Anda di halaman 1dari 13

Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Oleh : Arfani Isro’ Gumpito

NIM : K6423012

1. Sebut dan Jelaskan karakteristik ABK!

Mengutip dari Modul “Pengenalan Anak Berkebutuhan Khusus” yang diterbitkan oleh
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia Tahun 2020. Menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus,
yaitu1 :

a) Anak dengan Hambatan Perkembangan Fisik

Hambatan perkembangan fisik dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok. Pertama,


berisiko untuk menjadi terlambat berkembang yaitu anak-anak yang terlahir dan
tumbuh berkembang di lingkungan yang tidak mendukung. Kedua, anak yang
kehilangan kemampuan, diindikasikan dengan adanya perkembangan fisik yang
berbeda dengan anak lain.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai macam-macam kondisi hambatan


perkembangan fisik :

1) Hambatan Kemampuan Pendengaran

Hambatan kemampuan pendengaran adalah suatu kondisi di mana anak


kehilangan kemampuan pendengaran yang dapat mempengaruhi unjuk hasil
belajarnya. Adanya hambatan pendengaran, akan menyebabkan kurangnya
kemampuan dalam memperoleh infomasi secara bahasa lisan. Hambatan
pendengaran ini dapat terjadi secara sebagian atau menyeluruh pada salah
satu atau kedua telinga.

2) Hambatan Kemampuan Penglihatan

Hambatan kemampuan penglihatan adalah suatu kondisi dimana fungsi


penglihatan seseorang mengalami penurunan mulai dari derajat yang ringan
hingga yang paling berat. Ada dua kategori besar yang tergolong dengan
kehilangan kemampuan penglihatan yaitu Low Vision dan Kebutaan.

3) Hambatan Kemampuan Berbicara dan Berbahasa

1
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. (2020), Pengenalan Anak
Berkebutuhan Khusus. 11-26.

1
Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun 1997,
hambatan ini mengacu pada hambatan komunikasi seperti gagap, hambatan
artikulasi, hambatan bahasa, atau hambatan suara yang berdampak pada hasil
pembelajaran seorang anak.

4) Hambatan Fisik dan Motorik

Hambatan ini biasanya berpengaruh pada gerakan motorik kasar dan gerakan
motorik halus dari seseorang. Hambatan ini bisa bersifat ringan hingga berat.
Penyebab dari hambatan fisik ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Kelainan
bawaan yang menyebabkan terjadinya telapak kaki rata, jumlah anggota
tubuh yang tidak lengkap atau berlebih. Penyebab lain seperti hambatan
neurologis dan lingkungan, yang menyebabkan cerebral palsy, spina bifida,
amputasi, retak atau terbakar.

b) Anak dengan Hambatan Perkembangan Intelektual/kognitif

American Association on Mental Retardation mendefinisikan anak dengan hambatan


intelektual/kognitif adalah anak-anak yang memiliki fungsi intelektual di bawah rata-
rata secara bermakna, terlihat memiliki kesulitan dalam perilaku adaptif yang
dimunculkan melalui kesulitan membuat konsep, keterampilan sosial dan praktik
perilaku adaptif dan terjadi pada rentang usia perkembangannya yaitu di bawah 18
tahun.

Anak yang memiliki karakeristik berbeda kecerdasan nya dengan anak-anak lainnya,
digolongkan lagi menjadi :

 Hambatan Intelektual Ringan (IQ = 55 – 69)

 Hambatan Intelektual Sedang (IQ = 40 – 54)

 Hambatan Intelektual Berat (IQ = 25 – 39)

 Hambatan Intelektual Sangat Berat (IQ = dibawah 25)

Berikut ini akan dijelaskan tentang Kategori Hambatan Perkembangan


Intelektual/Kognitif :

1) Down Syndrome

Down syndrome adalah kondisi bayi lahir dengan ekstra kromosom, extra
nomer 21, sehingga mempunyai perubahan perkembangan otak yang tidak
normal, yang menyebabkan gangguan mental dan fisik. Dalam tubuh terjadi
abnormal struktur dan fungsi synap syaraf pusat yang menyebabkan cacat
pada kognitif. Terjadi abnormalitas pada satu atau lebih gene pada ekstra

2
kromosome. Kelainan organ dijumpai dengan volume otak mengecil dan
lobus frontal dan temporal kecil juga serebelum (otak kecil). Anak dengan
down syndrome memiliki beberapa persoalan yang menonjol. Masalah
tersebut antara lain:

a. Terdapat kesulitan pada kemampuan berpikir, pemahaman dan


bersosialisasi. Efek bisa ringan atau sedang.

b. Anak dengan down syndrome membutuhkan waktu panjang untuk


bisa jalan, dan bicara Demikian pula untuk memakai pakai baju atau
ke toilet sendiri.

c. Demikian pula di sekolah, membutuhkan bantuan ekstra untk menulis


dan membaca.

d. Kadang terdapat masalah perilaku, mereka kurang perhatian atau


obsesif pada sesuatu. Hal ini karena kesulitan dalam mengontrol
reaksi tubuh, relasi dengan orang lain, dan mengatur perasaan saat
frustasi.

e. Setelah memasuki usia dewasa, mereka perlu belajar untuk


memutuskan terkait pada diri sendiri atau orang lain.

2) Hambatan Perkembangan Belajar

Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) dikatakan anak


dengan hambatan perkembangan belajar adalah anak yang mengalami
hambatan di satu atau lebih aspek dasar psikologi (kognitif/kemampuan
berfikir), termasuk memahami dan menggunakan bahasa (verbal dan tulisan),
yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca,
menulis (disgrafia), mengeja dan kalkulasi matematika (diskalkulia).
Termasuk juga gangguan persepsi, kerusakan otak, fungsi minimal otak,
disleksia, dan aphasia.

c) Anak dengan Hambatan Perkembangan Emosional

Hambatan emosional banyak dialami oleh anak-anak. Jumlah kasus yang tergolong
dalam Hambatan tersebut terus meningkat. Hambatan ini tidak selalu berdiri sendiri,
namun hambatan ini seringkali terjadi Bersama-sama dengan hambatan lain pada diri
seseorang. Beberapa keadaan yang sering dialami anak dengan hambatan emosi
yaitu: Hambatan Pemuasatan Perhatian dan Hiperaktifitas atau Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD) dan Spektrum Autisma. Penyebab terjadinya masalah
emosional ini berupa faktor biologis, proses pengiriman informasi pada sistem saraf

3
dan faktor psikososial, seperti stres yang berkepanjangan, kejadian hidup yang
menekan, perlakuan salah pada masa kecil, faktor keluarga / pengasuhan.

1) Hambatan Pemusatan Perhatian

Anak dengan ADHD yang secara umum dapat diidentifikasi dari tiga
karakteristik, yaitu tidak/ kurang perhatian (inattention), hiperaktif, dan
impulsif dan agresif. Tidak perhatian berarti anak mengalami kesulitan
memusatkan dan mempertahankan perhatian terhadap tugas yang diberikan
sehingga perhatiannya mudah teralihkan. Hiperaktif berarti anak tampak
memiliki energi yang besar sekali sehingga cenderung mudah gelisah dan
sulit untuk bersikap tenang dalam mengerjakan suatu aktivitas. Impulsif
berarti anak cenderung mengalami kesulitan mencegah perilaku yang tidak
sesuai seperti berbicara secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dulu atau
terlibat dalam perilaku yang destruktif (Omrod, 2009).

2) Anak dengan Spektrum Autisma

Studi secara konsisten menunjukkan prevalensi anak dengan spektrum


autisma lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan (3:1 atau 4:1),
kecuali pada sindrom Rett, dimana sebagian besar yang terkena adalah
perempuan (Hallahan & Kauffman, 2006 dalam Frieda, 2009). Anak
perempuan dengan spektrum autisma biasanya mempunyai gejala lebih berat,
dan hasil tes inteligensinya lebih rendah daripada anak laki-laki (Widyawati,
2002 dalam Frieda, 2009). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak
dengan spektrum autisma berasal dari latar belakang keluarga dengan
berbagai tingkat sosial ekonomi, inteligensi, letak geografis, suku, dan ras
(Widyawati, 2002 dalam Frieda, 2009).

Tingkat Keparahan Hambatan Spektrum Autis :

Tingkat Komunikasi Sosial Perilaku berulang terbatas


Keparahan
Level 3 Kemampuan komunikasi Perilaku yang tidak
“memerlukan verbal dan non-verbal yang fleksibel, kesulitan ekstrim
dukungan sangat rendah menjadi menghadapi perubahan, atau
sangat hambagan yang besar dalam perilaku-perilaku berulang
substansial” berkomunikasi, keinginan terbatas jelas sekali tampak
untuk memulai interaksi mengganggu keberfungsian
sosial yang sangat terbatas pada semua bidang.
dan minimnya tanggapan Kesulitan besar merubah
bersosialisasi dari pihak perhatian dan tindakan.
lain.

4
Level 2 Kekurangan yang jelas Perilaku yang tidak
“memerlukan terlihat dari keterampilan fleksibel, kesulitan
dukungan komunikasi verbal dan non- menghadapi perubahan, atau
substansial” verbal; hambatan sosial perilakuperilaku berulang
yang nyata walaupun terbatas lainnya cukup
mendapat dukungan di sering terjadi sehingga
tempat; keterbatasan tampak jelas oleh pengamat
mengawali interaksi sosial; yang biasa dan mengganggu
respon yang sedikit atau keberfungsian pada konteks
tidak wajar terhadap ajakan yang beragam. Kesulitan
bersosialisasi dari pihak merubah perhatian dan
lain. tindakan.
Level 1 Tanpa dukungan di tempat, Perilaku yang tidak fleksibel
“memerlukan kekurangan dalam hal menyebabkan pengaruh
dukungan” komunikasi sosial yang signifikan dalam
menimbulkan hambatan keberfungsian pada satu
yang berarti. Kesulitan konteks atau lebih.
mengawali interaksi sosial, Kesulitan beralih diantara
dan contoh yang jelas dari beberapa aktifitas.
respon yang tidak normal Permasalahan dalam
atau tidak sukses terhadap mengorganisir dan
ajakan dari pihak lain. merencanakan sesuatu
Mungkin tampak penurunan menghalangi kemandirian.
minat dalam interaksi sosial.

d) Anak dengan Hambatan Kecerdasan dan Berbakat Istimewa

Definisi menurut IDEA, anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa adalah anak
yang memiliki kemampuan yang melebihi dari kemampuan orang lain pada
umumnya dan mampu untuk menunjukkan hasil kerja yang sangat tinggi. Cerdas
istimewa berbakat istimewa ini dapat dilihat dari berbagai area seperti: kemampuan
intelektual secara umum, akademis yang khusus, berfikir kreatif, kepemimpinan,
seni, dan psikomotor. Seorang anak dapat dikatakan berbakat apabila ia memiliki
kemampuan yang di atas rata-rata, memiliki komitmen terhadap tugas yang tinggi
dan juga kreatif.

Kemudian menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia


Nomor 157 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus, yaitu pada pasal 4 ayat
(1). Peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus terdiri atas peserta didik yang2:

2
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN
2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS. Pasal 4 Ayat (1).

5
a) tunanetra

b) tunarungu;

c) tunawicara

d) tunagrahita;

e) tunadaksa;

f) tunalaras;

g) berkesulitan belajar;

h) lamban belajar;

i) autis;

j) memiliki gangguan motorik;

k) menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain

l) memiliki kelainan lain.

2. Bagaimana anak dapat dikatakan berkebutuhan khusus? Cara mengidentifikasinya


seperti apa?

Mengutip dari Modul “Pengenalan Anak Berkebutuhan Khusus” yang diterbitkan oleh
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia Tahun 2020. Anak dengan Kebutuhan Khusus (ABK) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidaksesuaian perkembangan mental, emosi atau fisik dengan usia
kronologisnya. Anak dengan kebutuhan khusus memiliki hambatan dalam
perkembangan, pembelajaran dan berpartipasi, sehingga memerlukan dukungan secara
khusus dari berbagai pihak di luar diri anak untuk mengurangi hambatan-hambatan yang
ada, agar anak-anak dapat berpartisipasi dan beradaptasi dalam pembelajaran bersama
teman sebayanya.3

Mereka yang digolongkan pada anak dengan kebutuhan khusus dapat dikelompokkan
berdasarkan hambatan pada umumnya, yaitu:

1) Hambatan penglihatan (Tunanetra)

2) Hambatan pendengaran dan bicara (Tunarungu/Tunawicara)

3
Nuryati, N. (2022). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Unisa press. 15-24

6
3) Hambatan daya pikir (Tunagrahita/Down Syndrome)

4) Hambatan fisik/motorik (Cerebral Palsy, Polio, Tuna Daksa, Kidal)

5) Hambatan perilaku (tunalaras, HIV AIDS & Narkoba)

6) Spectrum autism, Sindroma Asperger

7) Hambatan kemampuan belajar (Disleksia, Diskalkulia, Disgrapia, ADD/ADHD)

8) Hambatan karena kelebihan potensi (kecerdasan, bakat, dan intuisi)

9) Tuna ganda

Kemudian penulis ingin menjelaskan cara mengidentifikasi ABK. Proses identifikasi


merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Identifikasi adalah kegiatan awal
yang mendahului proses asesmen. Menurut (Moeschler et al., 2014), yang mana
menjelaskan bahwa sangat penting melakukan identifikasi dini pada keterlambatan
perkembangan anak. Identifikasi dini merupakan langkah awal yang akan mempengaruhi
jalur investigasi yang dilakukan kemudian.

Hasil dari identifikasi dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar
untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
ketidakmampuannya (Maman et al., 2021). Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif,
kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu:
(1) Penjaringan (screening), (2) Pengalihtanganan (referal), (3) Klasifikasi, (4)
Perencanaan pembelajaran, dan (5) Pemantauan kemajuan belajar.

Kemudian dijelaskan bagaimana strategi untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan


khsus. : Sesuai dengan sasaran identifikasi anak berkebutuhan khusus, terutama bagi anak
berkebuthan khusus yang belum bersekolah atau dropt out, maka sekolah yang
bersangkutan perlu bekerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat dan
posyandu untuk melakukan pendataan dan identifikasi di masyarakat. Apabila proses
identifikasi menemukan anak berkebutuhan khusus atau anak berkelainan, maka proses
berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun
perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.

Setelah ada strategi, berikut Langkah-langkah untuk mengidentifikasi ABK (Nuryati, N.


2022) :

a) Menghimpun Data Anak

Menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasarkan gejala yang


nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus.

7
b) Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak

Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong
anak berkebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus).
Buatlah daftar nama anak yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri

c) Menginformasikan Hasil Analisis dan Klasifikasi

Hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat oleh guru dilaporkan kepada
kepala sekolah, orangtua siswa, dan dewan komite sekolah. Tujuannya untuk
mendapatkan saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.

d) Menyelenggarakank Pembahasan Kasuss (case conference)

Pada tahap ini kegiatan dikoordinasikan oleh kepala sekolah setelah data anak
berkebutuhan khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala sekolah dapat
melibatkan: (1) kepala sekolah sendiri; (2) dewan guru; (3) orang tua/wali siswa;
(4) tenaga profesional terkait, jika tersedia dan memungkinkan; (5) guru
pembimbing/pendidikan khusus guru (Guru PLB) jika tersedia dan
memungkinkan

e) Menyusun Laporan Hasil Pembahasan Kasus

Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan


penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus.

3. Bagaimana pelaksanaan Assesmen ABK, silahkan di jabarkan

Mengutip dari Ediyanto, E., Hastuti, W. D., & Rizqianti, N. A. (2021). Pelaksanaan
Penilaian (Asesmen) bisa di jabarkan sebagai berikut4 :

I. Konsep Dasar Asesmen Abk

Penilaian (asesmen) merupakan tindakan untuk menemukenali kondisi anak didik


pada beberapa aspek, seperti: potensi, kompetensi, dan karakteristik anak didik
dalam kerangka penentuan program Pendidikan dan atau intervensi untuk
mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Secara khusus penilaian
(asesmen) juga dimaksudkan untuk mengetahui keunggulan dan hambatan belajar
anak, sehingga diharapkan program yang disusun nantinya benar-benar sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan belajarnya.

4
Ediyanto, E., Hastuti, W. D., & Rizqianti, N. A. (2021). Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus: Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusi. Yayasan Pusat Pendidikan

Angstrom, 1(1), 28-49

8
II. Tujuan Asesmen

Tujuan penilaian (asesmen) terhadap anak berkebutuhan khusus adalah: untuk


memusatkan perhatian dengan menghimpun informasi sebanyak-banyaknya
terhadap permasalahan-permasalahan anak (kelemahan) dan faktor protektif
(kekuatan) yang dimiliki oleh individu dalam rangka melakukan penyaringan dan
diagnosis, evaluasi atas intervensi dan riset terhadap kegiatan penilaian (asesmen)
itu sendiri. Informasi yang dihimpun diharapkan akan memberikan gambaran
jelas mengenai kondisi anak, sehingga selanjutnya dapat dilakukan suatu tindakan
ataupun intervensi secara dini, tepat dan akurat.

III. Prinsip-Prinsip Asesmen Abk

Prinsip-prinsip Penilaian (asesmen) Anak Berkebutuhan Khusus Antara lain:

a) Menyaring kemampuan anak berkebutuhan khusus

b) Untuk keperluan pengklasifikasian, penempatan dan penemuan program


pendidikan anak berkebutuhan khusus

c) Untuk menentukan arah atau tujuan pendidikan serta kebutuhan anak


berkebutuhan khusus

d) Untuk mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan


yang dikenal dengan IEP (Individual Education Program)

e) Lingkungan belajar dan evaluasi belajar

IV. Rancangan Asesment Akademik Abk

Berikut ini penjelasan mengenai penilaian (asesmen) yang dilaksanakan


berdasarkan kurikulum atau akademik, sebagai berikut:

a) Penilaian (asesmen) Membaca

Sebelum melakukan penilaian (asesmen), seorang asesor harus memahami


terlebih dahulu ruang lingkup keterampilan membaca sebagai objek
penilaian (asesmen). Menurut Jennings (2006), terdapat lima aspek
keterampilan membaca yaitu:

 Kesadaran dan fonem (phonemic awareness

 Pengertian tentang alphabet (alphabet principles)

 Ketepatan dan kelancaran membaca kata (accuracy and fluency)

 Membaca pemahaman (reading comprehension)

9
b) Penilaian (asesmen) Matematika/ Aritmatika

Pelajaran matematika/aritmatika memiliki logika terstruktur. Para anak


pada tahap awal (dalam kognitifnya) membangun relasi sederhana,
kemudian berkembang menjadi kompleks. Oleh karena penguasaan pada
level bawah sangat esensial untuk memahami konsep pada level atas,
maka kesiapan (readiness) menjadi sangat penting dalam pembelajaran.

 Penilaian (asesmen) Kesiapan Belajar Matematika

Piaget mendeskripsikan beberapa konsep yang mendasari kesiapan


dalam memahami konsep kuantitatif yaitu pemahaman tentang (1)
klasifikasi, (2) urutan dan seriasi, (3) korespondensi, dan (4)
konservasi.

 Penilaian (asesmen) Tahapan Perkembangan dalam Belajar


Matematika

Menurut Underhill (1980) dalam Alimin dan Rochyadi (2003),


terdapat tiga tahapan belajar matematika/aritmatika, tahap yang
satu menjadi dasar untuk tahap berikutnya, yaitu belajar pada tahap
konkret, semi konkret dan belajar pada tahap abstrak.

 Penilaian (asesmen) Menulis

Pada saat penilaian (asesmen) guru dapat melakukan observasi


kemampuan menulis anak dalam hal:

a. menulis dari kiri ke kanan

b. memegang pensil

c. menulis nama sendiri

d. menulis huruf-huruf

e. menyalin kata dari papan tulis ke buku atau kertas

f. menulis pada garis yang tepat

g. posisi kertas

h. penggunaan tangan dominan

i. posisi duduk

V. Rancangan Asesment Non-Akademik Abk

10
Penilaian (asesmen) perkembangan adalah kegiatan penilaian (asesmen) yang
berkenaan dengan usaha mengetahui kemampuan yang sudah dimiliki, hambatan
perkembangan yang dialami, latar belakang mengapa hambatan perkembangan itu
muncul serta mengetahui bantuan/intervensi yang seharusnya dilakukan. Penilaian
(asesmen) perkembangan (non-akademik) meliputi :

1) penilaian (asesmen) perkembangan persepsi

Persepsi berasal dari istilah bahasa Inggris ”Perception” artinya tanggapan


atau penerimaan langsung dari sesuatu; daya memahami atau menanggapi
sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
inderanya. Persepsi merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, maka
proses pembelajaran dapat memberikan dampak langsung terhadap
kecakapan perseptual. Adapun ruang lingkup perkembangan persepsi
terdiri dari: (1) persepsi visual, yang meliputi persepsi warna, hubungan
keruangan, diskriminasi visual, diskriminasi bentuk dan latar, visual
closure, dan pengenalan objek (object recognition), (2) persepsi auditif
yang meliputi kesadaran fonologis, diskriminasi auditif, ingatan auditif,
urutan audititif, dan perpaduan auditif, (3) persepsi kinestetik (gerak), dan
(4) persepsi taktil (perabaan)

2) penilaian (asesmen) perkembangan motoric

Keterampilan motorik adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian-bagian


tubuh yang disengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan-gerakan ini
merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit. Ruang
lingkup perkembangan motorik meliputi: a. Kemampuan untuk melakukan
gerakan kasar (gross motor) b. Kemampuan untuk melakukan gerakan
halus (fine motor) c. Kemampuan dalam keseimbangan (balance) d.
Kemampuan koordinasi (coordination)

3) penilaian (asesmen) perkembangan sosial-emosi

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam


mengadakan hubungan dengan sesamanya. Kemampuan berbahasa
seseorang dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu kemampuan berbahasa
pasif (reseptif) dan kemampuan berbahasa aktif (ekspresif). Secara umum
perkembangan bahasa digambarkan oleh Myklebust (Sutjihati, 2006) yang
meliputi : tahap inner language, receptive language, dan expressive
language. Teknik pelaksanaan penilaian (asesmen) meliputi tes,
wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak.

4) penilaian (asesmen) perkembangan perilaku

11
5) penilaian (asesmen) perkembangan perkembangan Bahasa

12
Daftar Pustaka

Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
(2020). PENGENALAN ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS. 11-26.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN
KHUSUS. Pasal 4 Ayat (1).

Nuryati, N. (2022). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Unisa press. 15-24.

Ediyanto, E., Hastuti, W. D., & Rizqianti, N. A. (2021). Identifikasi dan Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus: Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusi. Yayasan
Pusat Pendidikan Angstrom, 1(1), 28-49.

13

Anda mungkin juga menyukai