Disusun Oleh
Kelompok 4
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023
KEGIATAN BELAJAR 1
DEFINISI, KLASIFIKASI, PENYEBAB, DAN CARA PENCEGAHAN
TUNAGRAHITA
A. DEFINISI TUNAGRAHITA
Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1. Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris), Intelectual
handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
keterbelakangan mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
3. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat
penyakit yang menyeranng organ tubuh.
4. Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5. Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6. Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di
masyarakat.
Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya,
yaitu:
1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.
Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 tahun
1991 adalah sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
KEGIATAN BELAJAR 2
DAMPAK KETUNAGRAHITAAN
3. Fisik/Kesehatan
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan
mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat
diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga
mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit.
2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan.
Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya
sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan
sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.
C. DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN
1. Ketunagrahitaan sejak lahir
Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang
diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak
mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh teman-teman
seusianya.
KEGIATAN BELAJAR 3
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN BAGI ANAK
TUNAGRAHITA
a. Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak
tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat
ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan keadaan
anak tersebut.
1) Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB (3
tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM
berdasarkan usia kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education
Program (IEP) yaitu program berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan
setiap saat karena kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan kelas berrikutnya
sementara ia tetap berada di kelasnya semula.
2) Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas
jauh.
3) Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan
anak.
4) Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.
b. Prinsip khusus
1) Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
tunagrahita.
2) Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3) Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan pokok
materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek tipis,
karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4) Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan pengulangan materi
disertai contoh yang bervariasi.
5) Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman materi
yang berbeda dengan anak normal.
3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk
anak tunagrahita, diantaranya:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru
perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1) Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang
memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang
beraneka ragam.
3) Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan
pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi.
b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah
yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban.
Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran
dan peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak
tunagrahita ringan dengan anak normal.