Anda di halaman 1dari 4

BB03-RK17a-RII.

4
15 Agustus 2019

TUGAS TUTORIAL ONLINE KE-1/2/❸


PDGK4407/PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS/3 SKS
PROGRAM STUDI S1 PGSD

Skor
No Uraian Tugas Tutorial
Maksimal
1 Jelaskan istilah yang digunakan pada tunagrahita! 20
2 Jelaskan klasifikasi yang digunakan oleh american 20
asociation on mental degiciency untuk anak tunagrahita!
3 Jelaskan kebutuhan khusus anak tunadaksa! 20
4 Jelaskan definisi anak kesulitan belajar menurut 20
Canadian Association For Children And Adults With
Learning Disabilities !
5 Jelaskan faktor kesulitan belajar menurut Roos (1976) 20
dkk!
* coret yang tidak sesuai

JAWABAN
1. Peristilahan
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan,
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental,
cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah mental
retardation, mental deficiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality
(Moh. Amin, 1995: 20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intellectually
handicapped, intellectually disabled, dan development mental disability
Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut.
a. Mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai terbelakang mental.
b. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
c. Mental subnormality digunakan di Inggris, pengertiannya sama dengan mental
retardation.
d. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat
penyakit yang menyerang organ tubuh.
e. Mentally handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat
mental.
f. Intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New
Zealand.
g. Intellectual disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB.
h. Developement mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di masyarakat.
Istilah ini belum dikenal secara luas seperti istilah yang lainnya.

2. Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun


perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi anak tunagrahita
yang telah lama dikenal adalah debil, imbesil, dan idiot, sedangkan klasifikasi yang
dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah educable mentally retarded (mampu
didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu
rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena terlampau
mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh American
Asociation on Mental Deficiency (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut.
1. Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70-55
2. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) IQ-nya 55-40
3. Severe mental retardation (tunagrahita berat) IQ-nya 40-25
4. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah

3. Kelainan fisik atau tunadaksa dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga mereka
membutuhkan hal-hal sebagai berikut.
1. Kebutuhan akan Keleluasaan Gerak dan Memosisikan Diri
Kesulitan gerak dari tingkat ringan sampai berat tentu saja membutuhkan alat-
alat khusus untuk bergerak seperti kursi roda, alat penopang, tongkat. Dan
semua ini tentu membutuhkan ruangan yang luas dengan lantai yang landai agar
memudahkan mereka untuk mengeksplorasi ruangan.
2. Kebutuhan Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi anak tunadaksa sangat beragam, yakni ada yang
lahir dalam berkomunikasi, membaca, berhitung, dan menulis. Tetapi di antara
mereka ada yang mengalami kesulitan dalam hal itu terutama bagi mereka yang
tergolong cereberal palsy. Mereka yang tergolong berat kemungkinan tidak
mampu menggunakan otot-otot bicaranya. Mereka juga mengalami kesulitan
untuk menggerakkan kepala dan mata yang dibutuhkan dalam membaca dan
menulis. Oleh karena itu dapat dibantu dengan alat komunikasi khusus,
misalnya disediakan papan komunikasi sehingga siswa dapat menunjuk gambar
sesuai dengan kata yang disebutkan guru.
3. Kebutuhan Keterampilan Memelihara Diri
Anak-anak berkelainan fisik membutuhkan latihan dan bantuan dalam
melakukan kegiatan bina diri, seperti: merawat diri (kegiatan makan-minum,
kebersihan badan, yaitu: mandi, sikat gigi, cuci tangan, dan kaki); mengurus
diri (berpakaian, dan berhias); menolong diri (mengendalikan dan menghindari
bahaya benda tajam, obat-obatan terlarang, binatang buas); komunikasi
(menyampaikan keinginan, dan memahami pesan orang lain); adaptasi
lingkungan (penggunaan Puskesmas, telepon, pusat transportasi, dan lain-lain);
dan okupasi (kesibukan di rumah, yaitu: menyiapkan makan dan minuman
sendiri dan orang lain, memelihara keamanan dan kenyamanan rumah). Anak-
anak tunadaksa yang berat keinginannya tentu saja akan mengalami kesulitan
dalam melakukan hal-hal tersebut di atas dan karena itu dibutuhkan alat-alat
yang dimodifikasi seperti pegangan cangkir dapat diperbesar sehingga anak
dapat memegangnya, sendok dan garpu pegangannya diperbesar dan berat
sehingga anak dapat menggunakannya. Anak-anak dengan spina bifida
misalnya, tidak mampu mengendalikan kandung kemihnya maka anak-anak ini
dipasangkan kantong yang dilekatkan pada lubang dengan operasi di perut
bagian bawah.
4. Kebutuhan Psikososial
Bagi remaja dengan kelainan fisik, banyak yang mengalami tidak percaya diri
dan harga diri, sehingga akan mengakibatkan keterbatasan dalam bergaul.
Sebaliknya, masyarakat menganggap mereka ini tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan sesuatu dan dianggap sebagai beban masyarakat dan
lingkungannya.

4. Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus, sebagaimana dijelaskan oleh
Canadian Association for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) adalah
mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun tingkat kecerdasannya
termasuk rata-rata, sedikit di atas rata-rata, atau sedikit di bawah rata-rata, dan apabila
kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk learning disabilities.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal otak (DMO), yaitu karena adanya
penyimpangan dalam perkembangan otak yang minimal, dapat berwujud dalam berbagai
kombinasi gangguan seperti: gangguan persepsi, pembentukan konsep, bahasa, ingatan,
gangguan perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan
primer pada penglihatan, pendengaran, gangguan motorik, gangguan emosional, retardasi
mental, atau akibat lingkungan (Wright, dkk., 1985).
5. Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kesulitan belajar (learning disabilities). Namun, secara tegas
dikemukakan oleh Roos (1976), Siegel dan Gold (1982), serta Painting (1983), bahwa
kesulitan belajar khusus disebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh: (1)
cedera otak pada masa perkembangan otak, (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi di
dalam otak, (3) gangguan perkembangan saraf, dan (4) kelambatan proses perkembangan
individu.
Ahli lain, yaitu Hallahan dan Kauffman (1991: 127-128) mengemukakan tiga
faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu (1) organis/biologis, (2) genetik, dan (3)
lingkungan.
a. Faktor Organis/Biologis. Banyak ahli yang meyakini bahwa timbulnya kesulitan
belajar khusus pada anak disebabkan oleh adanya disfungsi dari sistem saraf pusat.
Bukti adanya gangguan dari sistem saraf pusat terlihat dari studi yang dilakukan
oleh E. Roy John, dan kawan- kawan (1989) dengan menganalisis hasil electro
encephalogram (EEG) dan ditemukan adanya kelainan pada gelombang otak.
Demikian pula penelitian dari Hynd dan Semrud- Clikeman (1989) yang
menggunakan computerized tomographic scans (CT scans) ditemukan adanya
gangguan saraf pada anak yang mengalami kesulitan belajar khusus.
b. Faktor Genetis. Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat
disebabkan oleh faktor genetis atau keturunan sebagaimana dikemukakan oleh
Finucci dan Child, (1983) serta Owen, Adams, Forrest, Stoltz dan Fisher (1971).
Sementara itu, dari hasil penelitian Olson, Wise, Conners, Rack, dan Fulker (1989),
ditemukan bahwa pada anak-anak yang kembar identik (kembar siam) banyak yang
mengalami kesulitan membaca.
c. Faktor Lingkungan. Anak berkesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor
lingkungan sangat sulit untuk didokumentasikan. Meskipun demikian sering
dijumpai adanya masalah dalam belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungan
seperti guru-guru yang tidak mempersiapkan program pengajarannya dengan baik
atau kondisi keluarga yang tidak menunjang. Dengan demikian, lingkungan yang
menyebabkan timbulnya kesulitan belajar pada anak, bukanlah bersifat primer
(utama), tetapi lebih banyak bersifat sekunder.

Assalaamu’alaikuum
Dear Miss Fadhilah Khairani,
Terimakasih saya ucapkan untuk pesan yang ada di kolom nilai di tugas 1. Karena saya
tidak bisa menjawab dari sana langsung, maka saya sampaikan disini hehe
Sebelumnya saya mohon maaf jika saya ulangi Kembali kesalahan di tugas 1 ya miss yaitu
tidak memparafrase atau tidak menggunakan Bahasa saya sendiri. Mohon maaf sekali lagi
miss terimakasih banyak. Dan sehat selalu.

Anda mungkin juga menyukai