Anda di halaman 1dari 12

RESUME MODUL 6

PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA


Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407)
Tutor Kelas: Fitri Selvia

Disusun Oleh

Kelompok 4

1. Ayu Puspitasari (855795746)


2. Riko Nayohan (859905391)
3. Indra Irawan (855795169)
4. Nanda Eka Putri (857041877)

UNIVERSITAS TERBUKA

FAKULTAS PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

TAHUN 2023
KEGIATAN BELAJAR 1
DEFINISI, KLASIFIKASI, PENYEBAB, DAN CARA PENCEGAHAN
TUNAGRAHITA

A. DEFINISI TUNAGRAHITA
Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1. Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris), Intelectual
handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
keterbelakangan mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
3. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat
penyakit yang menyeranng organ tubuh.
4. Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5. Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6. Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di
masyarakat.

Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut:


1. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967.
2. Terbelakangan mental, digunakan sejak tahun 1967-1983.
3. Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
PP No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Sedangkan definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann


(1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental
Deficiency) yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya
Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya. AFMR menjelaskan bahwa seseorang yang dikategorikan
tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di
bawah rata-rata, adanya ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma
dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Kategori penyandang tunagrahita harus memiliki ketiga ciri-ciri dibawah
ini:
1. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata
2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif)
3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan

Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih


menitik beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif)
ketimbang pada kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan
komunikasi, kemampuan sosial, kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana
pribadi.

B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA


Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut:
1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
2. Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
4. Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 sangat berat)

Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya,
yaitu:
1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.

Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 tahun
1991 adalah sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.

Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis, diantaranya:


1. Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang menyerupai orang
mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan suka menjulur ke luar, telinga
kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2. Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan bengkok,
kulit kering tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak
tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran
tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal.

C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN


1. Penyebab Ketunagrahitaan
Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan adapat berguna dan dapat
membantu para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak
tersebut. Menurut Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu:
a. Penyebab Genetik dan Kromosom
Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang disebabkan
dari gen orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses
dan terjadi penumpukan asam phenypyruvic. Down’s Syndrome disebabkan oleh
adanya faktor kromosom ekstra karena adanya kerusakan perpindahan (trysomi).
b. Penyebab pada prakelahiran
Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan infeksi
penyakit Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol dan obat-
obatan ilegal.
c. Penyebab pada saat kelahiran
Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena
kelahiran dibantu alat kedokteran.
d. Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak
(encephalitis) mengakibatkan kerusakan otak.
Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat
merusak otak. Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang
berasal dari keluarga yang tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya
rangsangan intelektual mengakibatkan anak menjadi tunagrahita.

2. Usaha pencegahan ketunagrahitaan


Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut ini:
a. Penyuluhan genetik
b. Diagnostik prenatal
c. Tes darah
d. Melalui program keluarga berencana
e. Tindakan operasi
f. Sanitasi lingkungan
g. Pemeliharaan kesehatan
h. Pemeriksaan kesehatan selama hamil
i. Intervensi dini
j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan

KEGIATAN BELAJAR 2
DAMPAK KETUNAGRAHITAAN

A. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM


1. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik
Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai hal-hal
abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (role learning), sering melakukan
kesalahan yang sama, cenderung menghindari perhatian, cepat lupa dan sukar membuat
kreasi baru.
2. Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma
sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat yang
mengganggap anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak
tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Mereka cenderung
bergaul dengan anak yang lebih muda darinya. Meraka tidak mampu menyatakan rasa
bangga dan kagum. Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan
tidak berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan dan rasa
empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan
yang kondusif.

3. Fisik/Kesehatan
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan
mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat
diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga
mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit.

B. DAMPAK DITINJAU DARI KETUNAGRAHITAAN


1. Tunagrahita ringan
Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka
dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru perlu memberikan perhatian
tambahan, misalanya diberikan tambahan belajar, program pelajaran yang dimodifikasi
sesuai dengan kemampuannya.

2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan.
Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya
sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan
sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.
C. DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN
1. Ketunagrahitaan sejak lahir
Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang
diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak
mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh teman-teman
seusianya.

2. Ketunagrahitaan pada masa sekolah


Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi belajarnya
berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat
kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi sensorik motorik,
perhatiannya mudah beralih.

3. Ketunagrahitaan pada masa puber


Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian
berada di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.

KEGIATAN BELAJAR 3
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN BAGI ANAK
TUNAGRAHITA

A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA


1. Kebutuhan Pendidikan
Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis mata pelajaran
Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan.
b. Waktu belajar
Kebutuhan waktu untuk mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan kebutuhan
contoh-contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran.
c. Kemampuan bina diri
Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain. Anak tunagrahita
harus diajarkan secara rutin dan terencana.
2. Kebutuhan Sosial dan Emosi
Kebutuhan sosialisasi anak tunagrahita mengalami kesulitan karena kelainannya dan
respon lingkungan yang kurang memahami keberadaannya. Mereka mengalami kesulitan
dalam membersihkan diri, memasuki dunia remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan
seksual mereka berkembang secara normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi
gangguan emosional. Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan
ketidakmampuan dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung mengalami sakit.

B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA


1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita perlu disesuaikan dengan tingkatan kemampuan
mereka dan dirumuskan lebih terperinci. Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak
tunagrahita adalah (a) dapat mengembangkan potensi sebaik-baniknya, (b) dapat menolong
diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang
layak.
Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan
pendidikan anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya:
· Anak tunagrahita ringan: (1) dapat mengurus dan membina diri, (2) dapat bergaul di
masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.
· Anak tunagrahita sedang: (1) dapat mengurus diri sendiri (makan minum,berpakaian dan
membersihakan badan), (2) dapat bergaul dengan anggota keluarga dan masyarakat, (3)
dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.
· Anak tunagrahita berat: (1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau kata
bila ingin sesuatu), (2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) dapat bergembira
(berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata orang yang berbicara
dengannya).

a. Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak
tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat
ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan keadaan
anak tersebut.
1) Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB (3
tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM
berdasarkan usia kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education
Program (IEP) yaitu program berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan
setiap saat karena kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan kelas berrikutnya
sementara ia tetap berada di kelasnya semula.
2) Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas
jauh.
3) Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan
anak.
4) Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.

b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)


Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar,
bermain, atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem integrasi yang
diadaptasi dari Moh. Amin (1995) diantaranya:
1) Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan
perhatian khusus dari guru kelas.
2) Di kelas biasa dengan guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung untuk
membantu guru kelas dalam cara menangani, merancang bahan pelajaran, dan metode yang
sesuai kebutuhan anak tunagrahita.
3) Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas mengalami kesulitan
dan memberi saran kepada guru kelas.
4) Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan berbagai
fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita.
5) Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka anak
tunagrahita belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa.
6) Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti upacara,
olahraga, dan penggunaan kantin bersam dengan anak normal lainnya.

c. Di sekolah biasa dengan sistem inklusif


Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama
mengikuti pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya.

2. Ciri Khas Pelayanan


a. Ciri-ciri khusus
1) Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering didengar.
2) Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang
mempunyai sikap keakraban tinggi.
3) Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan

b. Prinsip khusus
1) Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
tunagrahita.
2) Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3) Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan pokok
materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek tipis,
karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4) Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan pengulangan materi
disertai contoh yang bervariasi.
5) Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman materi
yang berbeda dengan anak normal.

3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk
anak tunagrahita, diantaranya:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru
perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1) Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang
memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang
beraneka ragam.
3) Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan
pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi.
b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah
yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban.
Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran
dan peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak
tunagrahita ringan dengan anak normal.

c. Strategi modifikasi tingkah laku


Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik.
Guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan ditambahkan
teknik reinforcement. (hadiah penguatan)
5. Media
Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan, dan
latihan konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak
mencolok, (3) ukuran harus sesuai.
6. Sarana
Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi
sesuai keadaan anak tunagrahita.
7. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang berkaitan
dengan pelajaran.
8. Evaluasi
Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya:
a. Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga bagaimana
reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak.
b. Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita sama
dengan anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan.
c. Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak itu
sendiri dari waktu ke waktu.
d. Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai