Anda di halaman 1dari 16

Pembelajaran Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah

Desi Ramadhani Siregar


23021540025
Linguistik Terapan
Universitas Negeri Yogyakarta

a. Abstrak : Bahasa Arab Fushah sudah menjadi Bahasa Internasional yang diresmikan
pada 18 Oktober 1973 oleh UNESCO (United Nation Education, Scientific and
Cultural Organization). Kemudian penetapan tanggal tersebut dijadikan sebagai hari
Bahasa Arab sedunia. Oleh karena itu Bahasa Arab Fushah ragam standar inilah yang
kemudian digunakan di negara-negara Arab dan mayoritas kaum muslimin di seluruh
dunia. Adapun Bahasa Arab ‘Ammiyah adalah bahasa yang sering digunakan dalam
aktivitas sehari-hari yang berbentuk informal atau nonformal. Bahasa ini lebih sering
digunakan dengan Bahasa pasaran. Menurut Emil Badi’ Ya’qub, Bahasa ‘Ammiyah
dikenal juga dengan al-lahjah, adalah bahsa yang digunakan dalam urusan biasa (tidak
resmi) dan yang diterapkan dalam keseharian (Bahasa pasaran). Literature review ini
bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan bahasa Arab Fushah dan
Amiyah dan mengetahui persamaan dan perbedaan metode pembelajaran bahasa Arab
Fushah dan Amiyah. Yang terletak pada tata Bahasa, social linguistic, kosa kata dan
pengucapan.

1. Latar Belakang
Bahasa Arab Fushah dan ‘Ammiyah merupakan Bahasa Arab yang bersumber dari Bahasa
Smit, penggunaan Bahasa Fushah didapatkan pada kitab suci Al-Qur’an, Al-Hadist dan
buku-buku ilmiah lainnya, sedangkan Bahasa ‘Ammiyah bisa didapatkan pada ungkapan
yang dipergunakan sehari-hari sebagai alat komunikasi bangsa Arab (AR, Takdir,
Munawwir, & Nurlatifah, 2021).
Bahasa Arab Fushah sudah menjadi Bahasa Internasional yang diresmikan pada 18
Oktober 1973 oleh UNESCO (United Nation Education, Scientific and Cultural
Organization). Kemudian penetapan tanggal tersebut dijadikan sebagai hari Bahasa Arab
sedunia. Oleh karena itu Bahasa Arab Fushah ragam standar inilah yang kemudian
digunakan di negara-negara Arab dan mayoritas kaum muslimin di seluruh dunia. Secara
umum Bahasa ini dapat dikalsifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu Bahasa Arab klasik
(classical Arabic) yang digunakan dalam bahasa Al-Qur’an dan Bahasa Arab standar
moderen (modern standard Arabic) yang digunakan dalam Bahasa ilmiah (AR, Takdir,
Munawwir, & Nurlatifah, 2021).
Adapun Bahasa Arab ‘Ammiyah adalah bahasa yang sering digunakan dalam aktivitas
sehari-hari yang berbentuk informal atau nonformal. Bahasa ini lebih sering digunakan
dengan Bahasa pasaran. Menurut Emil Badi’ Ya’qub, Bahasa ‘Ammiyah dikenal juga
dengan al-lahjah, adalah bahsa yang digunakan dalam urusan biasa (tidak resmi) dan yang
diterapkan dalam keseharian (Bahasa pasaran). Bahasa Arab ‘Ammiyah tidak dapat
dilepaskan dari Bahasa Arab Fushah, selain itu Bahasa Arab ini pun tidak sepenuhnya
sesuai dengan kaidah atau tata Bahasa Arab yang resmi. Bahasa Arab ‘Ammiyah di setiap
negara juga mempunyai berbagai versi sesuai dengan negara dan daerah yang
menggunakan bahasa tersebut, sehingga kita dapat menjumpai ada Bahasa ‘Ammiyah
Saudi Arabia, ‘Ammiyah Sudan, dan ‘Ammiyah Mesir dan sebagainya. Bahasa ini tidak
lain adalah Bahasa yang hidup di negara dan daerah tersebut serta digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Adapun istilah-istilah lain yang sering digunakan oleh para ahli
Bahasa untuk menyebut jenis Bahasa ‘Ammiyah ini adalah al-Lahjah as-Syai’ah, al-
Lughah al- Muhakkoyah, al-Lughah al-‘Arabiyah al-‘Ammiyah, al-Lahjah al-‘Ammiyah
dan ada pula yang menyebutnya dengan istilah lughatusy Sya’b (AR, Takdir, Munawwir,
& Nurlatifah, 2021).
Pembelajaran Bahasa Arab sangatlah dibutuhkan suatu pendekatan yang baru agar
pembelajaran Bahasa Arab terasa lebih menyenangkan.

2. Tujuan
b. Mengetahui persamaan dan perbedaan bahasa Arab Fushah dan Amiyah.
c. Mengetahui persamaan dan perbedaan metode pembelajaran bahasa Arab Fushah dan
Amiyah.

a. Persamaan dan Perbedaan Bahasa Arab Fushah dan Amiyah


1) Tata Bahasa
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa
‘Ammiyah. Istilah ini lahn ini dikarenakan awalnya pada kesalahan dan
ketidaktaatan pada I’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan
kedudukannya dalam kalimat (AR, Takdir, Munawwir, & Nurlatifah, 2021).
Antara bahasa Arab 'ammiyah dan bahasa Arab fusha, kategori kebahasaannya
sebenarnya berbeda dalam fonologi, morfologi, atau sintaksis. Sintaksis pada
Bahasa arab fusha yakni Iimu yang menunjukan kepada kita bagaimana cara untuk
menggabungkan kata benda (isim), kata kerja (fi’il), atau partikel (huruf/harf) untuk
membentuk kalimat sempurna (jumlah mufidah) juga untuk mengetahui keadaan
(I’rab) huruf akhir dari sebuah kata dan I’rab juga terdapat pada morfologi bahasa
Arab fusha, kata-kata dibahas berdasar 2 keadaan: bersendirian, atau tergabung
dengan kata lain. Mengenai hal ini, ada 2 ilmu yang
membahasnya: sharaf dan i'rab. Sharaf ialah ilmu yang membahas kedudukan
perubahan bentuk kata. Sedang i'rab ialah ilmu yang membahas perubahan bentuk
harakat akhir suatu kata, bisa nashab (harakat fathah),
bisa rafa' (dhammah), jarr (kasrah), dan juga majdzum (sukun). Karena perbedaan
ini, timbullah dua permasalahan yang saling bertentangan; satu pihak
menginginkan bahasa Fusha digunakan dalam komunikasi sehari-hari, sedangkan
pihak lain menginginkan komunikasi tidak dibatasi oleh aturan-aturan yang
membatasi seperti yang ada pada bahasa Fusha.
Muhammad Noupal dalam bahasa Arab 'Amiyah dan Fushah Sebuah catatan
deskriptif menyatakan bahwa orang-orang Arab juga dikatakan telah menggunakan
bahasa universal di antara mereka sendiri (lughat al-musytarakah jami'ah).
Komunikasi antara orang Arab dengan anggota sukunya dapat berjalan lancar jika
dilakukan dalam bahasa suku tersebut. Jika mereka berkhotbah atau mengarang
puisi, atau jika salah satu suku lain melakukan hal yang sama, pasti mereka akan
menggunakan bahasa yang sama. Keadaan ini berlanjut hingga masuknya Islam.
Adapun dualisme bahasa atau perbedaan dialek terjadi setelah bahasa 'Amiyah itu
sendiri, yaitu setelah berkembangnya Islam yang pertama. Hal ini ditandai dengan
percampuran linguistik antara penduduk asli Arab dan non-Arab ('ajam). Namun
fenomena dualisme linguistik ini tidak terjadi di kalangan masyarakat Arab
melainkan di kalangan masyarakat lain yang jumlahnya mulai meningkat.
Dualisme bahasa ini dapat dikaitkan dengan kreativitas manusia. Namun hal ini
dapat menimbulkan kesulitan yang besar bagi siswa, karena mereka merasa risih
jika dalam kehidupan sehari-hari menggunakan Fushah Arab, sedangkan di sekolah
harus membaca materi dengan menggunakan fushah, yang mana fushah
membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya. Dengan demikian,
dualisme linguistik dapat menjadi salah satu penyebab ketidaktahuan dan
keterlambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa keberatan terhadap persoalan
fushah dan 'amiyah' yang dapat dirangkum dalam lima poin sebagaimana
disebutkan oleh Muhammad Noupal dalam bahasa Arab 'Amiyah dan Fushaha
Deskriptif Narasi:
a. Pertama, bahasa ‘Amiyah digabungkan secara sederhana dengan bahasa
Fushah. Untuk itu kita harus bisa menggunakan berbagai cara agar masyarakat
bisa berbahasa Arab Fushah di segala bidang kehidupan. Oleh karena itu, bahasa
Fushah dapat menjadi bahasa alami; telah berlaku sejak dahulu kala hingga saat
ini. Oleh karena itu, siswa tidak memerlukan banyak waktu untuk
mempelajarinya. Hal ini akan sangat berguna bagi siswa kelak ketika
mempelajari ilmu pengetahuan dan masalah sosial.
b. Kedua, bahasa fushah dan 'amiyah harus ditinggalkan begitu saja dan diganti
dengan bahasa asing yang lebih kekinian, baik ilmu pengetahuan, budaya,
maupun ekonomi. Mereka percaya bahwa bahasa Fushah hanya akan membawa
kehancuran. tenaga kuda.
c. Ketiga, pandangan yang mengarah pada kesatuan antara Fushah dan Amiyah
dapat dibentuk dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang ada pada kedua
bahasa tersebut.
d. Keempat, istilah yang mengacu pada bahasa Arab yang resmi dan universal (al-
lughat al-Arabiyah al-muhakkiyah al-musytarakah), atau bahasa akademis
seluruh negara Arab (al-lughat al-mutaaddibin fi jami' al -aqthar al- Arabiyah),
atau bahasa kebudayaan Arab (bahasa Mutsqifi al-Arab). Istilah-istilah ini
dipahami sebagai bahasa Arab yang sama yang digunakan oleh seluruh
komunitas Arab karena proses budaya, sosial dan politik selama 30 tahun
terakhir. Bahasa ini dikenal juga sebagai bahasa resmi Arab dan digunakan oleh
seluruh masyarakat Mesir, Irak, Suriah, Lebanon, Palestina, dll. Bahasa ini
sering digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat seperti di sekolah, surat
kabar, radio, olah raga, perdagangan, pertemuan politik dan hubungan sosial.
Bagi kelompok ini, bahasa membentuk ikatan kuat yang mampu
mentransformasikan bangsa Arab menjadi bangsa yang berbudaya. Salah satu
ciri penting dalam bahasa ini adalah pemakaian i'rab, norma yang umum dan
bersandar pada bahasa fushah yang jelas.
e. Kelima, pendapat terakhir, bahasa ‘amiyah dapat digunakan dalam bahasa
ilmiah dan bahasa sastra. Dalam berbagai aspek, bahasa Fushah juga dapat
digunakan. Asumsi yang muncul dari pengaruh perspektif ini adalah orang
cenderung melakukan apa yang mereka bisa; dan oleh karena itu banyak orang
yang mendukung pendapat ini.
2) Sosial Linguistik
Menurut Ferguson dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari suatu
Bahasa, variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan
yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R). Dalam Bahasa
Arab dialek T-nya adalah Bahasa Arab klasik, Bahasa Al-Qur’an yang lazim disebut
al-fusha, dialek R-nya adalah berbagai bentuk Bahasa Arab yang digunakan oleh
bangsa Arab, yang lazim disebut addarij (Astuti, 2017).
Lahn mulai muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW berupa perbedaan lahjah
(logat cara berbicara) di kalangan sahabat (AR, Takdir, Munawwir, & Nurlatifah,
2021). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa di negara-negara Arab
terdapat variasi penggunaan yang berbeda-beda. Dari perspektif sosiolinguistik, ini
adalah bentuk penilaian penutur terhadap keragaman yang terisolasi dan pilihan
sosial mengenai bahasa dan perilaku linguistik.
Khoirul Adib dalam Bahasa Arab dalam Khazanah Budaya Nusantara
mengungkapkan bahwa Dialek Bahasa Arab terdiri dari:
1. Kelompok dialek hedzjaz-nejd yang mencakup dialek Hejaz, Nejd, dan Yaman.
Contoh : kata ‫ سكين‬dengan makna “tangan” sednagan kabilah lain memaknainya
“pisau”. Atau adanya perbedaan susunan huruf pada kata, misalnya perubahan
huruf kaf mejadi huruf syin, contoh kata ‫ لبيك‬menjadi ‫( لبيش‬Hasnah, 2019).
2. Kelompok dialek Suriah yang mencakup dialek-dialek Arab yang digunakan di
Suriah, Libanon, Palestina, dan Yordania timur. Contoh : perubahan huruf vocal,
seperti huruf qaf menjadi hamzah misalnya kata ‫ أفريقيا‬,‫ قلت‬,‫ قادلر‬menjadi ,‫ ألت‬,‫ادر‬
‫أفرينيا‬. (Hasnah, 2019)
3. Kelompok dialek Mesir yang mencakup dialek-dialek Arab yang digunakan di
Mesir, Sudan, dan Irak. Contoh : adanya penambahan hururf jim dan ya’ pada
sebagian kata, ‫ عربجي‬,‫ جزمجي‬,‫طرشجي‬. (Hasnah, 2019)
4. Kelompok dialek Maroko yang mencakup dialek-dialek Arab yang digunakan
di Afrika utara (Fithriyyahni & Sholikah, 2018)

3) Kosa Kata
Perbedaan antara Fusha dan Amiyah yaitu terdapat pada kaidah-kaidah nahwu dan
sharf, Bahasa Arab Fusha sangat memperhatikan pada kaidah-kaidah nahwu dan
sharf, sedangkan Bahasa Arab Amiyah tidak memperhatikan pada hal tersebut.
Maka dari itu penggunaan Bahasa Arab Fusha dan Amiyah digunakan pada forum
yang juga berbeda. Bahasa Arab Fusha digunakan pada forum-forum dan media-
media yang bersifat formal. Sebaliknya, Bahasa Arab Amiyah sering digunakan
dalam aktivitas dan komunikasi sehari-hari yang bersifat non formal.
Beberapa perbedaan diantara Bahasa Arab Fusha dan Arab Amiyah antara dalam
pengucapan dan logat, dan bahkan dalam Bahasa itu sendiri. Bahasa Arab Fusha
mempunyai bentuk yang sama di beberapa negara-negara dunia. Sehingga, orang
yang saling berbicara dengan berbahasa Arab Fusha akan memahami maksud dari
yang disampaikan walaupun orang-orang tersebut mempunyai latar belakang yang
berbeda.
Berbeda dengan Bahasa Arab Amiyah, Bahasa Arab Amiyah mempunyai berbagai
versi sesuai dengan daerah seperti negara Arab dan Mesir mempunyai Bahasa Arab
Amiyah yang berbeda diantara keduanya dan begitu pula terhadap Bahasa Amiyah
Mesir dan Jordan.
Secara umum perbedaan antara faṣhāh dan 'aāmmiyyah dapat dilihat dari beberapa
hal: bahwa dalam 'āmmiyyah mungkin terdapat penyimpangan pengucapan
beberapa huruf; terkadang ada perubahan total pada sebuah kata; Orang Arab
'āmmiyyah tidak menghormati aturan i'rab; dan terdapat perubahan arti huruf pada
beberapa kata. Perbedaan ini menegaskan keberagaman bahasa 'āmmiyyah dan
faṣhāh Arab yang unik. Artinya setiap daerah atau negara akan mempunyai bahasa
'āmmiyyahnya masing-masing, sedangkan bahasa Faṣhāhnya tetap sama. Inilah
kenyataan yang terjadi saat ini, ketika orang Arab di suatu negara berbicara bahasa
Arab yang tidak sama dengan bahasa Arab di negara lain. Hal ini tentu saja
menghambat komunikasi antar orang Arab sendiri dan menekankan keistimewaan
bahasa Arab, faṣhāh.
Perbedaan mendasar antara 'āmmiyyah dan fuṣhah dalam bahasa Arab terutama
terletak pada pembentukan dan struktur kata. Prinsip yang diberikan adalah
penyederhanaan, dibuktikan dengan dihilangkannya banyak huruf, penambahan
huruf akhir pada kata dan tentunya sedikit perhatian terhadap kaidah i'rab yang
diterapkan secara ketat dalam bahasa Arab. Fus}h}a>. Prinsip ini juga dapat
diterapkan dalam bahasa 'a>mmiyyah lainnya, namun selalu dengan pola dan
kaidah tersendiri.
Hal menarik yang perlu dijelaskan adalah betapa berbedanya dialek dalam
kerangka satu bahasa Arab Faṣhāh. Hal ini dapat dijelaskan dengan kembalinya
sifat bahasa yang dinamis dan keterbukaan terhadap perubahan. Dalam berbagai
bahasa, perkembangan dan perubahan selalu terjadi dari segi kata, struktur, dan
makna. Dialek atau lahjah telah ada sejak lama, hidup berdampingan dengan faṣhāh
Arab dan mengalami dinamika perkembangan dan perubahan; sementara Faṣhāh
dipertahankan sebagai bahasa utama masyarakatnya. Kemunculan bahasa Arab
'āmmiyyah yang berbeda-beda di setiap negara tentu saja tidak muncul secara
alamiah melainkan disebabkan oleh banyak faktor.

4) Pengucapan
Perbedaan dialek geografis Bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya huruf ‫ج‬
diucapkan dengan [g] di Mesir. Berikut variasi fonologis antara Bahasa Arab Fusha
dan Bahasa Arab Amiyah (AR, Takdir, Munawwir, & Nurlatifah, Memahami
Perbedaan Antara Bahasa Arab Fushah dan 'Ammiyah, 2021) :
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam Bahasa Arab Ammiyah dialek Saudia Arabia meliputi,
penggantian konsonan dengan konsonan hanya terjadi pada tiga konsonan yaitu
konsonan /dz(‫)ذ‬/, /ts(‫)ث‬/ dan /’a(‫)ع‬. Berikut beberapa contoh :
- Perubahan /‫ذ‬/ dari [dz] menjadi [d], perubahan ini biasa terjadi Ketika /‫ذ‬/
berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh: ‫تفضل‬
‫[ خذ‬tafaddal khudz] dibaca [tafaddal khud] ‘silakan ambil’
- Perubahan /‫ث‬/ dari [ts] menjadi [t], contoh : ‫[ خذ في ثالجة‬khudz fi: tsallãjah]
dibaca [lhud fi tallãjah] ‘ambil di kulkas’
- Perubahan /‫ء‬/ menjadi [y], contoh : ‫[ ستمائة‬sittimi ah] dibaca ‫[ ستمية‬sittimiya]
‘enam ratus’.
Dan penggantian vocal dengan vocal pada Bahasa Ammiyah dialek Saudi
Arabia meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian /au/ dengan /o/
dan /ai/ dengan /e/, contoh : ‫[ من أنت‬man anta] dibaca [min inta] ‘siapa
anda?’, ‫[ أي شيئ تبغى‬ayyu šai tabgha] dibaca ‫[ أيش تبغى‬e:š tibgha] ‘perlu apa?’,
‫[ الثوب‬al-tsaub] dibaca [al-tso:b] ‘pakaian’.
2. Penambahan bunyi
Penambahan bunyi dalam Bahasa Arab Ammiayh dialek Saudi Arabia hanya
ada di awal dan akhir kata.
- Penambahan bunyi di awal kata dalam Bahasa Arab Amiyah dialek Saudi
Arabia jarang terjadi, satu-satunya pada frase ‫[ من أين؟‬min aina?] ‘dari
mana?’ dalam Bahasa Arab Amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan ‫من فين‬
[min fe:n], tambahan berupa konsonan /f-/ yang mendahului aina.
- Penambahan bunyi di akhir kata dalam Bahasa Arab Amiyah dialek Saudi
Arabia, yakni penambahan vocal a/a setelah ya’ mutakallin (kata ganti orang
pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik, contoh ‫[ معي‬ma’iy] dibaca
‫[ معايا‬ma’ay:a] ‘bersamaku’ dan ‫[ أخي‬akhiy] dibaca ‫[ أخويا‬akhuya]
‘saudaraku’
3. Pelepasan bunyi
Pelepasan bunyi dalam Bahasa Arab Amiyah dialek Saudi Arabia meliputi
pelepasan bunyi di awal, di tengah, dan diakhir kata.
- Pelepasan bunyi di awal kata hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti
: ‫[ يا أخي‬ya akhiy] dibaca ‫[ يا خوي‬ya khu:ya] ‘hai saudaraku! Dan ‫[ أرني‬ariny]
dibaca ‫[ ريني‬ri:ny] ‘tunjukkan padaku’.
- Pelepasan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelepasan konsonan dan
ada pelepasan vocal, contoh : ‫‘[ على شأن‬ala: šani] dibaca ‫‘[ علشان‬alašan]
‘karena’, ‫[ ما عليه‬ma: ‘alaih] dibaca ‫[ معليش‬ma’leiš] ‘tidak apa-apa’.
- Pelesapan bunyi di akhir kata berupa pelepasan vocal, pelepasan konsonan,
dan ada juga yang berupa pelepasan silabel. Pelepasan konsonan biasanya
terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelepasan konsonan /h/ atau
/t/ yang merupakan penanda feminism. Pelepasan vocal biasanya terjadi di
akhir kata verba, sedangkan pelepasan silabel terjadi pada kata-kata tertentu,
contoh : ‫[ اللغة العلربية‬al-lugah al-‘arabiyah] dibaca ‫[ اللغ العربي‬al-luga al-
‘arabiyya]
b. Pembelajaran Bahasa Arab (Metode)
Metode pembelajaran bahasa Arab
Dalam bahasa Arab, pengajaran atau pembelajaran diistilahkan dengan ta’lim,
mashdar dari ‘allama. Akar katanya, ‘alima, berarti “mengetahui atau mengerti”.
Ta’lim berarti suatu kegiatan yang menunjukkan penyampaian pengetahuan yang
sedang dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
(Aziza & Muliansyah, 2020)
Dalam proses pengajaran ada proses pembelajaran yang substansinya adalah kegiatan
mengajar yang dilakukan secara maksimal oleh seorang pengajar agar anak didik yang
diajari materi tertentu melakukan kegiatan belajar dengan baik. Dengan kata lain
pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan kegiatan
belajar materi tertentu yang kondusif untuk mencapai tujuan. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa asing adalah kegiatan mengajar yang dilakukan secara maksimal
oleh seorang pengajar agar anak didik yang diajari bahasa asing tertentu melakukan
kegiatan belajar dengan baik, sehingga kondusif untuk mencapai tujuan belajar bahasa
asing. (Prihartini, Wahyudi, Nuraini, & DS, 2018)
Dalam pembelajaran bahasa ada tiga istilah yang perlu dipahami pengertian dan
konsepnya secara tepat, yakni pendekatan, metode dan teknik Edward M Anthony
dalam artikelnya “Approach, Method and Technique”. Adapun ketiga istilah tersebut
adalah sebagai berikut: (1) Pendekatan, yang dalam bahasa Arab disebut madkhal
adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan hakikat belajar
mengajar bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis atau filosofis yang berorientasi pada
pendirian, filsafat, dan keyakinan yaitu sesuatu yang diyakini tetapi tidak mesti dapat
dibuktikan. (2) Metode, yang dalam bahasa Arab disebut thariqah adalah rencana
menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara teratur atau
sistematis berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Jika pendekatan bersifat
aksiomatis, maka metode bersifat prosedural. Sehingga dalam satu pendekatan bisa
saja terdapat beberapa metode. (3) Teknik, yang dalam bahasa Arab disebut uslub atau
yang populer dalam bahasa kita dengan strategi, yaitu kegiatan spesifik yang
diimplementasikan di dalam kelas, selaras dengan pendekatan dan metode yang telah
dipilih. Teknik bersifat operasional, karena itu sangatlah tergantung pada imajinasi dan
kreativitas seorang pengajar dalam meramu materi dan mengatasi dan memecahkan
berbagai persoalan di kelas. (Prihartini, Wahyudi, Nuraini, & DS, 2018)
Dalam pembelajaran bahasa Arab, al-Ashwat memegang peranan penting. Karena al-
Ashwat merupakan unsur dasar dalam setiap bahasa. Jika al-Ashwat tidak dipahami
dengan baik, maka kemampuan berbahasa Arab tidak akan dikuasai secara utuh.
Pemahaman dan penguasaan al-Ashwat memegang peranan penting dalam kedua
keterampilan berbahasa tersebut; yaitu maharah al-Istima' dan maharah al-Kalam.
Dengan pemahaman yang sempurna dan pengucapan yang lancar, seseorang akan
mampu mendengar dan memahami simbol-simbol bunyi yang diucapkan orang lain.
Hal ini menandakan bahwa proses menyimak telah berjalan dengan baik dan
keterampilan menyimak telah dikuasai. Begitu pula dalam hal keterampilan berbicara,
ketika seorang penutur bahasa Arab dapat memahami apa yang diucapkan orang lain,
maka itu tandanya proses berbicara telah berjalan dengan baik dan keterampilan
berbicara tersebut telah dikuasai.
Untuk mengajarkan bahasa Arab kepada siswa, berbagai tahapan pembelajaran dapat
diterapkan. Misalkan kata “metode” dikaitkan dengan unsur dan keterampilan bahasa
arab, seperti pada rangkaian kalimat berikut: metode pembelajaran al-Ashwat, metode
pembelajaran al-Mufrodat, metode pembelajaran al-Uangdanan -Nahwu, al-Istima.
'metode pembelajaran, metode pembelajaran maharah al-Istima', metode pembelajaran
maharah al-Kalam, metode pembelajaran maharah al-Qiro'ah dan metode
pembelajaran maharah al-Kitabah (Mufidah & Zainudin, 2018).
Ketika mempelajari bahasa Arab, kita tentu akan menjumpai unsur-unsur
keterampilan berbahasa. Komponen-komponen keterampilan berbahasa sangat erat
kaitannya satu sama lain. Saat belajar bahasa Arab, Anda tentu akan menjumpai unsur-
unsur penting dalam keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, siswa yang belajar
bahasa Arab harus menguasai komponen-komponen tersebut agar pembelajaran
menjadi dapat dipahami olehnya.
Menurut Farhatul Atiqoh, keterampilan reseptif merupakan jenis keterampilan bahasa
Arab yang mempunyai kemampuan menyerap dan menyerap. Keterampilan berbahasa
reseptif ini mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan kembali kode-kode
linguistik menjadi makna komunikasi, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Dalam keterampilan reseptif ini, siswa harus mampu menyerap dan
menginternalisasikan materi yang disampaikan guru. Keterampilan tersebut kemudian
mencakup dua aspek keterampilan, pertama keterampilan istima (mendengarkan) dan
keterampilan qiroah (membaca).
Menurut Zulhannah dalam Ahmad Jamhuri, sebagai salah satu keterampilan reseptif,
keterampilan menyimak merupakan sesuatu yang perlu dikuasai lebih baik oleh siswa.
Menurut Tarigan, menyimak adalah suatu proses menyimak simbol-simbol verbal
dengan penuh perhatian, dipahami sepenuhnya, diapresiasi dan dimaknai. . untuk
mendapat informasi. , menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi
yang disampaikan pembicara melalui tuturan atau bahasa lisan. Terminologi
Mendengar Interpretasi adalah seseorang yang memusatkan pikiran untuk
memperhatikan sesuatu yang diucapkan oleh lawan bicaranya, dengan kecenderungan
untuk memahami isi atau sifat pembicara.
Metode langsung bermula dari ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa yang
menggunakan metode konvensional dikaitkan dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Karena kebutuhan ini, para ahli bahasa telah menciptakan metode baru yang disebut
“metode langsung”. Di antara para ahli tersebut adalah François Gouin (1880-1992),
sekarang seorang guru bahasa Latin, yang mengembangkan metode berdasarkan
pengamatannya terhadap penggunaan bahasa ibu oleh anak-anak. Ahmad Fuad
Effendy meyakini cara ini mulai populer pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika.
Pada saat yang sama, metode ini juga digunakan untuk mengajarkan bahasa Arab, baik
di negara-negara Arab maupun Muslim di Asia, termasuk Indonesia. Acep Hermawan
mengatakan, Pembelajaran Bahasa Arab untuk Penutur Non-Arab pertama kali dimulai
pada abad ke-17, ketika bahasa Arab mulai diajarkan di sekolah. Universitas
Cambridge, Inggris. Sedangkan di Amerika, perhatian terhadap bahasa Arab dan
pembelajaran bahasa Arab baru dimulai pada tahun 1947 di akademi militer Amerika.
Di Mesir, terdapat banyak pusat pembelejaran Bahasa Arab, ditandai dengan
banyaknya proyek pengembangan Bahasa Arab. Pada setiap pusat-pusat pembelajaran
bahasaini, dipastikan ada proyek pengembangan bahasa arab lengkap dengan tujuan-
tujuan khusus, sejumlah perencanaan dan materi-materinya. Kemudian Bisri Mustofa
dan Abdul Hamid menjelaskan metode langsung lahir sebagai reaksi terhadap
penggunaan metode al-qowaid wa-tarjamah yang mengajarkan bahasa seperti bahasa
yang mati. Dan sebelumnya sejak tahun 1850 telah banyak muncul propaganda yang
mengkampanyekan agar menjadikan pengajaran bahasa asing itu hidup,
menyenangkan dan efektif. Propaganda ini menuntut adanyaperubahan yang mendasar
dalam metode pengajaran bahasa asing sehingga kemudian secara cepat lahirlah
metode pembelajaran baru yang disebut dengan metode langsung
3. Kesimpulan
Perbedaan dan persamaan Bahasa Arab Fusha dan Amiyah dapat kita lihat dari tata Bahasa,
sosioal linguistik, kosa kata dan pengucapannya. Perbedaan tata Bahasa Arab Fusha dan
Amiyah ada pada kesalahan dan ketidaktaatan pada I’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata
karena perubahan kedudukannya dalam kalimat (dalam Amiyah) sedangkan ada nya
ketaatan pada I’rab dalam kedudukan kalimat (dalam Fusha). Dilihat dari social linguistic
nya dalam Bahasa Arab terdapat dialek T yakni Bahasa Arab klasik, Bahasa Al-Qur’an
yang lazim disebut al-fusha, dialek R-nya adalah berbagai bentuk Bahasa Arab yang
digunakan oleh bangsa Arab, yang lazim disebut addarij. Perbedaan kosa kata antara Fusha
dan Amiyah yaitu terdapat pada kaidah-kaidah nahwu dan sharf, Bahasa Arab Fusha sangat
memperhatikan pada kaidah-kaidah nahwu dan sharf, sedangkan Bahasa Arab Amiyah
tidak memperhatikan pada hal tersebut. Dan jika dilihat dari pengucapan ada beberapa
variasi fonologis antara Bahasa Arab Fusha dan Bahasa Arab Amiyah seperti, adanya
penggantian dalam Bahasa Arab Ammiyah dialek Saudia Arabia meliputi tiga konsonan
yaitu konsonan /dz(‫)ذ‬/, /ts(‫)ث‬/ dan /’a(‫)ع‬, penambahan bunyi dalam Bahasa Arab Ammiayh
dialek Saudi Arabia hanya ada di awal dan akhir kata, dan pelepasan bunyi dalam Bahasa
Arab Amiyah dialek Saudi Arabia meliputi pelepasan bunyi di awal, di tengah, dan diakhir
kata.
Dalam pembelajaran bahasa ada tiga istilah yang perlu dipahami pengertian dan konsepnya
secara tepat, yakni pendekatan, metode dan teknik Edward M Anthony dalam artikelnya
“Approach, Method and Technique”. Adapun ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Pendekatan, yang dalam bahasa Arab disebut madkhal adalah seperangkat asumsi
berkenaan dengan hakikat bahasa dan hakikat belajar mengajar bahasa, (2) Metode, yang
dalam bahasa Arab disebut thariqah adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan
penyajian materi bahasa secara teratur atau sistematis berdasarkan pendekatan yang
ditentukan, (3) Teknik, yang dalam bahasa Arab disebut uslub atau yang populer dalam
bahasa kita dengan strategi, yaitu kegiatan spesifik yang diimplementasikan di dalam kelas,
selaras dengan pendekatan dan metode yang telah dipilih.
4. Implikasi
Dengan mengetahui perbedaan antara Bahasa Arab Fusha dan Amiyah dapat meningkatkan
kemampuan berbicara Bahasa Arab, dan dapat membantu kita untuk membangun
hubungan dan jaringan dengan orang-orang dari seluruh dunia Arab. Hal ini dapat
membuka pintu untuk Kerjasama profesional dan pribadi di tingkat internasional, dan
dengan memahami keragaman Bahasa Arab, kita dapat mengakses berita, laporan, dan
analisi yang diterbitkan dalam Bahasa Arab sehingga kita dapat memahami isu-isu social
dan politik yang memmpengaruhi dunia melalui dunia Arab.
Munculnya kelebihan dan kekurangan antara penggunaan bahasa Arab 'āmmiyah dalam
komunikasi sehari-hari dengan ditinggalkannya bahasa Arab faṣhāh diawali dengan
maraknya seruan penggunaannya di masyarakat. Di satu sisi, imbauan tersebut mungkin
dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan wajar, namun di sisi lain justru kontraproduktif
dan kurang dapat diterima.
Sejak masyarakat Arab bersentuhan dengan dunia luar, yang langsung terkena dampaknya
adalah bahasa. Kesalahan tanah atau bahasa mulai bermunculan, dan akhirnya muncul
dialek di berbagai negara Arab. Dialek-dialek tersebut yang kemudian dikenal sebagai
bahasa 'āmmiyyah masing-masing negara Arab, menjadi bahasa yang hidup di masyarakat.
Bahkan kemudian menjadi pilihan utama masyarakat Arab dalam berkomunikasi sehari-
hari. Ketika bahasa Arab 'āmmiyyah menjadi bahasa sehari-hari dan bahasa utama
masyarakat, penilaian tentang kewajaran panggilan ini diterima.
Faktanya, harus diakui juga bahwa bahasa Arab 'āmmiyyah tidak lain hanyalah bahasa
Arab "pembangkang". Bahasa 'āmmiyyah awalnya muncul dari bahasa Arab faṣhāh,
namun telah banyak mengalami penyimpangan. Penyimpangan ini ditunjukkan dalam
bentuk kata, khususnya dalam struktur kalimat. Bahasa Arab 'āmmiyyah terkenal dengan
"keengganannya" untuk mematuhi kaidah tata bahasa Arab standar. Dengan cara ini
menjadi lebih mudah dan sederhana, yang pada akhirnya menjadi pilihan orang yang
berkomunikasi dengannya. Namun hal ini kemudian menjadi bumerang ketika kita kembali
ke faṣhāh bahasa Arab yang memiliki aturan tata bahasa standar. Bahasa Arab 'āmmiyyah
yang tidak memperhatikan tata bahasa sama saja dengan melanggar kaidah dan
menyimpang dari jalan yang benar.
5. Rekomendasi
Himbauan penggunaan bahasa Arab 'āmmiyyah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
dalam dunia penulisan dan administrasi kedinasan, sudah berlangsung sejak lama. Seruan
ini datang dari berbagai kalangan, mulai dari para orientalis hingga masyarakat Arab
sendiri. Seruan ini digaungkan oleh mereka karena merasa faṣhāh Arab yang
dipertahankan selama ini sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan saat ini. Bagi
mereka, bahasa Arab Faṣhāh adalah bahasa yang terbatas dan terbelakang sehingga tidak
bisa mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, bahasa Arab 'Ᾱmmiyyah lebih cocok
digunakan untuk berbagai keperluan kehidupan karena lebih mudah dipahami dan sejalan
dengan kemajuan zaman.
Aksara pertama yang tercatat melakukan istilah ini disebut oleh Orientalis Jerman Wilhelm
Spitta pada tahun 1880. Saat itu, ia menjabat sebagai direktur Dar al-Kutub al-Mishriyyah
yang memaparkan gagasannya melalui karya bertajuk “qawā’id al-’arabiyyah al-
’āmmiyyah fi misr”. Dalam tulisannya, William berpendapat bahwa alasan utama yang
menghalangi bangsa Arab untuk berkreasi dan progresif adalah karena mereka
menggunakan faṣhāh Arab dalam tulisan dan kajiannya sehari-hari. Menurutnya,
kreativitas Penciptaan akan muncul dan membawa kemajuan jika mereka menggunakan
āmmiyyah. Bahasa Arab dalam kegiatan menulis dan belajar.
Anīs Farīhah yang menulis buku berjudul “Nahwa 'Arabiyyah Muyassarah”. Di dalamnya
beliau menyerukan perlunya suatu bahasa yang disebutnya sebagai bahasa kehidupan
(lugah al-hayāh). Bahasa kehidupan ini ada, tumbuh, selalu berkembang dan dapat
digunakan untuk saling memahami dalam berkomunikasi. Bahasa yang dimaksud tidak
lain adalah bahasa Arab 'āmmiyyah, yang sangat berbeda dengan bahasa Arab Fushāh.
Menurutnya, bahasa Arab Fushāh merupakan bahasa generasi sebelumnya, yang kemudian
tidak mampu menggambarkan kehidupan yang sangat kompleks ini.
Jika kita mempertimbangkan penafsiran lanjutan Anīs Farīhah terhadap gagasannya,
sebenarnya ia tidak menyerukan penggunaan bahasa Arab 'āmmiyyah secara umum.
Berbeda dengan pemikir lain yang menyatakan hal yang sama, Anīs ingin lebih spesifik
lagi apa yang disebutnya “al-lahjah al-'arabiyyah al-mahkiyyah al-musytarakah” (dialek
Arab yang dikenal sebagai bahasa komunikasi).28 Arti istilah Ini mengacu pada
terbentuknya bahasa Arab 'āmmiyyah dalam masyarakat Arab, tanpa mengganggu
kesatuan bahasa di beberapa wilayah negara.keluarga Arab. Jenis bahasa ini kemudian
dapat digunakan secara global karena bentuknya yang sederhana. Berdasarkan gagasan-
gagasan yang dikemukakan untuk melegitimasi bahasa Arab 'āmmiyyah dalam
komunikasi lisan dan tulisan, beberapa pola seruan tersebut dapat kita amati. Ada pula
yang terang-terangan menyerukan penggunaan 'āmmiyyah tanpa tujuan lain. Model ini
banyak digunakan oleh para orientalis dan beberapa pemikir Arab seperti Ahmad Luthfi al-
Sayyid. Ada juga yang menganggapnya penakut, menyerukan penggunaan 'āmmiyyah dan
tetap menerima fushāh. Model ini dibuat oleh Anīs Farīhah. Selain itu, ada pula yang
menekankan kesadaran lebih dalam terhadap perkembangan bahasa Arab. Menurut model
ini, perbedaan antara āmmiyyah dan fuṣhāh dalam bahasa Arab merupakan suatu fakta
kodrati bahasa yang harus diterima. Karena ini adalah bagian dari kebenaran alamiah, maka
evolusi ini harus diterima apa adanya. Model kedua mengarah pada perubahan bentuk kata,
terminologi dan struktur kalimat karena alasan penyederhanaan (Hasnah, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Syukriya, A. U. (2019). Implementasi PjBL dengan Media Instagram pada Keterampilan Menulis Bahasa
Arab di SMA Islam P.B Soedirman 1 Bekasi. Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, 389-399.

Aziza, L. F., & Muliansyah, A. (2020). Keterampilan Berbahasa Arab dengan Pendekatan Komprehensif. El-
Tsaqafah, 56-71.

Prihartini, Y., Wahyudi, Nuraini, & DS, M. R. (2018). Penerapan Konsep Matematika Dalam Pembelajran
Bahasa Arab Pada FTK Di UIN STS Jambi. Jurnal Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 15-28.

Tohe, A. (2005). Bahasa Arab Fusha dan Amiyah Serta Problematikanya. Bahasa dan Seni, 200-214.

AR, A., Takdir, Munawwir, A., & Nurlatifah. (2021). Memahamai Perbedaan Antara Bahasa Arab Fushah
dan 'Ammiyah. Jurnal Kajian Pendidikan dan Bahasa Arab, 22-29.

Astuti, W. (2017). Diglosia Masyarakat Tutur Pada Penggunaan Bahasa Arab (Kajian Kebahasaan Terhadap
Bahasa Fusha Dan Bahasa 'Amiyah Dilihat Dari Perspektif Sosiolinguistik. Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, 143-161.

Fithriyyahni, A., & Sholikah, M. (2018). Bahasa Arab Fusha dan 'Ammiyah Serta Cakupan Penggunaannya.
Pembelajaran Bahasa, Sastra dan Budaya Arab di Indonesia, 155-164.

Mufidah, N., & Zainudin, I. (2018). Metode Pembelajaran Al-Ashwat. Pendidikan Bahas Arab, 199-218.

Hasnah, Y. (2019). Bahasa Arab Standar Antara 'Ammiyyah dan Fusha. Al-Fathin, 80-94.

Anda mungkin juga menyukai