Anda di halaman 1dari 39

makalah tuna grahita

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Tunagrahita mungkin masih asing bagi pendengaran meskipun bukan tidak
mungkin setiap hari berhadapan dengan salah seorang siswa yang sebenarnya mengalami
ketunagrahitaan. Mengenal siswa tersebut sebagai anak bodoh karena hampir pada semua
mata pelajaran akademik ia mengalami ketinggalan dibanding dengan teman sekelasnya atau
sebayanya. Mungkin pula telah melakukan berbagai upaya pembelajaran untuk membantu
siswa tersebut, tetapi tetap saja hasilnya mengecewakan.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi
tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi
yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi
menjadi tiga kelas yakni tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah di gunakan,
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi mental,
cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan beberapa istilah,
yaitu:
1) mental retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai terbelakang mental.
2) mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyerang organ tubuh.
3) mentally handcapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
4) feebleminded, atau disebut juga lemah pikiran digunakan di Inggris untuk melukiskan
kelompok tunagrahita ringan.
5) mental subnormality, digunakan di Inggris pengertiannya sama dengan mental retardation
yaitu keterbelakangan mental.
6) intellectually handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
7) intellectually disabled, istilah ini banyak digunakan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan
bukan kondisi psikologi. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita,
mengalami perkembangan, seperti berikut:
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan
kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju pada
pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan
kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada
umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung
pada masa perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuna Grahita


Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan
secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa
(SLB). Pengertian tunagahita pun bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk
anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi
kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai
kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda
yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya
cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat
mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
C. Faktor Penyebab Tuna Grahita
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli membagi
faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok.
Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen
dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen
adalah hal-hal diluar sel keturunan,misalnya infeksi,virus menyerang otak , benturan kepala
yang keras, radiasi, dan lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab
ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir
(prenatal) saat kelahiran(natal) dan setelah lahir (postnatal). Berikut ini beberapa penyebab
ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun
faktor lingkungan.
1. Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal berikut:
1) Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuk dapat
berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melihatnya
kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga
terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga trejadi kelebihan kromosom pada salah satu sel lainnya)
translokasi ( adanbya kromosom yang patah dan patahnya menempel pada kromosom lain).
2) Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar
(tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu
kekuatan kelainan tersebut, dan tempat gena (lucos)yang mendapat kelainan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk
anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi
kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokan tunagrahita berdasarkan berbagai
tinjauan diantaranya :
1) Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)
 Tunagrahita ringan IQ 50-70 dengan tingkat kecerdasan
 Tunagrahita sedang IQ 35-50
 Tunagrahita berat IQ 20-35
 Tunagrahita sangat berat memiliki IQ dibawah 20
2) Berdasarkan kemampuan akademik
 Tunagrahita mampudidik
 Tunagrahita mampulatih
 Tunagrahita perlurawat
3) Berdasarkan tipe klini pada fisik
 Down’s syndrone (mongolism)
 Marco Cephalic (Hidro Cephalic)
 Micro Cephalic
Faktor penyebab tuna grahita adalah faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi,
infeksi dan keracunan, trauma dan zat radioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor
lingkungan.
Karakteristik anak tunagrahita secara umum menurut james D. Page (Amin, 1995:34-
37) dicirikan dalam hal : kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi, kepribadian
serta organisme.
Sedangkan karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat
ringannya kelainan ialah mampudidik, mampulatih, dan perlurawat.
Jenis dan layanan bagi anak tuna grahita adalah Sekolah Khusus, Sekolah Dasar Luar
Biasa, Kelas Jauh, Guru kunjung, dan Lembaga Perawatan (Institusi Khusus). Sedangkan
untuk di sekolah umum dengan sistem integrasi yaitu memberikan kesempatan kepada anak
tunagrahita belajar, bermain, atau bekerjasama dengan anak normal. Misalnya, di kelas biasa
tanpa kekhususan baik bahan pelajaran maupun guru, di kelas biasa dengan guru konsultan,
di kelas biasa dengan guru kunjung, di kelas biasa dengan ruang sumber, di kelas khusus
sebagian waktu, dan Kelas khusus.

DAFTAR PUSTAKA

G.A.K. Wardani, Tati Hernawati, Astati. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Universitas Terbuka. 2007.
BAB IBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini masyarakat pada umumnya memiliki anggapan bahwa anak berkebutuhan
khusus merupakan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu anak
berkebutuhan khusus yang tidak dikenal oleh masyarakat umum adalah tunagrahita.
Tunagrahita merupakan sebuah istilah bagi mereka yang mengalami gangguan mental
ataupun keterbelakangan mental khususnya dalam hal kecerdasan dan kemampuan dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak sedikit yang menganggap anak tunagrahita
adalah “anak buangan”, “cacat mental”, “mental subnormal”, “bodoh”, dan “idiot”. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah anak “keterbelakangan mental”. Pada
kenyataannya istilah itu adalah sebutan untuk anak tunagrahita.
Bagi masyarakat awam, anak cacat adalah anak yang terlahir karena kutukan bagi
orang tuanya sehingga setiap orang tua yang mempunyai anak cacat (tuna) merasa malu dan
menyembunyikan anak tersebut. Akan tetapi, ada pula yang berpendapat bahwa anak cacat
adalah anak yang membawa keberuntungan. Masyarakat perlu lebih peduli terhadap anak-
anak berkebutuhan khusus sehingga mereka akan mendapat layanan pendidikan khusus untuk
mengembangkan potensinya secara optimal.
Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-
rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pada sisi kemampuan
intelektualnya yang berada dibawah anak pada umumnya. Anak tunagrahita memiliki
kemampuan intelektual yang berada pada dua standar deviasi dibawah normal jika diukur
dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainnya. Hambatan yang kedua
anak tunagrahita dapat dilihat pada sisi prilaku adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk
mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini kelompok kami akan membahas mengenai
pengertian tunagrahita, karakteristik tunagrahita, tipe tunagrahita, faktor penyebab
tunagrahita, pendampingan yang dilakukan untuk tunagrahita dan menjelaskan hasil
observasi kelompok kami saat berada di SLB.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tunagrahita ?
2. Bagaimanakah karakteristik anak tunagrahita ?
3. Apa saja tipe yang terdapat pada anak tunagrahita ?
4. Apa saja faktor penyebab tunagrahita ?
5. Bagaimana pendampingan yang dilakukan terhadap anak tunagrahita ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mengenai tunagrahita.
2. Untuk mengetahui karakteristik pada anak tunagrahita.
3. Untuk mengetahui tipe - tipe anak tunagrahita.
4. Untuk mengetahui faktor penyebab anak tunagrahita.
5. Untuk mengetahui cara pendampingan yang dapat dilakukan terhadap anak tunagrahita.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita merupakan salah satu bentuk gangguan pada anak dan remaja yang dapat
ditemui di berbagai tempat, yaitu suatu keadaan di mana anak mengalami keterbelakangan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan ditunjukkan oleh kurang cakupnya
mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung sulit dan
berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga kurang memiliki
kemampuan dalam menyesuaikan diri (Amin, M, 1955). Anak tunagrahita (retardasi mental)
sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus saat meniti tugas
perkembangan di dalam hidupnya.

B. Karakteristik Tunagrahita
1. Karakteristik tunagrahita ringan (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik kognitif
 Mempunyai IQ berkisar 50-70.
 Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak, maka lebih banyak
belajar dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.
 Kemampuan berpikir rendah, lambat perhatian dan ingatannya rendah.
 Masih mampu untuk menulis, membaca, menghitung.
 Mengalami kesulitan dalam konsentrasi, sukar untuk diajak fokus.
 Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa sama dengan anak normal yang berusia 12 tahun.

b. Karakteristik fisik
 Anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya sedikit mengalami kelambatan
dalam kemampuan sensomotorik.
c. Karakteristik sosial/perilaku
 Anak tunagrahita ringan mampu bergaul, menyesuaikan di lingkungan yang tidak terbatas
pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan
pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang dewasa.
d. Karakteristik emosi
 Anak tunagrahita ringan sukar berpikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemampuan
analisis, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah
dipengaruhi, kepribadian kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik buruk.
 Tidak mampu mendeteksi kesalahan pada dirinya, sehingga acuh tak acuh.
e. Karakteristik motorik
 Anak tunagrahita ringan mengalami kelambatan dalam kemampuan sensorimotorik.
 Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan kata masih minim.
2. Karakteristik tunagrahita sedang (Mumpuniarti, 2000)
a. Karakteristik kognitif
 Mempunyai IQ berkisar 30-50.
 Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti
belajar menulis, membaca dan berhitung tetapi dapat dilatih dalam hal yang sederhana
sekedar diperkenalkan membaca dan menulis namanya sendiri dan mengenal angka.
 Rendahnya perhatian anak dalam belajar akan menghambat daya ingat. Mereka mengalami
kesukaran dalam memusatkan perhatian, cepat beralih.
 Kurang tangguh dalam menghadapi tugas, pelupa dan sukar mengungkapkan ingatan dan
mudah bosan.
 Mudah beralih perhatiannya ke hal yang dianggapnya lebih menarik dan keterbatasannya
dalam kemampuan intelektualnya sehingga kemampuan dalam bidang akademik sangat
bersifat sederhana.
 Pada umur dewasa anak tunagrahita baru mencapai kecerdasan setaraf anak normal umur 7
tahun atau 8 tahun.
b. Karakteristik fisik
 Penampilannya menunjukkan sebagai anak terbelakang, lebih menampakkan kecacatannya.
c. Karakteristik sosial/ perilaku
 Banyak diantara anak tunagrahita sedang yang sikap sosialnya kurang baik, rasa etisnya
kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terima kasih, rasa belas kasihan dan rasa keadilan.
 Masih mampu untuk mengurus, memimpin, memelihara dirinya sendiri dan bersosialisasi
dengan lingkungannya, walaupun butuh proses yang lama. Contohnya mandi, makan, minum,
berpakaian.
 Sangat tergantung pada orang lain.
 Bersikap kekanak-kanakan, sering melamun atau hiperaktif
 Mampu melindungi diri dari bahaya dan dapat bekerja ringan tetapi tetap dalam pengawasan
karena tanpa pengawasan akan bekerja secara asal.
d. Karakteristik emosi
Dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya.
 Kehidupan emosinya sangat lemah, mereka jarang sekali menghayati perasaan tanggung jawab
dan hak sosialnya.
 Memiliki imajinasi yang tinggi.
e. Karakteristik motorik
 Kurang mampu untuk mengkoordinasikan gerak tubuhnya.
 Tangan-tangannya kaku.
3. Karakteristik tunagrahita berat
Anak tunagrahita berat memiliki IQ di bawah 30. Anak ini sepanjang hidupnya memerlukan
pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus
dibantu. Mereka tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Kata-kata dan ucapannya sangat
sederhana. Kecerdasannya sampai setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.

C. Tipe Tunagrahita
Tunagrahita dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok :
1. Anak tunagrahita mampu didik/tunagrahita ringan (IQ 50-70)
Anak tunagrahita mampu didik/tunagrahita ringan merupakan anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal.
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik adalah :
a. Membaca, menulis, mengeja dan berhitung
b. Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain
c. Keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
Kesimpulan : anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik
secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
2. Anak tunagrahita mampu latih/tunagrahita sedang (imbecil, IQ 30-50)
Anak tunagrahita mampu latih/tunagrahita sedang merupakan anak tunagrahita yang
memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti
program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik.
Kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan yaitu :
a. Belajar mengurus diri sendiri (makan, pakaian, tidur, mandi sendiri)
b. Belajar menyesuaikan dilingkungan rumah atau sekitarnya
c. Mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja (sheltered workshop) dan
dilembaga khusus
Kesimpulan : anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita hanya dapat dilatih
untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living),
serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.
3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot, IQ <30)
Anak tunagrahita mampu rawat merupakan anak tunagrahitta yang memiliki kecerdasan
sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Selain itu anak
tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya
sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain.

D. Faktor Penyebab Tunagrahita


Mengenai faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya
menjadi beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu indogen dan
eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab, disusun secara
kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), faktor-
faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan faktor-faktor yang terjadi setelah anak
dilahirkan (pos natal).
1. Penyebab terjadinya anak tunagrahita menurut Kirk (1970)
a. Faktor endogen (faktor yang dibawa sejak lahir) yaitu faktor ketidaksempurnaan
psikoniologis dalam memindahkan gen.
b. Faktor eksogen yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patalogis dari perkembangan
normal seperti mengalami penyakit atau keadaan lainnya.
2. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenportb
dapat dirinci melalui jenjang :
a. Kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma.
b. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur.
c. Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi.
d. Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan yang timbul dalam embrio.
e. Kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran.
f. Kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin.
g. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak..
3. Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :
a. Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya seperti : campak,
diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza)
dan juga perokok berat.
b. Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah terlalu lama dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada
bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil dapat menyebabkan otak terjepit dan
menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat
bantu (penjepit, tang).
c. Pos Natal (sesudah lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang
disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan
seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).

E. Pendampingan Tunagrahita secara individual maupun klasikal


1. Rekomendasi untuk Sekolah
Berperan aktif dalam meningkatkan kualifikasi guru untuk menangani anak berkebutuhan
khusus dan memfasilitasi layanan pendidikan khusus.
2. Rekomendasi untuk Guru
a. Guru di sekolah inklusif diharapkan lebih sedikit banyaknya memahami konsep anak
berkebutuhan khusus dan dapat membekali diri melalui pelatihan-pelatihan mengenai
pendidikan inklusi dan konsep ABK, dengan memahami hal tersebut diharapkan
mempermudah guru untuk memberikan pelayanan terhadap ABK sesuai dengan kebutuhan
dan hambatannya, khususnya siswa dengan tunagrahita.
b. Sebagai bahan evaluasi untuk guru khususnya, guru di sekolah inklusi agar termotivasi untuk
meningkatkan pelayanan pendidikan yang baik dan sesuai bagi ABK, khususnya anak
tunagrahita yang ada di sekolah-sekolah inklusi.
3. Rekomendasi untuk Orang Tua
a. Orang tua ABK bersikap respontif terhadap pendidikan dan perkembangan anak agar
terciptanya perubahan dalam diri anak melalui program-program sekoalh inklusi.
b. Adanya wadah/forum bagi perkumpulan orang tua ABK di sekolah inklusi untuk berkerja
sama dalam upaya mendidik anaknya dan mengevaluasi kinerja guru mengenai pelayanan
anak tunagrahita di sekolah.
Pencegahan supaya anak tidak mengalami tunagrahita:
a. Pencegahan primer
Dilakukan untuk meningkatkan kesehatan calon anak yaitu dengan imunisasi bagi anak dan
ibu sebelum kehamilan, konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan rutin, nutrisi yang
baik, persalinan oleh tenaga kesehatan, memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga, pendidikan
kesehatan mengenai pola hidup sehat dan program pengentasan kemiskinan.
b. Pencegahan sekunder
Dilakukan deteksi dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan sekolah sehingga tindakan
yang tepat segera diberikan, dengan cara konseling individu dengan program pembimbing
sekolah dan layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami stress.
c. Pencegahan tersier
Dilakukan dengan memberikan informasi berupa pendidikan kesehatan kepada orang tua dan
anak mengenai masalah kesehatan yang terjadi berulang kali dengan penekanan pada
kebutuhan gizi, kebersihan gigi, kebersihan tubuh, bahaya alkohol, narkotik, dan zat adiktif
serta merokok.
Pelatihan untuk Tunagrahita
1. Occuppasional terapy ( terapi gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tuna grahita untuk melatih gerak
fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus.
2. Play terapi (terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak tuna grahita dengan cara
bermain, misalnya : memberikan pelajaran tentang hitungan, anak
diajarkan tentang tata cara sosial drama , bermain jual beli.
3. Aktivity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri
Untuk memandirikan anak tuna grahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan ketrampilan
tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa
bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
4. Lives kill , keterampilan hidup
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata
biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tuna grahita yang
memiliki IQ di bawah rata-rata mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh
karena itu, untuk bekal hidup mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan
ketrampilan yang dimilikinya, mereka dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat
serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.
5. Fokastional terapy (terapy bekerja)
Selain diberikan latihan ketrampilan anak tuna grahita juga diberikan latihan kerja. Dengan
bekal latihan yang telah dimilikinya, anak tuna grahita diharapkan dapat bekerja.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan makalah yang sudah dibuat oleh kelompok kami, dapat disimpulkan
bahwa anak tuna grahita adalah anak yang mempunyai tingkat intelegensi rendah di bawah
rata-rata yaitu berkisar antara 30-70 dan terbagi menjadi 3 tipe yaitu tipe tuna grahita ringan
(50-70), tuna grahita sedang (30-50), dan tuna grahita berat (<30). Oleh sebab itu,
kemampuan berpikir mereka sangat lambat dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Setiap tipe memiliki karakteristik masing-masing yang dapat dilihat dari aspek
kognitif, fisik, sosial/perilaku, emosi, dan motorik. Faktor penyebabnya dapat berasal dari
keturunan dan gangguan pada saat sebelum kelahiran, proses kelahiran, dan sesudah
kelahiran. Pendampingannya dapat dilakukan oleh pihak sekolah, guru, dan orangtua.
Pelatihan untuk anak tuna grahita dapat dilakukan dengan berbagai terapi.
DAFTAR REFERENSI

Amin, M. (1955). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan.
Delphie, P. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam Setting
Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Refika Aditama.
Mumpuniarti. (2000). Penanganan Anak Tunagrahita (Kajian dari segi
pendidikan Sosial Psikologi dan Tindak Lanjut Usia Dewasa).
Yogyakarta: UNY.

PENDAHULUAN
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih
progressif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka
dapat hidup dalam lingkungan disekitarnya. Melalui pendidikan anak bias berkembang lebih
baik dan optimal. Varietas progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap
individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikan pun
sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada
umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tetapi mereka juga masih memiliki potensi
yang dapat dikembangkan seTUNAGRAHITA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Anak Berbakat Dan Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu: M.A. Primaningrum Dian, S.Psi., M.Psi., Psi

Oleh kelompok 6:
Gampang Sumartin NPM 12110170
Indah Tri Utami NPM 12110178
Siti Masitoh NPM 12110181
Yulia Kurniawati NPM 12110182
Khasanatul Lidayati NPM 12110183
Liska Maya Rina NPM 121101185
Ismadi NPM 12110026
Topik Arifin NPM 10110329

Kelas: 6A
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Tunagrahita”. Penulisan
makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Anak Berbakat Dan Berkebutuhan
Khusus.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :
1. Ibu M.A. Primaningrum Dian, S.Psi., M.Psi., Psi selaku dosen pengampu mata kuliah Anak
Berbakat Dan Berkebutuhan Khusus.
2. Semua pihak yang terlibat dan yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak terutama
kepada dosen pengampu sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Semarang, 3 April 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… ii


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………..…. 1
C. Tujuan …………………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Tunagrahita ……………………..…………………….……..... 3
B. Klasifikasi Anak Tunagrahita …………………………………………….…....... 4
C. Etiologi Anak Tunagrahita ………………………..…………….…………......... 5
D. Dampak Ketunagrahitaan ……...………………………..……………………...... 7
E. Kemampuan Bahasa Dan Bicara Anak Tunagrahita …………………………........ 10
F. Penyesuaiana Sosial Anak Tunagrahita ………………………………………........ 12
G. Modifikasi Tingkahlaku Anak Tunagrahita ……………………………………….... 13

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ……………………………………………………………………… 16
B. Saran …………………………………………………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam perkembangan sekarang lebih
dikenal dengan istilah developmental disability, sering keliru dipahami oleh masyarakat,
bahkan sering terjadi pada para professional dalam bidang pendidikan luar biasa didalam
memahami konsep tunagrahita. Perilaku tunagrahita yang kadang-kadang aneh, tidak lazim
dan tidak cocok dengan situasi lingkungan seringkali menjadi bahan tertawaan dan olok-olok
orang yang berada didekat mereka. Keanehan tingkah laku tunagrahita dianggap oleh
masyarakat sebagai orang sakit jiwa atau orang gila. Tunagrahita sesungguhnya bukan orang
gila, perilaku aneh dan tidak lazim itu sebetulnya merupakan manifestasi dari kesulitan
meraka didalam menilai situasi akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam pengertian
lain terdapat kesenjangan yang signifikan antara kemampuan berfikir dengan perkembangan
usia.
Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak tunagrahita biasa dihubungkan
dengan tingkat kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti menjelaskan kondisi anak
yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya
tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat
besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian anak tunagrahita?
2. Bagaimanakah klasifikasi anak tunagrahita?
3. Bagaimanakah etiologi anak tunagrahita?
4. Bagaimanakah dampak ketunagrahitaan?
5. Bagaimanakah kemampuan bahasa dan bicara anak tunagrahita?
6. Bagaimanakah penyesuaiana sosial anak tunagrahita?
7. Bagaimanakah modifikasi tingkahlaku anak tunagrahita?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian anak tunagrahita.
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunagrahita.
3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi anak tunagrahita.
4. Untuk mengetahui bagaimana dampak ketunagrahitaan.
5. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan bahasa dan bicara anak tunagrahita.
6. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaiana sosial anak tunagrahita.
7. Untuk mengetahui bagaimana modifikasi tingkahlaku anak tunagrahita.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Tunagrahita


Batasan anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, para ahli dalam beberapa
referensi mendefinisikan secara berbeda. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal
atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah
normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan
secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. (Bratanata, 1979).
Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan
mental subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan
memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan khusus anak diharapkan dapat normal
kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang
manapun sama sekali tidak ada hubungannya penyakit atau sama dengan penyakit (Kirk,
1970).
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) Secara social tidak
cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasanya terhambat sejak lahir atau pada
usia muda, (4) kematangannya terhambat (Kirk, 1970). Sedangkan menurut The American
Assotiation on Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikatakan tunagrahita apabila
kecerdasannya secara umum dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian social
dalam setiap fase perkembangannya (Hallahan dan Kauffman, 1986).
Tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual
yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat
dikegorikan sebagai tunagrahita apabila tidak mempunyai dua hal tersebut yaitu,
perkembangan intelektual yang rendah dan kesulitan dalam perilaku adaptif. Dalam
pengertian lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita apabila kedua syarat tadi
dipenuhi.
Istilah perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul
tanggungjawab social menurut ukuran normal social tertentu, dan bersifat kondisi sesuai
dengan tahap perkembangannya. Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita dapat
dilihat dalam tujuh area yaitu; (1) terhambat dalam perkembangan keterampilan
sensorimotor, (2) terhambat dalam keterampilan komunikasi, (3) terhambat dalam
keterampilan menolong diri, (4) terhambat dala sosialisasi, (5) terhambat dalam
mengaplikasikan keterampilan akedemik dalam kehidupan sehari-hari, (6) terhambat dalam
menilai situasi lingkungan secara tepat dan (7) terhambat dalam menialai keterampilan sosial.
Aspek 1 sampai dengan 4 dapat diobservasi pada masa bayi dan kanak-kanak, sementara
aspek 5 sampai dengan 7 dapat diobservasi pada masa remaja.
Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak
menyandang tunagrahita.
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan
(expectancy for filure).
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-
kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral).
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif menurut hasil
penelitian dari Meins tahun 1995 (Smith, et al.. 2002: 278-289).

B. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Berbagai cara digunakan para ahli dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita. Berikut
diuraikan klasifikasi menurut berbagai tinjauan profesi. Seorang dokter dalam
mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada tipe kelainan fisiknya, seperti tipe
mongoloid, microcephalon, cretinism, dan lain-lain. Seorang pekerja social dalam
mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada derajat kemampuan penyesuaian diri
atau ketidakketergantungan kepada orang lain. Seorang psikolog dalam mengklisifikasi anak
tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental intelegensinya, indikasinya dapat dilihat
pada angka tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan
imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklasifikasi
anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak,
dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak
tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang
dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik anatara lain: (1) membaca, menulis,
mengeja, dan berhitung; (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri kepada orang
lain; (3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik
secara minimal dalam bidang-bidang akademis, social, dan pekerjaan.
Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang
diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan
anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri
sendiri, misalnya; makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di
lingkungan rumah atau sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel
kerja, atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu latih berarti anak
tunagrahita hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan
sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut
kemapuannya.
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk
mengurus kebutuhan diri ssendiri sangat membutuhkan lorang lain. Dengan kata lain, anak
tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya
sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally
dependent) (Patton, 1991).

C. Etiologi Anak Tunagrahita


Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu
terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (factor endogen) dan factor dari luar seperti penyakit atau
keadaan lainnya (factor eksogen).
Kirk (1970) berpendapat bahwa ketunagrahitaan karena factor endogen, yaitu factor
ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen. sedangkan factor eksogen, yaitu
factor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal.
Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport
dapat dirinci melalui jenjang berikut: (1) kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih
plasma, (2) kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur, (3) kelainan
atau ketuanaan yang dikaitkan dengan implantasi, (4) kelainan atau ketunaan yang timbul
dalam embrio, (5) kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, (6) kelainan
atau ketunaan yang timbul dalam janin, dan (7) kelainan atau ketunaan yang timbul pada
masa bayi dan masa kanak-kanak.
Selain sebab-sebab diatas, ketunagrahitaanpun dapat terjadi karena: (1) radang otak, (2)
gangguan fisiologis, (3) factor hereditas, dan (4) pengaruh kebudayaan (Kirk & Johnson,
1951). Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran.
Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak. Pada kasus yang ekstrem,
peradangan akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab
yang pasti sekitar pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui. Hedrocephalon
misalnya, keadaan diduga karena peradangan pada otak. Gejala yang tampak yaitu
membesarnya tengkorak kepala disebabkan makin bertambahnya cairan cerebrospinal.
Tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan kemunduran fungsi otak demikian pula cerebal
anoxia, yakni kekurangan oksigen dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi dengan
baik tanpa adanya oksigen yang cuku. Penyakit-penyakit inveksi lainnya yang menjadi
penyebab ketunagrahitaan, seperti measles, scarlet fever, meningitis, encephalitis, diphtheria,
dan cacar, dapat menjadi penyebab terjadinya peradangan otak.
Gangguan fisiologis berasal dari virus yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan
diantaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat
besar pada tri semester pertama saat ibu mengandung, sebab akan memberi peluang
timbulnya keadaan ketunagrahitaan terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella, bentuk
gangguan fisiologis lain adalah rhesus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan
orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat
gangguan kelenjar tiroid.
Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan
masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi yang
berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan.
Faktor kebudayaan adalah factor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan
lingkungan psikososial. Dalam beberapa abad factor kebudayaan sebagai penyebab
ketunagrahitaan sempat menjadi masalah yang kontroversial. Di satu sisi, factor kebudayaan
memang mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan
psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak
manutup kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial anak.
Contoh kasus anak idiot yang di temukan Itard dari hutan Aveyron, ataupun anak yang
ditemukan hidup diantara serigala di India seperti yang ditulis Arnold Gesel. Walaupun anak
tersebut kemudian dirawat dan mendapatkan intervensi pendidikan secara ekstrem, ternyata
tidak mampu membuatnya menjadi manusia normal kembali.
Faktor etiologi biomedik sebagai penyebab ketunagrahitaan menurut Kanner, yakni 6,4%
akibat trauma lahir dan anoxia prenatal, 35,61% akibat factor genetik, 6,2% akibat penyakit
infeksi prenatal, 5 % akibat infeksi otak setelah lahir, dan 2% lainnya adalah lahir prematur.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Inggris dan beberapa Negara lain di Amerika,
prevalensi anak tunagrahita berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan tempat anak
berasal. Makin tinggi kelas makin sedikit frekuensinya, kelas dalam masyarakat tinggi
diasumsikan memiliki kehidupan social ekonomi yang tinggi pula sehingga memungkinkan
layanan kesehatan psikofisik dapat dipenuhi dengan baik, serta dapat menekan tumbuhnya
kelainan dalam kecerdasan rendah yang lebih besar (faktor eksternal).

D. Dampak Ketunagrahitaan
Kecerdasan yang dimiliki seseoranag disamping menggambarkan kesanggupan secara
mental seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi yang baru, atau
kesanggupan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dalam menghadapi
lingkungan secara efektif, juga sebagai kesanggupan untuk belajar dan berfikir secara
abstrak.
Teori kecerdasan berasumsi bahwa kecerdasan bukanlah suatu unsur yang beraspek
tunggal, melainkan terdiri dari beberapa unsur atau kemampuan, yaitu kemampuan yang
bersifat umum dan kemampuan yang bersifat khusus. Kemampuan umum yang dimaksud
adalah rangkuman dari berbagai kemampuan pada bidang tertentu, sedangkan kemampuan
khusus adalah kemampuan yang dimiliki pada bidang-bidang tertentu.
Pada dasarnya, anak yang memiliki kemampuan kecerdasan dibawah rata-rata normal atau
tunagrahita menunjukkan kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, sehingga
banyak hal menurut persepsi orang normal dianggap wajar terjadi akibat dari suatu proses
tertentu, namun tidak demikian halnya menurut pers yang mempunyai pepsi anak yang
mempunyai kecerdasan sangat rendah. Hal-hal yang dianggap wajar oleh anak normal
barangkali dianggap sesuatu yang sangat mengherankan oleh anak tunagrahita. Semua itu
terjadi karena keterbatasan fungsi kognitif anak tunagrahita.
Fungsi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh
pengetahuan. Pada anak tunagrahita, gangguan fungsi kognitifnya terjadi pada kelemahan
salah satu atau lebih dalam proses (diantara proses persepsi, ingatan, pengembangan ide,
penilaian dan penalaran). Oleh sebab itu, meskipun usia kalender anak tunagrahita sama
dengan anak normal namun prestasi yang diraih berbeda dengan anak normal.
Dalam berbagai studi diketahui bahwa ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi
yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena kesetiaan ingatan anak tunagrahita
sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan
kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif. Akibatnya anak
tunagrahita jika dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali
pengalaman atau peristiwa yang lalu sering kali mengalami kesulitan.
Inhelder (1968) dalam penelitiannya menemukan: (1) penyandang tunagrahita berat
perkembangan kognitifnya terhambat pada tingkat perkembangan sensomotorik, (2) pada
penyandang tunagrahita ringan perkembangan kognitifnya terhenti pada perkembangan
operasional konkret (Kirk, 1970).
Perangkat yang digunakan untuk mengukur derajat ketunagrahitaan seseorang dapat
dilakukan dengan memberikan berbagai macam tes kecerdasan, dalam hal ini yang umun
digunakan ialah Stanford-Binet dan Revise Weschler Scale for Children (WISC-R).
materinya meliputi performance test (menyusun balok, mengatur warna, menggambar dengan
kertas dan pensil, dan tes verbal/ tes perbendaharaan kata).
Kesimpulannya, keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi
masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas pekembangannya. Beberapa
hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi
karakteristiknya yaitu sebagai berikut:
1. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berfikir.
2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
3. Kemampuan sosialisasinya terbatas.
4. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit.
5. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.
6. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak
normal setingkat kelas III-IV sekolah dasar.
Dalam buku Delphie, Bandi : 2006 hambatan-hambatan yang dihadapi anak dengan
hendaya perkembangan adalah sebagai berikut:
a. Pada umumnya anak dengan hendaya perkembanagan mempunyai pola perkembangan
perilaku yang tidak sesuai dengan kemapuan potensialnya.
b. Anak dengan hendaya perkembangan mempunyai kelainan perilaku mal adaftif dengan sifat
agresif secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri, perilaku suka
menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat
yang tidak masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak menentu sebab
akibatnya, selalu ketakutan dan sikap suka bermusuhan.
c. Pribadi anak dengan hendaya perkembagan mempunyai kecenderungan yang sangat tinggi
untuk melakukan tindakan yang salah.
d. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya perkembangan gerak,
tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi
penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak dengan hendaya perkembangan.
e. Sebagian dari anak dengan hendaya perkembangan memiliki kelainan penyerta cerebal
palsy, kelainan saraf otot yang disebabkan oleh kerusakan bagioan tertentu pada otak saat ia
dilahirkan ataupun saat awal kehidupan.
f. Secara keseluruhan anak dengan hendaya perkembangan mempunyai kelemahan pada segi:
1) Keterampilan gerak
2) Fisik yang kurang sehat
3) Koordinasi gerak
4) Kurangnya perasaan percaya diri terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya
5) Keterampilan gross dan fine motor yang kurang
g. Dalam aspek keterampilan social, anak dengan hendaya perkembangan umumnya tidak
mempunyai keterampilan social, antara lain suka menghindar dari keramaian, ketergantungan
hidup pada keluarga, kurangnya kemampuan mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan,
kelainan peran seksual, kurang mampu berkaiatan dengan kegiatan yang melibatkan
kemampuan intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.
h. Anak dengan hendaya perkembangan mempunyai keterlambatan pada berbagai tingkat dalam
pemahaman dan penggunaan bahasa, masalah bahsa dapat mempengaruhi perkembanagn
kemandirian dan dapat menetap hingga usia dewasa.
i. Pada beberapa anak dengan hendaya perkembanagan mempunyai keadaan lain yang
menyertai, seperti autism, cerebral palsy, gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan
penyakit, kecelakaan dan luka), epilepsy, dan disabilities fisik dalam berbagai porsi.

E. Kemampuan Bahasa Dan Bicara Anak Tunagrahita


Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara pada anak normal barangkali tidak
banyak menemui hambatan yang berarti, karena mereka dapat dengan mudah memanfaatkan
potensi psikofisik dalam perolehan kosakata sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
bahasa dan bicaranya. Hal ini dikarenakan kecerdasan sebagai salah satu aspek psikologis
mempunyai kontribusi cukup besar dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulasi
verbal maupun nonverbal, terutama yang memiliki unsur kebahasaan. Namun tidak demikian
halnya bagi anak tunagrahita, apa yang dilakukan oleh anak normal sulit untuk diikuti oleh
anak tunagrahita. Seringkali stimulasi verbal maupun nonverbal dari lingkungan gagal
ditransfer dengan baik oleh anak tunagrahita. Bahkan hal-hal yang tampaknya sederhana
terkadang tidak mampu dicerna dengan baik, akibatnya peristiwa kebahasaan yang lazim
terjadi di sekitarnya menimbulkan keanehan bagi dirinya.
Pada anak tunagrahita agak berat (mampu latih), kegagalan melakukan apersepsi terhadap
suatu peristiwa bahasa, kerapkali diikuti gangguan artikulasi bicara. Penyertaan kelainan
sekunder ini, maka hal-hal yang tampak pada anak tunagrahita mampu latih dalam
berkomunikasi, disamping struktur kalimat yang disampaikannya cenderung tidak teratur,
juga dalam pengucapannya seringkali terjadi omisi (pengurangan kata) maupun distorsi
(kekacauan dalam ;pengucapan).
Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak tunagrahita secara maksimal,
tentunya perlu upaya dan strategi khusus. Satu hal yang perlu dipahami bagi guru, langkah
pertama sebelum mangajarkan hal-hal yang lebih besar, sedapatnya diajarkan untuk
menhyebutkan namanya. Tujuannya, disamping anak tunagrahita suka menyebutkan
namanya, juga dapat menambah motivasi belajar. Setelah itu kita dapat menggiring
konsentrasi anak dengan menyeluruh melihat satu persatu benda yang akan diperkenalkan,
serta menyebutkan namanya dengan baik dan jelas. Ketika anak tunagrahita mulai
menyebutkan nama benda yang ditunjukkan, pada saat yang sama dapat mengontrol artikulasi
bicaranya dan membetulkan jika terjadi kesalahan. Apabila penguasaan kosakata sudah baik,
dapat dilanjutkan dengan memperkenalkan benda dilingkungan sekitarnya, seperti delman,
sungai, mobil, sepeda, dan lain-lain.
Selain melalui upaya-upaya di atas, upaya lain untuk mengembangkan kemampuan bahasa
dan bicara anak tunagrahita, yaitu model pembelajaranyang membawa anak tunagrahita
dalam situasi yang wajar dan alamiah, misalnya menyebut nama-nama benda yang kita pakai
ketika anak turut membantu pekerjaan kita, serta mengulangi beberapa kali sehingga anak
mampu memahaminya.
Beberapa model latihan pendahuluan yang berfungsi sebagai pendukung dalam
pengembangan kemampuan bahasa dan bicaranya, antara lain sebagai berikut.
1. Latihan pernafasan
Latihan ini dapat dilakukan dengan meniup perahu kecil dari kertas/plastik yang diapungkan
diair, meniup lilin pada jarak tertentu, meniup kincir dari kertas sampai berputar, atau meniup
gelembung balon dari busa dan kapas ke udara.
2. Latihan otot bicara separti lidah, bibir, dan rahang
Untuk latihan ini, anak tunagrahita disuruh mengunyah, menelan, batuk-batuk, atau
menggerakkan bibir, lidah, dan rahangnya. Sarananya dapat menggunakan permen yang
dikunyah dan berpindah-pindah dari kanan ke kiri diletakkan diujung lidah sambil dijulurkan,
mengunyah makanan atau madu yang dioleskan disekitar bibir dan anak disuruh
membersihkan dengan lidahnya.
3. Latihan pita suara
Latihan ini diarahkan untuk menyebutkan nama-nama benda yang ada disekitar dengan
menggunakan kata lembaga, yaitu daftar kata yang disusun sesuai dengan tingkat kesulitan
konsonan tertentu, dapat dimasukkan pula menirukan suara macam-macam binatang dan
benda-benda lain di sekitarnya sebagai improvisasinya, seperti suara kucing, anjing, bebek,
ayam jantan/betina, kerbau, sirine, klakson kereta api, jam welker, mobil, pesawat terbang,
dan lain-lain.

F. Penyesuaiana Sosial Anak Tunagrahita


Pada anak normal dalam melewati setiap tahapan perkembangan social dapat berjalan
seiring dengan tingkat usianya. Namun tidak dengan demikian halnya dengan anak tuna
grahita, pada setiap tahapan perkembangan social yang dialami anak tunagrahita selalu
mengalami kendala sehingga seringkali tampak sikap dan perilaku anak tunagrahita berada
dibawah usia kalendernya, dan ketika usis 5-6 tahun mereka belum mencapai kematangan
untuk belajar di sekolah (Bratanata, 1979).
Beberapa studi menunjukkan bahwa terlambatnya sosialisasi anak tunagrahita ada
hubungannya dengan taraf kecerdasannya yang sangat rendah.
Indikasi keterlambatan anak tunagrahita dalam bidang social umumnya terjadi karena hal-hal
berikut.
1. Kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk melakukan sosialisasi.
2. Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi.
3. Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi.
Sebagai makhluk individu dan social, anak tunagrahita mempunyai hasrat untuk
memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya anak
tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan atau hambatan berarti. Akibatnya anak
tunagrahita mudah frustasi, dari perasaan frustasi tersebut pada gilirannya akan muncul
perilaku menyimpang sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri, dan sebagai wujud
penyesuaian social yang salah (maladjusted).
Perilaku orang lain yang kurang wajar terhadap anak tunagrahita atau lemahnya konsentrasi
anak tunagrahita terhadap tujuan, menjadi salah satu penyebab anak tunagrahita mudah
dipengaruhi untuk berbuat hal-hal yang jelek. Demikian juga rendahnya tingkat kematangan
emosi dan kesukaran anak tunagrahita untuk memahami aturan atau norma yang ada
dilingkungannya, merupakan unsur-unsur yang dapat menyuburkan tumbuhnya
penyimpangan perilaku bagi anak tunagrahita.
Oleh karena itu untuk membantu anak tunagrahita agar dapat mencapai penyesuaian social
dengan baik, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu
1. kurikulum sekolah harus memperhatikan kebutuhan anak tunagrahita
2. kondisi sekitar lingkungan harus kondusif
3. pemenuhan kebutuhan dasar anak tunagrahita
4. bimbingan dan latihan kerja
Terlepas dari upaya-upaya tersebut diatas, dalam rangka membantu anak tunagrahita
mencapai penyesuaian yang akurat, peranan orang tua atau keluarga memiliki sumbangan
terbesar. Dalam hal ini bagaimana pun baiknya program sekolah yang direncanakan untuk
anak tunagrahita, jika tidak dibarengi dengan tindakan dan sikap orang tua/ keluarga secara
konstruktif dan edukatif barangkali tidak banyak artinya.

G. Modifikasi Tingkahlaku Anak Tunagrahita


Jenis terapi perilaku lain yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita, yaitu melalui
kegiatan bermain (kegiatan fisik/ atau psikis yang dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh).
Freud berpandangan bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk membebaskan diri dari
berbagai tekanan yang kompleks, merugikan. Melalui kegiatan bermain perasaan menjadi
lega, bebas, dan berarti. Mengingat urgensinya bermain bagi anak tunagrahita dewasa ini
aktivitas bermain berkembang menjadi play therapy.
Terapi permainan yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan
tetapi permainan yang memiliki muatan antara lain: (1) setiap permainan hendaknya memiliki
nilai terapi yang berbeda, (2) sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sukar untuk
dicerna anak tunagrahita (Prasedio, 1976). Beberapa nilai yang penting dari bermain bagi
perkembangan anak tunagrahita, antara lain sebagai berikut.
1. Pengembangan fungsi fisik, misalnya pernafasan, pertukaran zat, peredaran darah dan
pencernaan makanan, dapat dibantu dilancarkan melalui kegiatan bermain, baik bantuan pada
satu aspek fungsi fisik maupun lebih.
2. Pengembangan sensomotorik, melalui bermain melatih pengindraan (sensoris) seperti
ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan atau penciuman, disamping melatih otot dan
kemampuan gerak, seperti tangan, kaki, leher, dan gerak tubuh lainnya.
3. Pengembangan daya khayal, melalui bermain, anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk
mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana yang diperlukan untuk pengembagan
daya khayal dan kreasinya.
4. Pembinaan pribadi, dalam bermain anak pun sebenarnya berlatih memperkuat kemauan,
memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya.
5. Pengembangan sosialisasi, ada unsure yang menarik yaitu anak harus berbesar hati
menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.
6. Pengembangan intelektual, melalui bermain anak tunagrahita belajar mencerna sesuatu.
Contohnya, peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan. Teknisnya, misal dalam
setiap langkah yang harus dilakukan dalam permainan, ada kesempatan bagi anak tunagrahita
untuk mengaktualisasikan kemampuannya melalui ucapan atas apa yang dilihat dan didengar
tentang permaianan yang dilakukan. Secara tidak langsung cara ini sebenarnya merupakan
bagian dari pengembangan intelektual anak tunagrahita.
Beberapa model permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan
motorik halus yang cenderung bersifat individual, antara lain sebagai berikut.
1. Latihan menuangkan air, pertama-tama anak diberi latihan menuang air dengan jumlah
sedikit melalui contoh yang diberikan. Semakin teratur dan tanpa tetesan dalam menuangkan
air, maka semakin baik kemampuannya.
2. Bermain pasir, botol dan panci sebagai tempat menuang air, dan pasir yang telah dituangkan
ke botol dan panci tersebut dituangkan kembali ke ember. Bermain pasir seperti ini dapat
pula menggunakan pasir basah, anak tunagrahita diajak berkhayal untuk mencetak benda-
benda yang diinginkan seperti kue, bangunan, gedung, gunung, dan lain sebagainya.
3. Bermaian tanah liat, barangkali kegiatan yang dilakukan hanya mengepal-ngepal saja.
Namun apabila diberikan bimbingan dan latihan, kegiatan tersebut dapat diarahkan
membentuk benda-benda disekitarnya, seperti boneka, asbak dan lainnya. Setelah selesai dan
dikeringkan dapat dapat dicat dengan barbagai warna agar menarik perhatiannya dan timbul
motivasi untuk berbuat lagi yang lebih baik.
4. Meronce manik-manik, pertama kali yang diajarkan yaitu meronce manik-manik yang besar
kemudian dilanjutkan dengan yang kecil dengan menggunakan benang atau kawat halus.
Setelah anak tertarik dengan kegiatan tersebut, dilanjutkan dengan pemilihan dan kombinasi
warna manik-manik yang dironce.
5. Latihan melipat, latihan ini diawali dengan dua lipatan, empat lipatan dan seterusnya dengan
berbagai kombinasi batas kemampuan anak.
6. Mengelem dan menempel, pertama-tama yaitu dengan menggunakan telunjuk jari unruk
mengelem dan mengulasnya agar tidak terjadi kecerobohan. Untuk dapat lebih melekat,
taruhlah secarik kertas atau kain diatasnya dan tekan. Apabila anak mampu mengerjakan
dengan baik dan rapi, berilah pujian sebagai tanda penghargaan jerih payahnya.
7. Menggunting dan memotong, dapat diawali dengan menggunting bentuk sembarang,
kemudian menggunting dengan cara yang lurus dan dilanjutkan dengan menggunting dengan
garis-garis melengkung.
8. Latihan menyobek, untuk latihan ini harus menggunakan dua tangannya, dimulai menyobek
menjadi bagian-bagian besar hingga menjadi bagian yang sekecil-kecilnya. Hasil sobekan
kertas tersebut selanjutnya dapat dipergunakan untuk membuat rumah, pohon, gunung, dan
lain-lain dengan cara menempelkan dikertas yang masih utuh.
9. Jarum dan benang, untuk kepentingan tersebut dibutuhkan semacam alat bordir yang mula-
mula harus ditusuk-tusukkan. Selanjutnya anak dapat dilatih menggunakan kain strimin yang
kasar atau kain wol yang tebal dan sederhana. Dengan menggunakan jarus dan benang, anak
tunagrahita dapat membuat hiasan dinding, alas baki, tas dan sebagainya.
Model permainan lain yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemampuan anak
tunagrahita yaitu bermain yang mengandung unsur olahraga. Misalnya berjalan diatas
bangku, berjalan dengan beban dan tanpa beban dikepala melewati titian garis atau tali
dengan posisi lurus, melengkung, dan bulat. Latihan lain yang menggunakan alat, misalnya
menbribel bola, menendang bola, melempar dan menangkap bola, berlari memindahkan
bendera, dan lain-lain.
Khusus yang sifatnya kelompok, pengembangan aktivitas bermain pada anak tunagrahita
materinya dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau
kombinasi keduanaya. Misalnya bermain menjala ikan, lempar dan tangkap bola, memuluk
bola disela-sela kaki, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Anak tunagrahita yaitu anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendahnya sehingga untuk meniti tugas perkembangannya. Indikasinya dapat dilihat pada
angka tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil,
dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Ketunagrahitaan disebabkan karena faktor endogen
dan faktor eksogen. Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi
masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya. Maka butuh
pengembangan kemampuan bahasa dan bicara dan membantu penyesuaian sosial anak
tunagarahita serta modifikasi tingkalaku agar mampu mengembangkan intelektualnya.
B. Saran
Anak tunagrahita memang memiliki kemampuan yang rendah dibandingkan dengan anak
normal lainnya, maka perlu adanya perhatian khusus terhadap mereka untuk dilatih,
dibimbing, dan diberi kesempatan serta dukungan agar mereka mampu mengembangkan
seluruh potensinya agar dapat mandiri dan memiliki harga diri dihadapan orang lain
disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rochyadi, Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak


Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Refika Aditama.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama.

suai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Olehh karena itu, maka layanan pendidikan yang diberikan dengankebutuhan mereka.
Pemahaman terhadap mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya
para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Dalam kegiatan pendidikan bagi anak tunagrahita bertujuan mengembangkan potensi
yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka berada.

B. RUMUSAN MASALAH
 Apakah pengertian tunagrahita?
 Bagaimana klasifikasi tunagrahita?
 Bagaimana karakteristik anak tunagrahita?
 Apa faktor penyebab tuna grahita?
 Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunagrahitaan?
 Masalah apa saja yang dihadapi anak tunagrahita?
 Apa dampak ketunagrahitaan?
 Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak tunagrahita?
 Bagaimana penanganan anak tunagrahita?
 Berapa jumlah penyandang tunagrahita saat ini?

C. TUJUAN PENULISAN
 Untuk memahami pengertian tunagrahita
 Untuk memahami klasifikasi tunagrahita
 Untuk memahami karakteristik tunagrahita
 Untuk memahami faktor penyebab tuna grahita
 Untuk memahami usaha untuk mencegah ketunagrahitaan
 Untuk memahami masalah yang dihadapi anak tunagrahita
 Untuk memahami dampak ketunagrahitaan
 Untuk memahami kebutuhan khusus anak tunagrahita
 Untuk memahami penanganan anak tunagrahita
 Untuk mengetahui jumlah penyandang tunagrahita
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih
progressif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka
dapat hidup dalam lingkungan disekitarnya. Melalui pendidikan anak bias berkembang lebih
baik dan optimal. Varietas progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap
individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikan pun
sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada
umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tetapi mereka juga masih memiliki potensi
yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai
dengan kebutuhan mereka. Olehh karena itu, maka layanan pendidikan yang diberikan
kepada mereka, diupayakan dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sesuai
dengankebutuhan mereka.
Pemahaman terhadap mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya
para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Dalam kegiatan pendidikan bagi anak tunagrahita bertujuan mengembangkan potensi
yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka berada.

B. RUMUSAN MASALAH
 Apakah pengertian tunagrahita?
 Bagaimana klasifikasi tunagrahita?
 Bagaimana karakteristik anak tunagrahita?
 Apa faktor penyebab tuna grahita?
 Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunagrahitaan?
 Masalah apa saja yang dihadapi anak tunagrahita?
 Apa dampak ketunagrahitaan?
 Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak tunagrahita?
 Bagaimana penanganan anak tunagrahita?
 Berapa jumlah penyandang tunagrahita saat ini?

C. TUJUAN PENULISAN
 Untuk memahami pengertian tunagrahita
 Untuk memahami klasifikasi tunagrahita
 Untuk memahami karakteristik tunagrahita
 Untuk memahami faktor penyebab tuna grahita
 Untuk memahami usaha untuk mencegah ketunagrahitaan
 Untuk memahami masalah yang dihadapi anak tunagrahita
 Untuk memahami dampak ketunagrahitaan
 Untuk memahami kebutuhan khusus anak tunagrahita
 Untuk memahami penanganan anak tunagrahita
 Untuk mengetahui jumlah penyandang tunagrahita

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih
progressif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka
dapat hidup dalam lingkungan disekitarnya. Melalui pendidikan anak bias berkembang lebih
baik dan optimal. Varietas progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap
individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikan pun
sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada
umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tetapi mereka juga masih memiliki potensi
yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai
dengan kebutuhan mereka. Olehh karena itu, maka layanan pendidikan yang diberikan
kepada mereka, diupayakan dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sesuai
dengankebutuhan mereka.
Pemahaman terhadap mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya
para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Dalam kegiatan pendidikan bagi anak tunagrahita bertujuan mengembangkan potensi
yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka berada.

B. RUMUSAN MASALAH
 Apakah pengertian tunagrahita?
 Bagaimana klasifikasi tunagrahita?
 Bagaimana karakteristik anak tunagrahita?
 Apa faktor penyebab tuna grahita?
 Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunagrahitaan?
 Masalah apa saja yang dihadapi anak tunagrahita?
 Apa dampak ketunagrahitaan?
 Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak tunagrahita?
 Bagaimana penanganan anak tunagrahita?
 Berapa jumlah penyandang tunagrahita saat ini?

C. TUJUAN PENULISAN
 Untuk memahami pengertian tunagrahita
 Untuk memahami klasifikasi tunagrahita
 Untuk memahami karakteristik tunagrahita
 Untuk memahami faktor penyebab tuna grahita
 Untuk memahami usaha untuk mencegah ketunagrahitaan
 Untuk memahami masalah yang dihadapi anak tunagrahita
 Untuk memahami dampak ketunagrahitaan
 Untuk memahami kebutuhan khusus anak tunagrahita
 Untuk memahami penanganan anak tunagrahita
 Untuk mengetahui jumlah penyandang tunagrahita

Anda mungkin juga menyukai