Panduan Pelatihan
Positive Behavior Support (PBS)
Pendahuluan
Model Positive Behavior Support (PBS) berpedoman pada Teori Perkembangan dan Teori
Belajar serta dilandasi dengan Analisis Perlaku Terapan atau Applied Behavior Analysis
(ABA). Positive Behavior Support (PBS) menggabungkan berbagai treatment dan intervensi
serta mengevaluasi setiap prosesnya bagi kepentingan terbaik anak.
Kerangka kerja PBS dapat membantu keluarga dan orang tua yang memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dengan cara
menemukan akar persoalan yang dihadapi dan kemudian mengembangkan rencana untuk
mengatasi persoalan tersebut.
Positive Behavior Support (PBS) bukanlah sebuah teori baru tetapi aplikasi dari pendekatan
sistem berbasis perilaku untuk meningkatkan kapasitas keluarga, sekolah dan masyarakat
dalam merancang lingkungan yang efektif dimana pengajaran dan pembelajaran terjadi (Carr
et al., 1999; Horner, Albin, Sprague, & Todd, 1999). Positive Behavior Support (PBS) menjadi
istilah umum yang mengacu pada penerapan sistem dan intervensi perilaku yang positif untuk
mencapai perubahan perilaku yang penting secara sosial.
Positive Behavior Support (PBS) adalah integrasi dari (a) ilmu perilaku, (b) intervensi praktis,
(c) nilai-nilai sosial, dan (d) perspektif sistem. Haring dan De Vault (1996: hal. 116) kemudian
mengindikasikan bahwa PBS adalah (a) intervensi yang mempertimbangkan konteks di mana
perilaku terjadi, (b) intervensi yang membahas fungsi dari persoalan perilaku yang terjadi, (c)
intervensi yang dijustifikasi dengan hasil intervensi, (d) hasil yang dapat diterima oleh
individu, keluarga, dan komunitas yang mendukung kebutuhan perkembangan dan belajar
anak.
Panduan ini secara khusus membahas asesmen fungsi perilaku dan teknik serta prosedur yang
digunakan dalam membangun keterampilan atau perilaku baru yang diinginkan oleh orang
tua/guru/terapis melalui impelementasi Applied Behavior Analysis (ABA) dalam proses terapi.
Cara efektif menangani persoalan perilaku pada anak adalah dengan mencegah terjadinya
perilaku tersebut. Prosedur ini dapat dilakukan dengan mengubah kondisi fisik lingkungan,
instruksional, dan lingkungan sosial.
Mengajarkan keterampilan baru pada anak sangat berkaitan dengan apa yang dibutuhkan anak
tersebut untuk belajar menggantikan persoalan perilakunya. Mengetahui dan memahami tujuan
atau fungsi dari persoalan perilaku yang ditunjukkan anak, sangat penting dalam menentukan
perilaku/keterampilan pengganti yang akan diajarkan.
Suatu rencana Applied Behavior Analysis (ABA) selain menekankan pada upaya mencegah
munculnya persoalan perilaku dan mengajarkan perilaku pengganti yang dapat diterima, juga
akan mempertimbangkan bagaimana merespon ketika persoalan perilaku terjadi. Diperlukan
adanya persiapan sehingga setiap orang mampu merespon persoalan perilaku yang terjadi
secara efektif. Beberapa strategi berikut ini disarankan agar situasi-situasi yang sulit dapat
diatasi.
2) Fase Pemicu adalah peristiwa, aktivitas atau perilaku yang memprovokasi kecemasan
dan memicu siklus perilaku bermasalah.
3) Fase Agitasi ditandai dengan tanggapan emosional, seperti cemas, kuatir, marah,
depresi, dan frustrasi.
4) Fase Akselerasi adalah peningkatan perilaku untuk mencapai ambang batas, seorang
anak yang perilakunya negatifnya secara terus-menerus sangat mungkin bertujuan
untuk mendapatkan tanggapan dari orang lain - biasanya orang tua atau guru.
5) Fase Puncak, seorang anak yang ada dalam fase ini dapat menunjukkan perilaku yang
membahayakan dirinya maupun mengancam orang lain.
6) Fase De-eskalasi adalah fase yang ditandai dengan pelepasan emosional dan
berkurangnya suatu perilaku negatif.
7) Fase Pemulihan adalah periode untuk mendapatkan kembali keseimbangan menuju fase
tenang.
Rencana Keselamatan harus diajarkan dan dipraktikkan bersama anak dan guru yang
berinteraksi secara teratur. Perencanaan keselamatan sangat penting dilakukan dalam
mengidentifikasi strategi mengatasi fase awal dari siklus perilaku negatif yang dapat
membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Strategi utama akan melibatkan kemampuan
mengidentifikasikan anak di awal siklus dengan harapan dapat meredakan situasi dan
memastikan semua orang dewasa tahu bagaimana berinteraksi dengan anak selama siklus
perilaku yang terjadi.
Hukuman (punishment) dan cara-cara kasar lainnya bukan solusi tepat untuk mengatasi
persoalan perilaku yang ditunjukkan anak. Sadari selalu bahwa perilaku memiliki fungsi atau
tujuan tertentu dan itu berarti indikasi adanya kebutuhan belajar yang spesifik. Gunakan selalu
strategi-strategi pengajaran yang positif dalam membantu anak berkomunikasi, bersosialisasi,
dan mengarahkan perilakunya.
Halaman berikut akan menampilkan form ABC yang menjadi landasan melakukan Functional
Behavior Assessment (FBA) dalam merumuskan rencana dan target perilaku yang diharapkan
pada Anak. Lembar klasifikasi dari reinforcers yang merupakan ‘perekat’ dalam setiap proses
pembelajaran bersama anak, juga diberikan pada bagian selanjutnya.
Komunikasi Sensori
Getting attention Self-regulation
Klasifikasi Contoh
Edibles: pilihan anak terhadap makanan biskuit, jely, permen, roti, keripik, wafer,
dan minuman tertentu juice, susu, air putih, pudding, dsb.
Activity: pilihan anak terhadap aktivitas computer games, membaca buku, bermain
atau kegiatan yang disukainya puzzle, main bola, mendengar musik,
menyanyi, mewarnai gambar, memasak,
main sepeda, membantu terapis/guru, waktu
bebas, berenang, membersihkan kelas, tidak
ada PR, dsb.
Tangibles: benda-benda yang disukai anak, buku, tas, agenda, pensil, logo gambar, topi,
seperti mainan, benda-benda pribadinya, jaket, saputangan, majalah, miniatur alat
dan sesuatu yang dipakai anak transportasi, miniatur binatang, action
figures, dsb.
Social: pujian dari orang lain, pelukan, Senyum dari terapis/guru atau orang tua
senyuman, ngobrol, perhatian dan kontak kepada anak, mengangguk sebagai
mata konfirmasi tanda setuju, kata-kata yang
menunjukkan perghargaan terhadap setiap
usaha anak: ‘bagus’, ‘hebat’, ‘keren’, ‘pintar
sekali’, ‘nah begitu caranya’, ‘usaha yang
bagus’, dsb.
Diadaptpsi dari Behavior Management Principles of Positive Behavior Suppor (2008) by Wheeler, J.J. & Richey, D.D.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Bagian ini akan membahas hal-hal teknis dalam pembelajaran bersama anak menggunakan
pendekatan teori belajar perilaku. Empat prosedur yang paling umum dalam membangun dan
mengembangkan perilaku belajar seorang anak, adalah:
1. Imitasi
Definisi: Relasi dari penggunaan 4 sifat perilaku dan lingkungan (model – perilaku
tiruan – kesamaan antara model dan perilaku – perilaku diarahkan oleh model).
Keuntungan: relatif cepat proses akuisisi keterampilan baru atau perilaku kompleks.
2. Shaping
Langkah:
a. Mendefinisikan target perilaku.
b. Menentukan apakah shaping merupakan prosedur yang paling tepat.
c. Mengidentifikasikan perilaku awal.
d. Menentukan langkah-langkah shaping.
e. Memilih reinforcer yang akan digunakan dalam prosedur shaping.
f. Membedakan pemberian reinforcer pada setiap perilaku yang semakin mendekati
target yang diharapkan.
g. Memindahkan tahapan-tahapan shaping ke dalam pace yang masuk akal sesuai
dengan invidualitas anak sendiri.
3. Chaining
Definisi: Aplikasi sistematis dari strategi prompting dan fading dalam setiap komponen
Stimulus – Response dari suatu perilaku yang kompleks. Setiap respon akan
mendapatkan reinforcer dan juga bertindak sebagai discriminative stimulus (SD) untuk
setiap respon lanjutan dalam rantaian. Tiga prosedur: forward chaining – backward
chaining – total task presentation.
Langkah:
Dalam Forward & Backward perilaku dipecah dalam komponen-komponen respon
yang individual, tiap komponen diajarkan satu-satu sampai dikuasai hingga kemudian
Rehearsal: kesempatan buat anak untuk berlatih sesuai dengan apa yang dimodelkan
dan diinstruksikan oleh orang tua/guru/terapis. Arti rehearsal kemudian adalah (1)
memberikan kepastian bagi orang tua/guru/terapis apakah anak telah mempelajari
keterampilan yang diajarkan (2) memberikan peluang bagi anak untuk mendapatkan
reinforcers ketika respons nya benar (3) memungkinkan orang tua/guru/terapis
memberikan koreksi bila respons anak salah.
1) Task Analysis
2) Shaping (successive approximations)
3) Imitation
4) Chains of Behavior
5) Discrimination Training Sequence
Secara khusus, strategi ke-5, yaitu sikuen dalam Discrimination Training berlandaskan pada
‘the three term of behavior’ atau kontingensi perilaku yang dioperasionalkan dalam rumusan
Antecedent – Behavior – Consequences (A-B_C). Operasionalisasi dari perilaku dapat
digambarkan sebagai berikut:
Antecedent Consequences
• Setting Event ) Positive Reinforcers
• Discriminative Stimuli/Sd) ) Behavior Neutral
• Prompts ) Informative
• Neutral Stimuli ) Corrective
Sementara simbolisasi sikuen dari proses belajar diskrit dapat digambarkan sebagai berikut:
D R+-/r+-
S → R → S → ITI
\
Prompt
S
Sikuen belajar diskrit di atas, disebut juga sebagai Discrete Trial Teaching atau DTT yang
sangat dperlukan oleh orang tua/guru/terapis dalam mengajarkan anak berbagai konsep bahasa
(reseptif dan ekspresif) dan kemampuan berkomunikasi baik melalui identifikasi, memahami
kata, menamakan, membuat klasifikasi, mengelompokkan dan mendeskripsikan sesuatu.
Strategi ini akan selalu didasarkan pada pengalaman belajar anak sebelumnya.
Prompting
Tidak semua anak dalam proses belajarnya di awal, mampu menunjukkan respons yang
diharapkan secara mandiri, sehingga dalam proses awal, orang tua/guru/terapis perlu
merencanakan pemberian bantuan (prompting) yang efektif dan individual. Makna prompt
dalam proses belajar diskrit sendiri, adalah:
• Di awal proses belajar, anak tentu membutuhkan bantuan untuk memahami hubugan
antara SD (Antecedent) dan SR+ (Consequences). Inilah yang disebut sebagai SPrompt.
• Diberikan berbarengan dengan SD atau segera setelah SD diberikan.
• Menghindari anak melakukan ‘trial and error’ sehingga anak selalu diarahkan untuk
belajar dari setiap keberhasilannya.
Kemampuan anak dalam melakukan diskriminasi yang didasarkan pada pengalaman belajar
sebelumnya dapat diurutkan secara sistematis dalam setiap tahapan belajar. Penjabaran dari
setiap urutan atau tahapan diskriminasi, sebagai berikut:
1. Mass Trial
Mass Trial Prompt (MTP)
Mass Trial (MT)
Mass Trial w/ Distractor Item (MT w/ DI)
3. BLOCK ROTATION
SD A (full positional prompt)
SD A (1/2 positional prompt)
SD A (no prompt)
SD A (no prompt)
4. RANDOM ROTATION
“Target items out of a pattern”
5. Generalization
Itulah tahapan belajar diskriminasi yang harus dilewati anak, namun demikian, kapasitas
kognitif anak sangat individual dan berbeda pada setiap anak sehingga dalam pelaksanaannya
dapat dilakukan secara fleksibel. Pada kasus-kasus gangguan perkembangan seperti disabilitas
intelektual dan autism, setiap tahapan diskriminasi di atas sangat membantu jika dilakukan
secara berurutan dan konsisten.
Proses belajar ketika diterapkan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan dan
belajar serta dilakukan dalam setting klinis baik di rumah sakit maupun pusat terapi dan tumbuh
kembang lainnya, akan disebut sebagai Behavior Therapy atau Terapi Perilaku. Secara klinis,
memulai terapi perilaku bukanlah suatu hal yang mudah sehingga dalam pelaksanaanya harus:
Proses awal terapi jika didefinisikan maka tidak akan terlepas dari berbagai aktivitas berikut
ini:
Perkembangan respons anak dalam proses terapi akan berbeda, sehingga tidak mungkin orang
tua/guru/terapis membandingkan progress seorang anak yang ditanganinya dengan anak
lainnya. Perkembangan hasil terapi akanselalu diukur dan dilihat dari kondisi awal seorang
anak sebelum menjalani terapi – sewaktu menjalani terapi – dan sesudah menjalani proses
terapinya. Proses ini juga tidak akan berhenti dalam satu setting saja, misalnya di klinik, tetapi
harus berlanjutkan dalam berbagai kesempatan belajar dan latihan yang menuntut berbagai
variasi dari:
Adaptasi berbagai kemampuan yang telah dipelajari seorang anak dalam kehidupan sehari-
harinya, baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan yang lebih luas menuntut adanya
suatu proses generalisasi. Generalisasi berarti:
Tentukan:
1. Buatlah Rencana Intervensi Perilaku (Behavioral Intervention Plan/BIP) dari salah satu
anak yang mencakup:
2. Task Analysis
3. Chaining Procedur
4. SD, Respon, Konsekuensi dan Stimulus Prompt
5. Rencana generalisasi
1. Instruksi sederhana
SD : Atur jarak dengan anak lalu sebut nama Anak dan katakan …
(Kesini, Duduk, Berdiri, Ambil, dsb.)
Respons : Anak mengikuti sesuai instruksi yang diberikan
P
S : Fisik (Hand over hand, partial, gesture)
R
S : pujian, mainan, makanan, dsb.
2. Kepatuhan dasar
SD : Setelah anal siap katakana, “… (Lihat, Tangan , dsb.)”
Respons : Anak mengikuti sesuai instruksi yang diberikan
SP : Fisik (Hand over hand, partial, gesture)
SR : pujian, mainan, makanan, dsb.
5. Scanning (Lotto 1 x 3)
SD : Setelah anak siap, susun 3 kartu di atas meja lalu berikan pada anak
pasangannya satu-persatu sambll mengatakan, “Samakan!”
Respons : Anak meyamakan pasangan kartu lotto yang diberikan.
SP : Fisik (Hand over hand, partial, gesture)
R
S : pujian, mainan, makanan, dsb.
kursi
mobil
bola
Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2007). Applied behavior analysis (2nd ed.).
Upper Saddle River, NJ: Pearson.
Demchak, M. (1990). Response prompting and fading methods: A review. American Journal
on Mental Retardation, 94, 603-615.
Holt, P. (2003). Generalized imitation and generalized matching to sample. The Behavior
Analyst, 26, 155-158.
Howard, J.S., Sparkman, C.R., Cohen, H.G., Green G., & Stanislaw H. (2005). A comparison
of intensive behavior analytic and eclectic treatments for young children with autism.
Research in Developmental Disabilities, 26, 359-383.
J. Tyler Fovel, ABA Consultant’s Companion, 2003
Miltenberger, G. R. (2008). Behavior Modification: Principles and Procedures. (4th ed.).
Belmont, CA: Thomson Wadsworth.
Reynolds, G. S. (1975). A primer of operant conditioning (Rev. ed.) Glenview. IL: Scott,
Foresman.
Satcher, D. (1999). Mental health: A report of the surgeon general. U.S. Public Health
Service. Bethesda, MD.
Striefel, S. (1974). Behavior modification: Teaching a child to imitate. Austin, TX: Pro-Ed.
Sulzer-Azaroff, B., & Mayer, G.R. (1991). Behavior analysis for lasting change. Fort Worth,
TX: Holt, Rinehart, & Winston.
Performance
PROGRAM Keterangan
% Prompt ?
I. Kepatuhan Dasar Sebelum Belajar/ Basic
compliance :
1. Kesini
2. Duduk
3. Tangan dilipat
4. Lihat
5. Dst...
II. Imitasi dan menyamakan /Imitation & Matching
1. Imitasi :
a. Gross Motor
1. 1 gerakan dengan model
2. 1 gerakan dengan foto/gambar
3. 1 gerakan dengan simbol
(PECS/COMPIC)
b. Fine Motor
1. Satu gerakan dengan model
2. Mengembangkan handgrip Emir dalam
kegiatan pra menulis (mencoret,
mewarnai, menggaris horizontal &
vertikal.
e. Imitasi vokal
-a
-e
-i
-o
-u
- suara
- kata
- kalimat)
f. Block Design
1. Dua konfigurasi balok
3. Tiga konfigurasi balok
2. Matching:
a. Benda sehari-hari yang identik
b. Benda sehari-hari yang nonidentik
c. Huruf vokal kecil (a, e, i , o, u)
d. Konsep jumlah 1 - 5 (Basich Math):
1. Mengurutkan angka 1 - 5
2. Menyamakan jumlah yang sama
bentuk - sama konfigurasi
3. Menyamakan jumlah yang beda
bentuk - sama konfigurasi
4. Menyamakan jumlah yang beda
bentuk (campur) - sama konfigurasi
5. Menyamakan jumlah yang sama
bentuk - beda konfigurasi
6. Menyamakan jumlah yang beda
bentuk - beda konfigurasi
7. Menyamakan jumlah yang nrtnda
bentuk beda konfigurasi, angka
8. Visual counting (dengan gambar-
gambar spt pohon, buah, dll)
9. Counting 1 digit, dst.
e. Part & Whole
1. 2 potong
2. 3 potong
3. Hingga 10 pot
III. Basic Self-help skill
1. Makan
2. Toilet training
3. Memakai baju kaos
4. Memakai celana
5. Menyisir
6. Sikat gigi
7. Melepas .sepatu
8. Melepas kaos kaki
9. Memakai sepatu
10. Memakai kaos kaki
11. Dst....
IV. Basic Languange
1. Instruksi sederhana (Receptive simple
command)
- ambil, minta, taruh, dsb...
2. Sight reading (foto) untuk meningkatkan
kesadaran fonologi Anak
- Kata benda
- Kata kerja
- Kata Sifat
3. Sight reading (foto + tulisan komputer)
- Kata benda
- Kata kerja
- Kata sifat
4. Sight reading (simbol + tulisan komputer)
- Kata benda
2. Shapes
a. Matching (bentuk dasar)
b. Receptive + gambar/simbol
c. Expressive + gambar/simbol
3. Preposition (di dalam, di atas, di bawah)
a. Dengan Benda
Dalam 1 sesi terapi diajarkan preposisi
dengan :
1. 1 benda dan 1 media yang tetap
2. 1 benda dan 1 media yang diganti-
ganti
3. 1 benda yang diganti-ganti dan 1
media
4. dengan beberapa benda dan beberapa
media
5. 1 benda dengan 2 media
6. 2 benda dan 1 media
b. Preposisi in vivo
Anak yang melakukan
4. Milik/ kepunyaan
5. Silent game (pura-pura jadi patung)
6. Ya/Tidak
7. Choices (pilihan): Mengambil salah satu benda
yang disukai
8. Menyebutkan 2 benda: … dan … (gelas dan
piring)
9. Fungsi-fungsi benda :
1. “Minta yang untuk ….”
2. “Kelompokkan “ (beberapa barang
dengan 2 fungsi yang berbeda)
3. “Pegang yang untuk …” (ada
bermacam alat mis untuk makan,
pakai, main dalam 1 box)
4. Label : sd : ”Baju untuk ….”
10. Lokasi (ruangan-ruangan): ruang terapi, kamar
mandi, tempat bermain, dsb
11. Mengikuti perintah verbal / Complex
Receptive Command
12. Opposite (Lawan Kata; besar x kecil, panjang
x pendek, dsb.)
13. Occupation (Pekerjaan; dokter, guru, dsb.) 2D
& 3D
1. Matching pekerjaan (Konsep)
2. SD: “Pegang … (dokter)!” +
gambar/simbol
3. SD: “Siapa? (dokter)
4. SD:“Pegang yang tugasnya
mengobati orang sakit di rumah
sakit” (dokter)
5. SD:“Siapa yang tugasnya mengobati
orang sakit di rumah sakit?” (dokter)
6. SD:“Jelaskan mengenai dokter”
14. Kategori 2D & 3D
Nama : ______________________