Anda di halaman 1dari 4

NAMA KELOMPOK : NELI KUN HAYATI

NURROHMAH FAUZIYAH
RIFKY DWI PRAHARDIKA
PRODI

: ILMU SEJARAH

RESUME BUKU TEORI DAN METODE SEJARAH LISAN Karya : Paul Thompson
BAB IV BUKTI
Menurut Arthur Marwick dalam The Nature of History (1970) memaparkan bahwa
sejarahwan dalam proses kerja petama-tama mencantumkan hirarki yang berlaku dari
sumber-sumber sejarah: surat-surat, laporan narasumber, kesaksian, penelitian sosial, buku
harian dan otobiografi dan lain sebagainya. Dalam mempertimbangkan sumber-sumber ini
sejarahwan harus menjamin keaslian dokumen. Yang berikutnya adalah pertanyaan
mengenai bagaimana dokumen bisa lahir, siapa yang menulisnya serta apa tujuan dari
menulis dokumen tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan lebih
mantap dalam kasus bukti lisan, terutama ketika bukti tersebut berasal dari penelitian
lapangan.
Aturan-aturan dasar sejahrawan dalam menguji suatu bukti, yaitu mencari
konsistensi internal dokumen dan mencari konfirmasi dalam sumber-sumber lainnya.
Disini sejarahwan lisan mendapatkan keuntungan besar karena mampu menarik
pengalaman dari disiplin ilmu lain seperti ilmu sosial yang menggunakan wawancara.
Sumber-sumber klasik yang banyak digunakan sejarahwan sosial dalam wawancara
misalnya sensus.
Sosiolog dalam penelitian statistik sosial tidak lagi memperesentasikan fakta-fakta
mutlak. Selain itu, statistik sosial berada dibawah tekanan sosial dari konteks yang menjadi
asal-muasal data. Dengan bentuk-bentuk bukti ini, demikian makna sosial harus diperiksa.
Kehati-hatian yang sama pun dirasakan oleh sejarahwan yang dihadapkan oleh sederat
dokumen paketan dalam pusat arsip tertentu. Dokumen dan catatan tidak serta merda
tersedia bagi sejarahwan namun ada tujuan sosial dibalik penciptaan dan pelestarianya.
Sehingga sejarahan harus selektif terhadap arsip.

Banyak anggapan yang keliru bahwa sumber-sumber arsip yang tertulis merupakan
jenis bukti yang paling dihargai sejarahwan, dan secara khusus sumber tertulis superior
atas sumber lisan karena mengandung sejenis bukti primer yang berbentuk lembaran kertas
yang sudah banyak dipublikasikan. Sebetulnya ada dua hal yang sangat berbeda dimana
sejarah lisan dibedakan dari sumber-sumber biasa. Pertama sejarah lisan menghadirkan
dirinya dalam bentuk lisan, sebagai bentuk langsung dari perekaman. Dan rekaman lisan
merupakan dokumen yang paling akurat. Selama ini, dokumen biasanya berfungsi sebagai
catatan tambahan saja.
Bukti sejarah lisan pun berbeda dalam hal sifatnya dimana informasi yang
disediakan oleh bukti wawancara tentang peristiwa tertentu dapat diasumsikan terletak
diantara narasumber dan perilaku sosial atau norma di era tersebut. Dengan demikian
pengandalan ingatan nampaknya semakin mengemuka. Untuk memahami masalahmasalah ini, kita dapat beralih ke literatur-literatur tentang psikologi ingatan dan juga
literatur gerontologi (studi tentang usia tua dan orang tua).
Maka ingatan tidak hanya tergantung pada pemahaman individual tetapi juga pada
minat. Ingatan akan lebih akurat manakala ia berhadapan dengan minat dan kebutuhan
sosial. Contohnya ketika melakuan wawancara apakah pertanyaan yang diajukan menarik
minat narasumber atau tidak. kurangnya minat narasumber seringkali menyebabkan tidak
lengkapnya data. Menggali kembali ingatan narasumber dengan proses yang aktif yaitu
membuat narasumber bercerita sehingga narasumber tidak merasa diwawancarai.
Meskipun kadangkali narasumber memberikan cerita yang sedikit berbeda kepada
pendengar namun sebuah cerita tidak segera kehilangan nilainya hanya karena beberapa
bagian di dalamnya telah berganti. Sehingga orang menafsirkan pengalaman mereka dalam
budaya yang mereka miliki. Akibatnya cerita-cerita yang tidak sungguh-sungguh benar
pun mungkin penting secara sosial karena orang lain pun mempercayainya.
Akhirnya ingatan pun merupakan bagian dari proses sosial yang aktif. Untuk
mendayagunakan sumber-sumbernya, sebagian dari kecakapan sejarah lisan adalah
kemampuan memahami dan menguraikan elemen-elemen dari proses wawancara tersebut.
Jika kita memahami bagaimana sebuah informasi tersusun semakin jelas pula cara kita
menafsirkannya.

Bentuk-bentuk sumber lisan telah dianalisis khususnya oleh antropolog, ahli cerita
rakyat dan sejarahwan yang tertarik dengan kesusastraan lisan. dalam kesusastraan lisan
terdapat pembedaan pembedaan antara genre-genre besar, seperti legenda kelompok,
anekdot perseorangan, hikayat keluarga, dan dogeng rakyat. Anekdot perseorangan dan
hikayat keluarga dapat diperiksa melalui analisis bentuk yang sama yaitu harus dipelajari
lebih dalam. Perlu ditekankan pada pengaburan dalam cerita kehidupan untuk memberikan
petunjuk penting mengenai psikologi keluarga dan perilaku sosialnya.
Dalam dua masyarakat yang hidup berdampingan terdapat perbedaan dalam proses
transmisi, dimana penuturan yang relatif kaku dan singkat beredar secara turun menurun,
sementara masyarakat lainnya penuturan bersifat kreatif sehingga penuturan terus-menerus
berubah dengan versi yang berbeda sehingga antar kelompok sedikit sekali memiliki
kesamaan versi. Dalam hal ini proses transmisi tidak seharusnya dipahami sebagai
kegagalan ingatan, melainkan sebagai proses yang produktif dengan sendirinya.
Adapula minimalisasi variasi jawaban yang disebabkan oleh perbedaan gaya
antarpewawancara telah lama menjadi sasaran metode survei sosial. Hal tersebut karena
danya standarisasi yang memadai tanpa harus merusak hubungan yang terjalin saat
wawancara melalui ekspresi yang membatasi diri. Untuk melakukan pendekatan dalam
wawancara dimulai dengan model yang lebih longgar supaya dapat tanggapan yang
beragam, lalu diikuti dengan survei yang bentuknya telah distandarisasi, serta pertanyaan
dan urutannya telah ditentukan sebelumnya. Pendekatan alternatif lainnya adalah dengan
menggabungkan dua metode dalam masing-masing wawancara sehingga mendorong
narasumber bebas mengepresikan diri. Dalam wawancara kehadiran orang lain mempunyai
pengaruh, dimana respon yang berlebihan dan membesar-besarkan dari narasumber akan
berkurang namun kecenderungan untuk berkompromi meningkat.
Wawancara biasa dilakukan dengan metode sampe kuota maupun
metode acak. Sampel kuota lebih menguntungkan daripada metode
acak. Ketika pilihan kepada narasumber individual tidak ditentukan
sebelumnya, tidak lagi perlu untuk memaksakan satu wawancara pada
narasumber yang tidak bersedia, bahkan setelah tujuan penelitian dan
nilai potensial dari kontribusi mereka telah terjelaskan. ada bahaya lain
jika mengambil dari hasil wawancara yang bersedia saja, karena akan

memungkinkan untuk berjalan jauh ke arah yang berlawanan, dan


hanya mencatat mereka yang secara khusus percaya diri dan artikulatif.
Menurut Vansia, narasumber yang ideal adalah mereka yang menjalani
kehidupan tradisional tanpa keraguan baik usianya menengah atau tua,
yang mengerti isi yang mereka lakukan tapi tidak terlalu brillian karena
dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan. Jika sejarah lisan harus
representatif pada semua ilmu sosial maka bukan yang luar biasa yang
harus dicatat.
Untuk menghadapi masalah dalam keterwakilan retrospektif,
sejarawan harus mengembangkan metode sampel strategis. Untuk
studi local, metode yang tepat adalah community stratified sample
(pengambilann sampel pada kelompok), karena tujuannya untuk
memastikan keterwakilan akan semua lapisan sosial di dalamnya. Salah
satu pelajaran dalam sejarah lisan adalah keunikan, sedalam
keterwakilan dari setiap cerita kehidupan yang tidak dapat ditemukan di
tempat lain.
Dalam pemilihan narasumber, tidak ada aturannya, namun lebih
pada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, tergantung tujuan
sejarawan untuk mencari informasi. Ada beberapa kelemahan dari
wawancara, yaitu ingatan orang yang tidak sempurna yang
memungkinkan narasumber lupa akan peristiwa yang terjadi pada saat
itu.
Kelebihan sejarah lisan dengan dokumen-dokumen yaitu sumber
lisan bersifat hidup, jadi ketika terdapat kejanggalan sejarawan masih
bisa bertanya lebih lanjut dan dapat dikoreksinya. Berbeda dengan
dokumen,karena dokumen tidak dapat menjawab kembali.

Anda mungkin juga menyukai