Anda di halaman 1dari 7

TUGAS GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS

Discrete Trial Teaching (DTT)


Guna memenuhi persyaratan kuliah mata kuliah Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktif
yang diampu oleh MAHARDIKA SUPRATIWI S.Psi., M.A.

Disusun oleh :
ADELLIA NOVARIZKY (K5116003)
CAHAYA DWI DZULLIA (K5116015)
DARAH SRI R. (K5116017)
ENI WILDAWATI P. (K5116022)
HARUM LESTARI (K5116029)
PRADITA MANDALA P. (K5116047)
ROZANA YULISTIA A. (K5116059)
TESALONIKA K. (K5116066)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2019
ISI

A. Pengertian DTT (Discrete Trial Teaching)


Discrete Trial Teaching (DTT) adalah suatu teknik atau program yang didasari oleh
model perilaku “operant conditioning”, yaitu pemberian hadiah atau penguatan terhadap
perilaku positif yang terjadi yang dikehendaki oleh guru, orangtua, dan masyarakat, secara
harfiah DTT adalah latihan uji coba yang jelas/nyata. Sehingga dalam praktiknya DTT
membagi sebuah kemampuan menjadi langkah-langkah kecil dan mengajarkan satu
langkah dalam satu waktu sampai menjadi mahir. Sistem pengajarannya dalam bentuk
pengulangan (repetisi) dengan memberikan reinforcement, jika perlu dibantu dengan
prosedur prompt. DTT adalah salah satu teknik pengajaran dibawah naungan ilmu Applied
Behavior Analyst. Jadi DTT tidak sama dengan ABA, tetapi merupakan sebagian kecil dari
ABA.
B. Sejarah DTT (Discrete Trial Teaching)
DTT dikembangkan oleh Dr. O Ivas Lovaas sebagai kunci dari Metode Lovaas di
awal tahun 1970 di Amerika. DTT pertama kali digunakan oleh Dr. Dalam penelitiannya
untuk metode pengajaran anak autis. 47% anak dalam penelitian beliau yang mengikuti
DTT selama 40 jam dalam seminggu tidak dapat dibedakan dengan anak normal saat anak
berada di kelas 1 SD.
C. Prinsip DTT (Discrete Trial Teaching)
Prinsip dari teknik DTT (discrete trial training) ini merupakan memecah pokok
bahasan atau kegiatan yang sifatnya besar, diubah dan dibagi menjadi bahasan atau
kegiatan yang lebih kecil.
Teknik ini sebagian besar untuk mengembangkan kemampuan berpikir (kognitif),
komunikasi, bermain, sosial maupun emosional serta bina diri.
D. Siklus Discrete Trial Training DTT (Discrete Trial Teaching)
Dalam siklus discrete trial terdapat:

 Instruksi/stimulus discrimination
 Respons
 Feedback/reinforcement

Diantara feedback dan instruksi berikutnya ada jeda sedikit sekitar 2-3 detik.

1. Stimulus discrimination adalah stimulus/instruksi dari lingkungan yang memberikan sinyal


kepada perilaku yang berhubungan dengan reinforcement. Instruksi ini harus sederhana,
padat and jelas. Setelah anak paham dan memiliki level bahasa yang cukup instruksi di atas
pelan-pelan akan dibuat lebih alami. Bersamaan dengan instruksi tidak ada perintah lain
seperti “duduk tenang”, ‘tangan yang manis”, “lihat saya” atau sebut nama anak sebelum
instruksi. Dalam memberikan instruksi pernyataannya harus spesifik, satu langkah pada
waktu itu. Meskipun anak tidak respons, instruksi jangan diulang-ulang.
2. Respons dalam bentuk behavior sebagai respons dari instruksi. Bentuk dari responsnya
adalah bisa benar atau tidak benar. Ketika anak memberikan respons kita harus menilai
kualitas dari responsnya bagaimana? Kontak mata, atensi ke terapis dan usaha sang anak.
Berikan waktu 3 detik ke responsnya. Pemberian respons harus konsisten.
3. Feedback adalah konsekuensi yang mengikuti respons dari sang anak. Feedback
memberikan tanda ke anak bahwa responsnya benar atau tidak benar. Response harus
konsisten untuk setiap terapis. Reinforcement diberikan untuk meningkatkan kemungkinan
behavior akan terjadi lagi di masa depan. Ada 3 jenis feedback:
 Benar dengan atensi yang baik dari sang anak (kontak mata, atensi dan usaha keras)
– berikan reinforcer yang terbaik.
 Benar dengan atensi yang kurang baik dari sang anak (tidak ada kontak mata, atensi
dan usaha keras) – berikan reinforcer yang ditengah.
 Tidak ada response –> ulangi instruksi dengan prompt
4. Prompt adalah petunjuk dari terapis untuk memberikan jawaban yang benar. Prompt ini
sangat berguna untuk di awal belajar untuk mengurangi frustasi, meningkatkan motivasi
dan kecepatan belajar. Yang harus diperhatikan adalah prompt harus dikurangi secara
perlahan sebelum anak tergantung dengan prompt. Terkadang terapis tidak sadar
memberikan prompt kepada anak misalnya dengan lirikan mata perubahan intonasi dan
kecepatan berbicara yang merujuk ke jawaban yang benar.
5. Errorless learning adalah prosedur memberikan prompt di awal setelah instruksi untuk
memastikan anak menjawab dengan benar. Errorless learning dilakukan dengan tujuan
mengurangi frustasi sang anak dan meningkatkan motivasi. Errorless learning mengikuti
prinsip Most-to-least prompt (MTL). Prompt dari errorless learning pelan-pelan
dihilangkan sehingga anak bisa menjawab sendiri (prompt fading).
Contoh Discrete Trial Training (DTT)

Contoh Discrete Trial Training (DTT) untuk mengajarkan warna kepada anak:

1. Mass trial – dalam isolasi (dengan prompt di awal jika anak belum bisa). Letakkan 1 kartu
merah. Katakan pada anak “Tunjuk/ambil merah”.

2. Menggunakan distractor. Letakkan 2 kartu: kartu merah dan hijau. Katakan pada anak
“Tunjuk/ambil merah” (dengan prompt di awal jika anak belum bisa). Jika dengan 1
distractor anak bisa, gunakan 2 distractor.

Bisa stop disini atau dilanjutkan:

3. Ajarkan warna kedua dengan mass trial dalam isolasi (seperti langkah 1), misalnya biru.
“Tunjuk/ambil biru”.
4. Menggunakan distractor. Letakkan 2 kartu: kartu biru dan kuning. Seperti langkah 2.
“Tunjuk/ambil biru”

Digabung pengajaran merah dan biru:

5. Rotasi secara acak untuk 2 kartu yang diajarkan kartu merah dan biru menggunakan hijau
dan kuning sebagai distractor.

6. Rotasi secara acak juga bisa dilakukan dengan kartu-kartu warna yang lain yang mungkin
sudah dipelajari.

Untuk prosedur DTT sendiri bervariasi, jadi tidak usah diperdebatkan. Masing-masing
terapis memiliki kebijaksanaan sendiri asal dilakukan sesuai prinsip siklus DTT diatas dan didasari
dengan prosedur yang evidence based atau memiliki prosedur yang bisa dipertanggung jawabkan
referensinya. Ada terapis yang memilih untuk menggunakan prompts langsung (MLT=Most to
Least prompting) seperti errorless learning ada center yang memilih untuk menggunakan NNP (no
no prompt) maksudnya adalah 2 kali jawaban berturut-turut salah, baru kemudian anak diberikan
prompt.

Untuk prosedur jika anak melakukan kesalahan, prosedur koreksi juga bervariasi. Apakah
perlu berkata tidak/salah/stop atau langsung saja tanpa komentar presentasi tugas berikut dengan
prompt. Untuk prosedur yang terakhir anak akan paham salah karena tidak menghasilkan
reinforcer dan dilakukan pengulangan tugas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa frustasi
karena untuk beberapa anak, kata-kata tidak/salah/stop akan berkonotasi negatif dan mengurangi
motivasi. Yang pasti apapun prosedurnya, jika anak melakukan kesalahan, beri kesempatan anak
untuk melakukan tugas lagi secara benar. Jangan hanya memberikan koreksi secara verbal atau
contoh yang benar, tetapi anak harus mencobanya berulang-ulang ketrampilan baru tersebut
sampai benar dan mandiri.

E. Kelebihan DTT (Discrete Trial Teaching)


DDT, dikembangkan pertama kali oleh Ivaar Lovaas, sebagai aplikasi pertama dari
metode ABA untuk anak-anak dengan ASD, dibawah ini adalah kelebihan dari metode DTT :
1. DTT adalah terapi terstruktur, formal, dimana terapis yang memutuskan tujuan
pembelajaran, memberikan instruksi, dan juga menyediakan prompt sebagai penguatan
positif eksternal. Seluruh latihan perilaku akan diulang sampai anak menguasai
keterampilan.
2. Percobannya dilakukan dengan awal dan akhir yang sangat jelas
3. Terstruktur
4. Metode DDT mempunyai program membagi ketrampilan yang sangat kompleks menjadi
ketrampilan dengan unit yang lebih kecil dan mengajarkannya dengan cara dipraktekkan
berulang-ulang.
5. Metode ini juga merupakan cara intervensi awal yang disenangi dari metode applied
behavior analysis (ABA) untuk masyarakat.
6. Dapat menngkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna atau benda
7. Dapat diapikasikan untukmengajarkan berbagai perilaku baru.
F. Kelemahan Metode DTT (Discrete Trial Teaching)

Sampai saat ini metode DTT adalah metode yang paling banyak diadakan penelitian
sebagai intervensi untuk anak Autis. DTT telah digunakan puluhan tahun dan terbukti sebagai
treatment yang efektif dan evidence based untuk menangani anak Autis. Akan tetepi selepas dari
itu metode DTT juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut:

1. Banyaknya langkah dalam metode DTT akan membuat anak autis bingung. Anak autis
memiliki gangguan dalam memfokuskan perhatian, dengan karakteristik yang dimiliki
anak autis tersebut mereka akan kebingungan dalam menerima semua langkah-langkah
kecil yang ada dalam metode DTT.
2. Anak akan mudah bosan bahkan sampai menjadi tantrum dengan banyaknya langkah
dalam metode DTT. Dengan banyaknya langkah dalam metode DTT anak autis mudah
bosan dan ditakuti anak akan menjadi tantrum ketika anak bosan.
3. Metode DTT memerlukan waktu yang lama dan kesabaran dari pengajar/pembimbing.
Anak autis mempunyai hambatan dalam menerima instruksi sehingga akan membutuhkan
waktu yang lama dan kesabaran sampai anak benar-benar mahir dalam kegiatan tersebut.
4. Ketergantungan terhadap imbalan (reinforcement). Menurut Handojo dari suatu penelitian
didapatkan suatu kesimpulan bahwa sesuatu perilaku tertentu apabila diberikan imbalan
(reinforcement) akan dilakukan lebih sering, dan apabila tidak diberi imbalan suatu
perilaku semakin jarang dan akhirnya berhenti.
PENUTUP
Kesimpulan

Discrete Trial Teaching (DTT) adalah suatu teknik atau program yang didasari oleh model
perilaku “operant conditioning”, yaitu pemberian hadiah atau penguatan terhadap perilaku positif
yang terjadi yang dikehendaki oleh guru, orangtua, dan masyarakat, secara harfiah DTT adalah
latihan uji coba yang jelas/nyata. Yang mempunyai sejarah oleh Dr. Dalam penelitiannya untuk
metode pengajaran anak autis. 47% anak dalam penelitian beliau yang mengikuti DTT selama 40
jam dalam seminggu tidak dapat dibedakan dengan anak normal saat anak berada di kelas 1 SD.
Dengan prinsip kegiatan yang sifatnya besar, diubah dan dibagi menjadi bahasan atau kegiatan
yang lebih kecil untuk mengembangkan kemampuan berpikir (kognitif), komunikasi, bermain,
sosial maupun emosional serta bina diri. Dalam siklus discrete trial terdapat: Instruksi/stimulus
discrimination, respons, feedback/reinforcement yang mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam teknik pelaksanaannya.
Daftar Pustaka

Artikel jurnal Peningkatan kemampuan bina dirj anak autis melalui teknik Discrete Trial Teaching
dalam metode ABA

Source: https://rurysoeriawinata.com/discrete-trial-teaching/

Anda mungkin juga menyukai