Anda di halaman 1dari 10

Arabizi Dan Pengaruhnya Terhadap Ideologi Bahasa Arab Fuṣḥáh

Ahmad Talkhis Alfatawi


02040922003@student.uinsby.ac.id
Abstrak

Pendahuluan

Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka

1) Eksistensi Bahasa Arab Fuṣḥáh


Bahasa Arab adalah bahasa bersama atau al-lughah al-musytarakah. Dan
seperti yang di sebutkan sebelumnya, bahasa Arab terbagi menjadi 2 yaitu bahasa
Arab Fuṣḥáh dan ‘āmmīyah, kedua bahasa ini digunakan di situasi dan tempat
yang berbeda. Secara bahasa, Fuṣḥáh adalah bentuk ism tafdil dari fa-sha-ha,
yang bermakna jelas dan terjaganya kata dari kesamaran dan susunan yang buruk.
Mulai dari masa Jahiliyah hingga datangnya Islam bahasa Arab Fuṣḥáh inilah
yang digunakan mereka untuk membuat puisi, amtsal, pidato, dan khutbah.1
Faktanya, bahasa Arab Fuṣḥáh tidaklah berbentuk tunggal, melainkan ada beberap
model sesuai dengan kabilah-kabilah yang ada pada saat itu. Dan selain model
bahasa Arab Fuṣḥáh, terdapat pula tingkat kefasihan yang juga berbeda, yaitu
peringkat tinggi dan ada rendah. Seperti kabilah yang tinnggal di pusat dan selatan
Jazirah Arab memiliki tingkat kefasihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kabilah-kabilah yang tinggal di pinggiran Jazirah Arab. Dianatar kabilah-kabilah
yang tinggal di pusat dan selatan Jazirah Arab adalah Hijaz, Quraisy, Kinanah,
Huzail, Gatfan, Huwazan, Salim, Wati’, Tamim, Asad, dan Qais. Bahasa dari

1
Abd Aziz, “Landasan Pikir Perdebatan Eksistensi Bahasa Arab Fusha Dan
‘Ammiyyah,” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam 2, no. 02 (2019). Hal. 120
kabilah-kabilah inilah yang menjadi rujukan disusunnya kaidah bahasa Arab oleh
ulama-ulama Basrah ketika itu.2

Pernyataan sebelumnya juga sesuai dengan pendapat dari Tamam Hassan


(1972), beliau mengatakan bahwasannya bahasa Arab Fuṣḥáh bukan hanya
bahasa yang berasal dari satu dialek saja atau dari dialek Quraisy saja, namun
bahasa yang diambil dari sebuah bahasa/ dialek-dialek Arab yang ada. Pernyataan
beliau ini didasari oleh empat alasan: Pertama, Bahwasannya Al-Qur’an
diturunkan dengan lisan ‘arabyyin mubin dan bukan lisan Quraisy. Kedua, Al-
Qur’an turun dengan sab’at ahruf yaitu memiliki bermacam-macam bacaan dan
kesemua bacaan ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih, tetapi malah
sebagian besar bacaan-bacaan ini tidak mengandunng dialek Quraisy. Ketiga,
Nabi Muhammad dipandang sebagai penutur dialek Arab seluruhnya, tidak hanya
dialek Quraisy. Keempat, syair-syair sastra pada masa Jahili tidak terengar adanya
penyair ternama dari Quraisy.3

Allah SWT mampu menjadikan bahasa Arab berbeda cirinya dari semua
ciri khas bahasa daerah, yaitu agar bahasa Arab tidak datang sebagai
“semburan/ledakan” tetapi diintegrasikan ke dalam konteks umum bahasa-bahasa
daerah tidak hanya di negara Arab, melainkan ke bahasa-bahasa dunia dalam
banyak bunyi huruf.4 Bahasa Arab juga memiliki keunggulan dalam banyak kosa
kata, dan dalam kekayaan derivasi dari mana ratusan ribu kata dihasilkan.

Pada abad ke-18 bahasa Arab masuk pada periode modern atau al-Lughah
al-‘Arabiyah al-Mu’ashirah, hal ini ditandai dengan adanya usaha pengembangan
yang dilakukan oleh kaum intelektual Mesir, yang dipengaruhi intelektual Eropa
bersamaan dengan serbuan Napoleon ke Mesir saat itu. 5 Diantara usaha tersebut

2
Muhammad Husayn ’Ali Yasin, Al-Dirasat Al-Lughawiyyah ’Inda Al-Arab Ila Nihayat
Al-Qarn Al-Tsalits (Beirut: Dar Maktabah al-Hayat, 1973). Hal. 32
3
Tamam Hassan, Al-Ushul: Dirasah Istimulujiyyah Li Al-Fikr Al-’Lughawy ’inda
Al-’Arab, Al-Nahw, Fiqh Al-Lughah, Al-Balaghah (Kairo: ’alim al-Kutub, 2000). Hal. 71-73
4
Audatullah Mani’ Al-Qaysiy, Fiqh Lughah: Al-’Arabiyah Al-Fusha (Murunatiha, Wa
’Aqlaniyyatiha, Wa Asbab Khuludiha, Edisi Pert. (Oman: Dar al-Bedayah, 2008). Hal. 89
5
Imelda Wahyuni, Genealogi Bahasa Arab Perkembangannya Sebagai Bahasa Standar,
Edisi Pert. (Yogyakarta: Deepublish, 2017). Hal. 84
yakni bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa pengantar oleh sekolah baru di Mesir,
dan juga pada perguruan tinggi. Di Amerika, beberapa perguruan tinggi
menjadikan bahasa Arab sebagai salah satu bagian dari mata kuliah diantara
banyaknya mata kuliah, termasuk perguruan tinggi Kristen dan Katolik.6

Awalnya, Masyarakat Mesir dikenal sebagai masyarakat yang berbahasa Arab


Fuṣḥáh. Namun, ketika Orientalis, kolonialis, dan misionaris Barat mulai
berkuasa dan berhegemoni, mereka mulai menekankan pencetakan bahasa
āmmīyah di beberapa negara di Timur Tengah menggantikan peran Fuṣḥáh
sebagai bahasa administratif Negara.7

Menurut Abdul Shabur Syahin (2006), bahasa Arab khususnya bahasa


Arab Fuṣḥáh menghadapi beberapa tantangan serius. Pertama, karena globalisasi,
penggunaan bahasa Arab Fuṣḥáh di kalangan masyarakat Arab sendiri mulai
berkurang frekuensinya dan proporsinya, cenderung diganti dengan bahasa
āmmīyah atau dialek lokal. Fenomena tersebut adalah tantangan serius bagi dunia
pendidikan karena telah terjadi degradasi atau penghapusan beberapa tata bahasa
(qawaid). Metode bahasa standar tidak diberikan perhatian yang cukup, sedangkan
pembelajaran qawaid umumnya masih tidak efektif. Kedua, realitas Bahasa Arab
Fuṣḥáh di era modern ini juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, khususnya
tantangan gaya hidup (lifestyle) dan penjajahan Barat, termasuk penyebaran
bahasa Arab di dunia Islam. Penjajahan ini, meski tidak menggantikan bahasa
Arab seutuhnya, namun setidaknya dapat mengurangi prevalensi minat belajar
bahasa Arab di kalangan anak muda. Ketiga, derasnya gelombang pelemahan
akidah, akhlak, dan keterasingan generasi kaum muda Islam dari sumber ajaran
Islam melalui pencitraan bahwa bahasa Arab berada pada tingkat rendah, atau
pikiran bahwa tidak ‘keren’ jika tidak menggunakan bahasa Asing.8

6
Azhar Arsyad, Bahasa Arab Dan Metode Pengajarannya: Beberapa Pokok Pikiran
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). Hal. 1
7
M. Taufiq Hidayat Pabbajah and Mustaqim Pabbajah, “Orientalist Construction on the
Existence of Ammiyah Arabic in Egypt in the 20th Century,” Langkawi: Journal of The
Association for Arabic and English 6, no. 2 (2020). Hal. 221
8
Ibid. hal. 221
2) Ideologi Bahasa Arab Fuṣḥáh atau MSA (Modern Standard Arabic) Setelah
Kemunculan Arabizi
Sebelum membahas lebih jauh mengenai Ideologi Bahasa Arab Fuṣḥáh,
mari kita tinjau terlebih dahulu dari segi pengertian, selain untuk menjelaskan
lebih detail, juga untuk membatasi pengertian Ideologi Bahasa dalam penelitian
ini. Ideologi bahasa (dikenal juga dengan ideologi linguistik) digunakan dalam
antropologi (lebih khusus pada antropologi lingustik), sosiolinguistik, dan studi
lintas budaya. Berfungsi untuk mencirikan serangkaian keyakinan tentang bahasa
yang diterapkan di dalam dunia sosial masyarakat. Bahasa dari segi sosial
pragmatisnya, menekankan sifat bahasa manusia yang sangat sosial. Bahasa dalam
hal ini bukan hanya keterampilan kognitif, tetapi juga keterampilan sosial. Bahasa
adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, terhubung,
mempengaruhi, dan menginformasikan orang lain. Yang terpenting, bahasa
muncul dari kebutuhan untuk bekerja sama.9

Sedangkan dari segi teoretis kritis, bahasa menjadi ciri terpenting


bekerjanya sebuah ideologi. Dalam memaknai ideologi dimulai dengan
memahami bagaimana sistem bahasa dalam struktur sosial bekerja. 10 Thomson
(1984) berpendapat, ketika seseorang mempelajari ideologi dalam beberapa hal
dan cara, maka ia mempelajari bahasa dalam kehidupan sosial, yaitu mempelajari
cara-cara bahasa digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, atau pertemuan-
pertemuan dengan teman, keluarga, sampai forum-forum politik. Yang berarti
pula mempelajari cara-cara dimana bermacam-macam pengguna bahasa membaur
dengan kekuasaan, memberi energi, menopang, dan bertindak dengan bahasa.11

Lebih lanjut, relasi bahasa dan ideologi tampak pada bagaimana bahasa
digunakan tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga digunakan sebagai alat
untuk mempengaruhi, merubah, bahkan untuk menguasai orang lain, sehingga
9
“Theories of Language Development,” Lifespan Development, accessed March 30,
2022, https://courses.lumenlearning.com/suny-lifespandevelopment/chapter/theories-of-language-
development/.
10
Anang Hermawan, “MITOS DAN BAHASA MEDIA: MENGENAL SEMIOTIKA
ROLAND BARTHES,” Komunitas Averroes, last modified 2008, accessed March 30, 2022,
https://www.averroes.or.id/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html.
11
Ahmad Mubaligh, “Relasi Bahasa Dan Ideologi,” LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan
Sastra 5, no. 2 (2010). Hal. 116
pendengarnya bisa menerima dan bahkan bisa membenarkan ide atau gagasan
yang disampaikan.12 Singkatnya, di dalam ideologi bahasa ini membahas
bagaimana bahasa digunakan dengan maksud untuk mendominasi para
pendengarnya.

Setelah kemunculan Arabizi, dari segi ideologi bahasanya Bahasa Arab


Fuṣḥáh saat ini sudah tidak lagi mendominasi pendengarnya, ia hidup
berdampingan dengan bahasa Arab ‘āmmīyah, bahkan bahasa Arab ‘āmmīyah
lebih intens dan lebih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh
penuturnya. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tulisan dan pendapat yang berhasil
dikumpulkan oleh peneliti mengenai kondisi bahasa Arab Fuṣḥáh dan ideologinya
saat ini, berikut ini pemaparannya:

Dari data-data yang telah kita analisis di atas, telah mewakili bagaimana
Arabizi lebih sering digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat kita
simpulkan bahwasannya bahasa Arab Fuṣḥáh atau MSA sudah sangat jarang
digunakan, bahkan menghadapi tantangan globalisasi seperti pernyataan Syahin
(2006). WORAL (World Organisation for Renaissance of Arabic Language) telah
melakukan usaha untuk menyelamatkan, melestarikan, mempromosikan,
mentransmisikan, dan mengajar bahasa Arab di negara-negara Teluk. Pada Januari
2016 mereka melakukan pertemuan di Qatar untuk membahas bagaimana negara-
negara berbahasa Arab dan para sarjana dapat bekerja lebih keras untuk
memastikan bahwa generasi muda penutur bahasa Arab mendapatkan kesempatan
terbaik untuk mempelajari bahasa mereka dengan benar. Kepala The Qatar
Foundation Sheikha Moza menyampaikan pidatonya, yang intinya beliau
menguraikan sejumlah cara di mana dia percaya bahwa bahasa Arab dapat
ditransmisikan dengan lebih baik ke generasi berikutnya dan karenanya
dipertahankan dengan kuat.13

12
Ibid. hal. 117
13
Fatma Said, “Tag Archives: Arabic in Danger, Efforts to Ensure Proper Transmission
of Arabic Continue,” Arabizi.Wordpress, last modified 2016, accessed March 17, 2022,
https://arabizi.wordpress.com/2016/04/10/efforts-to-ensure-proper-transmission-of-arabic-
continue/.
1) Penggunaan teknologi yang “tepat”. Beliau berkata “I like this one very much
actually because instead of criticising technology....”.
2) Penyederhanaan kurikulum bahasa Arab seperti yang ada saat ini. “I have said
before that much of the curriculum on Arabic depends on rotate teaching
methods or the learning of texts that can never truly benefit a child of
today...”.
3) Penggunaan Bahasa Arab Standar Fuṣḥáh atau MSA secara mutlak oleh para
ahli dan akademisi di televisi. Maksud dari cara ini sebenaranya adalah untuk
“memaksa” program televisi untuk menggunakan Bahasa Arab Standar, yang
dapat menjadi tujuan yang sangat sulit dicapai terutama jika produser dan
penulis televisi harus memiliki pilihan bahasa apa yang akan digunakan untuk
menayangkan program mereka.
4) Persatuan para pakar/ahli, intelektual, dan tokoh penting lainnya untuk
mempromosikan penggunaan bahasa Arab. Beliau menambahkan, siapapun
yang bekerja dalam revitalisasi bahasa, perencanaan bahasa atau perencanaan
kurikulum bahasa akan setuju dengan ini. Bukan hanya bersatu, harus ada
kesatuan dan keseragaman dalam keputusan yang dibuat.

Hal ini adalah apa yang telah dicanangkan WORAL pada tahun 2016.
Namun pada tahun 2018 muncul opini lain membahasa tentang keadaan bahasa
Arab Fuṣḥáh atau MSA pada saat itu. Artikel yang ditulis oleh Hossam Abouzahr
pada Mei 21 2018 berjudul “Standard Arabic is on the decline: Here’s what’s
worrying about that”. Beliau menuliskan pendapatnya, bahwa sebagian
masyarakat Arab menganggap kemunduruan MSA disebabkan oleh gagalnya
masyarakat dalam menjaga warisan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dan
identitas agama Islam. Dan banyak dari masyarakat merasa lebih senang
menggunakan bahasa lokal atau dialek mereka (colloquials language). Padahal
sebenarnya ini adalah peringatan bahwa infrastruktur sosial dan pendidikan telah
mengalami kemunduruan dan penurunan. Abouzahr (2018) berkata:14

14
Hossam Abouzahr, “Standard Arabic Is on the Decline: Here’s What’s Worrying about
That,” Atlantic Council, last modified 2018, accessed March 17, 2022,
https://www.atlanticcouncil.org/blogs/menasource/standard-arabic-is-on-the-decline-here-s-what-
s-worrying-about-that/.
“Arabs often see MSA’s decline as the failure of their nations to uphold
the legacy of Arabic, the language of the Qur’an and Islam. Though
some rejoice in the strengthening of vernaculars, the so-called
colloquials or dialects, as a sign of local identities gaining prominence,
the withdrawal of MSA is in fact a warning about the weakening social
infrastructure and declining education system.”
Menurut Abouzahr (2018) beberapa faktor utama yang membuat MSA
mengalami penurunan adalah faktor melemahnya ekonomi, sensor, dan perang.
Sedangkan, secara fungsional literasi di daerah Timur Tengah mengalami
peningkatan -didasari oleh survei buta huruf dan tidak-, bukan pada tingkat
keterampilan menghasilkan tulisan atau karya ilmiah. Tetapi akses dan
penggunaan MSA—seperti literatur yang rumit dan teks akademik—berkurang
atau mengalami penurunan.

Misalnya, Suriah dan Irak yang dulu dikenal dengan akademi bahasa
Arabnya untuk studi dan pengembangan bahasa, serta fakta bahwa seluruh sistem
pendidikannya hingga universitas menggunakan bahasa Arab, hancur dan
menderita akibat perang. Beberapa ada yang memutuskan untuk pergi keluar
negeri untuk menghindari perang. Bahkan yang tidak pergipun lebih menyukai
bahasa asing daripada MSA. Mereka melihat bahasa asing sebagai bahasa yang
lebih fungsional, bergengsi, dan cenderung menjamin mereka mendapatkan
pekerjaan. Pemuda di seluruh wilayah sering bekerja yang sepenuhnya berbahasa
asing dan tidak nyaman jika menggunakan MSA. Kampus Qatar Northwestern
University baru-baru ini melaporkan bahwa sebagian besar mahasiswanya tidak
cukup mahir dalam MSA untuk tampil di Al Jazeera. Pemuda Arab Teluk
dilaporkan menggunakan lebih banyak bahasa Inggris daripada bahasa Arab di
rumah. Abouzahr (2018) menambahi di media sosial, dialek atau āmmīyah lebih
mendominasi, meskipun MSA juga masih digunakan.

Menariknya, telah ada beberapa upaya untuk menghidupkan kembali


MSA, tetapi dalam menghadapi penurunan ekonomi, perang, dan penyensoran,
upaya ini sepertinya tidak akan cukup untuk menyelamatkan MSA. Beberapa film
Disney melakukan dubbing dalam MSA alih-alih dialek Mesir, usaha ini sering
digunakan agar film-film tersebut lebih mudah diakses oleh anak-anak. Beberapa
novel grafis juga sedang diterbitkan dalam MSA.

Secara umum, masyarakat Arab menunjukkan kesadaran bahwa minat


terhadap MSA masih kurang tetapi belum mengusulkan solusi yang realistis.
Situasi ironinya, banyak media (artikel dan video) yang berbicara tentang
penurunan MSA dalam bahasa Inggris. Ada juga penelitian yang melihat
bagaimana meningkatkan pendidikan bahasa Arab, tetapi mereka membutuhkan
perubahan sosial dan birokrasi besar-besaran yang tidak dapat dilaksanakan
dengan cepat dan mudah.

Ini adalah garis besar isu tentang ideologi MSA pada tahun 2018, sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Hossam Abouzahr (2018). Kemudian dalam 2
tahun, pada tahun 2020, ada sebuah forum diskusi di website Quora.com, yang
adalah sebuah ruang diskusi publik daring. Dalam website ini, kita bisa
unggah/post sebuah pertanyaan, dan orang lain bisa mengomentari atau
menuliskan opininya tentang tema yang sedang kita tanyakan. Salah satu
pertanyaan yang menarik adalah yang ditulis oleh Salman Muslim pada 9 Mei
2020 05:26 pm: “Why do Arabs no longer speak Fusha or Modern Standard
Arabic MSA in the public outside of formal settings?”.15 Berikut beberapa
komentarnya:

1) Adam Osama (9 Mei 2020 08:55 pm), beliau menuliskan dua pendapat, berikut
penulis ringkas dari ulasan beliau.

“...Modern Standard Arabic has declined over recent decades as the political strife in
the Middle East has increased, especially in the traditional centres of Arabic learning
in Damascus and Cairo. I heard a stat that there are more books published in Dutch
(comparatively tiny language) than in Arabic (500m+ speakers). Also recently Arabs
have increasingly adopted foreign languages like English. This is most prominent in
dialect speech (e.g. many Emirati children struggle to speak Arabic now) but
unfortunately this literary pollution is starting to infect MSA e.g. the word computer
(kombuter) is an example of a word that is increasingly accepted in written texts....”

15
Salman Muslim, “Why Do Arabs No Longer Speak Fusha or Modern Standard Arabic
MSA in the Public Outside of Formal Settings?,” Quora, last modified 2020, accessed March 18,
2022, https://www.quora.com/Why-do-Arabs-no-longer-speak-Fusha-or-Modern-Standard-
Arabic-MSA-in-the-public-outside-of-formal-settings/log.
2) R’bih Zakaria (18 Mei 2020 06:39 am). “...Using MSA for modern Arabs is like
using medival English for English speaking people today. Arabs will look at you as a
nerd if you use MSA to buy tomatoes from the vegetable market (if you are a native).
However, it is used by Almost all arabs daily in prayer, in school, in professional
social media...”

3) Abdulrahman Qazzaz (10 Mei 2020 06:52 pm). “Due to the influence of other
languages into Arabic according to the region of the Arab world.”

Pada tahun 2021 Hossam Abouzahr juga menulis argumen dalam forum
Culture di sebuah majalah online yaitu New Lines Magazine yang berjudul “How
Arabs Have Failed Their Language, The insistence on teaching Classical Arabic
over modern dialects has hindered our linguistic and literary development”.16
Dalam forum ini beliau menuliskan keadaan dan pandangan orang-orang
mengenai hidup berdampingan dengan bahasa yang diglosik. Diglosia adalah
situasi di mana dua atau lebih varietas bahasa didorong bersama melalui keadaan
sosial; untuk bahasa Arab, ada banyak dialek-dialek yang berdampingan dengan
MSA.

Para penutur tidak dapat menyampaikan dialek mereka seutuhnya karena


mereka tidak memiliki dukungan kelembagaan, memiliki sedikit alat yang
tersedia, dan menderita keangkuhan sosiokultural terhadap bahasa lisan. Dan
mereka tidak dapat mengakses Bahasa Arab Klasik atau MSA — yang dipuja
semua orang tetapi tidak ada yang berbicara sebagai penduduk asli — dengan
cukup mudah. Seperti yang digunakan saat ini, bahasa Arab Klasik bahkan bukan
bahasa yang lengkap atau hidup. Kebanyakan orang tidak banyak
menggunakannya dan hanya melakukannya dalam suasana formal (atau untuk
tujuan resmi).

Penutur bahasa Arab mengaku memiliki pandangan negatif terhadap


bahasa Arab Klasik atau MSA — dan ini terkait dengan keterampilan mereka
sendiri atas kemampuan berbahasa Arab Fuṣḥáh. Semua orang mulai dari siswa

16
Hossam Abouzahr, “How Arabs Have Failed Their Language, The Insistence on
Teaching Classical Arabic over Modern Dialects Has Hindered Our Linguistic and Literary
Development,” New Lines Magazine, July 2021, https://newlinesmag.com/argument/how-arabs-
have-failed-their-language/.
sekolah menengah hingga orang dewasa menyatakan “tidak suka membaca secara
umum, terutama 'kutipan atau tulisan yang lebih panjang' seperti buku,”. Selama
penelitian di Mesir oleh Niloofar Haeri, seorang profesor linguistik di Universitas
Johns Hopkins, menemukan bahasa Arab Klasik atau MSA adalah bahasa yang
"berat" dan "menakutkan", salah satu peserta atau murid beliau Haeri "tidak
menikmati aktivitas" membaca dan menemukan menulis menjadi lebih sulit dan
"mengintimidasi”, Haeri menyarankan bahwa pergantian aksara angka secara
resmi akan lebih baik, dia mencatat bahwa “mayoritas orang tidak mencapai
tingkat melek huruf yang memungkinkan untuk berpartisipasi dalam berbagai
komunitas kreatif atau umum, ketika hal ini membutuhkan kemahiran dalam
berbahasa resmi/MSA. “Even grammar teachers, copyeditors, and university-
educated people speak routinely of their fear of making mistakes,” sambungnya.

Anda mungkin juga menyukai