Anda di halaman 1dari 22

PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA

Modul 06 KB1:
Kelompok 6: Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara
1. Rizki Alfi Deri Pencegahan Tunagrahita
2. Zuhrotul Faizah Alawiyah
3. Ayu Silfia Setiawati KB2:
Dampak Ketunagrahitaan

KB3:
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan
Bagi Anak Tunagrahita
KB1. A. DEFINISI TUNAGRAHITA

 Mental retardation (Amerika Serikat),  Mental retardation (Amerika Serikat)


Mental subnormality (Inggris), Intelectual Mentally handicapped, yang artinya
handicapped (New Zealand) dan cacat mental
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai keterbelakangan mental.  Intelectual disable, istilah yang
digunakan oleh PBB
 Feebleminded (lemah pikiran) digunakan
di Inggris untuk melukiskan kelompok  Development mental disability,
tunagrahita ringan. hambatan perkembangan mental yang
lebih menitik beratkan pada kepemilikan
 Mental deficiency, menunjukkan potensi belajar dan pengembangan
kapasitas kecerdasan yang menurun kehidupan di masyarakat.
akibat penyakit yang menyeranng organ
tubuh.
KB1. A. DEFINISI TUNAGRAHITA
Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut:
1. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967.
2. Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967-1983.
3. Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya PP
No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Sedangkan definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann (1983) yang secara
resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) yang bila diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia artinya Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang
secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
KB1. A. DEFINISI TUNAGRAHITA

Kategori penyandang tunagrahita harus memiliki ketiga ciri-ciri dibawah ini:


1. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata
2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif)
3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan
Pada tahun 1992, AAMR (American Association on Mental Retardation) memperbarui definisi tunagrahita
dan lebih menitik beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif) ketimbang pada
kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan komunikasi, kemampuan sosial,
kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana pribadi.
KB1. B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut:
1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
2. Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
4. Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah sangat berat)
 
Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya, yaitu:
1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.

Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 tahun 1991
adalah sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
KB1. B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis, diantaranya:
 Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang menyerupai orang mongol
dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar,
susunan gigi kurang baik.
 Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan bengkok, kulit kering
tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan kaki tebal,
pertumbuhan gigi terlambat.
 Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak
sempurna, mata kadang-kadang juling.
 Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil.
 Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal.
KB1. C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN
Menurut Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu:
1. Penyebab Genetik dan Kromosom
Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang disebabkan dari gen
orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses dan terjadi penumpukan
asam phenypyruvic. Down’s Syndrome disebabkan oleh adanya faktor kromosom ekstra karena
adanya kerusakan perpindahan (trysomi).
2. Penyebab pada prakelahiran
Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan infeksi penyakit
Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol dan obat-obatan ilegal.
3. Penyebab pada saat kelahiran
Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena kelahiran dibantu alat
kedokteran.
4. Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (encephalitis) mengakibatkan
kerusakan otak.
  Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak otak. Studi
yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial
dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan intelektual mengakibatkan anak menjadi
tunagrahita.
KB1. C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN

Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut ini:
a. Penyuluhan genetik
b. Diagnostik prenatal
c. Tes darah
d. Melalui program keluarga berencana
e. Tindakan operasi
f. Sanitasi lingkungan
g. Pemeliharaan kesehatan
h. Pemeriksaan kesehatan selama hamil
i. Intervensi dini
j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan
KB.2 A. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM

1. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik


Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai hal-hal abstrak.
Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning), sering melakukan kesalahan yang
sama, cenderung menghindari perhatian, cepat lupa dan sukar membuat kreasi baru.
2. Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma sosial
(seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat yang mengganggap
anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak tunagrahita tidak dapat
mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan
dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan
yang kondusif.
 3. Fisik/Kesehatan
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan mendengar
tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat diri, mengurus diri,
menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga mereka tidak tampak sehat, tidak
segar dan mudah terserang penyakit.
KB.2 B. DAMPAK DITINJAU DARI KETUNAGRAHITAAN

1. Tunagrahita ringan
Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka dapat
mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru perlu memberikan perhatian tambahan,
misalanya diberikan tambahan belajar, program pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan
kemampuannya.
 
2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan. Dalam hal
akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya sosial, seperti menulis
nama, alamat, dan nama orang tuanya.

3. Tunagrahita berat dan sangat berat


Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan sesuatu
yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.
KB.2 C.DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN

1. Ketunagrahitaan sejak lahir


Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang
diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak mengeksplorasi
lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh teman-teman seusianya.
 
2. Ketunagrahitaan pada masa sekolah
Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi belajarnya
berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat
kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi sensorik motorik, perhatiannya
mudah beralih.
 
3. Ketunagrahitaan pada masa puber
Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada
di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.
KB.3 A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA

1. Kebutuhan Pendidikan
Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis mata pelajaran
Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan.

b. Waktu belajar
Kebutuhan waktu untuk mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan kebutuhan
contoh-contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran.

c. Kemampuan bina diri


Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain. Anak tunagrahita
harus diajarkan secara rutin dan terencana.
KB.3 A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA

2. Kebutuhan Sosial dan Emosi


Kebutuhan sosialisasi anak tunagrahita mengalami kesulitan karena kelainannya dan
respon lingkungan yang kurang memahami keberadaannya. Mereka mengalami kesulitan
dalam membersihkan diri, memasuki dunia remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan
seksual mereka berkembang secara normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi
gangguan emosional. Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya.

3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan


Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan
ketidakmampuan dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung mengalami sakit.
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita


Tujuan disesuaikan dengan tingkatan kemampuan mereka dan dirumuskan lebih terperinci.
Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah (a) dapat mengembangkan
potensi sebaik-baniknya, (b) dapat menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi
masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan pendidikan
anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya:
• Anak tunagrahita ringan: (1) dapat mengurus dan membina diri, (2) dapat bergaul di
masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.
• Anak tunagrahita sedang: (1) dapat mengurus diri sendiri (makan minum,berpakaian dan
membersihakan badan), (2) dapat bergaul dengan anggota keluarga dan masyarakat, (3)
dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.
• Anak tunagrahita berat: (1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau
kata bila ingin sesuatu), (2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) dapat
bergembira (berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata orang yang
berbicara dengannya).
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak tunagrahita yang
kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat ditempatkan di sekolah
umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan keadaan anak tersebut.
1) Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB (3 tahun).
Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM berdasarkan usia
kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education Program (IEP) yaitu program
berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan setiap saat karena kemajuan tiap anak
berbeda. Anak mempelajari bahan kelas berrikutnya sementara ia tetap berada di kelasnya
semula.
2) Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas jauh.
3) Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan
anak.
4) Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)


Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar, bermain,
atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem integrasi yang diadaptasi dari
Moh. Amin (1995) diantaranya:
1) Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan
perhatian khusus dari guru kelas.
2) Di kelas biasa dengan guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung untuk membantu guru
kelas dalam cara menangani, merancang bahan pelajaran, dan metode yang sesuai kebutuhan
anak tunagrahita.
3) Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas mengalami kesulitan dan
memberi saran kepada guru kelas.
4) Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan berbagai fasilitas
untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita.
5) Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka anak tunagrahita
belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa.
6) Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti upacara, olahraga, dan
penggunaan kantin bersam dengan anak normal lainnya.
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Di sekolah biasa dengan sistem inklusif


Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama mengikuti
pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya.

2. Ciri Khas Pelayanan


a. Ciri-ciri khusus
 Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering didengar.
 Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang mempunyai
sikap keakraban tinggi.
 Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

b. Prinsip khusus
 Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia
kecerdasan tunagrahita.
 Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
 Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan
pokok materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara
gambar bebek tipis, karena gambar hanya membantu pengertian anak.
 Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan
pengulangan materi disertai contoh yang bervariasi.
 Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman
materi yang berbeda dengan anak normal.
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk anak
tunagrahita, diantaranya:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru perlu
melakukan hal-hal berikut ini:
 Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang memungkinkan
dapat berinteraksi dan bekerja sama.
 Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka
ragam.
 Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan
pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi.
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah yang
lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban. Jonshon
D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap
anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak tunagrahita ringan
dengan anak normal.
 c. Strategi modifikasi tingkah laku
Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik. Guru harus
terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan ditambahkan teknik reinforcement.
(hadiah penguatan)
5. Media
Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan, dan latihan
konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak mencolok, (3) ukuran
harus sesuai.
6. Sarana
Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi sesuai
keadaan anak tunagrahita
KB.3 B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

7. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang berkaitan dengan
pelajaran.

8. Evaluasi
Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya:
 Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga bagaimana reaksi
anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak.
 Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita sama dengan
anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan.
 Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak itu sendiri dari
waktu ke waktu.
 Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai