1. Kelainan Kongenital: Kelainan kongenital terjadi sejak saat lahir dan umumnya
disebabkan oleh faktor genetik atau perkembangan yang terganggu selama
masa kehamilan. Contoh kelainan kongenital meliputi:
Sindrom Down: Disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang dapat
menyebabkan karakteristik fisik khas, keterbelakangan mental, dan berbagai
masalah kesehatan lainnya.
Spina Bifida: Merupakan kelainan pada tulang belakang yang terbuka,
biasanya disebabkan oleh kegagalan perkembangan tabung saraf selama
kehamilan.
Sindrom Fetal Alcohol Spectrum (FAS): Terjadi pada anak-anak yang terpapar
alkohol saat masih dalam kandungan, yang dapat menyebabkan kelainan fisik
dan perkembangan yang beragam.
2. Kelainan Perinatal: Kelainan perinatal terjadi pada periode sekitar kelahiran
atau beberapa minggu setelahnya. Penyebab kelainan perinatal mungkin
berkaitan dengan kondisi kehamilan, proses kelahiran, atau perawatan pasca
kelahiran. Contoh kelainan perinatal meliputi:
Hipoksia Neonatal: Terjadi ketika pasokan oksigen ke otak bayi terganggu
selama proses kelahiran, yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
Cedera Kepala Traumatik: Bisa terjadi akibat penggunaan alat bantu
persalinan, seperti vakum atau forceps, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada otak bayi.
Infeksi Neonatal: Bayi dapat terinfeksi oleh mikroorganisme selama atau
setelah kelahiran, seperti infeksi saluran pernafasan atau infeksi sistemik yang
mempengaruhi berbagai organ.
3. Kelainan Pasca Perinatal: Kelainan pasca perinatal terjadi setelah periode
perinatal dan dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti infeksi, cedera,
atau lingkungan yang tidak sehat. Contoh kelainan pasca perinatal meliputi:
Kehilangan pendengaran akibat infeksi telinga berulang atau paparan terus-
menerus terhadap kebisingan yang berlebihan.
Gangguan Pertumbuhan atau Perkembangan yang disebabkan oleh
kekurangan gizi atau kondisi lingkungan yang tidak memadai.
Keracunan logam berat seperti timbal atau merkuri yang dapat menyebabkan
kerusakan sistem saraf pada anak.
4. Reaksi siswa terhadap keberadaan ABK dalam kelas dapat bervariasi. Beberapa
siswa merasa tertarik, prihatin, atau ingin belajar lebih banyak tentang
kebutuhan khusus teman sekelas mereka. Siswa lain merasa tidak nyaman
atau bingung karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan khusus dan
cara terbaik untuk berinteraksi dengan ABK.
Meskipun masih ada tantangan yang perlu diatasi, langkah-langkah positif telah
diambil di Indonesia untuk meningkatkan inklusi pendidikan. Program inklusi telah
diperkenalkan di beberapa sekolah, dan pemerintah telah mendorong
pengembangan pendidikan inklusif. Namun, masih diperlukan upaya yang lebih
besar untuk memperkuat kesiapan sekolah umum atau inklusi dalam menerima anak
ABK dengan baik.
8. Gerakan Education for All (EFA) atau Gerakan Pendidikan Untuk Semua adalah
sebuah inisiatif global yang dicetuskan dalam Konferensi Dunia mengenai
Pendidikan untuk Semua pada tahun 1990 di Jomtien, Thailand. Konferensi ini
dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara, organisasi internasional, dan
lembaga pendidikan.
Makna dari Gerakan Education for All adalah upaya bersama untuk memastikan
bahwa setiap individu, tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang sosial-
ekonomi, atau kebutuhan khusus, memiliki akses terhadap pendidikan yang
berkualitas. Gerakan ini mengakui bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang
fundamental dan penting untuk pembangunan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan.
9. Sebagai seorang guru, berikut adalah beberapa saran yang dapat saya berikan
kepada Pak Ali untuk membantu anaknya yang mengalami gangguan
pendengaran:
1. Segregasi:
Segregasi merujuk pada praktik memisahkan anak ABK dari anak-anak tanpa
kebutuhan khusus dan memberikan mereka pendidikan di sekolah khusus
atau kelas terpisah.
Anak ABK belajar dan berinteraksi secara terpisah dari anak-anak lainnya,
sehingga minimnya interaksi sosial dan kesempatan untuk belajar dari teman
sebaya.
Fokus utama adalah pada kebutuhan khusus anak ABK, namun kurangnya
interaksi dengan anak-anak tanpa kebutuhan khusus dapat menyebabkan
isolasi dan kurangnya pemahaman terhadap keberagaman.
2. Integrasi:
Integrasi melibatkan penempatan anak ABK dalam kelas umum, di mana
mereka berinteraksi dengan anak-anak tanpa kebutuhan khusus.
Anak ABK menerima dukungan tambahan dari guru pendamping atau sumber
daya pendidikan khusus.
Terdapat kesempatan untuk belajar dari teman sebaya dan terlibat dalam
kegiatan kelompok yang lebih inklusif.
3. Inklusi:
Inklusi adalah pendekatan di mana anak ABK ditempatkan di kelas umum
tanpa pembatasan atau segregasi.
Lingkungan pendidikan dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan semua
anak, termasuk anak ABK, dengan menawarkan pendekatan pembelajaran
yang inklusif dan beragam.
Anak ABK menerima dukungan tambahan seperti bantuan dari guru
pendamping, modifikasi kurikulum, atau penyesuaian lingkungan fisik.