Disusun oleh :
ADELLIA NOVARIZKY (K5116003)
CAHAYA DWI DZULLIA (K5116015)
DARAH SRI R. (K5116017)
ENI WILDAWATI P. (K5116022)
HARUM LESTARI (K5116029)
PRADITA MANDALA P. (K5116047)
ROZANA YULISTIA A. (K5116059)
TESALONIKA K. (K5116066)
Instruksi/stimulus discrimination
Respons
Feedback/reinforcement
Diantara feedback dan instruksi berikutnya ada jeda sedikit sekitar 2-3 detik.
Contoh Discrete Trial Training (DTT) untuk mengajarkan warna kepada anak:
1. Mass trial – dalam isolasi (dengan prompt di awal jika anak belum bisa). Letakkan 1 kartu
merah. Katakan pada anak “Tunjuk/ambil merah”.
2. Menggunakan distractor. Letakkan 2 kartu: kartu merah dan hijau. Katakan pada anak
“Tunjuk/ambil merah” (dengan prompt di awal jika anak belum bisa). Jika dengan 1
distractor anak bisa, gunakan 2 distractor.
3. Ajarkan warna kedua dengan mass trial dalam isolasi (seperti langkah 1), misalnya biru.
“Tunjuk/ambil biru”.
4. Menggunakan distractor. Letakkan 2 kartu: kartu biru dan kuning. Seperti langkah 2.
“Tunjuk/ambil biru”
5. Rotasi secara acak untuk 2 kartu yang diajarkan kartu merah dan biru menggunakan hijau
dan kuning sebagai distractor.
6. Rotasi secara acak juga bisa dilakukan dengan kartu-kartu warna yang lain yang mungkin
sudah dipelajari.
Untuk prosedur DTT sendiri bervariasi, jadi tidak usah diperdebatkan. Masing-masing
terapis memiliki kebijaksanaan sendiri asal dilakukan sesuai prinsip siklus DTT diatas dan didasari
dengan prosedur yang evidence based atau memiliki prosedur yang bisa dipertanggung jawabkan
referensinya. Ada terapis yang memilih untuk menggunakan prompts langsung (MLT=Most to
Least prompting) seperti errorless learning ada center yang memilih untuk menggunakan NNP (no
no prompt) maksudnya adalah 2 kali jawaban berturut-turut salah, baru kemudian anak diberikan
prompt.
Untuk prosedur jika anak melakukan kesalahan, prosedur koreksi juga bervariasi. Apakah
perlu berkata tidak/salah/stop atau langsung saja tanpa komentar presentasi tugas berikut dengan
prompt. Untuk prosedur yang terakhir anak akan paham salah karena tidak menghasilkan
reinforcer dan dilakukan pengulangan tugas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa frustasi
karena untuk beberapa anak, kata-kata tidak/salah/stop akan berkonotasi negatif dan mengurangi
motivasi. Yang pasti apapun prosedurnya, jika anak melakukan kesalahan, beri kesempatan anak
untuk melakukan tugas lagi secara benar. Jangan hanya memberikan koreksi secara verbal atau
contoh yang benar, tetapi anak harus mencobanya berulang-ulang ketrampilan baru tersebut
sampai benar dan mandiri.
Sampai saat ini metode DTT adalah metode yang paling banyak diadakan penelitian
sebagai intervensi untuk anak Autis. DTT telah digunakan puluhan tahun dan terbukti sebagai
treatment yang efektif dan evidence based untuk menangani anak Autis. Akan tetepi selepas dari
itu metode DTT juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1. Banyaknya langkah dalam metode DTT akan membuat anak autis bingung. Anak autis
memiliki gangguan dalam memfokuskan perhatian, dengan karakteristik yang dimiliki
anak autis tersebut mereka akan kebingungan dalam menerima semua langkah-langkah
kecil yang ada dalam metode DTT.
2. Anak akan mudah bosan bahkan sampai menjadi tantrum dengan banyaknya langkah
dalam metode DTT. Dengan banyaknya langkah dalam metode DTT anak autis mudah
bosan dan ditakuti anak akan menjadi tantrum ketika anak bosan.
3. Metode DTT memerlukan waktu yang lama dan kesabaran dari pengajar/pembimbing.
Anak autis mempunyai hambatan dalam menerima instruksi sehingga akan membutuhkan
waktu yang lama dan kesabaran sampai anak benar-benar mahir dalam kegiatan tersebut.
4. Ketergantungan terhadap imbalan (reinforcement). Menurut Handojo dari suatu penelitian
didapatkan suatu kesimpulan bahwa sesuatu perilaku tertentu apabila diberikan imbalan
(reinforcement) akan dilakukan lebih sering, dan apabila tidak diberi imbalan suatu
perilaku semakin jarang dan akhirnya berhenti.
PENUTUP
Kesimpulan
Discrete Trial Teaching (DTT) adalah suatu teknik atau program yang didasari oleh model
perilaku “operant conditioning”, yaitu pemberian hadiah atau penguatan terhadap perilaku positif
yang terjadi yang dikehendaki oleh guru, orangtua, dan masyarakat, secara harfiah DTT adalah
latihan uji coba yang jelas/nyata. Yang mempunyai sejarah oleh Dr. Dalam penelitiannya untuk
metode pengajaran anak autis. 47% anak dalam penelitian beliau yang mengikuti DTT selama 40
jam dalam seminggu tidak dapat dibedakan dengan anak normal saat anak berada di kelas 1 SD.
Dengan prinsip kegiatan yang sifatnya besar, diubah dan dibagi menjadi bahasan atau kegiatan
yang lebih kecil untuk mengembangkan kemampuan berpikir (kognitif), komunikasi, bermain,
sosial maupun emosional serta bina diri. Dalam siklus discrete trial terdapat: Instruksi/stimulus
discrimination, respons, feedback/reinforcement yang mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam teknik pelaksanaannya.
Daftar Pustaka
Artikel jurnal Peningkatan kemampuan bina dirj anak autis melalui teknik Discrete Trial Teaching
dalam metode ABA
Source: https://rurysoeriawinata.com/discrete-trial-teaching/