Anda di halaman 1dari 9

STUDY AKIDAH

Dosen Pengampu:Moh.Noval Rikza,Mp.d.

Disusun Oleh :

Afrizza miftahul Jannah (201230389)

Dian prasetyo (201230304)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAN DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur di ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas segala Rahmat-nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.

Penulis sangat berharab semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa banyak kekurangan dalam Menyusun
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Ponororgo, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Kata pengantar …………………………………………………………….i

Daftar Isi ……………………………………………………………..ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………..1

1.3 Tujuan Pembahasan…………………………………………......1

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Tauhid Dzat …………………..……………………………….2

2.2 Tauhid Sifat ……..………………………………………….3

2.3 Tauhid Rububiyah ……………………………………………3

2.4 Tauhid Uluhiyah ………………………………………………4

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………….5

3.2 Daftar Pustaka …………………………………………….6


BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang benar tauhidnya, maka dia
akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid yang tidak benar, akan menjatuhkan
seseorang ke dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa kecelakaan di dunia
serta kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 48,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan
daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013: 101)
Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya,
menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah
merupakan hal pokok yang harus dilakukan seorang pendidik. Seorang pendidik harus menekankan
bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan Allah SWT. Penerapan konsep tersebut
adalah dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik harus
mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Pendidikan
tauhid ini adalah pendidikan yang paling pokok di atas hal-hal penting lainnya.

2. RUMUSAN MASALAH
a. apa pengertian Tauhid Dzat?
b. apa pengertian Tauhid Sifat?
c. apa pengertian Tauhid Rububiyah?
d. apa pengertian Tauhid Uluhiyah?

3. TUJUAN
a. mengetahui pengertian tentang Tauhid
b. Memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pengetahuan, khususnya
dalam pendidikan tauhid
BAB II PEMBAHASAN

A. TAUHID DZAT
Secara global, makna dari tauhid dzat adalah meng-Esakan dzat Allah SWT.
Meng-Esakan dari segala dzatnya yang berbeda dari dzat manusia, mengimani bahwa
dzat yang dimilikinya tidaklah tersusun, terbentuk, ataupun sama sebagaimana dengan
makhluknya.
Secara definisi, tauhid dzat bisa diartikan sebagai wujud Allah tanpa
berbentuk, berwarna, tersusun, terarah, terbeban dan tidaklah sama seperti manusia
yang tersususn dari segala anggota tubuh, ada tangan, telinga, mata, hidung, perut,
dsb. Demikian juga kepada makhluk lainnya seperti malaikat, makhluk halus dan ruh,
yang pada hakikatnya juga semua itu berbentuk, tersususun, dan memiliki persamaan
antara satu dengan lainnya, untuk itu Allah mustahil demikian dan mustahil
mempunyai persamaan Dzat yang lainnya.
Dzat Allah adalah wujud, ia hidup dan tak akan pernah mati, dzat Allah
tidaklah tersususn dari bahan pendukung apapun, dzat Allah tidak terbuat dari unsur
alam, ia tidak memiliki massa konversi seperti maju, kedepan, kebelakang, besar,
panjang, tinggi yang mempunyai batas, pendek, berat, ringan, ke kiri, ke kanan, ke
atas, ke bawah, dsb. Mustahil bagi Allah demikian, memiliki massa, materi, dan
berada di dalam kurun waktu
Dzat Allah tidak memiliki tempat dan tidak membutuhkan tempat walaupun ia
menciptakan segala tempat tapi ia tidaklah bertempat. Selain itu dzat Allah tidak
memiliki posisi tempat, seperti sebahagian orang memandang bahwa Allah dia atas.
Cara pandang ini sangatlah salah, Allah tidaklah di atas, tidak di bawah atau Allah
tidak dimana-mana, namun Allah adalah wujud, ada namun tidak memiliki tempat dan
posisi. Hal ini perlu dipahami baik-baik karena di antara umat muslim hari ini
terkadang menganggap Allah ada dimanana-mana, atau ada di atas. Bentuk
pemahaman semacam ini tidaklaha dibenarkan, karena jika Allah dia atas maka sama
artinya Dia bertempat, untuk itu jika bertempat atau ia di atas maka akan mudah
ditanggapi oleh akal bahwa setiap apapun yang bersifat atas pastilah ada sifat yang
dibawah, maka mustahil Allah seperti ini. Dzat Allah tidaklah diatas dan juga tidak di
bawah. Begitu juga anggapan sebahagian orang yang mengatakan bahwa Allah ada
dimana-mana, hal ini jugalah salah karena pada hakikatnya Allah tidaklah dimana-
mana, jika demikian maka sama artinya Allah adalah banyak, terbilang dan bukanlah
Esa anggapan demikian adalah salah dan tidak dibenarkan bagi seorang muslim
memiliki cara pandang semacam ini karena akan membawa kepada anggapan yang
tidak-tidak.

B. TAUHHID SIFAT
kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa indonesia.
Kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu
yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu
sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-
lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan,
gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “‫ ”صفة هللا‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa saja
melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita
dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan
yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai
dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam
di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi,
sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya,
keagungan-Nya, dan lain-lain.

C. TAUHID RUBUBIYAH.
Tauhid Rububiyah adalah suatu kepercayaan, bahwa hanya Allah adalah satu-
satunya dzat yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini.
Kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Robb’.
Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murrabi (pemelihara), al-Nashir
(penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan
al-Wali (wali).
Dalam terminology syariat Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “Percaya
bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang dengan
takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
sunnah-sunnah-Nya”.
Dalam pengertian ini istilah Tauhid Rububiyah belum terlepas dari akar makna
bahasanya. Sebab Allah adalah Pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya,
Pemilik bagi semua makhluk_Nya, Yang senantiasa memperbaiki keadaan mereka
dengan pilar-pilar kehidupan yang telah diberikannya kepada mereka, Tuhan kepada
siapa derajat tertinggi dari kekuasaan itu berhenti, serta Wali atau Pelindung yang tak
terkalahkan yang mengendalikan urusan para wali dan rasul-Nya.
Tauhid Rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:
Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum.
Misalnya, menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan,dan menguasai.
Kedua, beriman kepada takdir Allah.
Ketiga, beriman kepada dzat Allah.

D. TAUHID ULUHIYAH

Menurut Abdul Wahab, tauhid uluhiyyah berarti mengesankan Allah dalam ibadah
baik islam, iman, ikhsan, doa, khauf, raja’, tawakkal, raghabah, rahbah, khusyu’, sholat, haji,
syiam, ifak dsb. Maksudnya adalah menunjukkan atau mengarahkan semuia berebntuk ibadah
tersebut hanya kepada Allah saja .

Pengertian Tauhid Uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar
dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah “Mengesakan Allah dalam ibadah dan
ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar,
menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan
yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti
ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT”.

Oleh sebab itu, realisasi yang benar dari Tauhid Uluhiyah hanya bisa terjadi dengan
dua dasar:

Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT semata tanpa
adanya sekutu lain.

Kedua, hendaklah semua bentuk ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

Dengan begitu maka Tauhid Uluhiyah merupakan jenis tauhid yang terpenting dan
paling mendasar. Diatas Tauhid Uluhiyah kehidupan dijalankan dan syariat ditegakkan. Tak
ada perintah dan ketaatan kecuali hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya setiap
kali Allah SWT mengutus seorang Rasul Ia selalu menyertakan Tauhid Uluhiyah sebagai misi
utamanya.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
a. Tauhid Dzat adalah meng-Esa-kan dari segala Dzat-Nya yang berbeda dari
dzat manusia, mengimani bahwa dzat yangh dimiliki-Nya tidaklah tersusun,
tidak terbentuk, ataupun sama sebagimana makhluk-Nya.
b. Tauhid sifat adalah meyakini bahwa sifat-sifat Allah seperti ilmu, kuasa,
hidup, merupakan hakikat Dzat-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-
sifat makhluk lainnya.
c. Tauhid Rububiyah adalah Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta
alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta
mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.
d. Tauhid Uluhiyah adalah Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau
mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, dll. Maksudnya semua itu
dilakukan yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha
Allah SWT”.
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam,


Jakarta : Robbani Press, 1998.

Drs. Zaenul Arifin, M.Ag. Tauhid dan Implikasinya dalam Kehidupan, Semarang :
Sagha Grafika Solusindo, 2015.

Tengku Habibie M. Risalah Tauhid Al-Waliyyah, Aceh Besar : Al-Waliyah, 2011.

Muhammad bin A.W. al-‘Aqli, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i, Saudi Arabia :
Maktabah Adhwaas-Salaf, 2002.

Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Latif, Pelajaran Tauhid untuk Tingkat
Lanjutan, Jakarta : Darul Haq, 1998.

Anda mungkin juga menyukai