Anda di halaman 1dari 56

Disusun Oleh Kelompok 2 Offering G-9

Adelia Ratna Dhuhita (190151602642)

Dedi Setiawan (190151602680)

Elok Eka Wardani (190151602518)

Farentyra Ajie Kesuma W (190151602651)

Neni Amelia Nandarista (190151602514)

Roisatun Nisa (190151602728)

Silvy Fatiha Sari (190151602534)

Kerangka Isi :

1. PENDAHULUAN
2. MATERI
3. MIND MAP
4. LATIHAN SOAL
5. RANGKUMAN
6. DAFTAR RUJUKAN
7. KUNCI JAWABAN
8. GLOSARIUM
METODOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD KELAS TINGGI

1. PENDAHULUAN
Sebelum kita praktik dalam lapangan tentunya kita harus memahami terlebih dahulu
teori mengenai pembelajaran. Dalam pembelajaran ada banyak hal yang harus kita perhatikan,
mungkin dari bagaimana kita berpenampilan, bagaimana kita harus bersikap, sampai
bagaimana etika kita saat mengajar. Namun selain itu juga ada hal-hal yang tidak kalah
penting yang harus diperhatikan juga, yaitu bagaimana teknik yang digunakan dalam
pembelajaran, strategi apa yang harus digunakan dalam suatu pembelajaran, dan masih
banyak lagi.
Jika ada guru yang mengajar hanya untuk membatalkan kewajibannya sebagai guru
(sekedar mengajar tanpa memperhatikan pemahaman peserta didik), mungkin mereka tidak
memperhatikan metodologi dalam pembelajarannya. Sangat penting bagi guru untuk
memperhatikan hal ini, sebab peserta didik merupakan bibit untuk menjadi gnerasi penerus
nanti. Maka dari itu, penjabaran mengenai metodologi pembelajaran ini akan kami bahas
dalam makalah.

2. MATERI

2.1 Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (La Iru: 2012).

Proses pembelajaran yang diberikan guru tidak hanya sekadar mengajar yang diartikan
selama ini adalah mentransfer ilmu (transfer of knowledge) kepada siswa. Namun, guru juga
harus dapat mendidik (transfer of value) siswa sesuai norma yang berlaku di masyarakat,
melatih (transfer of skill) semua potensi yang dimiliki siswa, dan membimbing (transfer of
experiences) siswa berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh guru.

Pendekatan pembelajaran dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Pendekatan secara umum

Menurut Hapidin (2006), ada beberapa pendekatan yang dapat dikaji dan diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
a) Pendekatan Pedosentris

Pendekatan pedosentris sering dikenal dengan learner centered yakni cara


memandang kegiatan pembelajaran yang bertumpu atau bertitik tolak dari
kesanggupan atau kemampuan anak sebagai individu yang belajar. Melalui
pendekatan ini, guru akan berusaha untuk memikirkan dan menelaah
seberapa kesanggupan atau kemampuan anak menguasai suatu bahan atau
materi pembelajaran.

b) Pendekatan Materiosentris
Materiosentris yang menganggap bahwa segala pusat kegiatan pembelajaran
harus dimulai dengan materi atau bahan pembelajaran. Cara pandang ini akan
mengarahkan guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
menggiring seluruh aktivitas anak untuk menguasai materi atau bahan
pembelajaran. Bagi guru, hal terpenting adalah bagaimana materi atau bahan
pembelajaran selesai dilaksanakan dan anak-anak dapat menguasainya. Guru
tidak perlu memikirkan anak yang lambat, sedang atau cepat dalam
menangkap materi atau bahan pembelajaran.

c) Pendekatan Child Centered

Pendekatan child centered atau student centered merupakan suatu cara


pandang yang menganggap pusat kegiatan pembelajaran bertitik tolak pada
aktivitas anak (murid). Cara pandang ini meyakini bahwa murid atau anak
memiliki kemampuan sendiri melalui berbagai aktivitas dalam mencari,
menemukan, menyimpulkan serta mengkomunikasikan sendiri berbagai
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Tugas guru yang utama menurut
pandangan ini adalah menyusun dan menciptakan berbagai situasi dan
fasilitas yang memungkinkan anak belajar. Cara pandang ini berada satu titik
vertikal dengan pendekatan pedosentris.

d) Pendekatan Teacher Centered

Cara pandang ini berada satu titik vertikal dengan pendekatan pedosentris.
Pada sisi yang berlawanan, cara pandang teacher centered menekankan pusat
kegiatan pembelajaran berada pada aktivitas guru dalam menguasai serta
menyampaikan materi pembelajaran. Seluruh proses pembelajaran akan
diwarnai dan didominasi oleh keaktivitan guru dalam menguasai kelas dan
materi pembelajaran. Cara pandang ini berada dalam satu titik vertikal
dengan pendekatan materiosentris.
e) Pendekatan Discovery

Pendekatan Discovery dikenal juga dengan istilah pendekatan penemuan.


Pendekatan ini mempunyai cara pandang yang memusatkan kegiatan
pembelajaran pada upaya atau aktivitas anak didik untuk menemukan sendiiri
berbagai aspek pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai melalui berbagai
pengalaman yang dirancang dan diciptakan guru. Melalui cara pandang ini,
guru akan berusaha memikirkan bagaimana menciptakan situasi belajar
mengajar dengan ragam komponennya agar anak didik mau dan bisa mencari
serta menemukan sendiri berbagai aspek pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai. Pendekatan ini berada dalam satu titik vertikal dengan pedosentris
dan child centered.

f) Pendekatan Ekspositori

Adapun pendekatan ekspositori lebih mamandang aktivitas pembelajaran


sebagai kegiatan guru melakukan ekspose atau penyampaian pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai.

g) Pendekatan Kongkrit

Pendekatan kongkrit merupakan cara pandang dalam proses pembelajaran


yang lebih mengupayakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses
yang kongkrit. Melalui pendekatan ini, proses pembelajaran akan diupayakan
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu yang kongkrit bagi anak, terutama
menjadi hidup dalam kehidupan sehari-hari.

h) Pendekatan Abstrak

Adapun pendekatan abstrak merupakan cara pandangan dalam melaksanakan


kegiatan pembelajaran yang lebih banyak menggunakan proses abstrak.
Proses seperti ini memberikan pemahaman yang verbalisme pada anak
tentang berbagai ragam pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tertentu.

2) Pendekatan secara khusus

a) Definisi Pendekatan Psikoanalisis

Teori psikoanalisis dipublikasikan oleh tokoh dunia Sigmund Freud.


Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang
psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit
mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia.
Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia
sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud
dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa
perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada
orang tersebut. Berkembangnya ilmu, kemudian teori psikoanalisis lebih
populer dengan teori -teori perkembangan psikoseksual dari Sigmund Freud
dan teori psikososial dari Erik Erikson yang lebih sering dijadikan landasan
teori. Teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih
menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan
teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial.

Melalui delapan tahap perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan


bahwa dalam setiap tahap terdapat maladaption/maladaptif (adaptasi keliru)
dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap tidak
berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan
tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat
ritualisasi yaitu berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap
perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang
tidak menyenangkan.

Implementasinya dalam pendidikan untuk anak usia dini adalah: Masa pra
sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-
kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalankegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.

Yang Terjadi Pada Anak Treatment yang harus

Insiatif Kesalahan diberikan oleh


orangtua dan guru
Di sekolah: Ingin Biasanya ketika ingin • Memberikan
terlibat dalam semua membantu, anak arahan dan aturan yang
kegiatan bersama terkadang malah dapat dipahami anak,
dengan teman-teman rebutan dengan dengan bahasa yang
dan guru, senang temannya, bertengkar, baik dan benar dan
membantu bekerjasama dan salah satu ada yang dengan cara yang dapat
mengerti
merapikan mainan atau menangis atau pun di anak.
perlengkapan sekolah. keduanya. Atau malah • Guru
merusak barangbarang dapat
memberikan
sekolah. kegiatan
bersama
seperti
bekerjasama
merapikan
mainan
setelah selesai

bermain, atau membuat


kegiatan khusus bermain
peran menjadi orangtua atau
apa saja yang diminati anak.
• Jika anak membuat
kesalahan atau berselisih
dengan teman sebayanya,
maka damaikan dengan cara
yang tidak berpihak. •
Berikan reward pada anak
yang sudah berusaha untuk
inisiatif membantu guru atau
pun teman sebayanya.
Reward

bisa berupa pujian dan


mungkin token hadiah.
b) Pendekatan Behaviorisme

Teori belajar conditioning (teori belajar behaviorisme) merupakan suatu teori


yang menyatakan bahwa beberapa proses belajar dapat terjadi dalam kondisi
tertentu yaitu adanya stimulasi (rangsang) yang menimbulkan respon
(reaksi). Jadi, belajar terjadi karna adanya asosiasi antara S (Stimulus) dan R
(Respon). Teori ini disebut juga dengan teori stimulus-respon yang disingkat
dengar SR (Yuliani Nurani, 2004 : 29). Teori ini berkembang melalui
beberapa tokoh ternama seperti Edward L. Thorndike, Ivan Pavlov, dan B. F.
Skinner. Ketiga pakar ini sepakat bahwa teori behaviorisme yaitu belajar
adalah perubahan tingkah laku lahir saja, bukan disebabkan dari faktor-faktor
dari dalam, misalnya seseorang merasa sedih maka menangis. Oleh karna itu,
behaviorisme juga sering disebut dengan ilmu jiwa tanpa jiwa karna tidak
terjadi proses jiwa. Teori ini dibagi menjadi tiga, yaitu :

(1)Instrumental conditioning sering juga disebut dengan respon type theories


dengan tokoh yaitu Edward L. Thondike yang menyatakan bahwa respon
yang menyenangkan menghindari yang tidak menyenangkan, misalnya
seseorang menyanyi karna tidak senang menangis.

(2)Classical conditioning atau stimulus type theories dengan tokohnya adalah


Ivan Pavlov yang menyatakan bahwa prilaku dikontrol oleh stimulus. Dalam
hal ini, Ivan Pavlov melakukan penelitiannya dengan menggunakan seekor
anjing yang diberikan daging lalu mengeluarkan air liur, untuk kedua kalinya
jika ada yang datang anjing tersebut tetap mengeluarkan air liur.

(3)Operant conditioning yaitu stimulus respon type theories dengan tokohnya


yaitu B. F. Skinner yaitu merupakan perpaduan antara teori S dan R yang
juga merupakan perpaduan dan penguatan,menurut skinner, agar terjadi
perubahan maka harus ada penguatan S dan R.

Misalnya, agar stimulus menimbulkan reaksi yang tepat maka perlu adanya
respon yang disertai dengan penguatan

Adapun menurut Martini Jamaris (2010:164) tujuan pembelajaran menurut


behaviorisme adalah behavioral learning ourcome dinyatakan secara spesifik,
seperti berikut ini:

A = Audience, ialah siswa


B = Behavior, ialah perilaku atau kompetensi yang perlu ditampil- kan setelah
proses belajar dilakukan, seperti “menjawab dengan benar” C = Condition,
setelah menyelesaikan unit pelajaran yang dievaluasi diakhir proses
pembelajaran D = Degree, yaitu pencapaian hasil belajar, misalnya 90%
Implikasi teori behavioris dalam pendidikan adalah :

Contoh konsep ABCD dalam merumuskan Lesson Plan

Audience : Siswa kelas 1 SD (anak usia 6 tahun)

Behavior : Dapat membedakan ciri-ciri makhluk hidup dengan benda mati.


Conditions: Melalui observasi langsung Degree : Dengan tepat (dengan
benar).

c) Pendekatan Konstruktivisme

Makna dari konstruktif adalah sesuatu yang dapat dibangun. Maksud dari
”sesuatu yang dapat dibangun” itu adalah pengetahuan. Menurut Shapiro
(1994), pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah
suatu kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan
pengalaman dan apa yang mereka percayai sebagai realitas (Paul Suparno,
1997 : 28). Maka dapat juga dimaknai bahwa pengetahuan yang dimiliki
seseorang merupakan akibat dari suatu pembentukan (konstruksi) kognitifnya
melalui aktifitasnya dan interaksi edukatif yang dilakukan dalam keadaan
sadar.

Beberapa referensi, lebih mengatakan bahwa pemikiran konstruktivisme


modern paling banyak mengandalkan teori Vygotsky yang telah digunakan
untuk mendukung metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan
pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan. Jadi,
yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah dalam proses
pembelajaran, peserta didiklah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pengajar atau orang lain.

Implementasi Konstruktivisme Dalam Pendidikan

Dengan menyimak penjelasan sederhana di atas dan mengacu pada teori


Vygotsky, maka untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme dalam
pendidikan ada tiga pembelajaran yang jika dilakukan oleh para pendidik
dengan cara yang benar, maka sudah pasti pendidik tersebut telah melakukan
konstruksi pengetahuan pada anak didiknya. Berdasarkan teori Vygotsky ada
tiga pola pembelajaran yang arah tujuannya ialah konstruktivisme, yaitu
pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
discovery.

2.2 Metode Pembelajaran


Penggunaan metode pengajaran merupakan salah satu aspek lain yang perlu diperhatikan guru
dalam melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar akan mencapai hasil yang optimal
apabila guru dapat memilih metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan perkembangan anak,
kemudian dapat melaksanakannya dengan teknik-teknik penyampaian yang baik.

Matematika sendiri pada dasarnya memiliki objek dasar yang abstrak. Menurut (Soejadi
dalam Muhsetyo, 2004) keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta,
konsep, operasi dan prinsip. Sedangkan menurut Piaget, siswa sekolah dasar yang umurnya
berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun, berada pada fase operasional konkret.
Pada fase ini umumnya siswa masih terikat dengan objek yang konkret atau cenderung berpikir
konkret, rasional dan objektif dalam memahami suatu situasi.

Salah satu faktor keberhasilan dalam pembelajaran adalah kemampuan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran yang berhasil dan kondusif
biasanya diukur dengan tingkat pemahaman materi pembelajaran melalui nilai tes dan partisipasi
siswa selama proses pembelajaran. Menurut (Sudono Anggani, 2009), Agar tujuan pembelajaran
tercapai dan terciptanya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat
menggunakan media pembelajaran secara tepat. Dengan menggunakan media, siswa akan lebih
mudah memahami konsep yang dipelajari, karena pembelajarannya melibatkan aktivitas fisik dan
mental dengan kegiatan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga yang sejalan dengan
karakteristik siswa sekolah dasar yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik untuk
mengetahui situasi di sekitar mereka dengan perasaan.

Media diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut (Briggs dalam Wina Sanjaya)
media adalah alat untuk memberikan perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar.
Maka dari itu dalam mengenalkan konsep bilangan matematika pada anak usia dini sebaiknya
menggunakan media yang konkrit sehingga anak lebih mudah untuk memahami dan untuk lebih
mengerti. Media/alat bisa berupa gambar atau terbuat dari kertas, lidi dsb.

2.3 Strategi Pembelajaran


Dalam sebuah pernyataan yang diutarakan oleh Konfusius, bahwa: “Yang saya dengar, saya
lupa. Yang saya lihat, saya ingat. Yang saya kerjakan, saya pahami.” Ini pernyataan ajaib yang
membuat suatu ide pokok yang sangat biasa, namun apabila seorang pengajar dapat memahami
dan menguasainya dengan baik, hal ini dapat menjadi suatu nilai lebih dalam proses dia mengajar
di dalam kelas.
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam usaha mencapai saasran yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran merupakan
serangkaian rencana kegiatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Kemp menyatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjaka guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang dirancang
oleh guru berkaitan dengan segala persiapan pembelajaran sehingga berjalan lancar dan
tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal.

a. Strategi Active Learning

Banyak strategi yang dapat guru terapkan dalam membuat pembelajaran lebih
bermakna bagi peserta didik. Salah satu di antaranya yaitu dengan strategi active
learning atau biasa dikenal dengan sebutan pembelajaran aktif. Konsep active
learning ini sendiri adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek
didiknya terlibat secara intelektual dan emosional senhingga ia benar – benar
berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dengan ini
mereka aktif menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi yang
dibahas, memecahkan persoalan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

b. Strategi Pembelajaran Deduktif

Strategi pembeajaran deduktif adalah strategi pembelajaran dari umum ke khusus.


Pada strategi deduktif, pesan diolah dari hal yang umum kepada hal yang khusus, dari
hal abstrak kepda hal yang nyata, dari konsep-konsep menuju ke kesimpulan yang
logis. Pada pembelajaran matematika biasanya dimulai dari rumus-rumus menuju ke
contohcontoh. Rumus yang telah dibentuk sebelumnya diberitahukan kepada murid
untuk kemudian diminta menyelesaikan masalah yang relevan menggunakan rumus
tersebut.

c. Rumus diterima murid sebagai kebenaran yang tidak diragukan lagi.

Biasanya pada pembelajaran deduktif pendidik lebih aktif daripada peserta


didiknya. Pembelajaran lebih cocok dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab
dan simulasi. Ciri-ciri pembelajaran deduktif yaitu berorientasi pada materi,
berstruktur tinggi, penggunaan waktu lebih efisien, kurang memberi kesempatan
untuk belajar sewaktuwaktu.

Penggunaan strategi deduktif dalam pembelajaran matematika biasanya dimulai


dengan definisi, teorema atau aksioma dan tidak jarang juga rumus-rumus
matematika baru kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal atau masalah
dengan menggunakan definisi, teorema, aksioma atau rumus tersebut.

d. Strategi Pembelajaran Induktif

Model berikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba. Menurutnya
proses pemelajaran merupaan aktivitas kompleks karena mencakup banyak variabel.
Di antaranya variabel tujuan, pendidik, peserta didik, proses belajar maupun susunan
pembelajaran. Oleh karena itu pendidik sebagai fasilitator diharap mampu
menampung variabel-variabel tersebut dan mengembangkannya.

Strategi induktif disebut juga dengan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Strategi pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang berdifat langsung
tapi sangat efektif untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan
berpikir kritis dan aktif melalui observasi, membandingkan, penemuan pola, dan
menggeneralisasikannya. Teknik penyajian yang cocok dengan strategi ini
adalahteknik penemuan (discovery), eksperimen, demonstrasi, diskusi dan lain
sebagainya.

2.4 Teknik Pembelajaran


Dalam proses pembelajaran ada beberapa teknik yang harus dikuasai oleh seorang guru.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Teknik Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Keterampilan membuka pelajaran adalah usaha guru yang dilakukan dalam


pembelajaran untuk menyiapkan mental siswa seelum memasuki persoalan yang akan
dibicarakan agar siswa dapat menerima materi dengan baik sehingga tercapai kompetensi
yang diharapkan. Selain itu juga bertujuan untuk menarik minat dn memusatkan perhatian
siswa terhadap materi.

Sedangkan menutup pelajaran diartikan sebagai usaha guru yang dilakukan untuk
mengakhiri suatu pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran
menyeluruh tentang apa yang dipelajari tadi, mengetahui tingkat pemahaman siswa, dan
mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam proses interaksi eduktif.

Dalam melakukan kegiatan membuka dan mnutup pelajaran hendak memperhatikan


prinsip berikut :

a. Singkat, padat, jelas


b. Tidak mengulang-ulang atau berbelit-belit

c. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami

d. Contoh dan ilustrasi seperlunya

e. Mengikat perhatian siswa

2) Teknik Keterampilan Menjelaskan

Tidak semua siswa dapat mnggali sendiri sebuah materi dari sumber lainya, itu
sebabnya guru harus memiliki keterampilan ini. Tujuannya untuk membimbing siswa
untuk dapat memahami materi dengan benar, melibatkan siswa dalam pemecahan masalah
atau pertanyaan, mendapat umpan balik siswa mengenai pemahamanya dan untuk
mengatasi kesalahpahaman mereka.

3) Teknik Keterampilan Bertanya

Menurut S. Nasution pertanyaan adalah stimulus yang mendorong anak untuk berpikir
dan belajar. Dalam proses pembelajaran, hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran, membangkitkan rasa
ingin tahu dan lain-lain.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian keterampilan dasar mengajar
bertanya adalah suatu aktifitas guru yang berupa ungkapan pertanyaan kepada siswa untuk
menciptakan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Oleh sebab itu, sebagai
pendidik kita hendaknya berusaha agar memahami dan menguasai penggunaan
keterampilan dasar bertanya. Tujuannya agar siswa termotivasi, meningkatkan perhatian
siswa, mengontrol dan mengubah tingkah laku siswa yang kurang positif serta mendorong
tumbuhnya tingkah laku produktif.

4) Teknik Keterampilan Memberi Penguatan

Keterampilan dasar memberi penguatan adalah segala bentuk respon yang merupakan
bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa. Melalui
keterampilan ini siswa akan merasa terdorong untuk memberikan respon setipa kali ada
rangsangan dari guru.

Komponen-komponen dari keterampilan memberi penguatan adalah sebagai berikut :

a. Penguatan verbal, penguatan verbal bisa berupa penguatan dengan kata-kata ataupun
penguatan dengan menggunakan kalimat
b. Penguatan non verbal :
 Penguatan berupa mimik dan gerakan badan.

 Penguatan dengan cara mendekati.

 Penguatan dengan sentuhan.

 Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan.

 Penguatan berupa simbol atau benda.

5) Teknik Keterampilan Mengadakan Variasi

Variasi dalam pembelajaran merupakan cara atau gaya yang dilakukan oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran agar tidak monoton. Tujuan keterampilan ini yaitu :

a. Meningkatkan perhatian siswa agar menguasai materi yang diberikan oleh guru.
b. Mengurangi kebosanan siswa dalam proses pembelajaran.

c. Mengembangkan bakat siswa terhadap hal baru dalam pembelajaran.

d. Memupuk perilaku positif siswa terhadap pembelajaran.

e. Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
6) Teknik Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas merupakan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan


mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Misalnya
penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian
ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas anak didik, atau pencitapan norma
kelompok yang produktif.

Guru harus menguasai teknik ini agar dapat :

a. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu maupun klasikal dalam


berperilaku sesuai dengan tata tertib serta aktifitas yang sedang berlangsung.
b. Menyadari kebutuhan siswa.

c. Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa.

Adapun prinsip-prinsip penggunaan keterampilan mengelola kelas di antaranya :

a. Kehangatan dan keantusiasan

b. Tantangan

c. Bervariasi
d. Keluwesan

e. Penekanan pada hal-hal positif

f. Penanaman disiplin diri

2.5 Model Pembelajaran


Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dalam hal ini model
pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas pada
umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya, yang merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan.

Model pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja,
melainkan berfungsi juga untuk pemberian dorongan, pengungkap tumbuhnya minat belajar,
penyampaian bahan belajar, pencipta iklim belajar yang kondusif, tenaga untuk melahirkan
kreatifitas, pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan 1, dan pendorong dalam melengkapi
kelemahan hasil belajar.

1) RME (Realistic Mathematic Education):


A. Pendekatan pembelajaran

Pendekatan untuk pendidikan matematika yang melibatkan siswa mengembangkan


pemahaman mereka dengan mengeksplorasi dan memecahkan masalah yang ditetapkan
dalam konteks yang terlibat ketertarikan siswa (Crompton & Traxler (2015:97).

Menurut Sugiman (2011:8) tipe realistik yang mempunyai ciri pendekatan bottom-up
dimana siswa mengembangkan model sendiri dan kemudian model tersebut dijadikan dasar
untuk mengembangkan matematika formalnya. Ada dua macam model yang terjadi dalam
proses tersebut yakni model dari situasi (model of situation) dan model untuk matematis
(model for formal mathematics).

Adapun proses penjelajahan dan penemuan kembali dalam pendekatan RME


menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal. Menurut Sutarto Hadi
(2005:21), dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari soal-soal kontekstual, mencoba
menguraikan dengan bahasa dan simbol yang disebut sendiri, kemudian menyelesaikan soal
tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan cara mereka sendiri yang
mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-
soal kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa
menggunakan bantuan konteks.

B. Metode Pembelajaran

Realistic Mathematic Education memiliki metode discovery inquiry atau cara penyajian
materi pelajaran dimana siswa dikondisikan untuk mencari sendiri berbagai konsep, prinsip
dan pemecahan masalah untuk dikuasainya dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.

C. Strategi Pembelajaran

Gravemeijer (1994:90) merumuskan 3 prinsip RME yaitu guided Reinvention,


Didactical phenomenology dan Self-developed models mengisyaratkan siswa harus terlibat
secara interaktif, menjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan masalah
kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan
dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan
alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu.

D. Teknik Pembelajaran

Sebagaimana yang telah dirumuskan Treffers (1987) dalam Ariyadi Wijaya (2012: 21),
pendekatan RME memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk
permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa
dibayangkan dalam pikiran siswa.
 Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika
tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Kata model tidak merujuk
pada alat peraga. Model merupakan suatu alat vertikal dalam matematika yang tidak bisa
dilepaskan dari proses matematisasi. Secara umum ada dua macam model dalam RME, yaitu
model of dan model for.

 Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga


diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa
selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika

 Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara
bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat
dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

 Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep


matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsepkonsep matematika tidak
dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. PMR menempatkan
keterkaitan (intertwinement) antara konsep matematika sebagai hal yang harus
dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.

E. Model Pembelajaran

Adapaun langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan RME menurut


Soedjadi (2007:9) adalah sebagai berikut:

1) Memahami masalah kontekstual Berikan masalah kontekstual atau mungkin berupa


soal cerita (secara lisan atau tertulis). Masalah tersebut untuk dipahami siswa.
2) Menjelaskan masalah kontekstual Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika
ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin
secara individual ataupun secara kelompok. (jangan menunjukkan selesaian, boleh
mengajukan pertanyaan pancingan).
3) Menyelesaikan masalah kontekstual

Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual untuk mengerjakan atau
menjawab masalah kontekstual dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup bagi
siswa untuk mengerjakannya. Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada
satupun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau petunjuk seperlunya
atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa lembar kerja siswa
ataupun bentuk lain.

4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.

5) Menyimpulkan.

2) CTL (Contextual Teaching and Learning):


A. Pendekatan pembelajaran

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL merupakan


konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran
dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan
menerapkan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa: 2006: 102).

Menurut Sanjaya (2006: 109) mengemukakan bahwa CTL adalah suatu konsep
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata.

B. Metode Pembelajaran

Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik atau kehidupan nyata,


dilaksanakan secara diskusi kelompok, pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif,
produktif, dan mementingkan kerja sama.

C. Strategi Prmbelajaran

Menurut Johnson (2002: 35), pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan


para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran
akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Nurhadi (2003:5)
mengemukakan pentingnya lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual sebagai
berikut.

 Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari ”guru
akting di depan kelas, siswa menonton” ke ”siswa aktif bekerja dan berkarya, guru
mengarahkan”.
 Pembelajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka. Srategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assesment) yang
benar.
 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
 Siswa berperan penting dalam strategi pembelajaran ini.

D. Teknik pembelajaran

Karakteristik CTL menurut Muslich (2007: 42) adalah sebagai berikut:

 Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan


pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang
dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
 Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang
bermakna (meaningful learning).
 Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa
(learning by doing).
 Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar
teman (learning in a group).
 Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerjasama,
dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know
each other deeply).
 Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama
(learning to ask, to inquiry, to work together).
 Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan

(learning as an enjoy activity).

E. Model Pembelajaran

CTL memiliki komponen utama yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran


menurut Nurhadi (2003: 31), yaitu:

 Konstruktivisme (Constructivism)

Komponen ini merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran CTL, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong (Nurhadi: 2003: 34).
Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara
aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman
belajar yang bermakna. 2) Inkuiri (Menemukan)

Menurut Nurhadi (2003: 43), inkuiri adalah suatu ide yang kompleks, yang berati banyak
hal bagi banyak orang. Inkuiri (Sanjaya: 2006: 119), artinya proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Komponen ini merupakan kegiatan inti CTL. Diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan
yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri
dari fakta yang dihadapinya.

Langkah-langkah kegiatan inquiry, Nurhadi (2003: 43): merumuskan masalah;


mengumpulkan data melalui observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan,
gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; dan menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, audiens yang lain.
3) Bertanya (Questioning)

Menurut Nurhadi (2003: 45), pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari
bertanya. Guru menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir dan
untuk membuat penilaian secara kontinyu terhadap pemahaman siswa. Bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang gejala-
gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaanpertanyaan yang dapat diuji,
belajar saling bertanya tentang bukti, interprestasi, dan penjelasan-penjelasan yang ada.
Pertanyaan dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, berbagai macam bentuk, dan
berbagai macam jawaban yang ditimbulkannya. 4) Masyarakat Belajar ( Learning
Community)

Komponen ini menyarankan bahwa prestasi belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain. Prestasi belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, kelompok,
dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.
Komponen ini terjadi apabila ada proses komunkasi dua arah. Karena pembelajaran yang
dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi
sangat mendukung komponen ini. Anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran dapat saling belajar. Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika
menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community
adalah sebagai berikut (Sanjaya: 2006: 120).

a) Pada dasarnya prestasi belajar diperoleh saling memberi dan saling dengan pihak lain.
b) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
c) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.

d) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pengetahuan, pengelaman, dan


keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
e) Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bias menjadi sumber belajar.
5) Permodelan (modeling)

Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh


yang dapat ditiru oleh setiap siswa (Sanjaya: 2006: 121). Modeling merupakan asas yang
cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar
dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
Menurut Nurhadi (2003: 49) pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang
dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar,
dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan.
Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas
belajar. Contoh itu bukan untuk ditiru persis, tapi menjadi acuan pencapaian kompetensi
siswa. Dalam kontekstual, guru bukan satu-satunya model, tapi model itu dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.

6) Refleksi (reflection)

Refleksi Nurhadi. (2003: 51) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita laukan di masa yang baru saja kita
terima. Releksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
terhadap apa yang baru diterima. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan
antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan
begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa baru
dipelajarinya.

Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pembelajaran. Guru menyisakan
waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Releksi dapat berupa:

a) pertanyaan langsung tentang apa-apayang diperolehnya hari itu,

b) catatan atau jurnal di buku siswa,

c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu

d) diskusi

e) hasil karya

f) catatan lain yang ditempuh guru untuck mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka
tentang materi yang dipelajari.
7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Menurut Nurhadi (2003: 52) pada hakikatnya, penilaian yang benar adalah menilai apa
yang seharusnya dinilai. Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa (Sanjaya:
2006: 122). Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik adalah
(Nurhadi, 2003: 52):

a) Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk


b) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

c) Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber.

d) Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.


e) Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagianbagian kehidupan
siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan
yang mereka lakukan setiap hari.
f) Penilaian harus menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasanya
(kuantitas).

3) PMRI
A. Pendekatan

Saefudin (2012) menyatakan bahwa prinsip PMRI sama dengan RME meskipun
dalam beberapa hal PMRI berbeda dengan RME karena konteks, budaya, sistem
sosial dan alamnya berbeda.

Supinah (2008: 15-16) menyatakan bahwa PMRI adalah “suatu teori


pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep
matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan
pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar”

Dapat diartikan bahwa PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran


matematika yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sebagai sarana untuk
meningkatkan pemahaman dan daya nalar.

B. Prinsip PMRI

PMRI menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu karakteristik RME ada


dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci RME menurut Gravemeijer (Supinah, 2008: 16),
yaitu Guided re-invention, Didactical Phenomenology dan Self-delevoped Model.

1. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang. Memberikan


kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual
yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru. Siswa didorong atau ditantang
untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun
sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-
sifat atau definisi atau teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi
dimulai dengan masalah kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui
aktivitas siswa diharapkan dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema atau
aturan oleh siswa sendiri.
2. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.
Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi kepada memberi
informasi atau memberitahu siswa dan memakai matematika yang sudah siap
pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menjadikan masalah sebagai
sarana utama untuk mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa
dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah
tersebut, siswa diharapkan dapat melangkah ke arah matematisasi horisontal dan
matematisasi vertikal.

3. Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh siswa.


Gravemeijer menyebutkan bahwa pada waktu siswa mengerjakan masalah
kontekstual, siswa mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun
sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal.
Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara
mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya
berbagai model pemecahan masalah buatan siswa.

C. Metode Pembelajaran

PMRI menggunakan metode pembelajaran eksperimen. Siwa hanya diberi suatu


masalah, kemudian siswa dituntut untuk mencoba berbagai strategi agar dapat
mnemukan penyelesaian.

D. Strategi Pembelajarn

Dalam PMRI, kegiatan dapat dilakukan secara berkelompok atau pun secara
individu dengan discovery inquiry atau mencari dan menemukan. PMRI menitik
beratkan pada kegiatan mencari dan menemukan sendiri yang dilakukan oleh siswa.

E. Model Pembelajaran

Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model


tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi,
metode, dan evaluasi.

1. Tujuan

Dalam mendesain, tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME :
lover level, middle level, and high level. Jika pada level awal lebih difokuskan
pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan
psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan
pembentukan sikap kristis siswa.

2. Materi
Desain guru open material atau materi terbuka yang didiskusikan dalam realitas,
berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis
pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti pecahan
dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi
atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks
biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa ke penemuan
konsep matematika suatu topik.

3. Aktivitas

Atur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi,


negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk
bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya
sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator.

4. Evaluasi

Materi evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang


memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam
strategi atau beragam jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup
formatif atau saat pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau topik.

4) PBL (Problem Based Learning)


A. Pendekatan

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan pembelajaran di


mana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dengan melalui pemecahan masalah
itu siswa belajar kemampuan melalui penyelidikan dan berpikir sehingga
memandirikan peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah

Menurut Amir (2010) Problem Based Learning (PBL) merupakan metode


instuksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerja sama dalam
kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Sanjaaya (2008) PBL
diartikan sebagai rangkaian aktivits pembelajaran yang menekankan proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Nurhadi (2004), PBL
adalah suatu modelpembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial
dari materi pelajaran.
Disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang kemudian dengan
melalui pemecahan masalah itu siswa belajar kemampuan – kemampuan melalui
penyelidikan dan berpikir sehingga dapat memandirikan peserta didik dalam belajar
dan memecahkan masalah.

B. Metode Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan cara memberikan suatu


permasalahan, siswa dituntut untuk menyelidiki dan menyelesaikan masalah sendiri,
dengan begitu dapat melatih siswa dalam berpikir kritis. Dalam model pembelajaran
ini pendidik berperan sebagai fasilitator atau pembimbign.

C. Strategi Pembelajaran

Pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan problem based learning atau


PBL, lebih menitik beratkan pada siswa untuk belajar sendiri untuk bisa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

D. Teknik Pembelajaran

Berbagai pengembangan pengajaran masalah telah memberikan model pengajaran


itu memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah.

Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari


jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
situasi itu. 2.

2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.

Sebagai contoh, masalah populasi yang dimunculkan dalam pelajaran di


Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata
pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata dan pemerintahan.

3. Penyelidikan autentik.

Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan


hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan
kesimpulan.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.


Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
prodik tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5. Kolaborasi.

Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat


dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inquiri
dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir.

E. Model Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan problem based learning atau


PBL secara umum siswa akan mengorganisasi kegiatan bealjar kelompok mereka, lalu
melakukan kajian atau penelitian terhadap suatu masalah, memecahkan permasalahan
tersebut, dan mensintesis informasi.

Secara operasional pembelajaran menggunakan PBL dapat dilakukan melalui


langkah-langkah sebagai berikut:

1. Problem diberikan di dalam urutan belajar, sebelum persiapan atau berlangsungnya


kegiatan,
2. Situasi masalah diberikan kepada siswa dalam cara yang sama seperti masalah itu
terjadi di dunia nyata
3. Siswa bekerja menyelesaikan masalah yang dapat memberi peluang dirinya
berpikir dan menggunakan pengetahuannya, sesuai dengan level belajarnya,
4. Lingkup belajar pemecahan masalah ditetapkan dan digunakan sebagai pemandu
belajar individual,
5. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk belajar ini, diterapkan
kembali pada masalah, untuk mengevaluasi keefektifan belajar dan memberi
penghargaan belajar,
6. Belajar yang terjadi di dalam kerja dengan masalah dan dalam belajar individual,
diringkas dan diintegrasikan ke dalam pengetahuan dan keterampilan siswa yang
sudah dimiliki.

5) PjBL
PjBL menurut Buck Institute For Education (BIE) dalam Trianto (2014:41) adalah
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran baik dalam memecahkan
suatu permasalahan dan memberikan peluang bagi siswa untuk lebih mengekspresikan
kreatifitas mereka sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan kreatifitas siswa. Hasil
belajar menurut Susanto (2013:5) adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa, baik
perubahan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam taksonomi Bloom hasil belajar lebih
memusatkan perhatian terhadap pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Suyono,2011:167).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah ia mengikuti kegiatan pembelajaran dan mendapat pengalaman
dari kegiatan belajar yang telah dilaksanakan.

Menurut Bie (Ngalimun, 2013: 185) menegaskan project based learning yaitu:
“model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsipprinsip utama (central)
dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas
bermakna lainnya, memberikan peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar
mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik”.
Menurut Kosasih (2014: 96) project based learning adalah model pembelajaran yang
menggunakan proyek atau kegiatan sebagai tujuannnya. Pembelajaran difokuskan dalam
pemecahan masalah yang menjadi tujuan utama dari proses belajar sehingga dapat
memberikan pembelajaran yang lebih bermakna karenadalam belajar tidak hanya mengerti
apa yang dipelajari tetapi membuat peserta didik menjadi tahu apa manfaat dari
pembelajaran tersebut untuk lingkungan sekitarnya.

Dari berbagai pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan project based learning
adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu panjang, menitikberatkan pada
aktifitas peserta didik untuk dapat memahami suatu konsep atau prinsip dengan melakukan
investigasi secara mendalam tentang suatu masalah dan mencari solusi yang relevan serta
diimplementasikan dalam pengerjaan proyek, sehingga peserta didik mengalami proses
pembelajaran yang bermakna dengan membangun pengetahuannya sendiri.

A. Pendekatan Pembelajaran

Bransfor dan Stein (dalam Warsono & Hariyanto, 2016: 19) mendefinisikan
pembelajaran berbasis proyek ini menggunakan pendekatan pengajaran yang
komprehensif yang melibatkan siswa dalam kegiatan penyelidikan yang kooperatif dan
berkelanjutan. Model PjBL ini dapat menuntun seseorang untuk berlatih dan memahami
berpikir kompleks dan mengetahui bagaimana mengintegrasikannya dalam bentuk
keterampilan yang sering dikaitkan dengan kehidupan nyata, mampu memanfaatkan
pencarian berbagi sumber, berpikir kritis, dan mempunyai keterampilan pemecahan
masalah dengan baik yang akan mampu melengkapi proyek mereka.
B. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran project based learning memperkenankan peserta didik untuk


dapat bekerja mandiri maupun dengan cara berkelompok dalam menghasilkan hasil
proyeknya yang bersumber dari masalah kehidupan seharihari. Buck Institute for
Education (Hosnan, 2014: 321), dalam belajar project based learning memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut: “(1) siswa mengambil keputusan sendiri dalam kerangka
kerja yang telah ditentukan sebelumnya; (2) siswa berusaha memecahkan sebuah
masalah atau tantangan yang tidak memiliki suatu jawaban yang pasti; (3) siswa ikut
merancang proses yang akan ditempuh dalam mencari solusi; (4) siswa didorong untuk
berfikir kritis, memecahkan masalah, berkolaborasi, serta mencoba berbagai macam
bentuk komunikasi; (5) siswa bertanggung jawab mencari dan mengelola sendiri
informasi yang mereka kumpulkan; (6) pakar-pakar dalam bidang yang berkaitan dengan
proyek yang dijalankan sering diundang menjadi guru tamu dalam sesisesi tertentu untuk
memberikan pencerahan bagi siswa; (7) evaluasi dilakukan secara terus-menerus selama
proyek berlangsung; (8) siswa secara reguler mereflesikan dan merenungi apa yang telah
mereka lakukan, baik secara proses maupun hasilnya; (9) produk dari akhir proyek
(belum tentu berupa material, tetapi bisa berupa presentasi, drama, dan lain-lain)
dipresentasikan didepan umum (maksudnya tidak hanya pada gurunya, namun bisa juga
pada dewan guru, orang tua dan lain-lain) dan dievaluasi kualitasnya; (10) didalam kelas
dikembangkan suasana penuh toleransi terhadap kesalahan dan perubahan, serta
mendorong bermunculannya umpan balik serta revisi”.

C. Strategi Pembelajaran

Menurut Widyantini (2014:6) pembelajaran PjBL memiliki strategi sebagai berikut:

1. Penentuan pertanyaan mendasar (Start With the Essential Question) Pembelajaran


dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Topik penugasan sesuai
dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa. dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam.
2. Mendesain perencanaan proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa
diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi
tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab
pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin,
serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian
proyek.
3. Menyusun jadwal (Create a Schedule) Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun
jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
a) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek,

b) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek,

c) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,

d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak


berhubungan dengan proyek, dan
e) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan
suatu cara.
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project) Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan
dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring,
dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu guru
dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang
sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
6. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok.

D. Teknik Pembelajaran

Project based learning menurut Sani (2014: 177) adalah “(1) membutuhkan banyak
waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk; (2) membutuhkan biaya
yang cukup; (3) membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar; (4) membutuhkan
fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai; (5) tidak sesuai untuk siswa yang mudah
menyerah dan tidak memiliki pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan; (6)
kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok”.

E. Model pembelajaran
Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) merupakan model pembelajaran
yang kegiatan belajar mengajarnya berbasis proyek. Kegiatan proyek yang dilakukan oleh
siswa tetap dengan bimbingan oleh guru. Sedangkan Suparno (2007:126) menjelaskan
bahwasanya PjBL merupakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja
didalam kelompok dalam rangka membuat atau melakukan sebuah proyek bersama, dan
mempresentasikan hasil dari proyeknya tadi dihadapan siswa yang lainnya. Model
pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) siswa merancang sebuah masalah
dan mencari penyelesaiannya sendiri, sehingga mampu meningkatkan kreatifitas siswa
untuk memunculkan penyelesaiannya sendiri membuat kegiatan pembelajaran lebih
bermakna sehingga teringat.

Model pembelajaran PjBL ini dapat membantu siswa untuk menemukan konsep-konsep
baru, pengalaman baru, serta dalam meningkatkan hasil belajar dan kreatifitas siswa baik
dalam memecahkan masalahmaupun dalam membuat sebuah produk. Seperti yang
dipaparkan bahwa ada beberapa faktor yang telah diuraikan tentang pengembangan
kreatifitas anak. Salah satunya dengan memfasilitasinya, dalam hal ini kita berupaya untuk
memfasilitasi mereka berimajinasi tentang produk serta pemecahan masalah yang
disajikan. Selain itu pendidik pun memberi dorongan agar kreatifitas siswa dapat
berkembang melalui datadata yang telah mereka temukan pada saat kegiatan baik saat
eksperimen, ataupun elaborasi sehingga dengan kegiatan langsung menjadi pembelajaran
yang bermakna.

6) Life Based Learning


Life Based Learning artinya proses pemerolehan pengetahuan dan skills memahami
hakekat kehidupam, terampil memecahkan masalah masalah kehidupam, dan menjalani
kehidupan secara seimbang dan harmonis. Life-based learning adalah proses pemerolehan
pengetahuan dan skills memahami hakekat kehidupan, terampil memecahkan
masalahmasalah kehidupan, menjalani kehidupan secara seimbang dan harmonis. Life-
based learning mengetengahkan konsep bahwa belajar dari kehidupan adalah belajar yang
sesungguhnya. Adanya manusia ditengah-tengah masyarakat harus mengada. Sekolah
sejati bagi manusia adalah kehidupannya atau pengalaman hidupnya itu sendiri. Kampus
dan sekolah adalah bagian dari keseluruhan. Pendidikan yang sejati adalah proses
keseluruhan yang dijalani seseorang dalam seluruh masa kehidupannya.

A. Pendekatan Pembelajaran

Pembelajaran Life Based Learning terarah pada pembentukan diri peserta didik
sebagai pribadi utuh. Peserta didik dibentuk menjadi pribadi yang memiliki
kapabilitas dan talenta yang berkembang secara berkelanjutan. Pembeajaran ini
mengintegrasikan kehidupan sehari-hari, bekerja, dan belajar di ruang apapun, situasi
mana pun, dan di saat apapun. Dengan demikian, diharapkan dapat menjadi
pembelajaran yang berlangsung dalam kehidupan yang luas.

B. Metode Pembelajaran
1) Pengembangan kapabilitas.

2) Kekuatan pribadi yang unik.

3) Mengenali berbagai sumber belajar dalam setuap peristiwa.

4) Keseimbangan antara integritas diri dan keperluan.

5) Tanggung jawab belajar.

6) Penyedia program pembelajaran ke pencipta lingkungan terbaik.

C. Strategi Pembelajaran
Dalam Life Based Learning ini memberikan ruang bagi peserta didik sebagai
perancang praktis belajarnya sendiri. Hal ini dapat dilakukan peserta didik dengan tanpa
melanggar peraturan-peraturan umum yang telah ditetapkan.

Menurut Staron (2011), terdapat sepuluh ciri utama, yaitu (1) menekankan pada
pengembangkan kapabilitas; (2) mendukung orientasi yang membuat peserta didik
berbeda untuk belajar; (3) memanfaatkan sumber belajar majemuk, dimana individu
dapat terlibat dalam berbagai peristiwa belajar; (4) menyeimbangkan antara integritas
dan kegunaan; (5) mendorong pertumbuhan dengan menggeser tanggung jawab belajar
ke individu; (6) menggeser peran provider ke kreator; (7) mengakui bahwa kontradiksi
merupakan kekuatan; (8) menginvestasikan dalam mengembangkan manusia pribadi
dan sosial seutuhnya, (9) mengakui watak manusia (kesadaran, tanggung jawab,
kepercayaan dan akuntabilitas) sebagai hal kritis; dan (10) menghargai bahwa
perubahan berbeda secara kualitatif, baik eksternal maupun internal.

D. Teknik Pembelajaran
Masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dengan pengaplikasian ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, pelajaran Matematika di tingkat SD/MI mendapatkan jatah jam
pelajaran yang banyak. Namun, pelajaran Matematika belum sepenuhnya dipahami oleh
peserta didik. Mereka hanya mempelajari Matematika dengan membaca, menghafal
rumus, mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melalui proses pembelajaran yang
bermakna. Salah satu materi Matematika adalah jenis-jenis sudut dan besar sudut.
Materi tersebut tidak hanya sekedar pengetahuan dengan menghafalkannya, namun
dapat diubah menjadi pelajaran yang bermakna melalui pengaplikasian secara langsung
sehingga dapat dimengerti peserta didik dengan baik. Pembelajaran berdasarkan
masalah di kehidupan sehari-hari, dirancang terutama untuk membantu siswa : (1)
mengembangkan ketrampilan berpikir, pemecahan masalah dan intelektual; (2) belajar
peran-peran orang dewasa dengan menghayati peran-peran itu melalui situasi-situasi
nyata atau yang disimulasikan dan (3) menjadi mandiri, maupun siswa otonom.6

Pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan kembali secara lebih efektif jika
belajar didasarkan dalam konteks manfaatnya di masa depan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis kehidupan seharihari


dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kritis, dan menjadikan peserta didik lebih
mandiri untuk menyelesaikan masalah yang berada di sekitar mereka.

E. Model Pembelajaran
Dalam life based learning terdapat metode :

1) Belajar dari kehidupan, mengamati lingkungan sekitar.

2) Belajar melalui kehidupa, mempraktikkan hasil pemikiran.

3) Belajar untuk kehiudpan, berguna bagi kehiudpan.

7) STEAM

STEAM yang merupakan kepanjangan dari istilah Sains, Technology, Engeenering,


Arts and Mathematics adalah sebuah terobosan dalam dunia pendidikan yang
mengintegrasikan beberapa elemen ilmu pengetahuan dalam satu kesatuan konsep
pembelajaran.

STEAM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran merupakan sarana bagi peserta


didik untuk menciptakan ide atau gagasan berbasis sains dan teknologi melalui kegiatan
berpikir dan bereksplorasi dalam memecahkan masalah berdasarkan pada lima disiplin ilmu
yang terintegrasi. Implementasi STEAM dalam pembelajaran merupakan sebuah proses
penerapan ide, gagasan dan konsep yang terkandung dalam meta disiplin ilmu dalam sebuah
pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan baik dalam aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor peserta didik dalam menghadapai kemajuan teknologi.

Buinicontro (2017) yang menyatakan bahwa integrasi pada STEAM akan dapat
memberikan kesempatan baru kepada peserta didik untuk melakukan proses pembelajaran
desain secara langsung dan menghasilkan produk dengan kemampuan kreativitas dan
pemecahan masalah yang baik. Kreativitas dan kemampuan berpikir menjadi dua aspek
penting yang harus dimiliki peserta didik guna menghadapi era globalisasi yang semakin
tinggi.

Shadiq (2019) menyatakan sebagai akibat dari aplikasi industry 4.0 adalah
ketimpangan yang semakin besar, sehingga dua aspek penting yang harus menjadi perhatian
guru adalah kreativitas dan berpikir kritis. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi sekaligus mengembangkan kreativitas, implementasi
STEAM dalam pembelajaran menjadi sangat dibutuhkan, khususnya dalam pembelajaran
matematika di sekolah.

Menurut Hendriana dan Sumarmo (2014), matematika memuat suatu kumpulan


konsep dan operasi-operasi, tetapi di dalam pembelajaran matematika pemahaman siswa
mengenai hal-hal tersebut lebih objektif dibanding mengembangkan kekuatannya dalam
perhitunganperhitungannya. Sehingga dalam pengaplikasian nya matematika tidak hanya
bertumpu pada aspek kognitif saja namun juga pada aspek afektif dan psikomotor.

Pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan
hubunganhubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata (Fitri,
2014). Hal tersebut mendorong siswa untuk mengembangkan kreativitas dalam berpikir
kritis untuk menyelesaikan segala persoalan.

Keterkaitan STEAM dengan pembelajaran matematika adalah dimana dalam


matematika menerapkan konsep dan dihubungkan dengan STEAM yang menuntun siswa
untuk mampu memahami konsep dengan kemampuan berpikir kritis. Perpaduan STEAM
dengan konsep matematika yaitu menemukan gagasan, solusi, dan produk. Di dalam
STEAM persoalan diselesaikan melalui proyek yang terbagi menjadi 3 tahap. Tahap ertama
proyek diberikan dengan jangka waktu yang singkat(2-6 kali pembelajaran). Tahap kedua
proyek yang diberikan dalam kurun waktu panjang bisa mencapai 1-3 bulan untuk e-
portofolio, poster, video, dan lainnya. Tahap ketiga dalamkurun waktu yang lebih panjang
mencapai 5-6 bulan untuk melakukan penelitian dan melaporkan hasil penelitian. Konsep
STEAM tidak begitu berbeda dengan Project Based Learning.

Implementasi STEAM pada pembelajaran matematika bisa melalui beberapa contoh


seperti pembelajaran tentang bangun ruang yang dapat dilaksanakan melalui software untuk
mendesain bangun ruang agar lebih menarik, pembelajaran materi peluang dengan
menggunakan alat peraga untuk dapat memberikan contoh langsung pada siswa dan
mengembangkan kreativitas siswa melalui pembuatan alat peraga sesuai kreativitas masing-
masing, pembelajaran aritmatikaa sosial dengan menyediakan berbagai produk yang akan
diolah sendiri seperti buah, sayur,makanan yang kemudian proses pemasaran nya dapat
melalui poster, video, foto, social media setelah dipasarkan baru siswa diminta untuk
melakukan proses jual-beli secara langsung untuk menyampaikan produk pada konsumen,
dan pembelajaran trigonometri dengan meminta peserta didik mengukur sudut elevansi dari
bangunan,kemudan secara kelompok siswa mulai mengamati, mengukur, dan menganalisis
data proyek tersebut. Pemanfaatan internet dapat digunakan untuk mencari bahan guna
kelengkapan penyelesaian proyek, kemudian hasil proyek bisa dipresentasikan melalui
power point.

8) Situation Based Learning

Model pembelajaran Situation Based Learning merupakan suatu model pembelajaran


matematika yang baru dikenal dalam dunia pendidikan. Situation Based Learning
dikenalkan oleh Isrok’atun pada tahun 2012. Model pembelajaran ini merupakan adaptasi
dan pengembangan dari model pembelajaran Situated Creation and Problem Instruction
yang diperkenalkan pertama kali di China pada tahun 2007. Konsep Situation Based
Learning merupakan adaptasi dari pembelajaran SCPBI yang lebih dahulu berkembang di
China. Pembelajaran ini terinspirasi dari jurnal China yang menjelaskan bahwa Situated
Creation and Problem Instruction banyak dikembangkan di China. Sementara, dapat
diketahui bahwa negara China mempunyai peringkat tertinggi di antara negara-negara
OECD (PISA 2012).

Secara harfiah, antara Situation Based Learning dan Situated Creation and Problem
Based Instruction memang berbeda, tetapi pembelajaran SBL dapat dikatakan sebagai
modifikasi dari design pembelajaran SCPBI yang ada pada jurnal tersebut. Adapun beberapa
penelitian terkait yang telah dilakukan antara lain, 1) Research on Mathematics Instruction
Experiment Based Problem Posing tahun 2008, dan 2) Experimental Research on
Mathematics Teaching of "Situated Creation and Problem Based Instruction" in Chinese
Primary and Secondary School, tahun 2007. Model pembelajaran Situation Based Learning
adalah model pembelajaran berbasis situasi di mana guru mengkreasi sebuah situasi
pembelajaran yang dapat memunculkan pertanyaan dari siswa dan siswa memecahkan
permasalahan yang dibangunnya sendiri.

Situation Based Learning merupakan pendekatan baru yang kuat dan fleksibel dalam
membangun paradigma pembelajaran yang konstruktivistik, hal ini karena ada banyak hal
yang dapat siswa pelajari dari sebuah situasi, tempat dimana ia belajar. Tujuan dari Situation
Based Learning adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam problem posing,
problem understanding, dan problem solving dari sudut pandang matematika.
Situation-Based Learning adalah pembelajaran yang terdiri dari 4 tahapan proses
pembelajaran, yaitu 1) creating mathematical situations; 2) posing mathematical problem; 3)
solving mathematical problem; dan 4) applying mathematics, sebagaimana digambarkan
dalam diagram berikut berikut :

Creating mathematical situations adalah prasyarat. Posing mathematical problem


adalah inti, sedangkan solving mathematical problem adalah tujuan, sementara applying
mathematics adalah penerapan proses pembelajaran terhadap situasi/permasalahan baru.

Dari gambar di atas, dapat diuraikan langkah-langkah dalam pembelajaran SBL,


yaitu sebagai berikut :

1. Guru mengkreasi sebuah situasi


Pada langkah ini, melalui kegiatan mengobservasi dan menganalisis materi ajar, guru
mengkreasi suatu situasi matematis. Situasi yang dimaksud dapat berupa cerita atau
ilustrasi sebuah gambar dari suatu kejadian/peristiwa yang sering siswa alami di kehidupan
sehari-hari. Dari siatusi ini, sedapat mungkin membuat siswa tertarik, penasaran, sehingga
dapat menggali beberapa informasi penting sehingga diharapkan akan muncul berbagai
pertanyaan bagi siswa, tentunya pertanyaan yang bersifat matematis. Situasi di sini dapat
dimulai dengan situasi yang sederhana terlebih dahulu, yang kemudian berkembang pada
situasi yang lebih kompleks.
2. Siswa menyajikan problem matematis
Melalui kegiatan menyelidiki situasi yang guru berikan, siswa menebak, sekiranya
informasi-informasi apa saja yang dapat digali. Kemudian, dari informasi yang dapat
digali tersebut, siswa rubah menjadi kalimat tanya (problem posing). Pada tahap ini,
diharapkan bahwa pertanyaan yang dimunculkan siswa berupa pertanyaan matematis, atau
bahkan pertanyaan matematis yang bersifat non rutin. Kegiatan ini dapat melatih dan
meningkatkan kesadaran siswa terhadap adanya suatu masalah dari situasi yang sedang
dihadapi.
3. Siswa melakukan solving problem matematis
Dari permasalahan matematis yang dapat dikemukakan oleh siswa, guru bersama siswa
memilah-milah level masalah yang ada, masalah manakah yang sekiranya perlu ditindak
lanjuti untuk diselesaikan. Masalah yang dipilih di sini disesuaikan dengan pokok bahasan
materi yang sedang dipelajari saat itu. Kemudian, dari masalah yang telah dipilih, siswa
selesaikan dengan berbagai cara/metode/rumus yang bisa ditempuh. Dari kegiatan
penyelesaian masalah tersebut, tujuannya adalah siswa diharapkan dapat menemukan
kembali konsep/rumus/aturan matematika yang ada. Masalah yang diselesaikan diawali
dari masalah sederhana sampai pada masalah yang memiliki permasalahan yang kompleks.
4. Applying mathematics
Langkah pembelajaran applying mathematics adalah langkah kegiatan siswa dalam
menerapkan konsep/rumus/aturan matematika yang baru saja ditemukan dari kegiatan
solving problem matematis, pada situasi maupun permasalahan yang baru/berbeda. Tujuan
dari kegiatan ini adalah siswa dapat memahami bahwasanya konsep/rumus/aturan
matematika hakikatnya sering mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa keunggulan pembelajaran SBL, di antaranya adalah:

1. Meningkatkan kesadaran siswa akan adanya masalah matematis


2. Siswa akan lebih aktif mengikuti setiap kegiatan dalam pembelajaran. Karena kegiatan
pembelajaran yang dilakukan menuntut siswa untuk dapat berinteraksi dengan guru,
teman kelompoknya, maupun media ajar. Selain itu, siswa diarahkan untuk dapat
melaporkan setiap bagian dalam LKS, setelah selesai dikerjakan.
3. Dari situasi yang disajikan, siswa dilatih untuk lebih peka dan menyadari permasalahan
yang ada di lingkungannya.
4. Sebelum merumuskan masalah, siswa harus mengumpulkan informasi-informasi dari
suatu situasi. Hal ini dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam mengamati
situasi.
5. Dapat melatih kemampuan problem posing siswa
6. Dapat mengembangkan kemampuan menyusun kalimat tanya, pada tahapan posing
mathematical problem.
7. Kegiatan siswa dalam problem posing dapat menjadi bahan evaluasi bagi guru.

8. Selain merumuskan masalah matematis, siswa harus dapat menyelesaikan masalah yang
telah dirumuskannya. Hal ini dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa.
9. Siswa akan lebih termotivasi ketika menyelesaikan permasalahan yang dimunculkan
sendiri.
10.Guru tidak memberikan konsep matematika secara langsung, namun dengan
membimbing siswa melalui teknik scaffolding, sehingga siswa dapat membangun
pengetahuannya sendiri.
11.Pembelajaran SBL dilaksanakan dengan pembelajaran berkelompok, sehingga dapat
melatih siswa untuk bekerja sama dan menjadi tutor sebaya.
12.Melatih kemampuan creative problem solving matematis.

9) Open Ended
Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan matematika
yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Munculnya
pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas
kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching); guru menjelaskan konsep baru di
depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa
soal.
Strategi pembelajaran open-en9)ded adalah pembelajaran terbuka yaitu siswa dapat
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan jawaban yang benar, bahkan siswa bisa
memperoleh lebih dari satu jawaban yang benar. Sehingga open ended dapat memberi
kepercayaan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan,
mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik atau cara tertentu. Beberapa
asumsi yang mendasari open ended adalah (Huda, 2014:279-280) :

a. Konteks dan pengalaman merupakan hal penting untuk dipahami: pembelajaran


akan sangat efektif jika ia melibatkan pengalaman yang kaya dan konkret yang
denganya siswa bisa menjumpai, membentuk dan mengubah teori-teorinya secara
praktis di lapangan.
b. Pemahaman harus dimediasi secara individual : siswa menilai apa, kapan, dan
bagaimana pembelajaran terjadi.
c. Meningkatkan proses kognitif seringkali lebih penting daripada menciptakan
produk-produk pembelajaran. Untuk itulah, lingkungan yang open endedperlu
dirancang untuk mendukung skill-skillkognitif tingkat tinggi, seperti identifikasi
dan manipulasi variabel-variabel, interpretasi data, hipotesis dan eksperimentasi.
Proses penelitian ilmiah lebih dihargai daripada pemeroleh ‘kebenaran’ ilmiah itu
sendiri.
d. Pemahaman lebih berharga daripada hanya sekdar mengetahui: lingkungan
pembelajaran yang open endedharus menenggelamkan siswa dalam pengalaman-
pengalaman yang dapat melejitkan pemahaman mereka melalui eksplorasi,
manipulasi, dan kesempatan untuk ‘memahami’ suatu gagasan daripada sekedar
melalui pembelejaran langsung.
e. Proses-proses pembelajaran yang berbeda secara kualitatif: open endedberfokus
pada skill-skill pemecahan masalah dalam konteks yang autentik serta memebri
kesempatan untuk eksplorasi dan pembangunan teori.

Tujuan pembelajaran melalui pembelajaran open-ended yaitu untuk menjanjikan suatu


kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang
diyakininya sesuai dengan mengelaborasi permasalahan agar kemampuan berpikir
matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-
kegiatan kreatif dari setiap siswa dapat terkomunikasikan melalui proses belajar mengajar.
Pokok pikiran dari pembelajaran dengan open-ended yaitu pembelajaran yang membangun
kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundangsiswa untuk
menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Dengan kata lain pembelajaran
matematika dengan strategi open-endedbersifat terbuka.

Adapun langkah-langkah dalam Strategi Pembelajaran Open Endedadalah(Huda,


2014:279-280):

a. Menghadapkan siswa pada problem terbuka dengan menekankan pada bagaiman siswa
sampai pada sebuah solusi.
b. Membimbing siswa untuk menemukan pola dalam mengkonstruksi permasalahanya
sendiri.
c. Membiarkan siswa memecahkan masalah dengan berbagai penyelesaian dan jawaban
yang beragam.
d. Meminta siswa untuk menyajikan hasil temuanya.

Kemudian Tahapan Strategi pembelajaran Open Endedyaitu(Sohimin, 2014:111-112):

a. PersiapanSebelum memulai proses belajara mengajar guru harus membuat satuan


rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membuat pertanyaan Open-Ended Problems.
b. Pelaksanaan, Terdiri dari :
1) Pendahuluan, yaitu siswa menyimak motivasi yang diberikan oleh guru bahwa yang
akan dipelajari berkaitan atau bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga
mereka semangat dalam belajar, kemudian siswa menanggapi apresisasi yang
dilakukan oleh guru agar diketahui pengetahuan awal mereka terhadap konsep-
konsep yang akan dipelajari.
2) Kegiatan inti, yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan langkah-langkah berikut.
a) Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang.
b) Siswa mendapatkan pertanyaan open-ended problems.
c) Siswa berdiskusi bersama kelompok mereka masing-masing mengenai
penyelesaian dari pertanyaan open ended problemsyang telah diberikan oleh
guru.
d) Setiap kelompok siswa melalui perwakilanya, mengemukakan pendapat atau
solusi yang ditawarkankelompoknya secara bergantian.
e) Siswa atau kelompok kemudian menganalisis jawaban-jawaban yang telah
dikemukakan, mana yang benar dan mana yang lebih efektif.

Kegiatan akhir, yaitu siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari kemudian
kesimpulan tersebut disempurnakan oleh guru. Evaluasi Setelah berakhirnya KBM, siswa
mendapatkan tugas perorangan atau ulangan harian yang berisi pertanyaan open ended
problems yang merupakan evaluasi yang diberikan oleh guru.

Aris Sohimin mengemukakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran open ended,


sebagai berikut :

a. Kelebihan Pembelajaran Open Ended


1) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya.
2) Siswa memiliki kesempatan matematika secara komprehensip.
3) Siswa dengan keterampilan dan kemampuan matematika yang rendah dapat
merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4) Secara intrinsik siswa dapat termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan.
5) Siswa memiliki pengalaman untuk menemukan sesuatu dalam menjawab
permasalahan.
b. Kekurangan Pembelajaran Open Ended
1) Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa
bukanlah pekerjaan yang mudah.
2) Mengemukakan masalah yang langsung dipahami siswa sangat sulit, sehingga
banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan
yang diberikan.
3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban
mereka.
4) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi
3. MIND MAP

Secara umum

Pendekatan
Secara Khusus
Pembelajaran

Metode Penentuan Pelaksanaan


dan Pengajaran Guru
Pembelajaran terhadap siswa

Strategi
Strategi Active
Pembelajan Learning

Teknik
Strategi Pembelajaran
Pembelajaran
deduktif

Model
Metodologi PMKT Pembelajaran Rumus di terima murid
sebagai kebenaran yang
tidak di ragukan

CTL steam
Strategi pembeljaran
SBL deduktif
Open
ended RME PMRI
PjBL Ketrampilan membuka
Life based PBL dan menutup pelajaran
learning

Ketrampilan menjelaskan

Ketrampilan bertanya

Ketrampilan
memberi
Penguatan
Ketrampilan
mengadakan variasi

Ketrampilan
Mengelola kelas
4. RANGKUMAN

Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (La Iru: 2012). Pendekatan pembelajaran dibagi
2, yaitu :
1) Pendekatan secara umum
Menurut Hapidin (2006), ada beberapa pendekatan yang dapat dikaji dan diiurkan secara
singkat sebagai berikut :
- Pendekatan Pedosentris
Pendekatan pedosentris sering dikenal dengan learner centered yakni cara
memandang kegiatan pembelajaran yang bertumpu atau bertitik tolak dari
kesanggupan atau kemampuan anak sebagai individu yang belajar.
- Pendekatan Materiosentris
Materiosentris yang menganggap bahwa segala pusat kegiatan pembelajaran harus
dimulai dengan materi atau bahan pembelajaran. Cara pandang ini akan
mengarahkan guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
menggiring seluruh aktivitas anak untuk menguasai materi atau bahan
pembelajaran.
- Pendekatan Child Centered
Cara pandang teacher centered menekankan pusat kegiatan pembelajaran berada
pada aktivitas guru dalam menguasai serta menyampaikan materi pembelajaran.
- Pendekatan Discovery
Pendekatan ini mempunyai cara pandang yang memusatkan kegiatan
pembelajaran pada upaya atau aktivitas anak didik untuk menemukan sendiiri
berbagai aspek pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai melalui berbagai
pengalaman yang dirancang dan diciptakan guru.
- Pendekatan Ekspositori
pendekatan ekspositori lebih mamandang aktivitas pembelajaran sebagai kegiatan
guru melakukan ekspose atau penyampaian pengetahuan, keterampilan dan nilai-
nilai.
- Pendekatan Kongkrit
Melalui pendekatan ini, proses pembelajaran akan diupayakan sedemikian rupa
sehingga menjadi suatu yang kongkrit bagi anak, terutama menjadi hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
- Pendekatan Abstrak
Adapun pendekatan abstrak merupakan cara pandangan dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang lebih banyak menggunakan proses abstrak. Proses
seperti ini memberikan pemahaman yang verbalisme pada anak tentang berbagai
ragam pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tertentu.
2) Pendekatan Secara Khusus
- Pendekatan Psikonalisis
Teori psikonalisis dipublikasikan oleh took dunia Sigmund Freud. Hipotesis
pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebahagian besar
ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak
penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit
dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut. Berkembangnya ilmu,
kemudian teori psikoanalisis lebih populer dengan teori -teori perkembangan
psikoseksual dari Sigmund Freud dan teori psikososial dari Erik Erikson yang
lebih sering dijadikan landasan teori. Teori tahap-tahap perkembangan
psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual,
Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek
perkembangan sosial.
- Pendekatan Behaviorisme
Menurut ketiga pakar (Edward L. Thorndike, Ivan Paclov, dan B.F Skinner)
sepakat bahwa teori behaviorisme yaitu belajar adalah perubahan tingkah laku
lahir saja, bukan disebabkan dari faktor-faktor dari dalam, misalnya seseorang
merasa sedih maka menangis. Oleh karna itu, behaviorisme juga sering disebut
dengan ilmu jiwa tanpa jiwa karna tidak terjadi proses jiwa.
- Pendekatan Konstruktivisme
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan akibat dari suatu pembentukan
(konstruksi) kognitifnya melalui aktifitasnya dan interaksi edukatif yang
dilakukan dalam keadaan sadar. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme
adalah dalam proses pembelajaran, peserta didiklah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pengajar atau orang lain.

Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pengajaran merupakan salah satu aspek lain yang perlu diperhatikan
guru dalam melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar akan mencapai hasil yang
optimal apabila guru dapat memilih metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan
perkembangan anak, kemudian dapat melaksanakannya dengan teknik-teknik penyampaian yang
baik. Salah satu faktor keberhasilan dalam pembelajaran adalah kemampuan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran yang berhasil dan kondusif
biasanya diukur dengan tingkat pemahaman materi pembelajaran melalui nilai tes dan partisipasi
siswa selama proses pembelajaran. Menurut (Sudono Anggani, 2009), Agar tujuan pembelajaran
tercapai dan terciptanya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat
menggunakan media pembelajaran secara tepat. Dengan menggunakan media, siswa akan lebih
mudah memahami konsep yang dipelajari, karena pembelajarannya melibatkan aktivitas fisik
dan mental dengan kegiatan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga yang sejalan dengan
karakteristik siswa sekolah dasar yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik untuk
mengetahui situasi di sekitar mereka dengan perasaan.
Strategi Pembelajaran
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk
bertindak dalam usaha mencapai saasran yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran
merupakan serangkaian rencana kegiatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran
disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kemp menyatakan bahwa strategi pembelajaran
merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjaka guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Beberapa tipe strategi pembelajaran yaitu :
1. Strategi Active Learning
Konsep active learning ini sendiri adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek
didiknya terlibat secara intelektual dan emosional senhingga ia benar – benar berperan dan
berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dengan ini mereka aktif
menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi yang dibahas, memecahkan
persoalan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
2. Strategi Pembelajaran Deduktif
Penggunaan strategi deduktif dalam pembelajaran matematika biasanya dimulai dengan
definisi, teorema atau aksioma dan tidak jarang juga rumus-rumus matematika baru kemudian
siswa diminta untuk mengerjakan soal atau masalah dengan menggunakan definisi, teorema,
aksioma atau rumus tersebut.
3. Strategi pembelajaran Induktif
Strategi induktif disebut juga dengan strategi pembelajaran dari khusus ke umum. Strategi
pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang berdifat langsung tapi sangat efektif
untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan aktif melalui
observasi, membandingkan, penemuan pola, dan menggeneralisasikannya. Teknik penyajian
yang cocok dengan strategi ini adalahteknik penemuan (discovery), eksperimen, demonstrasi,
diskusi dan lain sebagainya.
Teknik Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran adabeberapa teknik yang harus dikuasai oleh seorang guru, yaitu :
a) Teknik membuka dan Menutup Pembelajaran
Dalam melakukan kegiatan membuka dan mnutup pelajaran hendak memperhatikan
prinsip berikut :
a. Singkat, padat, jelas
b. Tidak mengulang-ulang atau berbelit-belit
c. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
d. Contoh dan ilustrasi seperlunya
e. Mengikat perhatian siswa
b) Teknik keterampilan menjelaskan
Tujuan dari teknik ini adalah untuk membimbing siswa untuk dapat memahami materi
dengan benar, melibatkan siswa dalam pemecahan masalah atau pertanyaan, mendapat
umpan balik siswa mengenai pemahamanya dan untuk mengatasi kesalahpahaman
mereka.
c) Teknik keterampilan bertanya
Menurut S. Nasution pertanyaan adalah stimulus yang mendorong anak untuk berpikir
dan belajar. Dalam proses pembelajaran, hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir
siswa, meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran, membangkitkan rasa
ingin tahu dan lain-lain. Oleh sebab itu, sebagai pendidik kita hendaknya berusaha agar
memahami dan menguasai penggunaan keterampilan dasar bertanya. Tujuannya agar
siswa termotivasi, meningkatkan perhatian siswa, mengontrol dan mengubah tingkah laku
siswa yang kurang positif serta mendorong tumbuhnya tingkah laku produktif.
d) Teknik keterampilan memberi penguatan
Komponen-komponen dari keterampilan memberi penguatan adalah sebagai berikut :
 Penguatan verbal, penguatan verbal bisa berupa penguatan dengan kata-kata ataupun
penguatan dengan menggunakan kalimat
 Penguatan non verbal
 Penguatan berupa mimik dan gerakan badan.
 Penguatan dengan cara mendekati.
 Penguatan dengan sentuhan.
 Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan.
 Penguatan berupa simbol atau benda.

e) Teknik keterampilan mengadakan variasi


Variasi dalam pembelajaran merupakan cara atau gaya yang dilakukan oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran agar tidak monoton. Tujuan keterampilan ini yaitu :
a.Meningkatkan perhatian siswa agar menguasai materi yang diberikan oleh guru.
b.Mengurangi kebosanan siswa dalam proses pembelajaran.
c.Mengembangkan bakat siswa terhadap hal baru dalam pembelajaran.
d.Memupuk perilaku positif siswa terhadap pembelajaran.
e.Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa.
f) Teknik keterampilan mengelola kelas
Pengelolaan kelas merupakan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Misalnya penghentian
tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi
ketepatan waktu penyelesaian tugas anak didik, atau pencitapan norma kelompok yang
produktif.
Guru harus menguasai teknik ini agar dapat :
a. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu maupun klasikal
dalam berperilaku sesuai dengan tata tertib serta aktifitas yang sedang berlangsung.
b. Menyadari kebutuhan siswa.
c. Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa.

Model Pembelajaran
 RME
Pendidikan matematika realistis atau Realistic Mathematics Education (RME)
adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang menempatkan permasalahan
matematika dalam kehidupan sehari-hari sehingga mempermudah siswa menerima materi
dan memberikan pengalaman langsung dengan pengalaman mereka sendiri. Realistic
Mathematics Education (RME) dikembangkan pertama kali oleh Freudenthal pada tahun
1971 di Utrecht University Belanda. Menurut Freudenthal bahwa belajar matematika
adalah suatu aktivitas, sehingga kelas matematika bukan tempat memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan
konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata (Yuwono,2001:17).
 CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi
yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga
siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya 2006).
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), menawarkan bentuk
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa. CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya
dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian,
peran siswa dalam pembelajaran CTL adalah sebagai subjek pembelajar yang
menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya.
 PMRI
Supinah (2008: 15-16) menyatakan bahwa PMRI adalah “suatu teori
pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika
realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di
Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa
tentang matematika dan mengembangkan daya nalar”
Dapat diartikan bahaw PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika
yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sebagai sarana untuk meningkatkan
pemahaman dan daya nalar.
 PBL
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan pembelajaran di
mana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dengan melalui pemecahan masalah itu
siswa belajar kemampuan melalui penyelidikan dan berpikir sehingga memandirikan
peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah.
 PjBL
Project based learning adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu
panjang, menitikberatkan pada aktifitas peserta didik untuk dapat memahami suatu
konsep atau prinsip dengan melakukan investigasi secara mendalam tentang suatu
masalah dan mencari solusi yang relevan serta diimplementasikan dalam pengerjaan
proyek, sehingga peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna dengan
membangun pengetahuannya sendiri.
 Life Based Learning
Project based learning adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu
panjang, menitikberatkan pada aktifitas peserta didik untuk dapat memahami suatu
konsep atau prinsip dengan melakukan investigasi secara mendalam tentang suatu
masalah dan mencari solusi yang relevan serta diimplementasikan dalam pengerjaan
proyek, sehingga peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna dengan
membangun pengetahuannya sendiri.
 STEAM
STEAM yang merupakan kepanjangan dari istilah Sains, Technology,
Engeenering, Arts and Mathematics adalah sebuah terobosan dalam dunia pendidikan
yang mengintegrasikan beberapa elemen ilmu pengetahuan dalam satu kesatuan konsep
pembelajaran. Keterkaitan STEAM dengan pembelajaran matematika adalah dimana
dalam matematika menerapkan konsep dan dihubungkan dengan STEAM yang menuntun
siswa untuk mampu memahami konsep dengan kemampuan berpikir kritis. Perpaduan
STEAM dengan konsep matematika yaitu menemukan gagasan, solusi, dan produk. Di
dalam STEAM persoalan diselesaikan melalui proyek yang terbagi menjadi 3 tahap.
Tahap ertama proyek diberikan dengan jangka waktu yang singkat(2-6 kali
pembelajaran). Tahap kedua proyek yang diberikan dalam kurun waktu panjang bisa
mencapai 1-3 bulan untuk e-portofolio, poster, video, dan lainnya. Tahap ketiga
dalamkurun waktu yang lebih panjang mencapai 5-6 bulan untuk melakukan penelitian
dan melaporkan hasil penelitian. Konsep STEAM tidak begitu berbeda dengan Project
Based Learning.
 Situation Based Learning
Model pembelajaran Situation Based Learning merupakan suatu model
pembelajaran matematika yang baru dikenal dalam dunia pendidikan. Situation Based
Learning dikenalkan oleh Isrok’atun pada tahun 2012. Tujuan dari Situation Based
Learning adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam problem posing,
problem understanding, dan problem solving dari sudut pandang matematika.
Situation-Based Learning adalah pembelajaran yang terdiri dari 4 tahapan proses
pembelajaran, yaitu 1) creating mathematical situations; 2) posing mathematical problem;
3) solving mathematical problem; dan 4) applying mathematics.
 Open Ended
Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan
matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang.
Strategi pembelajaran open-en9)ded adalah pembelajaran terbuka yaitu siswa dapat
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan jawaban yang benar, bahkan siswa bisa
memperoleh lebih dari satu jawaban yang benar. Sehingga open ended dapat memberi
kepercayaan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan,
mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik atau cara tertentu.
5. LATIHAN SOAL

Soal latihan !

1. Agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, mudah dipahami siswa, dan


dirasakan manfaatnya bagi siswa, kaitkanlah konsep dengan kondisi kehidupan
aktual siswa sehari-hari. Pembelajaran seperti itu disebut pembelajaran dengan
menggunakan prinsip :
a. daily life
b. diary life
c. prairie life
d. pure life
e. long life

2. Pendekatan Child Centered memusatkan proses pembelajaran pada . . .


a. siswa
b. guru
c. media pembelajaran
d. kepala sekolah
e. sumber belajar

3. Pendekatan pembelajaran yang mengharuskan adanya stimulasi yang


menimbulkan respon adalah pendekekatan . . .
a. ekspositori
b. abstrak
c. konkrit
d. psikoanalis
e. behaviorisme

4. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah bermanfaat


untuk :
a. melatih siswa dengan soal yang sulit
b. melatih kesulitan siswa dengan soal yang bermanfaat
c. mengembangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan persoalan tidak
rutin
d. melatih kesabaran dalam menyelesaikan masalah hidup
e. mengembangkan tingkat kognitif rendah
5. Pembelajaran dengan pendekatan open ended (problem terbuka) dimaksudkan
untuk melatih dan mengembangkan siswa dalam kemampuan :
a. pemecahan masalah
b. pemahaman
c. penalaran
d. koneksi
e. kreativitas

6. Indikator CTL yang berkenaan dengan komunitas belajar adalah cara


membelajarkan siswa dengan
a. diskusi kelompok kecil
b. diskusi kelas
c. belajar klasikal
d. belajar individual
e. fleksibel, asal semua siswa partisipatif

7. Reflection yang dimaksudkan dalam CTL adalah :


a. mengulang pelajaran yang telah lalu
b. memberikan ulangan agar nilai siswa dapat diketahui
c. dialog dengan siswa untuk meninjau kembali proses pembelajaran yang
barusan dilakukan dan membimbing membuat rangkuman
d. memberikan tugas merangkum, pekerjaan rumah, membaca materi yang
akan datang, persiapan ulangan minggu depan
e. mempersiapkan RPP untuk pertemuan yang akan datang

8. Salah satu prinsip PMRI yaitu Memberikan kesempatan bagi siswa untuk
melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa
dengan bantuan dari guru, merupakan pengertian dari . . .
a. Didactical Phenomenology
b. Guided Re-invention
c. Self-delevoped Models
d. discovery inquiry
e. teacher centered

9. Model pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu dalam sebuah


pembelajaran adalah . . .
a. PjBL
b. RME
c. CTL
d. STEAM
e. PMRI

10. Dengan menggunakan model pembelajaran STEAM siswa dituntun untuk mampu
...
a. memahami konsep dan berfikir kritis
b. menyelesaikan projek
c. memahami rumus matematika
d. mengamati lingkungan
e. melatih siswa dengan soal yang sulit

II. Essay

1. Jelaskan yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran! Sebutkan pendekatan


pembelajaran secara umum dan khusus!
2. Jelaskan perbedaan antara teknik dan metode pembelajaran!
3. Jelaskan yang anda ketahui mengenai strategi pembelajaran!
4. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?
5. Apa yang anda ketahi tentang situation based learning?
6. DAFTAR RUJUKAN

Afgani, Jarwani. (2014). Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika. Bandung :
tidak diterbitkan.
Andita Putri Surya1, S. C. (April 2018). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT
BASED LEARNING (PjBL). JURNAL PESONA DASAR, 41-54.
Isrok’atun. 2012. Pengembangan Model Situation-Based Learning Pada Materi Sains Di
Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Hal (70-72)
Kurniati, R., & Astuti, M. (2016). Penerapan Strategi Pembelajaran Open Ended Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri 1 Palembang. JIP (Jurnal Ilmiah PGMI), 2(1), 1-18.
Muhamad Afandi, S. M. (2013). MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN. Semarang:
UNISSULA PRESS.
Nurfitriyanti, M. (2016). MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING. Jurnal
Formatif 6(2): 149-160, 149-160.

Nurhikmayati, Iik. 2019. Implementasi STEAM Dalam Pembelajaran Matematika. Vol. 1 No.
2 . hal. 41-50.

Oftiana, S., & Saefudin, A. A. (2017). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas
VII SMP Negeri 2 Srandaka.
Rabbani, S., Ruqoyyah, S., & Murni, S. (2019). Magang Matematika SD. Cimahi.
Suhuartati, K. (2019). Penerapan Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran
Matematika Menganalisis Luas Dan Volume Benda Putar Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri 1
Baturejo Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2016/2017.
Sumantri, M. S. (2015). Strategi Pembelajasan : Teori dan Praktik di TIngkat Pendidikan Dasar .
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
T Al’Afifah. 2019. Bab II LANDASAN TEORI. IAIN TULUNGAGUNG. Hal (20-21)
7. KUNCI JAWABAN

Pilihan Ganda
1. A 6. E
2. A 7. C
3. E 8. B
4. C 9. D
5. E 10. A

Essay
1. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (La Iru: 2012).
a. Pendekatan secara umum
• Pendekatan pedosentris
• Pendekatan materiosentris
• Pendekatan child centered
• Pendekatan teacher centered
• Pendekatan discovery
• Pendekatan ekspositori
• Pendekatan konkrit
• Pendekatan abstrak
b. Pendekatan secara khusus
• Pendekatan psikoanalisis
• Pendakatan behaviorisme
• Pendekatan konstruktivisme
2. Teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan
kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai.
Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan
teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementatif. Dengan perkataan lain,
metode yang dipilih oleh masing-masing itu adalah sama, tetapi mereka menggunakan
teknik yang berbeda.
3. Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang dirancang oleh guru berkaitan dengan
segala persiapan pembelajaran sehingga berjalan lancar dan tercapainya tujuan
pembelajaran secara optimal. Ada beberapa strategi dalam pembelajaran :
a. Strategi active learning (siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran)
b. Strategi pembelajaran deduktif (pembelajaran dari umum ke khusus / abstrak ke nyata
/ dari konsep ke kesimpulan logis / dari rumus ke contoh)
c. Strategi pembelajaran induktif (kebalikan dari deduktif, pembelajran ini dari khusus
ke umum, mengembagkan kemampuan berpikir kritis dan keaktifan siswa)
4. Model pembelajaran merupakan pembelajaran yang sudah tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Atau dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran merupakan bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.
5. Situation based learning atau SBL merupakan model pembelajaran yang baru dikenal di
dunia pendidikan. Situation based learnig merupakan model pembelajaran di mana guru
membuat sebuah situasi pembelajaran yang dapat memicu pertanyaan dari siswa dan
siswa memecahkan permasalahan yagn dibangunnya sendiri.
8. GLOSARIUM

Abstrak : tidak berwujud; tidak berbentuk

Behaviorisme : teori yang menyatakan bahwa beberapa proses belajar dapat


terjadi dalam kondisi tertentu yaitu adanya stimulasi (rangsang)
yang menimbulkan respon (reaksi).

Ekspositori : mamandang aktivitas pembelajaran sebagai kegiatan guru


melakukan ekspose atau penyampaian pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai

Interaktivitas : Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu


melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

Pembelajaran : proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber


belajar pada suatu lingkungan belajar.

Konkret : Nyata; benar-benar ada

Kontruktivisne : sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan


mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari

\Kontekstual : yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,


mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan
kepentingan

Materiosentris : pusat kegiatan pembelajaran harus dimulai dengan materi atau


bahan pembelajaran

Metode pembelajaran : cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara


saksama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran

Metodologi : cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara


saksama untuk mencapai suatu tujuan
Model pembelajaran : Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru yang
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran : sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk
pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu

Pedosentris : kegiatan pembelajaran yang bertumpu atau bertitik tolak dari


kesanggupan atau kemampuan anak sebagai individu yang belajar

Peserta didik : seseorang yang mengembangkan potensi dalam dirinya melalui


proses pendidikan dan pembelajaran pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.

Strategi pembelajaran : serangkaian rencana kegiatan dalam suatu pembelajaran guna


mewujutkan tujuan pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai