Anda di halaman 1dari 15

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

DAN IDENTIFIKASINYA

Untuk mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan,
perlu terlebih dahulu dirumuskan pengertian anak dengan kebutuhan khusus, karakteristik (ciri-ciri) anak
dengan kebutuhan khusus, baru kemudian dirumuskan hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi.

A. Pengertian Anak dengan kebutuhan khusus


Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan
pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan
pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan
berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis
tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan
untuk menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit
kronis, dan lain-lain. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh
atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak
atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan
alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang,
sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan
tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal),
sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
5. Tunagrahita
Tunagrahita

(retardasi

mental)

adalah

anak

yang

secara

nyata

mengalami

hambatan

dan

keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan
layanan pendidikan khusus.
6. Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal
tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan
berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan
yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama
dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung
atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena
factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar
membaca

(disleksia),

kesulitan

belajar

menulis

(disgrafia),

atau

kesulitan

belajar

berhitung

(diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan
(berarti)
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi
(pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang
mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.
9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada
umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

B. Karakteristik Anak dengan kebutuhan khusus


Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri
yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus.
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
1.

a. Tidak mampu melihat

2. b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter


3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
5. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

7. Peradangan hebat pada kedua bola mata,


8. Mata bergoyang terus.
Nilai standar : 4 (di luar a dan b), maksudnya, jika a dan b terpenuhi, maka tidak perlu menghitung
urutan berikutnya.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
1.

Tidak mampu mendengar,

2. Terlambat perkembangan bahasa


3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara
5. Ucapan kata tidak jelas
6. Kualitas suara aneh/monoton,
7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
8. Banyak perhatian terhadap getaran,
9. Keluar cairan nanah dari kedua telinga
Nilai Standar : 6 (di luar a), maksudnya jika a terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu dihiung.
3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
1.

Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),


3. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
4. Terdapat cacat pada alat gerak,
5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal
7. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
Nilai Standar : 5
4. Anak Berbakat/ memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

1.

Membaca pada usia lebih muda,

2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,


3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
5. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
6. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
9. Dapat memberikan banyak gagasan
10. Luwes dalam berpikir
11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
12. Mempunyai pengamatan yang tajam,
13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang
diminati,
14. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
15. Senang mencoba hal-hal baru,
16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
18. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
19. Berperilaku terarah pada tujuan,
20. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
21. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
22. Mempunyai daya ingat yang kuat,
23. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
24. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
25. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
Nilai Standar : 18
5. Tunagrahita

1.

Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,


3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
Nilai Standar : 6
6. Anak Lamban Belajar
1. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),
2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
4. Pernah tidak naik kelas.
Nilai Standar : 4
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
1.

Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,


3. Kalau membaca sering banyak kesalahan
Nilai standarnya 3
Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
1.

Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

2. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan
sebagainya,
3. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
4. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

5. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.


Nilai standarnya 4.
Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
1.

Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

2. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,


3. Sering salah membilang dengan urut,
4. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya,
5. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Nilai standarnya 4.
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
1.

Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,

2. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,


3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
5. Suaranya parau/aneh,
6. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
7. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.
Nilai standarnya 5.
9. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).
1.

Bersikap membangkang,

2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah


3. Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu
4. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
Nilai standarnya 4.

C. Identifikasi
Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini
istilah identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang
(orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan

(phisik,

intelektual,

social,

emosional/tingkah

laku)

dalam

pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).


Setelah

dilakukan

identifikasi,

kondisi

seseorang

dapat

diketahui,

apakah

pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan.


Bila

mengalami

kelainan/penyimpangan,

dapat

diketahui

pula

apakah

anak

tergolong:

(1)

Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami


gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4)
Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak
lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau
diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang
mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan
(secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Maka
biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul)
dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya.
Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen, bila diperlukan dapat dilakukan oleh
tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.
Dalam istilah sehari-hari, identifikasi sering disebut dengan istilah penjaringan, sedangkan asesmen
disebut dengan istilah penyaringan.

D. Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami

kelainan/penyimpangan

(phisik,

intelektual,

social,

emosional,

dan/atau

sensoris

neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya


(anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran
sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dilakukan untuk
lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal), (3) klasifikasi, (4)
perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan belajar.
1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus

(AI

AKB)

terlampir.

Pada tahap ini identifiksi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala
tertentu,

kemudian

tertentu,

menyimpulkan

sehingga

anak-anak

tergolong

mana
anak

yang

mengalami

dengan

kelainan/penyimpangan
kebutuhan

khusus.

Dengan AI ALB guru, orang tua, maupun tenaga professional terkait, dapat melakukan kegiatan ini
secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan lebih lanjut.
2. Pengalihtanganan (referral)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain
(tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan
pembelajaran yang sesuai.
Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter,
orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk membantu mengatasi masalah
anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut
tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus
(Guru PLB) atau Konselor.
3. Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah
dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat
diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan
masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus,
dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan.
Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy, melainkan sekedar meneruskan kepada orang
tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian
pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup

kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat
dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan
penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di
kelas reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran
yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat
kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu
sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara
khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.
5. Pemantauan kemajuan belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang
diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan
yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah
diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI) yang kita susun
sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai atau tidak, dan seterusnya.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup
signifikan

maka

program

tersebut

perlu

diteruskan

sambil

memperbaiki/menyempurnakan

kekurangan-kekurangan yang ada.


Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan
jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan tenaga professional terkait.

III. PELAKSANAAN IDENTIFIKASI


A. Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah seluruh anak usia prasekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak
dengan kebutuhan khusus adalah:
1.

Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;

2.

Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;

3.

Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong anak
dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula
SD terdekat belum/tidak mau menerimanya;

4.

Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.

B. Petugas Identifikasi
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan,
dapat dilakukan oleh:
1.

Guru kelas;

2.

Orang tua anak; dan/atau

3.

Tenaga professional terkait.

C. Pelaksanaan Identifikasi
Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus. Untuk
identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out sekolah, maka sekolah yang
bersangkutan

perlu

melakukan

pendataan

ke

masyarakat

sekitar

kerjasama dengan

Kepala

Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka proses
berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa
setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Untuk anak-aak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghimpun data tentang anak
Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang
nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ALB).
Lihat Format 3 terlampir.
2. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak
Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak dengan
kebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama anak yaang
diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan standar nilai yang telah ditetapkan. Jika ada anak
yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut,
maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format

khusus yang disediakan seperti terlampir (Lihat Format 4). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak
menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus
tersebut.
3. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah
Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru dilaporkan kepada Kepala Sekolah
untuk mendapat saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.
4. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference)
Pada tahap ini, kegiatan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah setelah data anak dengan kebutuhan
khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri;
(2) Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga professional terkait, jika tersedia dan
dimungkinkan; (5) Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan.
Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil
identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pemecahan serta penanggulangannya.
5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu
dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format laporan hasil pertemuan kasus dapat
menggunakan contoh seperti terlampir (lihat Format 5)

D. ALAT IDENTIFIKASI
Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua
dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara lain sebagai
berikut :
1.
2.

Form
Form

1
2

:
:

Informasi
informasi/

riwayat
data

orangtua

3. Form 3 : informasi profil kelainan anak (AI-ALB)


Dari ketiga informasi tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut.
1. Informasi riwayat perkembangan anak

perkembangan

anak

anak/wali

siswa

Informasi riwayat perkembangan anak adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam
kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI.. Informasi ini penting sebab dengan
mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber penyebab
problema belajar.
Informasi mengenai perkembangan anak sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan
kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada anak. Informasi perkembangan anak
biasanya mencakup identitas anak, riwayat masa kehamilan dan kelahiran, perkembangan masa
balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial, dan perkembangan pendidikan.
Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi perkembangan masa kehamilan, penyakit yang
diderita ibu, usia di dalam kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong persalinan,
gangguan pada saat proses kelahiran, berat badan bayi, panjang badan bayi, dan tanda-tanda
kelainan pada bayi.
Perkembangan masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai lama menyusu ibunya,
usia akhir minum susu kaleng, kegiatan imunisasi, penimbangan, kualitas dan kuantitas makanan
pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan sebagainya.
Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan anak mulai dapat merangkak, berdiri,
berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara dengan kalimat lengkap, kesulitan
gerakan yang dialami, status gizi balita, dan riwayat kesehatan.
Perkembangan sosial terutama berkaitan dengan hubungan dengan saudara, hubungan dengan
teman, hubungan dengan orang tua dan guru, hobi anak, dan minat khusus. Perkembangan
pendidikan meliputi informasi mengenai kapan masuk TK, berapa lama pendidikan di TK, kapan
masuk SD, apa kesulitan selama di TK, apa kesulitan selama di SD, apakah pernah tinggal kelas,
pelayanan khusus yang pernah diberikan, prestasi belajar tiap caturwulan atau semester, mata
pelajaran yang dirasa paling sulit, dan mata pelajaran yang paling disenangi.
2. Data orang tua/wali siswa
Selain data mengenai anak, tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai keadaan orang
tua/wali siswa yang bersangkutan. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa lingkungan keluarga
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar anak. Lingkungan keluarga
dapat meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status sosial ekonomi, sikap dan
penerimaan orang tua terhadap anak, serta pola asuh yang diterapkan keluarga terhadap anak.

Data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang
tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan
orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak hanya identitas ayah
melainkan juga identitas ibu, misalnya umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan
sampingan, dan tempat tinggal.
Hubungan orang tua-anak menggambarkan sejauh mana intensitas komunikasi antara orang tua dan
anak. Misalnya apakah kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan anak. Apakah
diasuh salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi tersebut mempunyai
pengaruh terhadap hasil belajar anak.
Mengenai data keadaan sosial ekonomi diperlukan agar sekolah dapat memperhitungkan kemampuan
orang tua dalam pendidikan anaknya. Data sosial ekonomi dapat mencakup informasi mengenai
jabatan formal maupun non formal ayah dan ibu, serta besarnya penghasilan rata-rata per bulan.
Sedangkan mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan antara lain persepsi orang tua
terhadap anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan, harapan orang
tua

dan

bantuan

yang

diharapkan

orang

tua

untuk

anak

yang

bersangkutan.

3. Informasi mengenai profil kelainan anak (AI ALB)


Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa penelitian terbukti
bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki gangguan/kelainan penyerta.
Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang
dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2%
diskalkulia, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9%
cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan
2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1996).
Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadangkadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi
salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat
ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.
Contoh format isian untuk identifikasi anak berkelainan yang dapat digunakan oleh sekolah.

E. TINDAK LANJUT KEGIATAN IDENTIFIKASI


Sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi anak berkelainan untuk dapat memberikan pelayanan
pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Perencaanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.

Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah seluruh
mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata
pelajaran.

2. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa,
apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar
kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.
3. Menyusun program pembelajaran individual.
2. Pelaksanaan pembelajaran
Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan
dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap
sebelumnya.

Sudah

tentu

pelaksanaan

pembelajaran

harus

senantiasa

disesuaikan

dengan

perkembangan dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai
oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.
3. Pemantauan kemajuan belajar dan evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar anak, perlu
dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan/atau bahkan kemunduran
belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus
dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai
isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar
anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas
atau bahkan putus sekolah.

Anda mungkin juga menyukai