Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KAJIAN ILMU TAUHID

Dosen Pembimbing :

Achmad Junaidi M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 6

Muhammad Dio Alfandi W (14201.12.20025)


Indah Nurkholizah (14201.12.20016)
Sitti Hajar (14201. 12.20042)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita sebagai umatnya hingga
akhir zaman.
Pada makalah ini penulis membahas mengenai kajian ilmu tauhid. Dalam
menyusun makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber sebagai referensi,
penulis mengambil referensi dari buku dan jurnal.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh
Yayasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, SKM., S.Kep., Ns.,M.Kes. selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Wardatul Washilah S.Kep,.Ns., M.Kep selaku wali kelas sarjana keperawatan
semester 4.
4. Bapak Achmad Junaidi M.Pd., selaku dosen mata ajar Agama Islam IV
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

Probolinggo, 19 April 2022

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan dan manfaat.................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Keesaan Allah dari segi dzatnya………………………….....................................2
2.2 Keesaan Allah dalam sifatullah..............................................................................3
2.3 Keesaan Allah dalam perbuataanya........................................................................6
BAB III.........................................................................................................................7
PENUTUP.....................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................7
3.2 Saran.......................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tauhid adalah ajaran inti dari konsepsi ketuhanan dalam agama Islam.
Disimpulkan dalam potongan pertama kalimat syahadatain, lā ilāh illā Allāh, konsep ini
mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya dan segala-galanya dalam penyembahan
dan penciptaan.
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada ( َ‫د‬EE‫َّ ح‬ َٔ ) َٕ ِّ‫ ُد‬EE‫) ح‬
yuwahhidu ٌُ Secara etimologi, tauhid berarti keesaan.Maksudnya, iktikad atau keyakinan
bahwa Allah adalah Esa, Tunggal, Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti
“mengakui keesaan Allah”. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam
hal mencipta, menguasai, mengatur dan memurnikan (mengikhlaskan) peribadahan hanya
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan asma‟ul
husna dan sifat al-„ulya bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
(2019).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa keesaan allah dari segi dzatnya?
2. Apa keesaan allah dalam sifatullah?
3. Apa keesaan allah dalam perbuatannya?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui keesaan allah dari segi dzatNya
2. Mengetahui keesaan allah dalam sifatullah
3. Mengetahui keesaan allah dalam perbuatannya

1.3 Manfaat
1. Bagi institusi pendidikan
Manfaat makalah ini bagi institusi adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan mahasiswa sebagai perserta didik dalam pemahaman kajian ilmu
tauhid
2. Bagi mahasiswa
Menambah wawasan atau pengetahuan dalam berbagai kajian ilmu tauhid

i
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifatsifat yang
wajib tetap pada-Nya, sifat sifat yang boleh disifatkan kepadaNya, dan tentang sifat-
sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan padaNya.Juga membahas tentang rasulrasul
Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan)
kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.

Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada yuwahhidu.
Secara etimologi, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, iktikad atau keyakinan bahwa
Allah adalah Esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang
digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti
“mengakui keesaan Allah; mengesakanAllah.” Secara istilah syar‟i, tauhid berarti
mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan memurnikan
(mengikhlaskan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada
selainNya serta menetapkan asma‟ul husna dan sifat al-„ulya bagi-Nya dan
mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. Asal makna “tauhid” ialah meyakinkan,
bahwa Allahadalah “satu”, tidak ada syarikat bagi-Nya. Oleh sebab itu, sebab
dinamakan “Ilmu Tauhid”, ialah karena bahagiannya yang terpenting, menetapkan
sifat “wahdah” (satu) bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam seluruhnya dan bahwa Ia sendiri-Nya pula tempat kembali segala
alam ini dan penghabisan segala tujuan

2.2 Keesaan Allah dari segi dzatnya


Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa
Allah SWT. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian, karena bila Dzat Yang
Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau
bagian. Dzat Allah pasti tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun
kecilnya, karena jika demikian, Allah tidak lagi menjadi Tuhan. Kita tidak dapat
membayangkan jika Allah membutuhkan sesuatu padahal al-Qur‟an menegaskan:

 ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اَ ْنتُ ُم ْالفُقَ َر ۤا ُء اِلَى هّٰللا ِ َۚوهّٰللا ُ هُ َو ْال َغنِ ُّي ْال َح ِم ْي ُد‬
“Wahai seluruh manusia, kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah mahakaya
tidak membutuhkan sesuatu lagi maha Terpuji ” (QS. Fatir : 15)

Dan juga tercantum pada sabda Rosulullah yaitu

2
‫اَالَ ُكلُّ َش ْيٍئ ما َ خَ ال هللا با َ ِط ُل‬
”Ketahuilah, segala sesuatu selain Allah itu, bathil (tidak ada wujud
hakekatnya)”

Hal ini, sesuai dengan isyarat firman Allah, dalam QS. At Thoha:14

ْ‫ لِ ِذ ْك ِري‬Eَ‫اِنَّنِ ْٓي اَنَا هّٰللا ُ ٓاَل اِ ٰلهَ آِاَّل اَن َ۠ا فَا ْعبُ ْدنِ ۙ ْي َواَقِ ِم الص َّٰلوة‬
”Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (QS. At Thoha:14)”

Ayat ini menyebutkan “pribadinya” atau dzat Allah, kalimat.... sembahlah “Aku”...
Dzat Allah merupakan perwujudan dari adanya Allah. Sama halnya manusia ada,
karena Allah dan Dzat-Nya ada. Allah SWT merupakan zat pribadi dimana zat pribadi
merupakan satu perwujudan yang berdiri sendiri tanpa adnya ketergantungan pada
dzat yang lain. Sangat berbeda dengan manusia yang membutuhkan Allah untuk bisa
hidup. Adnya alam, malaikat, jin, dan manusia itu tercipta karena adanya akibat dari
adanya dzat Allah. Semua ada karena dzat yang maha Qadim. Dzat Allah memiliki
sifat-sifat yaitu 20 sifat Allah SWT, dan sifat yang ada pada dzat Allah.

2.3 Keesaan Allah dalam sifatullah


Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki
sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk,
walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat 75 tersebut
sama. Sebagai contoh, kata raḥīm merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan
untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk.Namun substansi dan kapasitas
rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhlukNya.Allah Esa dalam
sifatNya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut.
Seperti firman Allah dalam QS. Al-Fatihah:3
ِ ‫الرَّحْ مٰ ِن الر‬
‫َّحي ۙ ِْم‬
“Maha pemurah lagi maha penyayang”. (QS. al-Fatiḥah : 3).

Pada dasarnya, manusia diciptakan dalam keadaan bertauhid. Bertauhid


merupakan fitrah yang dikaruniakan Allah kepada seluruh manusia. Sebuah jiwa
dengan fitrah yang lurus jika dibiarkan saja, maka ia akan tetap mengakui Uluhiyyah
Allah, mencintai-Nya dan menyembah kepada-Nya serta tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Akan tetapi yang memalingkan jiwa itu dari fitrahnya adalah
sesuatu yang dihias indah oleh setan-setan dari golongan jin dan manusia, padahal
semua itu adalah tipuan belaka. Oleh karena itu kesyirikan adalah unsur dari luar
yang masuk menyusup kedalam fitrah tersebut. Allah SWT berfirman

3
‫اس َع َل ْي َه ۗا اَل َت ْب ِد ْي َل ل َِخ ْل ِق‬ ‫َفاَقِم وجْ هك لِل ِّديْن ح ِن ْي ًف ۗا ف ِْطر َ هّٰللا‬
َ ‫ت ِ الَّ ِتيْ َف َط َر ال َّن‬ َ َ ِ َ َ َ ْ
ٰ ٰ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ِ ۗذل َِك ال ِّديْنُ ْال َق ِّي ۙ ُم َولكِنَّ اَ ْك َث َر ال َّن‬
‫اس اَل َيعْ َلم ُْو ۙ َن‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah.(QS.Ar-Rum:30)”

Penyimpangan terhadap aqidah pertama kali terjadi pada kaum Nabi Nuh,
mereka menyembah patung-patung dan berhala, sehingga muncul istilah syirik.
Syirik adalah menyamakakn sesuatu dengan Allah dalam halhal yang menjadi
kekhususan Allah. Atau menjadikan sekutu bagi Allah di dalam Rubuiyah dan
Uluhiyah-Nya. Dan biasanya syirik di dalam Uluhiyyah seperti berdo’a kepada selain
Allah disamping berdo’a kepada Allah. Atau memalingkan suatu bentuk ibadah
kepada selain Allah, seperti menyembelih kurban, bernadzar, berdo’a dan lain
sebagainya.Adapun macammacam Syirik sebagai berikut.

a) Syirik besar
Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain selain
Allah, atau mendekatkan diri kepada-Nya dengan menyembelih kurban atau
nadzar unutuk selain Allah, seperti untuk kuburan, jin atau setan
b) Syirik kecil
Syirik kecil adalah syirik yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama
Islam, tetapi ia mengurangi tauhid, dan merupakan perantara (wasilah) kepada
syiriik besar.45 Syirik kecil terdiri dari dua macam, yaitu.
Pertama, Syirik zhahir (nyata) yaitu syirik kecil yang nyata dalam bentuk
ucapan dan perbuatan, dalam bentuk ucapan seperti: bersumpah dengan nama
selain Allah. Rasulullah bersabda:
‫من خلف بغير هللا فقد كفر اؤ اشرك‬
“Barang siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah
berbuat kufur atau syirik.”
Adapun dalam bentuk perbuatan adalah seperti memakai kalung dan benang
untuk menangkal marabahaya. Juga seperti menggantungkan tamimah (jimat-
jimat) karena takutterkena penyakit ain atau yang lainnya.
Kedua, Syirik khafi (tersembunyi): yaitu syirik dalam hal keiniginan dan niat
seperti riya’ (inigin dilihat dan dipuji orang) dan sum’ah (ingin di dengar orang).
Rasulullah bersabda :
‫ وما الشرك الصغر‬:‫ قالوا‬.‫ان اخو ف مااخاف عليكم الشرك االصغر‬
‫الرياء‬: ‫يا رسول هللا؟ قال‬
“ Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Mereka bertanya, “wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?” beliau menjawab,
“yaitu riya’.

4
Penyimpangan terhadap tauhid lainnya adalah Tahayul, Bid’ah dan Khufarat.
Tahayul secara bahasa berasal dari bahasa Arab, altahayul yang bermakna
rekaan, persangkaan, dan khayalan. Secara Istilah, tahayul adalah kepercayaan
terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan
akal, bukan didasarkan pada sumber Islam, baik al-Qur’an maupun Hadist.

Bid’ah diambil dari kata ْ‫ البدع‬artinya , membuat sesuatu yang baru tanpa ada
contoh sebelumnya. Ibtida’ (membuat sesuatu yang baru) ada dua macam:

1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat (atau urusan keduniawi),
seperti pertemuanpertemuan modern. Hal ini boleh-boleh saja,
karena hukum asal dalam adat itu mubah.
2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama, dan hal ini haram
hukumnya. Karena hukum asal dalam hal keagamaan adalah tauqif
(terbatas pada ketetapan syariat). Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang membuat ajaran baru dalam agama kami ini
yang bukan dari-Nya, maka dia adalah tertolak.”
Macam-macam bid’ah:
a) Bid’ah Qauliyah I’tiqadiyah (keyakinan bid’ah yang dijadikan
pegangan), seperti ; perkataan kelompok Mu’tazilah, rafidhah serta
seluruh kelompok laiinya dengan keyakinan- mereka.
b) Bid’ah dalam ibadah, seperti ibadah kepada Allah dengan keyakinan
bentuk ibadah yang tidak diajarkan
c) Bid’ah yang terjadi pada pokok inti ibadah yang tidak sesuai
berdasarkan syariat: shalat atau puasa yang tida ada syariatnya atau
perayaan-perayaan.
d) Bid’ah berupa penambahan terhadap ibadah yang memang
disyariatkan: menambahkan rakaat sholat.
e) Bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan sehingga tidak
sesuai dengan 31 anjuran atau sunnah Nabi: dzikir bersama dengan
suara merdu/keras.
f) Bid’ah berupa pengkhususan waktu tertentu untuk melaksanakan
ibadah yang disayariatkan, sementara syariat Islam tidak
mengkhususkan waktu tersebut: puasa dan tahajjud nisfu sya’ban.

Khufarat yaitu berasal dari arab: alkhufarat yang berarti dongeng, legenda,
cerita bohong, kisah, asumsi, dugaan, kepercayaan dan keyakinan yang tidak
masuk akal. Khufarat juga disebut dengan istilah “al-hadis almustamlah min al-
kidb”, cerita bohong yang menarik dan memepesona. Secara istilah khufarat
adalah suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaran yang sesungguhnya
tidak memiliki dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan
memiliki dasar dari agama.

5
2.4 Keesaan Allah dalam perbuatannya
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya
ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujud- Nya, kesemuanya adalah hasil
perbuatan Allah semata.Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak
dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat),
tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah. Tetapi
ini bukan berarti bahwa Allah., berlaku sewenang-wenang, atau bekerja tanpa sistem
yang ditetapkan-Nya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau
takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya.Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia
tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya.

‫اِنَّ َمٓا اَ ْمر ٗ ُٓه اِ َذٓا اَ َرا َد َش ْيـ ًۖٔا اَ ْن يَّقُوْ َل لَهٗ ُك ْن فَيَ ُكوْ ُن‬
“Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata,
‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.” (QS. Yasin : 82).

Tauhid af’al, yaitu mengesakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan, baik itu
perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Rasulullah bersabda :

‫ال تتحرك ذرة اال باذن هللا‬


Artinya: Tiada bergerak satu zarrah (di dalam alam ini), kecuali dengan Allah Ta’ala.

Dan sabdanya:

‫ال حول وال قوةاالباهللا العلي العظيم‬


Artinya: Tiada daya (pada menjauhkan maksiat) dan tiada upaya (pada mengerjakan
ta’at) melainkan dengan daya upaya Allah Ta’ala, yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.

Berdasarkan isyarat dari hadis dan ayat diatas, bahwa tauhid af’al menjadi jelas
adanya, sehingga tidak ada zarrahpun perbuatan makhluk di dalam alam ini, baik
yang berupa baik, maupun dalam bentuk yang buruk. Semua itu pada hakekatnya
merupakan dari qudrat iradat Allah Ta’ala

6
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup
danmencapaiderajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal dengan asuhan
kebidanan persalinan yang adekuat sesuai dengan tahapan persalinan sehingga
prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita, dengan
belum adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan yang
berlebih selama proses persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang
pertama kali melahirkan.
3.2 SARAN
Setelah dilakukanproses belajar dan diskusi di dalam kelas Diharapkan
institusi pendidikan mengembangkan materi yang telah diberikan baik dalam
perkuliahan maupun praktik lapangan dan juga menambah referensi-referensi agar
bisa dijadikan evaluasi dalam memberikan asuhan pada proses persalinan
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan
sehingga dapat melakukan asuhan pada proses persalinan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. (2019). Eksistensi kajian tauhid dalam keilmuan ushuluddin. Majalah Ilmu


Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid, 22(1), 71-83.

Arfin, Muh Irwan. "Pengertian Dan Pembagian Tauhid."

Anda mungkin juga menyukai