Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL

Judul Penatalaksanaan perilaku anak autisme


dengan metode ABA (Applied Behavioral
Analysis)
Jurnal Pendidikan khusus
Issn 1858-0998
Download
Volume & Halaman Volume 1, No.2

Tahun November 2005


Penulis
Reviewer NYAI HERNAWATI
Tanggal 1-1-2017
Abstrak
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang dapat
dilihat sebelum 3 tahun sehingga mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi,
berelasi (berhubungan) dengan orang lain. Anak autisme memiliki perilaku yang berlebihan
(excess) dan berkekurangan (deficit). Perilaku anak autisme tersebut perlu ditatalaksana
sehingga anak mengalami kemajuan yang sangat berarti, dengan salah satu metode yang
ada yaitu metode aba yang dilakukan secara terstruktur, terarah, dan terukur maka anak
akan mengalami kemajuan yang sangat berarti. Tetapi perlu diperhatikan dalam terapis
memberikan instruksi, respon, imbalan. Dalam terapi ini perlu juga ada generalisasi,
evaluasi.
Abstrak yang disajikan penulis menggunakan dua bahasa yaitu bahasa inggris dan
bahasa indonesia. Secara keseluruhan isi dari abstrak ini langsung menuju topic bahasan
yang dibahas pada jurnal ini. Yang menurut saya pembaca menjadi mudah dalam
memahami jurnal ini.
Pendahuluan
Teknik / metode ABA (Applied Behavior Analysis) atau tata laksana perilaku di
Indonesia banyak dikenal orang dengan sebutan metode Lovaas. Hal ini dikarenakan Ivar
Lovaas (seorang psikolog Amerika) yang menggunakan dan mempopulerkan metode ini
pada penatalaksanaan bagi anak yang mengalami gangguan perkembangan termasuk
didalamnya adalah anak-anak autistik. Hasilnya sungguh sangat menggembirakan, sebab
47 % dari anak-anak austik yang ditanganinya bisa bergabung ke sekolah umum.
Dari hasil tersebut orang tua yang mempunyai anak-anak autistik dan para professional
yang menangani anak-anak autistik sangat besar harapannya dan akhirnya metode ini
menjadi berkembang pesat sampai sekarang. Di Indonesia metode ini baru berkembang
kira-kira akhir tahun 1996.
Metode ABA banyak dipakai untuk menangani anak-anak autistik dikarenakan metode
ini memiliki beberapa kelebihan yaitu : terstruktur (teknik mengajar yang jelas), terarah
(panduan program yang dapat dijadikan acuan), terukur (keberhasilan / kegagalan dapat
diketahui dengan pasti).
Adanya kejelasan dari metode ABA tersebut di atas, metode ini sekarang banyak
dipakai sebagai intervesi dini dalam penanganan perilaku untuk anak-anak autistik di
Indonesia.
Pembahasan
Pada bagian pembahasan, penulis membagi sub pokok bahasan menjadi beberapa
bagian, yaitu:
A. Mekanisme Applied Behavioral Analysis
1. Prinsip Dasar
Behavior (perilaku) adalah semua tingkah laku atau tindakan atau kelakuan seseorang yang
dapat dilihat, didengar atau dirasakan oleh orang lain atau diri sendiri. Timbulnya suatu
perilaku didahului suatu sebab (antecedent).
Suatu perilaku akan memberikan suatu akibat (consequence). Di sini dikenai rumusan
A .B . C yang disebut Operant Conditioning yaitu :

ANTECEDENT BEHAVIOR CONSEQUENCE

Suatu perilaku bila diberi imbalan yang tepat akan semakin sering dilakukan sebaliknya bila
tidak diberi imbalan akan terhenti. Prinsip ini kita kenal dari Pavlov (unconditioned reflex)
sebagai respondent conditioning yaitu :

PERILAKU + IMBALAN = TERUS DILAKUKAN

PERILAKU – IMBALAN = AKAN TERHENTI


2. Instruksi
Instruksi adalah kata-kata perintah yang diberikan kepada anak pada saat pemberian materi.
Instruksi kepada anak seterusnya S – J – T – T – S :
a. Singkat : Cukup 2 – 3 kata, jangan terlalu panjang karena tidak akan dapat
dimengerti anak, terutama yang masih sedikit pemahamannya.
b. Jelas : Volume suara perlu selalu disesuaikan dengan respon anak, tidak
membentak atau menjerit.
c. Tegas : Instruksi tidak boleh “ditawarkan/dilanggar” oleh anak dan harus
dilaksanakan (meski diprompt/dibantu)
d. Tuntas : Setiap instruksi harus dilaksanakan sampai selesai, jangan setengah jalan.
e. Sama : Setiap instruktur/terapis/guru harus memberikan instruksi yang sama pada
anak.

3. Siklus dari Discrete Trial Training


Siklus
Instruksi 1 (tunggu 3–5 detik), bila respon tidak ada, lanjutkan dengan
Instruksi 2 (tunggu 3–5 detik), bila respon tidak ada, lanjutkan dengan
Isntruksi 3 langsung lakukan prompt dan beri imbalan

4. Konsekuensi
Setelah perilaku kita cepat memberikan umpan balik atau feedback. Feedback yang terjadi
bisa bermacam-macam, antara lain :
 Mengatakan “Tidak” dengan perkataan yang biasa atau datar, karena dalam hal ini
memang anak belum mampu dan sedang dalam taraf belajar.
 Reward : ini diberikan bila anak mampu merespon instruksi dengan benar. Hal ini
juga diberikan pada percobaan ketiga setelah di prompt (dengan catatan hal ini
untuk materi baru). Reward bisa berupa makanan, minuman, mainan dan lain-lain
 Reinforcer katakan dengan cepat, misal : “Bagus”, “Hebat”, “Pandai”, dsb. Bila
respon anak benar atau mendekati benar.
 Katakan “Tidak” sebagai koreksi. Bila anak berperilaku yang membayakan atau
tidak semestinya. Perkataan “Tidak” harus diucapkan dengan tegas dan dengan
tekanan “TIDAK”.
 Ignoring (tidak memberi perhatian) hal ini dilakukan apabila anak tantrum atau
marah besar yang tidak membahayakan diri atau orang lain. Sebab apabila anak
marah lalu kita memberikan perhatian dan dengan perhatian tersebut akan dijadikan
penguat untuk mengulangi perilaku marah maka dalam hal ini ignoring diperlukan.
Sebaliknya apabila anak mulai tenang langsung harus kita dekati atau beri
perhatian, sehingga anak akan belajar “Apabila saya berperilaku baik/manis maka
saya akan dapat perhatian tetapi bila saya marah-marah orang akan cuek sama
saya”.
 Hukuman, dalam hal ini diberikan apabila dengan feedback yang lain tidak
berhasil, seperti dengan perkataan “Tidak” atau dengan ignoring. Hukuman
diberikan dengan tujuan agar perilaku tersebut tidak berlanjut.

5. Prompt / Bantuan
Prompt adalah bantuan yang sifatnya membantu anak agar anak mampu berespon benar
sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Jenis-jenis prompt yang diberikan antara lain :
 Prompt Fisik : secara fisik anak dibantu untuk merespon dengan benar.
 Prompt Verbal : terapis membantu melalui ucapan / kata-kata yang mengarahkan
kepada respon benar.
 Prompt Model : terapis memberi contoh langsung agar anak dapat menirunya.
 Prompt Gestural : bantuan secara isyarat, dengan menunjukkan, melirik ataupun
gerakan kepala.
 Prompt Tempat (Positional) : membantu dengan meletakkan benda pada posisi
lebih dekat dengan si anak, sehingga membesar kemungkinan anak merespon sesuai
yang diinginkan.

B. Pelaksanaan Applied Behavioral Analysis


Dalam pelaksanaan terapi dengan metode ABA, sebaiknya mengandung hal-hal sebagai
berikut yaitu :
 Discrete Trial Training (DTT)
Memecah setiap keterampilan yang belum dimiliki oleh anak kedalam bentuk ketrampilan
yang lebih kecil atau sederhana. Misalnya : seorang anak diberi instruksi “Ambil gelas
kuning di atas meja”. Anak akan diajarkan ketrampilan tunggal dahulu yaitu “ambil” =
perintah sederhana, “gelas” = pengenalan kata kedepan, dan “meja” = pengenalan benda.
Kemudian mulai dirangkai sampai anak bisa diperintah untuk ketrampilan yang rumit.
 Menggunakan Reinforment (Imbalan)
Bila anak bisa melakukan instruksi atau perintah yang diberikan, maka anak diberi imbalan
yang dia suka.
 Repetitive (Pengulangan)
Setiap ketrampilan yang diajarkan diberikan secara berulang-ulang sampai anak tersebut
menguasai ketrampilan tersebut tanpa dibantu lagi.
 Konsisten
Pelaksanaan terapi dijalankan dengan konsisten oleh semua yang terlibat dengan anak,
dalam pemberian instruksi dan dalam pemberian konsekuensi ataupun imbalan.
 Penilaian dan Pencatatan
Program terapi yang dijalankan harus dicatat secara rinci dan dinilai setiap kali terapi
dilaksanakan.

C. Discrimination Training (DT)


Discrimination Training (DT) bertujuan mengajarkan anak agar dapat membedakan antara
materi pelajaran (stimulus) yang satu dan lainnya.Tahapannya adalah sebagai berikut :
 Target “A”
Berikan hanya “A” sebagai stimulus. Dengan trial yang pendekatan pendek.
 Target “A” dengan Distraktor / Penggangu
Tekanan pengajaran masih di “A” namun diberi materi pelajaran lain sebagai pengganggu,
boleh “B” atau yang netral.
 Target “B”
Hanya “B” sebagai stimulus (tidak ada yang lainnya)
 Target “B” dengan distraktor / Pengganggu
Tekanan pengajaran masih di “B” namun diberi materi pelajaran lain sebagai pengganggu,
boleh “A” atau yang netral
 Penyajian secara Random / Acak antara “A” dan “B”

E. Materi Pelajaran
Materi pengajaran untuk anak autistik sangat banyak sumbernya yang mana semuanya pada
intinya mengajarkan atau membekali suatu kemampuan ketrampilan yang diperlukannya
untuk mencapai kemandirian dan sebagai bekal untuk hidup dalam komunitas masyarakat
sekitarnya. Sebab apabila ketrampilan ini tidak diajarkan pada anak autistik, mereka tidak
bisa belajar langsung sebagaimana layaknya anak-anak yang tidak bermasalah. Secara
umum kemapuan belajar anak autis mengembangkan kemampuan sebagai berikut :
1. Program kesiapan
2. Ketrampilan meniru
3. Ketrampilan bahasa reseptif
4. Ketrampilan bahasa ekspresif
5. Ketrampilan pre-ekademis
6. Ketrampilan bina diri
7. Ketrampilan sosialisasi
8. Kesiapan bersekolah
Kemampuan / ketrampilan diatas pada intinya merupakan suatu bahan ajar yang tercantum
dalam buku “Behavioral intervention for young children with autism” karangan C. Maurice.

F. Pencatatan dan Penilaian


Pencatatan hasil belajar dilakukan setiap kali kita mengajar. Hal ini dilakukan dalam format
yang mencakup (contoh terlampir) :
 Aktivitas program yang dikerjakan
 Instruksi yang digunakan (sd)
 Respon yang diharapkan oleh anak
 Penjabaran per item dari aktivitas program
 Tanggal belajar dan pengajar (bisa dengan kode)
 Kriteria dari keberhasilan belajar anak, dalam hal ini banyak sekali contoh
pencatatan kriteria yang dipakai. Salah satu contoh kriteria yang dipakai antara lain :
A = Achieve / mampu
P = Prompt dengan bantuan
P+ = 1 Tercapai dari 3 kali instruksi
P++ = 2 Tercapai dari 3 kali instruksi
Selain pencatatan harian ada juga pencatatan lain yaitu pencatatan kemampuan yang sudah
tercapai masih harus dilatihkan dengan tujuan agar kemampuan tersebut tidak hilang,
pencatatan tersebut dinamakan maintenance/pemeliharaan. Maintenance bisa dikerjakan
oleh siapapun yang mengenal program-program yang telah dicapai oleh anak. Ada satu
tahapan lagi yang sangat penting nilainya, yaitu tahapan generalisasi kemampuan yang
sudah tercapai selama proses terapi / proses belajar.

G. Generalisasi
Agar kemampuan yang akan dikatakan achieve atau tercapai tersebut tidak hilang begitu
saja atau tidak hanya bisa dengan satu orang/satu instruksi/satu tempat saja (supaya tidak
rigid/kaku) maka kemampuan tersebut sangat perlu sekali digeneralisasi sehingga
kemampuan tersebut menjadi lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari anak autistik
tersebut. Generalisasi mencakup :
 Generalisasi Stimulus, misalkan untuk instruksi “ke sini” anak mampu coba dengan
instruksi yang baru misalkan “kemari”.
 Generalisasi Tempat, artinya apabila diinstruksikan, maka di rumah, di sekolah atau
dimanapun anak berada ia juga harus bisa.
 Generalisasi Pengajar/Pemberi Instruksi, apabila anak mampu merespon benar
dengan pengajar/terapis A, maka dengan terapis B/C/dengan orang tua pun anak
juga harus bisa.
 Generalisasi Respon, yaitu bila anak bisa merespon dengan benar untuk satu
instruksi gunakan kemampuan itu untuk hal yang lainnya. Misalkan anak mampu
merespon instruksi “buka” untuk buka, bisa juga di pakai untuk buka pintu, buka
kaos kaki, buka kulkas, dll.

H. Faktor Pengaruh Keberhasilan


Tidak jarang kita melihat anak autis yang menunjukkan perilaku dan kemampuan akademik
yang tidak kalah dengan anak normal. Untuk mendapatkan hal yang sedemikian sangat
perlu diketahui 5 faktor yang paling berpengaruh terhadap “kesembuhan” anak autisme,
yaitu :
 Berat ringannya derajat kelainan
Semakin berat derajat kelainan dan jenis kelainan perilakunya, semakin sulit untuk kembali
“normal”. Perlu diingat, sekalipun anak autis itu ringan ia perlu penanganan yang tepat.
 Usia anak saat pertama kali ditangani secara benar dan teratur
Idealnya usia anak pertama kali ditangani adalah 2 – 3 tahun, pada usia ini perkembangan
otak paling cepat. Namun bukan berarti yang berusia lebih dari 3 tahun harus dibiarkan.
Mereka tetap memerlukan penangangan yang benar (khusus) sekalipun sudah melampui
usia ideal.
 Intensitas penanganan
Pola 40 jam per minggu adalah pola minimal untuk penanganan anak dengan teknik dan
metode yang benar. Pola ini bisa dilakukan di sekolah dan dilanjutkan di rumah.
 IQ Anak
Makin cerdas seorang anak makin dia cepat menangkap materi yang diberikan. Namun
perlu diingat bahwa kecerdasan emosional anak juga harus selalu diperhatikan mengingat
pengendalian emosi pada anak autis sangat minim. Diperkirakan 20 – 25 % anak autis
memiliki IQ normal atau bahkan di atas rata-rata.
 Keutuhan Pusat Bahasa di Otak
Pusat bahasa berada di lobus parietalis kiri, apabila mengalami kerusakan maka anak akan
kesulitan berkata-kata.
Dalam sub pokok bahasan diatas penulis menjelaskan dengan sangat rinci.
Pembahasan yang dilakukan oleh penulis mudah dipahami maksud dan tujuannya
oleh pembaca.
Simpulan
Dari pembahasan tersebut penulis dapat membuktikan bahwa metode Applied Behavioral
Analysis pada terapi Autisme lebih mengurangi perilaku yang berlebihan dan membantu si
anak menambah IQ nya jauh lebih baik pada anak autisme.
Kekuatan Penelitian
1. Teori dan model analisis yang digunakan tepat
2. Bahasa yang digunakan penulis mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh
pembaca. Analisis nya sangat rinci dan mudah dipahami.
Kelemahan Penelitian
1. Penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan isi jurnal
2. Penulis kurang detail dalam memberikan hasil yang didapat dalam melakukan
penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai