar (Sodong)

4 Bendahara Ogan

5 Seksi peralatan Tana dan Wana

Tabel 2. Struktur kepengurusan Jipeng

(Sumber: observasi dan wawancara, 2018)

Selain orang-orang yang bekerja sebagai pengurus organisasi, ada

juga yang terlibat sebagai pemain dalam setiap kesenian.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis pada

pertunjukan Jipeng dalam acara opat belasna di kasepuhan Ciptagelar

01 maret 2018, dapat disebutkan para pemain Jipeng adalah sebagai

berikut :

No Nama Profesi

1 Nanu Klarinet
45

2 Wanda Trombon

3 Ruhenda Tenor

4 Buntek Kitimpring

5 Tana Bedug

6 Adin Ketuk

7 Juanda Kecrek

8 Kendi Goong

9 Bancet Penyanyi Pria / MC

10 Soebali Piston

Tabel 3. Daftar nama pemain Jipeng

(Sumber: observasi dan wawancara, 2018)

Sedangkan untuk para pemain jaipong ketuk tilu pada acara opat

belasna (01 maret 2018) adalah sebagai berikut :

No Nama Profesi

1 Ohin Gendang

2 Soebali Biola

3 Adin Ketuk

4 Kendi Goong

5 Juanda Kecrek
46

6 Bancet Alok/MC

7 Omi Sinden

8 Arwiah Sinden

9 Lala Penari

10 Iput Penari

Tabel 4. Daftar nama pemain Jaipong/ketuk tilu

(Sumber: observasi dan wawancara, 2018)

Sedangkan untuk para pemain Dangdut atau Pop Sunda pada acara

opat belasna (01 maret 2018) adalah sebagai berikut :

No Nama Profesi

1 Petrik Keyboard

2 Erik Kendang

3 Sodong MC

4 Atika Penyanyi

5 Amel Penyanyi

6 Silva Penyanyi

Tabel 5. Daftar nama pemain Dangdut/Pop Sunda

(Sumber: observasi dan wawancara, 2018)


47

3. Fungsi Kesenian Jipeng

Seperti yang sudah dipaparkan diatas, fungsi utama kesenian

Jipeng adalah mengiringi setiap acara di Kasepuhan baik itu yang

bersifat ritual maupun bersifat hiburan, namun saat ini Jipeng juga

berfungsi sebagai sumber rejeki bagi para senimannya. Sesuai

dengan pendapat Soedarsono (1998) yang menyebutkan bahwa

… secara garis besar fungsi seni pertunjukan memiliki tiga


fungsi primer, yaitu: (1) sebagai sarana ritual, (2) sebagai
hiburan pribadi, (3) sebagai presentasi estetis. Pada bagian lain
ia membagi fungsi seni menjadi dua, yakni fungsi primer dan
fungsi skunder. Fungsi primer adalah apabila seni pertunjukan
disajikan untuk dinikmati, sedangkan fungsi sekunder adalah
penyajian seni dimanfaatkan tidak sekedar untuk dinikmati
tetapi juga untuk keperluan yang lain (Soedarsono dalam
Dhony, 2014:18).

Sebagai fungsi pertunjukan yang bersifat hiburan (di nikmati),

struktur pertunjukan Jipeng terdiri dari pertunjukan Tanji, Ketuk

Tilu, Dangdut, Lawak, Gacle, Seseroan, dan Debus agar pertunjukan

lebih menarik dan menghibur.

Fungsi ritual Jipeng yang sebenarnya adalah ketika Jipeng

mengiringi acara ritual tatanen di Sawah atau Huma seperti dalam

acara Ngaseuk, Mipit, dan Ngunjal. Dimana dalam pertunjukannya

tidak dicampurkan dengan pertunjukan lain, hanya penabuhan

pertunjukan Tanji saja. Jipeng ditabuh sejak awal hingga prosesi


48

tatanen tersebut selesai. Jika Jipeng tidak dilibatkan dalam kegiatan

tersebut maka akan berdampak pada kelangsungan prosesi tatanen

yang tidak seperti biasanya. Pertunjukan Jipeng hanya dilakukan

untuk mengiringi ritual tatanen di Sawah atau Humna milik sesepuh

Kasepuhan. Pertunjukan Jipeng dalam ritual tatanen merupakan ciri

khas acara tatanen milik sesepuh Kasepuhan yang mewakili prosesi

tatanen incu putu.

Kesenian Jipeng Juga memiliki fungsi ritual dalam beberapa

kegiatan, seperti pembangunan jembatan, pembuatan jalan, dan

penebangan pohon. Yang menarik, entah benar atau tidak pekerjaan-

pekerjaan diatas terasa lebih mudah dan cepat selesai jika

pengerjaannya diiringi oleh tabuhan Jipeng. Ada kalanya

pembangunan jalan sangat sulit dilakukan dan diselesaikan, namun

ketika para pekerja dihibur dengan kesenian Jipeng, maka

pekerjaanya lebih mudah dan cepat selesai. Entah karena semangat

para pekerjanya yang meningkat ketika ditemani alunan musik

Jipeng, atau karena ada hal lain (magic) dibelakang alunan suara

Jipeng (wawancara dengan Bancet di Cikarang, 26 April 2018).

Pertunjukan Jipeng yang dilakukan di dalam panggung atau di

lingkungan kampung gede Kasepuhan merupakan pembaktian


49

kepada Kasepuhan yang pada saat itu sedang mengadakan ritual.

dengan demikian fungsi kesenian Jipeng tersebut hanya sebagai

pengiring ritual. Ritual di Kasepuhan tetap berjalan meskipun tidak

diiringi dengan Jipeng. Struktur pertunjukannya pun sama dengan

pertunjukan Jipeng dengan fungsi hiburan.

Jipeng selalu mengiringi ritual acara opat belasna sebagai bentuk

pembaktian kepada Kasepuhan, namun ketika ada permintaan

untuk tampil diacara hajatan (acara diliuar kasepuhan) biasanya

pimpinan Jipeng meminta izin kepada sesepuh untuk diizinkan

mengisi acara di luar dan memohon maaf karena tidak bisa tampil di

acara opat belasna. Biasanya sesekali grup Jipeng dipersilahkan untuk

tidak mengisi acara dalam opat belasna jika tidak terus menerus

dalam setiap bulan. Meskipun demikian tolerasi itu hanya diberikan

untuk acara opat belasna saja, namun untuk ritual-ritual yang lain,

tidak boleh tidak Jipeng harus berada di kasepuhan Ciptagelar.

Menurut Ki Ogan (wawancara di Ciptagelar, 02 maret 2018),

beliau sudah berkeliling di Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Banten

selatan bersama kesenian Jipeng. Beliau juga pernah tampil di

Taman Budaya Bandung pada 21 oktober 2012 bersama grup Jipeng

Satia Kulun. Meskipun Jipeng sering tampil di luar kasepuhan,


50

namun mereka menolak untuk ditampilkan ke luar negeri, alasannya

karena waktu yang diperlukan untuk ke luar negeri tidak bisa hanya

satu atau dua hari, mereka takut ketika mereka ada di luar negeri

berbarengan pula dengan acara ritual di kasepuhan Ciptagelar

sehingga mereka tidak bisa mengiringi acara ritual di Kasepuhan.

Maka dari itu untuk menjaga kesetiannya pada kasepuhan, mereka

menyatakan bahwa “jika ada orang luar negeri ingin melihat

kesenian Jipeng, langsung saja datang ke Ciptagelar”.


BAB III

BENTUK DAN STRUKTUR PERTUNJUKAN JIPENG

3.1 Bentuk Pertunjukan

1. Tempat dan Waktu Pertunjukan

Alat musik yang di gunakan dalam kesenian Jipeng adalah alat

musik yang tidak memerlukan aliran listrik (nonelectric) yang sangat

mudah dibawa, sehingga pertunjukan Jipeng lebih mudah untuk

ditampilkan kapan saja dan dimana saja. Kondisi ini memudahkan

pertunjukan Jipeng untuk mengiringi ritual tatanen di Sawah atau di

Huma yang tentunya sangat susah jika harus tergantung/

mengadakan sumber listrik. Selain itu, suara keras yang di hasilkan

oleh instrumen Jipeng lebih memungkinkan untuk di tampilkan

tanpa menggunakan bantuan pengeras suara.

Dewasa ini berdasarkan tempat pertunjukannya, bentuk

pertunjukan Jipeng dibagi menjadi dua bentuk pertunjukan, yaitu

pertunjukan yang dilakukan di dalam panggung dan pertunjukan

yang dilakukan di luar panggung (di Sawah/Huma dan pertunjukan

arak-arakan/Helaran). Hal ini sesuai dengan konsep pertunjukan

masyarakat lama yang diungkapkan Sumardjo (2001:5).


52

… Dalam masyarakat sunda lama, seni pertunjukan tidak terikat


tempat dan juga tidak terikat waktu. Pertunjukan dapat dilakukan
dimana saja, bahkan sering kali di tempat-tempat yang jarang
dikunjungi manusia sepertidi sumber air, di kebun, di tepi sawah, di
tepi sungai, tepi jurang, bidang tanah yang tidak digarap, dan
sebagainya. Seni pertunjukan juga dilakukan di jalan-jalan, misalnya
pada seni pertunjukan berupa arak-arakan atau pawai.

Adapun penjelasan dari kedua bentuk pertunjukan tersebut

adalah sebagai berikut.

1) Pertunjukan di dalam Panggung

Pertunjukan Jipeng yang dilakukan di dalam panggung

merupakan pertunjukan yang sangat sering ditampilkan,

termasuk pertunjukan yang di lingkungan Kasepuhan. Adapun

pertunjukan yang dilakukan di dalam panggung biasanya

dalam acara berikut:

a. Salamet Opat Belasna

Acara salamet opat belasna merupakan ritual yang

dilakukan pada setiap malam bulan purnama (tanggal 14 tahun

Hijriah) yang dilaksanakan setiap bulan. Dalam acara ini

pertunjukan Jipeng dilaksanakan pada malam hari untuk

menghibur tamu dan masyarakat kasepuhan, sekaligus

mengiringi kasepuhan yang melaksanalan ritual Salamet opat


53

belasna di Bumi Ageung (tempat tinggal sesepuh) kasepuhan

Ciptagelar.

b. Ngaseuk

Ngaseuk adalah prosesi penanaman padi di Huma. Prosesi

Ngaseuk biasanya dilakukan sejak pagi sampai siang hari. Maka

banyak incu putu yang datang ke Ciptagelar sehari sebelumnya

untuk bermalam agar tidak terlambat untuk mengikuti prosesi

ngaseuk. Malam sebelum dilaksanakan acara ngaseuk diadakan

pertunjukan Jipeng di Kasepuhan untuk menghibur para tamu

yang menginap di Kasepuhan. Kemudian pada pagi hari

dipertunjukan kembali kesenian Jipeng di Huma untuk

mengiringi masyarakat yang sedang ngaseuk dari awal sampai

prosesi ngaseuk selesai.

c. Mipit

Mipit atau negel adalah proses pemanenan padi di

Sawah/Huma. Proses mipit biasanya dilakukan pada hari Jumat

karena merupakan hari baik menurut kepercayaan masyarakat

Kasepuhan. Sebelum prosesi mipit pada malam Jum’at,

diadakan hiburan Jipeng untuk menghibur masyarakat yang


54

datang ke Kasepuhan yang akan melaksanakan prosesi mipit

esok hari. Biasanya banyak masyarakat luar (incu putu) yang

bermalam di Ciptagelar untuk mengikuti kegiatan mipit agar

tidak kesiangan atau terlambat. Hal tersebut karena jarak yang

jauh dari tempat masing-masing. Selain itu hiburan Jipeng juga

merupakan ungkapan syukur dan kegembiraan, bahwa telah

tiba masa panen padi yang sangat dinanti.

d. Mapag ngunjal

Ngunjal adalah prosesi pengangkutan padi dari lantayan

(tempat menjemur padi) yang ada di Sawah/Huma menuju leuit

(lumbung padi). Jipeng biasanya mengikuti rombongan

pengangkut padi untuk meramaikan suasana dengan alunan

musikna. Namun jika jarak lantayan cukup jauh dari

kasepuhan, maka biasanya Jipeng hanya menunggu dan

menyambut kedatangan para rombongan ngunjal (pengangkut

padi). Pada kegiatan ngunjal biasanya dilaksanakan

pengangkutan padi secara serempak dari setiap lantayan milik

kasepuhan dalam satu hari. Jipeng biasanya ikut pada

rombongan ngunjal yang terdekat. Kemudian ketika sudah


55

sampai di kasepuhan, rombongan Jipeng menempati Ajeng

Jipeng untuk menyambut kedatangan rombongan ngunjal dari

lantayan yang lain. Ketika ada rombongan yang tiba di

kasepuhan, maka Jipeng dan kesenian lain seperti Angklung,

Lisung (gegendek) serta musik instrumental Kendang dan Goong

ikut meramaikan suasana menyambut kedatangan para

pengangkut padi.

e. Ponggokan

Ponggokan adalah waktu pelarangan masyarakat untuk

melaksanakan aktivitas pertanian selama beberapa hari. Maka

dari itu masyarakat banyak yang berdiam diri di rumah. Selain

itu di Kasepuhan juga diadakan acara salamet ponggokan,

dengan mengundang para rendangan dan sesepuh dari luar

Kasepuhan Ciptagelar sekaligus untuk membicarakan

kegiatan-kegiatan di kasepuhan (riungan). Maka dari itu jipeng

menghibur masyarakat dan tamu Kasepuhan dari siang sampai

malam hari.
56

f. Nganyaran

Acara nganyaran adalah acara menumbuk dan memasak

atau pengolahan pertama hasil panen (padi) yang ditanam

dimusim terakhir. Jipeng mengiringi ritual nganyaran dari

proses penumbukan padi di lisung (lesung padi) pada siang

hari sampai proses pemasakan menjadi nasi, hingga selamatan

dan makan bersama di malam hari.

g. Seren Taun

Seren taun adalah puncak acara pertanian di Kasepuhan

Ciptagelar dalam periode satu musim (satu tahun). Acara ini

merupakan acara syukuran atas hasil panen yang didapat.

Berbagai hiburan digelar dalam acara ini, termasuk Jipeng yang

menghibur siang dan malam selama tiga hari tiga malam.

h. Hajatan (Acara di Luar Ritual Kasepuhan)

Selain untuk menghibur acara-acara ritual di kasepuhan,

Jipeng juga sering diundang untuk menghibur acara hajatan,

peringatan hari-hari besar, dan hiburan lainnya. Tempat dan


57

waktu pertunjukan disesuaikan dengan keinginan pihak

pemesan hiburan.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pertunjukan Jipeng

yang dilakukan di dalam panggung digelar siang dan malam

hari, serta ada pula yang dilaksanakan hanya pada malam

hari saja. Pertunjukan pada siang hari biasanya dimulai pukul

09.00 WIB sampai pukul 11.00 kemudian istirahat shalat

dzuhur dan pertunjukan dilanjutkan kembali pukul 13.00

sampai pukul 15.00 lalu istirahat shalat ashar kemudian

dilanjutkan pukul 16.00 serta berakhir pukul 17.30.

Pertunjukan malam hari biasanya di mulai pukul 20.00

sampai pukul 01.00 dini hari untuk acara di kasepuhan,

sedangan jika pada acara panggilan (hajatan) di luar

lingkungan Kasepuhan berakhir sekitar pukul 02.30.

Seringkali juga pertunjukan berakhir sesuai situasi penonton,

jika masih ramai bisa berlanjut sampai jam 03.0017.

17
untuk struktur pertunjukan akan di bahas dalam sub Bab struktur
pertunjukan
58

2) Pertunjukan di Luar Panggung (di Sawah / Huma dan

Arak-Arakan)

Pertunjukan Jipeng yang dilakukan di luar panggung

lebih sederhana dibandingkan dengan pertunjukan yang

dilakukan di dalam panggung baik dalam segi struktur

maupun segi peralatan yang digunakan. Struktur

pertunjukannya tidak lengkap seperti pertunjukan yang

dilakukan di dalam panggung. Hanya pertunjukan dan

peralatan Tanji saja yang ditampilkan untuk mengiringi

masyarakat kasepuhan yang sedang melaksanakan ritual

tatanen di Sawah/Huma dan arak-arakan. Pertunjukan Tanji di

Sawah/Huma tidak menggunakan panggung atau sound system.

Tempat pertunjukannya juga memanfaatkan tempat seadanya,

pertunjukannya dilaksanakan di halaman gubuk (pipir saung)

dipinggir Sawah/Huma agar bisa terlihat dan terdengar

langsung oleh masyarakat yang sedang melakukan ritual

tatanen. Adapun ritual tatanen yang selalu diiringi oleh kesenian

Jipeng adalah acara-acara pertanian seperti ngaseuk, mipit, dan

mocong. Dalam ritual ini Jipeng terus ditabuh untuk mengiringi

dari awal sampai prosesi tatanen selesai.


59

Sedangkan untuk acara arak-arakan yang diiringi oleh

kesenian Jipeng yaitu dalam acara Ngunjal atau mengangkut

padi dari lantayan yang berada di Sawah/Huma menuju

kampung Ciptagelar untuk selanjutnya padi di simpan atau

dimasukan ke leuit. Waktu pelaksanaan penabuhan instrument

Jipeng dimulai sejak prosesi mocong, biasanya dimulai sejak

pukul 07.00 pagi sampai proses mocong selesai sekitar pukul

10.00 tergantung berdasarkan jumlah padi yang dipocong.

Kemudian padi yang sudah dipocong siap untuk dibawa

menuju kampung (ngunjal).

Para pemain Jipeng mengikuti rombongan pengangkut

padi dari belakang sambil menabuh instrumen Jipeng secara

bergiliran dengan pemain yang lain 18. Dalam prosesi Ngunjal

tidak hanya Jipeng saja yang ikut mengiringi, namun ada juga

kesenian Angklung Dogdog Lojor yang turut meramaikan

suasana.

Jika jarak dari Sawah/Huma sangat jauh seperti dari sawah

Sinarresmi biasanya rombongan ngunjal sampai ke Ciptagelar

sudah larut malam, maka padi disimpan terlebih dahulu di

18
Padi dibawa menuju kampung dengan cara dipikul dan berjalan kaki oleh masyarakat
60

ruangan balai pertemuan kasepuhan, baru kemudian esok hari

dimasukan ke leuit19. Jipeng tidak ikut dalam rombongan yang

jaraknya jauh seperti ini, biasanya Jipeng ikut mengiringi

rombongan dari lokasi ngunjal terdekat. kecuali bila ada nazar

untuk sebuah tujuan tertentu. Misalnya nazar “jika

mendapatkan hasil panen yang banyak, maka jauh ataupun

dekat jarak ngunjal akan diiringi Jipeng”. Dalam kondisi inilah

jauh ataupun dekat Jipeng harus tetap mengiringi rombongan

ngunjal karena sudah terikat nazar.

2. Tata Rias dan Kostum Pemain

Dalam dunia seni pertunjukan, tata rias dan busana pemain

pertunjukan sangat penting keberadaanya. Begitu pula dengan tata

rias dan busana yang dipakai oleh pemain grup Jipeng Satia Kulun,

apalagi busana yang digunakan para penari (busana tari). Menurut

Onong Nugraha (1982/1983:7-9) busana tari memiliki lima fungsi,

yaitu fungsi psikis, fungsi pisik, fungsi estetik, fungsi artistik,dan

fungsi teateral. Maka agar sesuai dengan fungsi-fungsi busana

tersebut harus ada penyesuaian antara seni dan busana yang

digunakan.

Masyarakat percaya bahwa tidak boleh masuk ke Leuit malam hari (pamali).
19
61

Busana tari yang dipakai oleh para penari dalam grup Jipeng

adalah jenis busana kebaya. Kebaya yang mereka pakai lebih indah

dengan penambahan beberapa asesoris. Pada bagian sanggul di

kenakan siger atau jabing yang terbuat dari karet spon yang dilapisi

kertas mas dan manik-manik, selain itu kadang dipadukan dengan

pemasangan bulu dan asesoris lain sebagai hiasan kepala para penari

agar terlihat mengkilau dan memberi kesan glamor.

Bagian dada penari dipakaikan kace atau coker untuk menutupi

bagian dada, pemilihan warna kace atau coker disesuaikan dengan

kemben yang menutupi baju kebaya bagian badan. Adapun untuk

busana bawahan menggunakan rok/celana yang dilapisi dengan

ampok atau dodot diluarnya sebagai hiasan.

Pakaian sinden biasanya memakai baju kebaya yang dimiliki

masing-masing. Warna baju kebaya yang dipakai antara sinden satu

dan yang lainnya tidak satu warna karena busana yang dikenakan

adalah busana yang dimiliki secara pribadi. Kebaya yang digunakan

biasanya terbuat dari bahan barukat dan kain tile yang diberi hiasan

manik-manik untuk memberikan kesan mengkilau saat terkena

cahaya agar terlihat lebih glamor.


62

Pada bagian kepala, biasanya para sinden menggunakan

sanggul yang dipasang di bagian belakang kepala. Untuk menambah

keindahan di bagian sanggul biasanya dipasangkan asesoris yang

terbuat dari bahan kuningan yang ditambahkan manik-manik

mengkilap. Bentuk dari asesoris ini biasanya berbentuk leter “S” atau

berbentuk daun dan bunga. Sedangkan busana bawahan yang

digunakan biasanya adalah Sinjang atau kain batik yang dililitkan

sehingga bentuknya menyerupai rok.

Gambar 6. Busana Sinden dan penari.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)
63

Sementara para penyanyi Dangdut/Pop Sunda, mereka

menggunakan baju yang lebih sederhana, tanpa menggunakan

banyak asesoris. Model baju yang dipakai adalah pakaian yang

sedikit ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuh. Namun dalam

grup Jipeng ini biasanya selalu ada penyanyi yang memakai kebaya

sebagai ciri khas penyanyi Pop Sunda dengan desain yang lebih

modern.

Gambar 7. Busana penyanyi Dangdut/Pop Sunda.


(poto/dokumentasi: Atika, 2018)
64

Pemakaian kostum seperti yang dijelaskan diatas, tidak di

kenakan pada setiap pertunjukan, kostum tersebut hanya dikenakan

ketika dalam acara-acara besar seperti acara hajatan, seren taun, dan

acara diluar Kasepuhan. Sedangkan dalam acara rutinan seperti opat

belasna, ada kalanya para penari, penyanyi, dan sinden hanya

mengenakan pakaian biasa (pakaian sehari-hari) saja dengan make up

di wajah saja, kecuali ada tamu khusus dalam acara tersebut.

Sedangkan untuk para pemain waditra (kaum laki-laki)

biasanya mereka memakai kemeja panjang atau baju kampret dan

celana sontog atau komprang berwarna hitam (pangsi) lengkap

dengan Totopong yang diikatkan di kepala, kostum ini juga sesuai

dengan identitas masyarakat kasepuhan. Namun tidak semua

personil memakai seragam yang sama karena ada pula yang tidak

memiliki kostum seperti yang dijelaskan diatas, biasanya ada juga

yang hanya memakai kaos atau jaket untuk busana atas. Sedangkan

untuk busana bawah (celana) ada juga personil yang memakai celana

Jeans. Ketidak seragaman kostum ini disebabkan karena sampai saat

ini grup Jipeng belum memiliki Seragam khusus untuk para nayaga,

namun diusahakan memakai kostum yang satu warna agar terlihat

lebih rapi (wawancara dengan Ki Ogan di Ciptagelar, 1 maret 2018).


65

3. Pemain

Para pemain dalam pertunjukan Jipeng pada umumnya adalah

kaum laki-laki yang terbagi tugas sesuai dengan keahlian dan profesi

masing-masing. Sekurang-kurangnya pemain dalam satu grup

Jipeng terdiri dari 15 orang laki-laki dan delapan orang perempuan.

Orang yang menjadi pimpinan dalam keorganisasian Grup

Jipeng Satia Kulun adalah AM. Soebali yang berada di bawah

tanggung jawab kasepuhan yaitu Abah Ugi S. meskipun tidak

terlibat dalam pertunjukan secara langsung, Abah Ugi perannya

sangat penting karena sebagai pemilik dan penanggung jawab

kesenian Jipeng. Sedangkan AM. Soebali tugasnya untuk

memanajemen keanggotaan grup jipeng, mulai dari mengatur

jadwal pergelaran, memberitahukan jadwal pergelaran kepada

anggota, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kebutuhan

pertunjukan secara langsung. Untuk ranah pembagian honor

biasanya AM. Soebali dibantu oleh Sodong sebagai bendahara.

Adapun para pemain yang terlibat langsung dalam

pertunjukan (nayaga) dibagi kelompok berdasarkan kesenian masing

masing, diantaranya para pemain pada kelompok kesenian Tanji,

Jaipong/ketuk tilu, Dangdut/Pop Sunda, lawak, gacle, seseroan dan


66

debus. Meskipun dalam kenyataanya ada saja pemain yang

merangkap bekerja di semua kelompok, misalnya Bancet yang

berperan sebagai penyanyi pria di Jipeng dan MC (master of

ceremony/pembawa acara) pada pertunjukan Jaipong/Ketuk Tilu20.

Selain ada orang yang bekerja di depan layar, ada juga orang

yang bekerja di belakang layar, contohnya ki ogan. Beliau saat ini

sudah jarang memainkan waditra dalam pertunjukan karena

memberikan kesempatan kepada generasi penerus (nayaga yang

masih muda) untuk memamerkan dan melatih keahliannya di atas

panggung. Ki ogan biasanya mengurus hal-hal spiritual seperti

dalam prosesi rasul21 dan ritual setelah selesai pertunjukan.

Selain para pemain pria, para pemain wanitapun sangat besar

kontribusinnya, para pemain wanita berperan sebagai sinden dan

penari dalam Jaipong/Ketuk Tilu, serta berperan sebagai penyanyi

Dangdut/Pop Sunda22. Keberadaan kaum wanita sangat menentukan

antusias penonton dalam pertunjukan, terutama para penari dan

penyanyi.

20
Daftar pemain laki-laki lihat di Bab II Sub Bab Organisasi
21Rasul adalah ritual (berdo’a) sebelum pertunjukan Jipeng dimulai
22 Daftar pemain wanita lihat di halaman Bab II Sub Bab Organisasi
67

4. Setting Panggung

Penempatan posisi istrumen dan para pemain diatur

sedemikian mungkin agar terjalin komunikasi saat pertunjukan

berlangsung. Jika pertunjukan di Ajeng Jipeng biasanya instrument

alat tiup yang terdiri dari Klarinet, Trombon, Tenor,piston, dan Bass

disimpan berdekatan di sebelah sisi kanan ajeng dengan kendang

yang berada di barisan paling depan. Untuk Kitimpring, bedug, dan

Kecrek disimpan di sebelah kiri dengan ancak goong dibelakangnya.

Sementara dibelakang istrumen tiup dan tepuk biasanya

ditempatioleh Keyboard, Gitar Melodi dan mixer sound system. Para

penari dan Sinden duduk didepan para pemain, dan para penyanyi

Dangdut/Pop Sunda biasanya duduk di depan bagain samping kiri

atau kanan panggung.

Berbeda lagi jika pertunjukan dilakukan di panggung selain di

Ajeng Jipeng (sekurang-kurangnya diperlukan panggung berukuran

4x 4 meter (16 M2)), biasanya penempatan instrument menyesuaikan

dengan situasi dan kondisi panggung, namun tetap saja penempatan

alat musik didekatkan sesuai pengelompokan nya.


68

Gambar 8. Setting panggung dalam acara opat belasna 01 maret 2018.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

5. Instrumen

Dalam pembahasan ini hanya akan membahas instrumen yang

digunakan dalam pertunjukan Tanji saja. Karena pembahasan

intrumen dari masing-masing pertunjukan akan di bahas pada sub

bab Struktur Pertunjukan.

Instrumen yang digunakan dalam pertunjukan Tanji terdiri atas

instrumen Trombon, Tenor, Bass, Klarinet, Piston, Bedug, Kitimpring,

3 Buah Ketuk, Kecrek, dan Satu Set Goong. Adapun penjelasan yang

lebih rincinya adalah sebagai berikut.

1) Trombon
69

Trombon yang digunakan dalam kesenian Jipeng adalah

jenis Slide Trombon (trombon yang digeser) 23 . Slide Trombon

adalah alat tiup logam dengan warna suara tersendiri yang

memungkinkan kehalusan suara dalam tehnik glissando

(Banoe,1984:171). Fungsi musikal dalam pembawaan lagu-lagu

Jipeng yaitu sebagai penegas nada pada setiap ketukan.

Gambar 9. Instrumen Trombon dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

2) Tenor

Instrumen ini termasuk kedalam kelompok alat tiup

logam yang bersuara rendah.“Tenor-horn dikenal juga dengan

23
Jenis trombone ada yang yang cara memainkannya dengan menekan dan menggeser
70

euphonium adalah kelompok bass yang hampir seluruhnya

berbentuk Tuba” (Banoe,1984:175). Sesuai dengan fungsi

musikalnya yaitu sebagai penegas nada pada setiap ketukan

ganjil (ketukan ke 1 dan 3 dalam birama 4/4) .

Gambar 10. Instrumen Tenor dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

3) Bass (souse-phone)

Dalam buku Pengantar Pengetahuan Alat Musik yang ditulis

oleh Pono Banoe (1984) menyencantumkan gambar instrumen


71

yang di sebut Bass oleh seniman Jipeng sebenarnya adalah Tuba

dalam skala besar atau yang disebut Sousa-Phone. Namun

instrumen ini disebut juga dengan sebutan Bass Kalung karena

cara memainkannya perlu disandang di bahu secara melintang

seperti dikalungkan di leher. Maka dari itu di kalangan

seniman Jipeng dikenal dengan istilah Bass, selain itu menurut

Bancet 24 (wawancara di Cikarang, 26 april 2018) penyebutan

istilah Bass berdasarkan pada suara yang dihasilkannya yang

besar. Fungsi musikal intrumen Bass adalah untuk memberi

penegasan nada terahir dalam kalimat lagu (kenongan).

Gambar 11. Instrumen Bass dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

24
Bancet (Mahpudin) adalah seniman Jipeng sebagai penyanyi laki-laki (alok)
72

4) Piston

Piston adalah alat tiup yang berfungsi untuk memberi

penegasan melodi. Fungsi musikal dalam pembawaan lagu-

lagu Jipeng hampir sama dengan fungsi Klarinet, namun

melodi yang dibawakan oleh Piston tidak utuh, hanya berupa

penegasan melodi saja.

Gambar 12. Instrumen Piston.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

5) Klarinet/Suling

Klarinet merupakan alat musik tiup yang berfungsi

sebagai instrument melodis. Fungsi musikal Klarinet adalah

untuk memberi tuntunan vokal dalam sebuah lagu.

Keberadaan melodi Klarinet bisa mendahului (diawal sebelum


73

vokal), berbarengan, dan mengakhiri vokal. Di kalangan

seniman Jipeng istrumen klarinet lebih dikenal dengan istilah

Suling.

Gambar 13. Instrumen Klarinet dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

6) Bedug

Bedug adalah alat musik khas jipeng yang berbentuk

tabung dengan tebal 30 cm, dan diameter muka sepanjang 50

cm. Secara bentuk instumen ini mirip dengan instrument Bass

Drum yang digunakan dalam Drum Band. Hanya ada beberapa

bahan organ yang berbeda. Pada sisi muka bedug terbuat dari

kulit kambing atau kijang yang menjadi sumber suara.


74

Cara memainkan alat musik ini dengan cara

menempatkan bedung didepan badan dengan posisi duduk (di

panggung), atau digantung pada sebuah tanggungan (arak-

arakan). Kemudian menepuk bagian muka bedug yang terbuat

dari kulit dengan telapak tangan. Bagian yang lebih dominan

ditepuk adalah muka sebelah kanan, sedangkan yang sebelah

kiri berfungsi sebagai wilayah tengkepan (tekanan) untuk

mengatur bunyi yang dihasilkan. Jika ingin menghasilkan

bunyi yang panjang maka tidak ditengkep, sedangkan jika ingin

menghasilkan bunyi yang pendek maka harus ditengkep, yaitu

menekan permukaan muka bedug sebelah kiri dengan telapak

tangan kiri. Fungsi tengkepan ini sama dengan cara memainkan

kendang Sunda bagian gedug.


75

Gambar 14. Instrumen Bedug dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

7) Kitimpring

Kitimpring bentuknya hampir mirip dengan bedug, hanya

saja ukurannya lebih kecil, yaitu dengan lebar 10 cm dengan

diameter permukaan 30 cm. cara memainkanyayaitu dengan

menepuk muka instrumen sebelah kanan dengan telapak

tangan kanan.Ritmis yang dihasilkan dari tabuhan kitimpring

lebih rumit daripada bedug. Karena pada dasarnya tabuhan

kitimpring dan bedug adalah konsep dasar tabuhan kendang

Sunda, dimana kitimpring berfungsi sebagai bagian kemprang


76

kendang, sedangkan bedug sebagai bagian gedug kendang yang

berbunyi besar.

Gambar 15. Instrumen kitimpring dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

8) Kenong (3 Buah Ketuk)

Waditra ketuk ini terdiri dari tiga buah bonang yang

seharusnya terdiri dari nada 1, 4, dan 5 (da, ti, dan la) Laras

salendro. Namun kondisi nadanya saat ini sudah tidak sesuai

dengan nada semestinya (sumbang) karena sudah lama dipakai

dan tidak pernah diperbaiki. Cara memainkannya adalah

dengan cara memukul bagian penclon dengan pemukul kayu

yang dilapisi karet agar suara yang dihasilkan lebih lembut.


77

Gambar 16. Instrumen Kenong (Ketuk Tilu) dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

9) Kecrek

Kecrek yang digunakan terdiri dari empat lembar besi

yang ditumpuk dan diletakan diatas ancak yang terbuat dari

kayu. Cara memainkannya dengan cara dipukul menggunakan

pemukul kayu.
78

Gambar 17. Instrumen Kecrek dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

10) Satu Set Goong.

Goong yang digunakan terdiri dari satu buah goong kempul

dan satu goong gede yang digantung pada sebuah ancak yang

terbuat dari kayu yang diukir dan di cat agar penampilannya

lebih estetis. Cara meainkannya adalah dengan cara dipukul

dengan pemukul kayu yang di lapisi karet atau busa kemudian

dibungkus kain agar suara yang dihasilkan lebih lembut.


79

Gambar 18. Instrumen satu set Goong dan cara memainkannya.


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

6. Repertoar Lagu

Sesuai dengan latar belakang pembentukan grup Jipeng, yaitu

yang digagas oleh Ki Calo yang berlatar belakang semiman Topeng,

maka lagu-lagu yang dibawakanpun sama dengan lagu-lagu yang

dibawakan dalam keseneian Topeng. Lagu-lagu tersebut adalah lagu

Mapay Roko, Cendol Hejo, Rayak-Rayak, Kampret, Kembang Beureum,

Gaplek, Pariswado,Wangsit Siliwangi, Buah Gedang, dan lagu-lagu

lainnya.

Selain lagu-lagu yang disebutkan di atas, ada juga lagu yang

disebut “lagu-lagu mars”. Yaitu berupa lagu-lagu kebangsaan yang


80

bernuansa semangat seperti lagu Halo-halo Bandung, 17 Agustus 45,

Garuda Pancasila, dan lagu-lagu kebangsaan lainnya, meskipun

pembawaan lagu-lagu tersebut dibawakan sesuai dengan ciri khas

Jipeng. Lagu-lagu mars yang dibawakan tidak terdengar murni

seperti lagu aslinya, namun ada sedikit perubahan karena

keterbatasan kemampuan pemain Klarinet sebagai pembawa melodi

lagu, karena pada umunya pembawaan lagu mars tidak diiringi

dengan vokal (wawancara dengan Bancet, di Cikarang 26 april 2018)

3.2. Struktur Pertunjukan

Struktur pertunjukan Jipeng terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap

pra pertunjukan, pertunjukan, dan pasca pertunjukan.

1. Pra Pertunjukan

Sebelum pertunjukan dimulai, ada sebuah ritual yang harus

dilakukan setelah rombongan Jipeng tiba di lokasi. Ritual ini biasa

disebut ritual rasul. Ritual tersebut biasanya dilakukan oleh Ki Ogan

di sebuah rumah yang menjadi tempat peristirahatan para pemain

Jipeng. Ritual ini berupa do’a bersama sebelum memulai

pertunjukan, kemudian semua pemain Jipeng makan bersama


81

setelah makanan yang dihidangkan dalam ritual rasul selesai

dibacakan do’a.

Ada beberapa sesajen yang disiapkan untuk ritual ini yaitu

berupa rurujakan dengan jumlah ganjil (3, 5, atau 7) macam,

diantaranya adalah kopi hitam pahit, kopi hitam manis, air

putih,rujak asem, rujak roti, rujak kelapa, dan rujak nanas. Selain itu

harus ada pula makanan berat yang dihidangkan untuk dimakan

para pemain Jipeng setelah di do’akan, yaitu nasi, bakakak ayam, dan

lauk pauk seadanya. Sementara itu ada pula yang harus disediakan

yaitu dupa berisi arang dan kemenyan sebagai media ritual.

Ritual ini bertujuan untuk meminta izin kepada para karuhun

baik dari pihak kasepuhan maupun pihak seniman Jipeng terdahulu

yang sudah meninggal. Selain itu ritual ini juga bertujuan untuk

meminta izin kepada mahluk-mahluk (gaib) yang ada di lokasi

pertunjukan bahwa akan dilaksanakan pertunjukan Jipeng, maka

dari itu mereka meminta keberkahan dan keselamatan pertunjukan

kepada Allah SWT.

Ritual ini sangat penting dilakukan karena menyangkut dengan

keselamatan dan kenyamanan yang berpengaruh pada pertunjukan .

Jika ritual ini tidak diadakan sering sekali terjadi hal-hal yang tidak
82

diharapkan, baik berupa kerusakan alat pertunjukan maupun

gangguan lain yang mengganggu kelancaran pertunjukan.

Setelah Ki Ogan membacakan do’a-do’a maka sesajen dan

hidangan tadi dimakan bersama oleh semua pemain Jipeng.

Kemudian barulah mereka bergegas menuju panggung dan memulai

pertunjukan.

2. Pertunjukan

Pertunjukan Jipeng di bagi menjadi dua bentuk pertunjukan,

yaitu pertunjukan di luar panggung (di Sawah/Huma atau arak-

arakan) dan pertunjukan di dalam panggung. Kedua bentuk

pertunjukan ini memiliki struktur pertunjukan yang berbeda.

Pertunjukan yang dilakukan di luar panggung hanya memiliki

satu struktur, yaitu hanya pertunjukan Tanji yang struktur

pembawaan musikalnya sama seperti struktur pembawaan dalam

pertunjukan Tanji yang dilakukan di dalam panggung. Maka dari itu

penjelasan struktur lagu akan dibahas lebih rinci pada bahasan

pertunjukan tanji dalam panggung.

Pertunjukan Jipeng di dalam panggung melibatkan beberapa

kesenian di dalam pertunjukannya. Seperti yang sudah dibahas


83

sebelumnya, bahwa penambahan ini didasari oleh rasa kejenuhan

para penonton jika hanya menyaksikan permainan instrument saja,

selain itu juga untuk mengikuti selera penonton kaum muda tanpa

menghilangkan selera penonton kaum tua. Maka dari itu, struktur

pertunjukan Jipeng dewasa ini terdiri dari pertunjukan-pertunjukan

sebagai berikut :

1) Tanji

Pertunjukan Tanji merupakan pertunjukan yang menjadi

ciri khas pertunjukan Jipeng. Pertunjukan inilah yang menjadi

cikal bakal dibentuknya grup Jipeng. Karena dahulu hanya

pertunjukan Tanji saja yang dipertunjukan.

Sebenarnya yang dahulu disebut Jipeng adalah

pertunjukan Tanji ini. Yang mana pada pertunjukannya hanya

menampilkan pertunjukan Jipeng saja tanpa ditambah dengan

pertunjukan yang lain. Namun karena pertunjukan Jipeng saat

ini ditambahkan dengan kesenian-kesenian lain, maka

pertunjukan Jipeng disebut pertunjukan Tanji yang merupakan

salahsatu bagian dari struktur pertunjukan Jipeng.


84

Pertunjukan Tanji berupa pembawaan lagu-lagu

instrumental dan vokalia 25 yang dibawakan oleh instrumen-

instrumen musik barat yang dikolaborasikan dengan alat

musik Sunda yaitu Klarinet, Trombon, Tenor, Piston, Bass,

Bedug, Kitimpring, Ketuk, Kecrek dan Goong.

Ada dua jenis lagu yang dibawakan dalam pertunjukan

Tanji, yaitu pembawaan lagu-lagu kebangsaan atau lagu-lagu

mars dan lagu-lagu Sunda. Kedua pembawaan lagu tersebut

dibawakan dengan arransemen khusus yang dibawakan dalam

pertunjukan Jipeng.

Pertunjukan instrumental yang membawakan kebangsaan

ini biasa disebut pembawaan lagu-lagu mars. Pembawaan lagu-

lagu mars biasa dibawakan diawal pertunjukan, baik yang

dilakukan di dalam atau di luar panggung.

Lagu-lagu yang dibawakan biasanya adalah lagu-lagu

yang berirama gembira atau semangat, seperti lagu Halo-halo

Bandung, 17 agustus, dan garuda pancasila. Tidak ada vokal

dalam pembawaan lagu tersebut. Lagu-lagu ini biasa dijadikan

25
Vokalia adalah pertunjukan berupa instrumen dan vokal (sekar gending)
85

sebagai tanda kepada penonton bahwa pertunjukan akan

segera dimulai.

Tidak dalam semua pertunjukan selalu dibawakaan lagu-

lagu mars. Ada kalanya lagu pertama pada pertunjukan Tanji

langsung membawakan lagu-lagu Sunda instrumental dengan

pemilihan lagu yang berirama meriah. Fungsi pembawaan

lagu-lagu ini sebagai tanda bahwa pertunjukan sudah dimulai.

Hal dianggap sah-sah saja karena baik pembawaan lagu-lagu

mars atau pembawaan lagu-lagu Sunda memiliki fungsi yang

sama.

Setelah pembawaan lagu instrumental (lagu mars) yang

bertujuan untuk membangun suasana ramai, atau dalam

pertunjukan seni Sunda biasa dikenal dengan tatalu. Barulah

selanjutnya iringan musik Jipeng ditambahakn vokal yang

dibawakan oleh penyanyi lelaki, penyanyi Tanji lelaki ini

biasanya adalah Ciput dan Bancet.

Lagu-lagu yang dibawakan dalam pertunjukan Tanji

adalah lagu-lagu khas Jipeng yang diadopsi dari seni Topeng,

seperti lagu Mapay Roko, Cendol Hejo, Rayak-Rayak, Kacang Asin,

Kampret, Kembang Beureum, Gaplek, Pariswado, Wangsit Siliwangi,


86

Buah Gedang, dan lagu-lagu lainnya. Sedangkan rumpaka (lirik)

yang dinyanyikan berupa sisindiran (pantun).

Pertunjukan Tanji ini biasanya berdurasi sekitar satu jam.

Hasil pengamatan pertunjukan Jipeng pada acara opat belasna

(01 maret 2018) yang penulis ikuti, pertunjukan Tanji dimulai

dari pukul 20.20 sampai pukul 21.30 Wib.

Dalam pertunjukan Tanji tidak ada penari yang

dipertunjukan, namun jika ada yang ingin menari bersama

alunan musik Tanji, bisa saja dilakukan. Seperti yang dilakukan

oleh Yoyo Yogasmana dalam Vidio yang di unggah pada laman

https://www.youtube.com/watch?v=1o1ih6R4n_U.27

Struktur lagu dalam pertunjukan tanji dimulai dengan

pembawaan melodi yang dibawakan oleh klarinet tanpa

diiringi instrument lain sekitar dua atau tiga kalimat lagu

(wilayah kenongan atau pancer kedua dalam kesenian Sunda).

Kemudian disambut oleh instrument yang lain yang mengiri

instrumen clarinet sesuai wilayah ritmis masing masing pada

kalimat lagu terakhir. Setelah satu atau dua goongan, barulah

26
Video di Youtube yang berjudul Jipeng, diunduh pada 19 April 2018
27
Video di Youtube yang berjudul Jipeng, diunduh pada 19 April 2018
87

masuk vokal membawakaan lagu yang sesuai dengan melodi

klarinet dengan lirik sisindiran.

Pembawaan lagu dibawakan berulang-ulang (repetitif)

sampai lagu berhenti. Tidak dilakukan perubahan lagu (naek28)

ditengah tengah pembawaan lagu. Hal ini dilakukan karena

pemilihan lirik yang bebas berupa sisindiran apa saja, sehingga

tidak ada keterbatasan akhir lirik lagu. Lagu diakhiri sesuai

keinginan, dalam hal ini yang berfungsi memberhentikan lagu

adalah instrumen Bedug dengan memberikan tanda berupa

pengurangan tempo setelah kenongan.

Notasi Lagu Jipeng KembangBeureum

Laras : Salendro

Bagian awal
Klarinet 0 0 brb e e . 0 ntbrnt1 2

Trombon 0 0 0 0 0 0 0 0

Tenor 0 0 0 0 0 0 0 0

Bass 0 0 0 0 0 0 0 0

Kenong 0 0 0 0 0 0 0 0

28
Naek adalah istilah perubahan lagu dalam kesenian Sunda tanpa memberhentikan irama
lagu, biasanya lagu yang dipilih adalah lagu yang memiliki posisi yang sama dengan lagu
sebelumnya.
88

Bedug 0 0 0 0 0 0 0 0

Kitimpring 0 0 0 0 0 0 0 0

kecrek 0 0 0 0 0 0 0 0

goong 0 0 0 0 0 0 0 0

Klarinet . bb0b bn04 b3b 2 1 0 ntbrntr btb 2 2

Trombon 0 0 0 0 0 0 0 2

Tenor 0 3 0 3 0 2 0 2

Bass 0 0 0 3 0 0 0 2

Kenong 0 0 0 0 0 0 0 0

Bedug b0bD D b0bD b0bD bbDD


D bnDbDnDD D

Kitimpring bpb p b0b p bpb p b0b bpb p b0b p bpb p b0b p


p
kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

goong 0 P 0 P 0 P 0 G

Bagian tengah

Klarinet b.b 2 b3b n.4 b3b 2 1 ntb1nt1 bbtb n.2 b2b 2 2

Trombon 1 1 1 1 2 2 2 2

Tenor 0 2 0 1 0 2 0 2

Bass 0 0 0 1 0 0 0 2

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1
89

Bedug b0bn0n D n0bDn0D b0bD b0bn0n D b0bD


D bnDbDnDD D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 0 0 P 0 0

Klarinet b. bb.b n04b 3bb 2 1 ntb1nt1bbbtb n.2 b2b 2 2

Trombon 1 1 1 1 2 2 2 2

Tenor 0 1 0 1 0 2 0 2

Bass 0 0 0 1 0 0 0 2

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bD D b0bD D b0bD b0bD D D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 P 0 P 0 G

Klarinet . bb.b n0t btb r t b.b n0t btb r r t

Trombon 5 5 5 5 5 5 5 5

Tenor 0 T 0 5 0 5 0 5

Bass 0 0 0 5 0 0 0 5

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bn0n D n0bDbD b0bD bDn.D D bDb D D


90

bDn.D
Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p
g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 0 0 P 0 0

Klarinet 0 b0b r bt2 1 . 0 b0b ntr b1b t t

Trombon 5 5 5 5 5 5 5 5

Tenor 0 T 0 5 0 5 0 5

Bass 0 0 0 5 0 0 0 5

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bD D b0bD D b0bD bbDD


bnDbDnDD D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 P 0 P 0 G

Klarinet bb1b t b1b n.2 b1b t r b bnrbenrtbebn.r brb 4 4

Trombon r r r r r r r r

Tenor 0 4 0 4 0 4 0 4

Bass 0 0 0 4 0 0 0 4

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bn0n D n0bDn0D b0bD b0bn0n D b0bD


D
91

bnDbDnDD D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 0 0 P 0 0

Klarinet bb1b t b1b n.2 b1b t r bnrbenrt bebn.r brb r r

Trombon 4 4 4 4 4 4 4 4

Tenor 0 4 0 4 0 4 0 4

Bass 0 0 0 4 0 0 0 4

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bD D b0bD D b0bD b0bD D D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 0 0 P 0 G

Klarinet . 0 brb e e . 0 ntbrnt1 2

Trombon 3 3 3 3 2 2 2 2

Tenor 0 3 0 3 0 2 0 2

Bass 0 0 0 3 0 0 0 2

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug D bDb D b0b D bnDbD b D D bDb D b0b D bnDbD b D


92

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 0 0 P 0 0

Klarinet . bb0b bn04 b3b 2 1 0 ntbrntr btb 2 2

Trombon 3 3 3 3 2 2 2 2

Tenor 0 3 0 3 0 2 0 2

Bass 0 0 0 3 0 0 0 2

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n


r1 r1

Bedug b0bD D b0bD D b0bD bbDD


bnDbDnDD D

Kitimprin bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p


g
Kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

Goong 0 P 0 P 0 P 0 G

Bagian Akhir

Klarinet . 0 brb e e . 0 ntbrnt1 2

Trombon 3 3 3 3 2 2 2 2

Tenor 0 3 0 3 0 2 0 2

Bass 0 0 0 3 0 0 0 2

Kenong n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1


r1 nr1
93

Bedug b0bn0n D n0bDbD b0bD bDn.D D bDb D D


bDn.D
Kitimpring bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p

kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

goong 0 P 0 0 0 P 0 0

Klarinet . bb0b bn04 b3b 2 1 0 ntbrntr btb 2 2

Trombon 3 3 3 3 2 2 2 2

Tenor 0 3 0 3 0 2 0 2

Bass 0 0 0 3 0 0 0 2

Kenong b0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1n n0b1nr1bntb1nr1n0b1nr1bntb1


r1 nr1

Bedug b0bD D b0bD D b0bD bbDD


bnDbDnDD D

Kitimpring bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p bpb p b0b p

kecrek bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c bcb c b0b c

goong 0 P 0 P 0 P 0 G

*tempo pada bagian akhir lagu diperlambat.

Keterengan :

D : lambang bunyi Bedug D : lambang bunyi Bedug ditegkep

p : lambang bunyi kitimpring p : lambang bunyi kitimpring ditegkep

P : lambang bunyi kempul G : lambang bunyi


94

C : lambang bunyi kecrek

Contoh rumpaka (lirik) lagu

Lain-lain daun awi

Lancah beureum ditaweurang

Lain-lain bagja diri

Bagja diri bagja deungeun dibageuran

Kumaha mayunganana

Sangkan ulah kahujanan

Kumaha nulunganana

Sangkan ulah kaedanan

Sapanjang jalan soreang

Moal weleh diaspalan

Sapanjang teu acan kasorang

Moal weleh diakalan

Cai bersih tembong keusik

Barodas kantun cadasna

Neundeun asih ti leuleutik

Kagagas ukur waasna


95

Gambar 19. Pertunjukan Tanji


(poto/dokumentasi: penulis, 2018)

2) Jaipong/Ketuk Tilu

Pertunjukan Jaipong/Ketuk Tilu dalam kesenian Jipeng di

pertunjukan setelah pertunjukan Tanji selesai. Waktu

pertunjukannya biasanya sekitar pukul 21.00-22.00 .namun

kadang pertunjukan Jaipong/Ketuk Tilu lebih lama karena

banyak permintaan lagu dari para penonton yang senang

ngibing (menari) jaipong.

Pertunjukan Jaipong/Ketuk Tilu ini biasanya di meriahkan

oleh hadirnya sinden dan para penari yang masih berusia

remaja, sehingga para penonton kaum muda yang tidak


96

menyukai seni Jaipongan tetap mau menyaksikan pertunjukan

karena ingin melihat tarian para penari.

Lagu yang dibawakan dalam pertunjukan Jaipong/Ketuk

Tilu diawali dengan lagu Kembang Gadung/Kidung Bubuka

sebagai lagu bubuka tanpa diiringi penari.Kemudian dilanjutkan

dengan lagu persembahan untuk para penonton khususnya

pihak penyelenggara acara (pihak hajat) dengan diiringi para

penari. Biasanya lagu yang dipersembahkan adalah lagu Tepang

Sono, Daun Hiris, atau lagu lagu jaipong lainnya.

Setelah lagu persembahan barulah para penonton

dipersilahkan untuk meminta lagu untuk dibawakan diatas

pangung. Jika ada permintaan lagu, maka lagu yang

dibawakan selanjutnya adalah lagu permintaan tersebut,

namun jika belum ada permintaan lagu, maka biasanya sesuai

keinginan penari yang akan menarikan lagunya.

Instrumen yang digunakan dalam pertunjukan

Jaipong/Ketuk Tilu terdiri dari waditra Biola (Piul), Ketuk Tilu

(Kenong), Kecrek, Ketuk (Kulanter), satu set Kendang, Kecrek, dan

satu set Goong.


97

Gambar 20. Pertunjukan ketuk tilu/Jaipong


(foto/dokumentasi: penulis, 2018)

3) Dangdut dan Pop Sunda

Setelah selesai pertunjukan Jaipong/Ketuk Tilu, maka

pertunjukan selanjutnnya adalah pertunjukan Dangdut/Pop

Sunda. Durasi pertunjukan ini merupakan durasi terlama

dibanding pertunjukan lainnya. Selain karena lagu-lagu

Dangdut/Pop Sunda banyak digemari oleh semua kalangan,

berbeda dengan pertunjukan Tanji dan Jaipong/Ketuk Tilu yang

hanya sedikit saja kaum muda yang menyukai, namun pada

pertunjukan Dangdut/Pop Sunda, penonton bertambah lebih

ramai ketika para penyanyi sudah mulai berdiri.


98

Lagu yang pertama dibawakan biasanya dinyanyikan oleh

MC atau lagu laki-laki. Selain bertujuan untuk mengumpulkan

penonton dan memberi tahu bahwa pertunjukan dangdut

sudah dimulai, lagu yang pertama dibawakan ini sebagai uji

coba balancing (pengaturan/penyesuaian) sound system agar

terdengar lebih balance saat para penyanyi wanita tampil.

Setelah MC bernyanyi satu atau dua lagu, barulah semua

penyanyi wanita bernyanyi secara bersama-sama sebagai

persembahan pembukaan. Untuk memeriahkan suasana

biasanya lagu yang dibawakan adalah lagu gembira seperti

lagu Jaran Goyang. Setelah itu para penyanyi dipersilahkan

bernyanyi masing masing 2 lagu secara bergantian. Lagu yang

dibawakan biasanya sesuai keinginan penyanyi atau sesuai

permintaan penonton.

Jika salahsatu penyanyi sedang bernyanyi maka penyanyi

yang lainnya duduk menunggu giliran menyanyi, kecuali bila

ada penonton yang berjoged naik ke atas panggung lebih dari

seorang, maka penyanyi yang menunggu giliran menyanyi

tersebut ikut menemani berjoged, sesuai jumlah penonton yang

berjoged di panggung. Jumlah penjoged biasanya dibatasi


99

sesuai jumlah penyanyi yang tersedia. Pembatasan ini

bertujuan agar para penjoged tidak berebutan penyanyi jika

jumlah penjoged lebih banyak dari jumlah penyanyi.Biasanya

satu penjoged dilayani (ditemani) oleh satu penyanyi, kecuali

jika penjogednya wanita, meskipun secara beramai-ramai tidak

dipermasalahkan.

Instrumen yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu

dangdut terdiri dari instrumen keyboard, gitar melodi, dan

satu set gendang, namun kadang juga ditambahkan instrumen

suling, bass, gitar ritme, drum, serta tamborin dan simbal.

Gambar 21. pertunjukan dangdut; penyanyi ditemani para penjoged


(foto/dokumentasi: penulis, 2018)
100

4) Lawak/Topeng

Pertunjukan lawak dalam Jipeng biasa disebut juga

dengan istilah bodoran, pertunjukan ini yang dimaksud dengan

istilah Topeng atau sandiwara. Yaitu pertunjukan humor

dengan adanya seorang atau beberapa orang yang

berdandanan lucu. Bobodor adalah seorang laki-laki yang

memakai pakaian wanita lengkap dengan payudara buatan

sehingga bentuk tubuhnya sangat mirip dengan wanita. Wajah

sang bobodor di dandani selucu mungkin. Biasnya yang

menjadi bobodor di grup Satia Kulun adalah mang Emen atau

siapa saja yang mau, karena pada dasarnya semua seniman

Jipeng bisa melawak.

Pertunjukan lawak ini biasanya dimulai setelah

pertunjukan Dangdut/Pop Sunda yaitu sekitar pukul 01.00

sampai pukul 02.00. kemunculan bobodor biasanya diiringi

dengan lagu-lagu Jaipong/Ketuk Tilu, dalam alur cerita

pertunjukannya sering menyingung masalah-masalah sosial

yang sedang ramai diperbincangkan.

Pertunjukan Lawak ini termasuk dalam bagian dari seni

Topeng dalam seni Jipeng, yaitu pembawaan cerita-cerita


101

rakyat yang diperankan oleh seniman-seniman jipeng. Berbeda

dengan pertunjukan Topeng yang lain yang sering

membawakan cerita rakyat seperti Ciung Wanara, Lutung

Kasarung, dan cerita-cerita lain. Namun dalam pertunjukan

Jipeng tidak diperbolehkan membawa cerita tersebut, menurut

Ki Ogan (wawancara di Ciptagelar, 02 maret 2018) alasannya

karena cerita-cerita tersebut ada keterkaitannya dengan sejarah

masyarakat kasepuhan.

Gambar 22. Pertunjukan Lawak/Topeng dengan Judul ki Astaga


(poto/dokumentasi: artikelsukabumi.blogspot.co.id, 2015)

5) Gacle

Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam latar belakang

masalah, dalam pertunjukan Jipeng saat ini sebenarnya ada


102

struktur (kesenian) yang jarang ditampilkan. Kesenian Gacle

jarang ditampilkan Karena membutuhkan biaya tambahan bila

ingin mempertunjukan kesenian ini. Kesenian ini

membutuhkan perlengkapan yang harus dibeli dan dibuat,

seperti ranggap, sinjang (kain batik), celana panjang, baju

kemeja, iket, dan alat kecantikan.

Kesenian Gacle mempertunjukan seorang laki laki yang

diikat tangan dan kakinya, kemudian ditutup oleh ranggap

yang dilapisi kain batik sehingga tidak terlihat keberadaanya.

Di dalam ranggap sang lelaki itu dibekali pakaian dan alat

kecantikan. Setelah beberapa waktu, maka ranggap dibuka dan

nampak orang yang berada di dalam sudah memakai baju dan

alat kecantikan yang tadi disediakan.


103

Gambar 23. Pertunjukan Gacle


(poto/dokumentasi: Mira Agustini, 2017)

6) Seseroan

Pertunjukan Seseroan adalah pertunjukan yang sangat

lekat dengan magic. Seoreang pemain (yang menjadi Sero) tidak

disadarkan dirinya dan dimasukan roh sehingga tingkah

lakunya seperti hewan Sero29. Jika ingin dipertunjukan kesenian

Seseroan maka pihak penyelenggara hiburan harus menyiapkan

kolam ikan untuk diburu ikannya oleh Sero. Orang yang

menjadi Sero tersebut akan turun ke kolam dan menangkap

ikan kemudian dimakan mentah-mentah.

29
Sero diambil dari nama hewan pemangsa ikan (berang-berang), pemeran sero bertingkah
laku menjadi hewan tersebut
104

Selama pertunjukan berlangsung, seorang kuncen harus

memantau keberadaan Sero, jangan sampai Sero lepas kendali

sehingga kabur menjauh dari lokasi pertunjukan,

dikhawatirkan akan mencari kolam lain yang lebih jauh

sehingga akan membahayakan dirinya.

7) Debus

Pertunjukan yang terakhir adalah pertunjukan debus.

Debus adalah pertunjukan memaerkan ilmu kekebalan tubuh.

Para pemain debus biasanya diberikan jampi-jampi berupa

mantra atau sudah bisa membacakan mantra sendiri.

Selanjutnya orang tersebut di iris-iris badannya dengan senjata

tajam, seperti pisau dan golok.

3. Pasca Pertunjukan

Setelah semua pertunjukan selesai dipertunjukan, maka semua

peralatan dibereskan dan siap untuk dibawa pulang. Namun selain

itu ada sebuah ritual yang harus dilakukan setelah pertunjukan


105

selesai. Ritual ini merupakan ungkapan rasa syukur karena

pertunjukan berjalan dengan lancar.

Jika sebelum pertunjukan dilakukan ritual untuk meminta

kelancaran dan izin untuk memulai pertunjukan, maka setelah

pertunjukan selesai Ki Ogan sebagai penyelenggara ritual

menghaturkan bahwa pertunjukan telah selesai kepada para

karuhun. Sesuai dengan pepatah Sunda datang katembong tarang,

undur kudu katembong punduk (datang terlihat kening, pergi terlihat

punggung) yang berarti makna dari pepatah ini adalah setiap datang

dan pergi harus meminta izin. Ritual ini harus dilakukan setiap

selesai pertunjukan, karena jika tidak dilaksanakan, dipercaya akan

ada akibat yang tidak baik setelah pertunjukan selesai.


BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian tentang kesenian Jipeng

khusunya dalam segi bentuk dan struktur pertunjukan Jipeng dewasa ini,

maka ada beberapa kesimpulan dan saran yang penulis temukan melalui

penelitian ini.

Kesenian Jipeng adalah kesenian yang berasal dari kasepuhan adat

Banten Kidul (Ciptagelar). Instrumen yang digunakan dalam pertunjukan

Jipeng merupakan perpaduan antara alat musik barat dan waditra seni

Sunda yaitu Klarinet, Trombone, Piston, Tenor, Bass, Kenong, Kecrek, dan

Goong. Meskipun demikian, lagu-lagu yang disajikan merupakan lagu-

lagu sunda yang diadopsi dari kesenian Topeng.

Jipeng secara musikal pada awalnya adalah sebuah genre musik yang

mengkolaborasikan instrumen musik Barat dengan instrumen musik

Sunda dengan membawakan lagu-lagu Sunda yang biasa dibawakan

dalam kesenian Jaipong atau Kiliningan dengan pembawaan yang

berbeda.. Genre Jipeng merupakan hasil pengembangan dari kesenian

Sunda yang diubah menjadi sebuah genre baru.


110

Genre musik Jipeng memiliki perbedaan dengan Jaipongan atau

Kiliningan meskipun lagu yang dibawakan sama. Lagu-lagu yang

dibawakan dalam kesenian Jipeng secara musikal memiliki keunikan

tersendiri karena menggunakan alat musik tiup (aerophone) sebagai

pengganti fungsi musikal gamelan pada kesenian Jaipong atau Kiliningan.

Pola ritmis yang dimainkan dalam kesenian Jipeng cenderung monoton

dan repetitif, hanya ada perubahan tempo saja. Berbeda dengan kesenian

Jaipong dan Kiliningan yang mengalami perpindahan wiletan variasi pola

ritmis dalam satu lagu yang dibawakan.

Dewasa ini, secara struktur pertunjukan Jipeng di tambahkan

dengan pertunjukan Ketuk Tilu, Dangdut, Lawak, Gacle, Seseroan, dan

Debus. Sehingga yang disebut genre Jipeng saat ini adalah pertunjukan

Tanji yang merupakan bagian dari struktur pertunjukan Jipeng grup Satia

Kulun.

Jumlah grup Jipeng yang masih ada saat ini hanya ada dua grup saja,

yaitu grup Jipeng yang ada di kasepuhan Ciptagelar dan kasepuhan Sinar

Resmi, nama kelompok seni pada dua grup Jipeng ini adalah Satia Kulun.

Sebenarnya kedua grup ini masih satu grup yang sama kemudian

dikembangkan menjadi dua grup seiring dengan pengembangan

(pemekaran) kasepuhan.
111

Nama Satia Kulun di sematkan sesuai dengan fungsi kesenian

Jipeng, yaitu untuk setia berbakti mengiringi setiap acara di kasepuhan,

baik yang bersifat ritual maupun yang bersifat hiburan. Bentuk

pertunjukan Jipeng dibagi menjadi dua bentuk pertunjukan, yaitu

pertunjukan yang dilakukan di luar panggung dan di dalam panggung.

Struktur pertunjukan Jipeng mengalami perkembangan mengikuti

selera masyarakat. Struktur pertujukan Jipeng di dalam panggung terdiri

dari berbagai macam pertunjukan (kesenian), yaitu terdiri dari

pertunjukan Tanji, Ketuk Tilu (Jaipong), Dangdut/Pop Sunda dan Lawak.

Selain itu ada pula kesenian yang ditampilkan hanya dalam waktu-waktu

tertentu, yaitu pertunjukan Gacle, Seseroan, dan Debus. Sedangkan untuk

pertunjukan Jipeng yang dilakukan di luar panggung hanya berupa

pertunjukan Tanji saja.

4.2. Saran

Pemerintah Jawa Barat pernah memberikan apresiasi berupa

bantuan pembaharuan alat musik sekaligus mempertunjukan Jipeng di

Taman Budaya Bandung. Para seniman Jipeng juga diberikan Piagam

penghargaan sebagai apresiasi dari pihak pemerintah. Namun tidak

cukup samapi disitu, masih perlu dilakukuan beberapa upaya agar


112

kesenian Jipeng lebih berkembang dan tetap lestari, baik dari pihak

pemerintah, institusi seni, masyarakat dan seniman Jipeng sendiri.

Perkembangan struktur pertunjukan hendaknya tidak mengurangi

durasi pertunjukan Tanji yang menjadi ciri khas seni Jipeng. Durasi

pertunjukan Tanji harus lebih dominan daripada durasi pertunjukan yang

lain agar kesenian Jipeng dikenal dengan pertunjukan aslinya, bukan

malah lebih dikenal pertunjukan lainnnya (Dangdut).


113

Daftar Pustaka

Adimihardja, Kusnaka. 1992. Kasepuhan yang Tumbuh di Atas yang Luruh.

Bandung: Tarsito.

Afdal, Muhammad. 2010. Tanjidor Grup Tiga Saudara di Kecamatan

Jagakarsa Jakarta Selatan: Sebuah Tinjauan Deskriptif. Skripsi.

Bandung: STSI Bandung.

Atmadibrata, Enoch. 2006. Khasanah Seni Pertunjukan Jawa Barat. Bandung:

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.

D’amico, Leonardo. 2001/2002. Seni Pertunjukan Tradisional dan Globalisasi

Pilihan Etnik, Etik, dan Estetik. Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia.

Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Dhony, Nugroho Notosutanto Arhon. 2014. Bentuk Dan Struktur pertunjukan

Teater Dulmuluk Dalam Lakon Zainal Abidinsyah di Palembang. Tesis.

Surakarta: Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI)

Surakarta.

Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah. Bandung:

PT. Dunia Pustaka Jaya.


114

Ekadjati, Edi S. 2005. Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran. Bandung: PT. Dunia

Pustaka Jaya.

Hedi, Cahya. 2017. Tiga Maestro Dalang Wayang Golek: Proses Kreatif, Idealisme,

dan Gaya Pertunjukan. Bandung: Sunan Ambu Press.

Heriyanto, Retno. 2012. Kampung Adat Ciptagelar Lestarikan Kesenian Jipeng.

Diunduh di http://www.pikiran-rakyat.com/seni-

budaya/2012/10/31/209326/kampung-adat-ciptagelar-lestarikan-kesenian-

jipeng. tanggal 26 oktober 2017.

Hermawan, Deni. 2001. Etnomusikologi Beberapa Permasalahan dalam Musik

Sunda. Bandung: STSI Press.

Ibra. 2012. Seni Jipeng Kembali Dihidupkan Setelah Mati Suri 8 Tahun. Diunduh

di http://channelsatu.com// seni-jipeng-kembali-dihidupkan-

setelah-mati-suri-8-tahun. Tanggal 26 oktober 2017.

Malik, Abdul. 2016. Berjuang Menegakan Eksistensi Komunitas Politik

Masyarakat Adat Banten Kidul. Serang: Biro Humas dan Protokol

Setda Provinsi Banten.

Malm P. William. 1993. Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah, dan Asia.

Terjemahan Muhammad Takari. Jurusan Etnomusikologi Fakultas

Sastra Universitas Sumatera Utara.


115

Nazir, Moh. 1988 Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nettl, Bruno. 2012. Teori dan Metode dalam Etnomusikologi. Terjemahan Natalia

H.PD Putra. Papua: Jayapura Center of Musik.

Nugraha, Onong. 1982/1983. Tata Busana Tari Sunda. Proyek Pengembangan

Institut Kesenian Indonesia. Bandung: ASTI Bandung.

Rustiyanti, Sri. 2010. Menyingkap Seni Pertunjukan Etnik di Indonesia. Bandung:

Sunan Ambu STSI Press.

Satya Upaja Budi, Dinda. 2013. Angklung Buhun Pada Masyarakat Adat

Kasepuhan Adat Banten Kidul Ciptagelar dalam Konsep Ngindung

Ka Waktu Mibapa Ka Zaman. Laporan Penelitian Disertasi Doktor.

STSI Bandung.

Sumardjo, Yakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Sumardjo, Yakob. Dkk. 2001. Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI Press

Sunarto. 2015. Kendang Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press.

Zakrana, Dicky. 2015. Jipeng (Tanji dan Topeng) Diunduh di

http://artikelsukabumi.blogspot.co.id/2015/11/jipeng-tanji-dan-

topeng.html. Tanggal 26 oktober 2017.


116

Daftar Narasumber

1. A.M. Soebali

Usia : 52 tahun

Alamat : kampung Sukamulih, Desa Sinargalih, Kecamatan

Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten

Pekerjaan : Petani/Seniman

2. Atika

Usia : 19 tahun

Alamat : Kampung Cikarang tengah, Desa Kujangjaya,

Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten

Pekerjaan : Seniman (penyanyi Dangdut dan Pop Sunda)

3. Iwan Suwandi

Usia : 44 tahun

Alamat : Kampung Ciptamulya, Desa Sinaresmi, Kecamatan

Cisolok, Kabupaten Sukabumi

Pekerjaan : Kepala Desa/petani


117

4. Mahpudin (Bancet)

Usia : 41 tahun

Alamat : Kampung Cikarang tengah, Desa Kujangjaya,

Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten

Pekerjaan : Petani / Seniman

5. Ogan

Usia : 55 Tahun

Alamat : Kampung Lebak Manggu Desa Sinaresmi Kecamatan

Cisolok Kabupaten Sukabumi

Pekerjaan : Petani / Seniman

6. Ruhendar (Sodong)

Usia : 36 tahun

Alamat : Kampung Ciptagelar, Desa Sinaresmi, Kecamatan

Cisolok, Kabupaten Sukabumi

Pekerjaan : Seniman
118

7. Uyen Suyenti (mamah Ageung)

Usia : 56 tahun

Alamat : Kampung Ciptagelar, Desa Sinaresmi, Kecamatan

Cisolok, Kabupaten Sukabumi

Pekerjaan : Ibu rumah tangga


119

GLOSARIUM

Sebutan untuk ketua adat (Karena masih


Abah anom
muda).

Bakakak Hayam Ayam Bakar.

Balancing Keseimbangan (suara).

Baris Kolot Orang - orang tua.

Bobodor Pelawak.

Bubuka Pembukaan.

Buhun Tua/Lama.

Sebutan untuk sebuah alat musik pada


Dogdog
angklung dogdog lojor.

Dupa Tempat menyimpan bara api.

Huma Ladang.

Sebutan untuk sebuah alat musik pada


Inclok
angklung dogdog lojor.

Incu Putu Keturunan atau anggota kasepuhan.


120

Kampret Salah satu jenis busana adat.

Kampung Gede Pusat kasepuhan/tempat tinggal sesepuh.

Karuhun Leluhur.

Sebutan untuk sebuah alat musik pada


King - king
angklung dogdog lojor.

Komprang Salah satu jenis busana adat.

Kuncen Ahli spiritual.

Lantayan Tempat menjemur padi.

Leuit Tempat menyimpan padi.

Magic Sihir.

Mars Lagu kebangsaan.

Nayaga Pemain musik.

Sebutan untuk sebuah alat musik pada


Panembal
angklung dogdog lojor.

Pangsi Salah satu jenis busana adat.

Patilasan Bekas tempat persinggahan.

Penclon Salah satu bagian (bentuk organ) gamelan.

R
121

Keranjang penutup orang dalam permainan


Ranggap
gacle.

Rasul Ritual sebelum pertunjukan.

Rumpaka Lirik lagu.

Rurujakan Sesajen.

Sinjang Kain batik.

Sisindiran Pantun.

Sontog Celana yang panjangnya diatas mata kaki.

Sound System Pengeras suara.

Sunda Wiwitan Kepercayaan.

Tatalu Musik pembuka pertunjukan.

Tatanen Kegiatan pertanian.

Teknik memainkan gamelan dengan cara di

Tengkepan pegang agar suaranya tidak mendengung

atau pendek.

Totopong Ikat kepala daerah Sunda.

Urang Girang Suatu golongan masyarakat.

Waditra Alat musik.


122

Lampiran 1
Dokumentasi penelitian

Gambar 24. penulis bersama Kepala Desa Sirna Resmi


poto/dokumentasi: penulis, 2018
123

Gambar 25. Piagam penghargaan pewaris kesenian Jipeng


poto/dokumentasi: penulis, 2018

Gambar 26. penulis bersama Ki Ogan setelah wawancara

poto/dokumentasi: penulis, 2018.


124

Gambar 27. penulis sedang mengamati pertunjukan Jipeng

poto/dokumentasi: penulis, 2018

Gambar 28. penulis sedang mewawancarai AM. Soebali

poto/dokumentasi: penulis, 2017


125

Gambar 29. Imah Gede: pusat kegiatan dan tempat tinggal sesepuh Ciptagelar

poto/dokumentasi: penulis, 2018

Gambar 30. Akses jalan Menuju Ciptagelar

poto/dokumentasi: penulis, 2018


126

Gambar 31. Kegiatan tatanen masyarakat Ciptagelar

poto/dokumentasi: penulis, 2018

Gambar 32. Leuit Si Jimat: Lumbung padi Kasepuhan Ciptagelar

poto/dokumentasi: penulis, 2018


127

Biodata Penulis

Nama : Ujang Sasmita

Alamat : Kampung Cibadak, RT/RW : 03/02

Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber,

Kabupaten Lebak - Banten

Tempat, tanggal lahir : Lebak, 20 Januari 1996

E-mail : Ujjputrabanten@gmail.com

No Hp : 0857-5967-4060

Riwayat Pendidikan : SDN 1 Warungbanten

SMPN 05 Cibeber

SMAN 1 Cibeber
128

Pengalaman berkesenian

1. Anggota di lingkung seni Mekar Muda (2009-2011).

2. Anggota dan pangrawit sanggar seni Giri Kencana (2010-2017).

3. Ketua sanggar seni Garni SMAN 1 Cibeber (2013-2014).

4. Ketua Teater Mas SMAN 1 Cibeber (2012-2014).

5. Pemeran teater lakon “muka luka-luka”, “cinta di tapal batas”, “bunga

merah”, dan “salah siapa ?” di Teater Mas SMAN 1 Cibeber (2011-

2014).

6. Ketua sanggar seni Putra Sawarga (2015-sekarang).

7. Anggota dan pangrawit sanggar seni Ancala Harja (2017-sekarang).

8. Sekretaris sanggar seni Hyang Praja (2018).

9. Juara 2 MTQ tingkat SMAN 1 Cibeber (2011).

10. Juara 3 MTQ tingkat SMAN 1 Cibeber (2012).

11. Juara 3 Teater FLS2N tingkat Kabupaten (2012).

12. Pangrawit Angklung Dogdog Lojor dalam pembukaan MTQ Tingkat

Kabupaten Lebak (2013).

Anda mungkin juga menyukai