Anda di halaman 1dari 5

DIDAKTIK DAN METODIK

7 Juli 2014 pukul 11:01

1. Pengertian Didaktik
Didaktik berasal dari bahasa Yunani didasko yang asal katanya adalah didaskein atau
pengajaran yang berari perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan dan
kecakapan baru pada orang lain. Didaktus berarti pandai mengajar, sedang didaktika berarti
saya mengajar. Kata didaktik didasco, didaskein, berarti saya mengajar atau jalan pelajaran,
bahkan ada yang menyebutkan sebagai ilmu tentang mengajar dan belajar. Ilmu ini
membicarakan bagaimana cara membimbing kegiatan belajar murid secara berhasil.
Menurut pengertian baru, didaktik diartikan sebagai ilmu yang memberi uraian tentang
kegiatan proses mengajar yang menimbulkan proses belajar. Dari sudut pandang ini, didaktik
mengandung dua macam kegiatan yakni kegiatan mengajar dan kegiatan belajar. Baik murid
maupun guru, kedua-duanya aktif sehingga terwujud kegiatan mengajar dan kegiatan belajar
bersama-sama. Agar proses belajar mengajar dimaksud membuahkan hasil yang diharapkan,
baik murid maupun guru perlu memiliki sikap, kemampuan dan keterampilan yang
mendukung proses belajar mengajar itu.
Didaktik terbagi dua, yaitu:
a. Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip yang umum yang berhubungan dengan
penyajian bahan pelajaran agar anak dapat menguasai sesuatu bahan pelajaran.
b. Didaktik Khusus membicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu dimana
prinsip didaktik digunakan. Didaktik khusus ini disebut juga metodik.

2. Pengertian Metodik
Secara harfiah, metodik berasal dari kata "metode"(method). Metode berarti suatu cara
kerja yang sistematik dan umum. Metodologi searti dengan kata metodik (methodentic) yaitu
suatu penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode yang akan digunakan dalam
penelitian.
Metodik ada dua macam, yakni:
a. Metodik Umum, yaitu pengetahuan yang membahas cara-cara mengajarkan sesuatu jenis
mata pelajaran tertentu secara umum artinya hanya secara garis besar jalan pelajaran beserta
kesulitan-kesulitan pada suatu mata pelajaran tertentu.
b. Metodik Khusus adalah pengetahuan yang membentangkan cara-cara mengajarkan sesuatu
jenis pelajaran tertentu secara mendetail.
Untuk mengetahui hubungan antara didaktik dan metodik perlu diperbincangkan lebih dahulu
lingkaran permasalahan Didaktik dan Metodik itu, setelah itu barulah kita mengetahui garis
temu antara kedua lingkaran tersebut.

Kedudukan Metodik dalam proses belajar mengajar ialah:


1. Sebagai alat motivasi ekstrinsik
2. Sebagai strategi belajar mengajar
3. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran

ASAS DIDAKTIK DAN PENERAPANNYA

1. Azas Motivasi
Untuk memperoleh hasil pengajaran yang sebaik-baiknya dalam proses mengajar guru harus
selalu berusaha membangkitkan minta para murid sehingga seluruh perhatian mereka tertuju
dan terpusat kepada bahan pelajaran yang sedang diajarkan.
Guru harus menyadari bahwa tidak setiap bahan pelajaran menarik perhatian murid
sebagaimana juga tidak setiap murid menaruh perhatian terhadap pelajaran yang sama, karena
itu muthlak diperlukan kecakapan guru untuk dapat memberikan motivasi membangkitkan
minat dan perhatian murid terhadap bahan pelajaran yang sedang diajarkan.
Motivasi merupakan suatu hal yang sangat urgen yang harus diberikan oleh seorang guru,
sebab tidak semua murid benar-benar siap untuk belajar, banyak factor yang menyebabkan
itu semua diantaranya: masalah keluarga, misalnya orang tua cerai, perasaan minder karena
merasa tidak bisa, tidak betah dan lain sebagainya.

2. Azas Aktifitas
Menurut konsepsi modern, jiwa seseorang bersifat dinamis mempnuyai energi sendiri dan
dapat menjadi aktif bila didorong oleh berbagai macam kebutuhan. Dengan demikian anak
harus dipandang sebagai organisme yang mempunyai dorongan untuk berkembang. Karena
dalam mendidik berarti membimbing anak untuk mengembangkan bakatnya maka anak itu
sendirilah yang harus aktif. demikian pula halnya dalam belajar, guru harus merangsang
keaktipan murid dengan jalan menyajikan bahan pelajaran untuk kemudahan diolah dan
dicernakan sendiri oleh anak sesuai dengan bakat dan latar belakang masing-masing. Belajar
adalah suatu proses dimana anak-anak harus aktif.
Sekarang ini muncul suatu teori pendidikan yaitu pendidikan partisifatif yaitu pembelajaran
yang dalam pelaksanaannya lebih terpusat pada diri siswa (people centred), seorang
psycholog kelahiran swiss, piaget berpendapat bahwa seseorang anak berfikir sepanjang ia
berbuat, tanpa perbuatan anak tak berfikir. Agar anak berfikir sendiri, harus diberi
kesempatan untuk berbuat sendiri.

3. Azas Apersepsi
Proses belajar tidak dapat dipisahkan peristiwa-peristiwanya antara individu dengan
lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu
loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan
pelajarannya yang telah dikuasai oleh murid-murid berupa pengetahuan yang telah diketahui
dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi
dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk ke
dalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki
disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas.
Azas ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran yang akan
diberikan dengan apa yang telah dikenal anak.

4. Azas Peragaan
Yang dimaksud peragaan adalah memberikan variasi dalam cara-cara guru mengajar dengan
mewujudkan bahan yang diajarkan secara nyata baik dalam bentuk benda aslinya maupun
tiruan sehingga murid-murid dapat mengamati dengan jelas dan pengajaran lebih tertuju
untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Azas peragaan telah cukup lama dikenal orang tapi belum sampai pada pengamatan dunia
sekitar. Ilmu dan pengetahuan hanya dicari dari buku-buku, akibatnya sekolah menjauhkan
diri dari dunia penghidupan dan kenyataan, dan menjadi persemaian verbalisme.
Tahun 1600 timbul di Eropa aliran yang disebut realisme. Aliran ini mengarahkan
perhatiannya kepada dunia kenyataan. Pengetahuan harus diperoleh dari dunia realitas
dengan menyelidiki benda-benda itu sendiri. Sejak itu mulailah terjadi peralihan dari buku
kepada alam yang nyata sebagai sumber pengetahuan.

5. Azas Ulangan
Azas ulangan disini dimaksudkan sebagai usaha untuk mengetahui taraf kemajuan/hasil
belajar murid dalam aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap setelah mengikuti program
pengajaran sebelumnya.
Karena penguasaan akan mudah sekali terlupakan oleh murid-murid jika hanya dialami sekali
saja atau diingat setengah-setengah, maka pengetahuan yang sering diulang-ulang akan
menjadi pengetahuan yang tetap berkesan dalam ingatan dan dapat difungsikan dengan baik.

6. Azas Korelasi
Setiap peristiwa belajar-mengajar adalah menyeluruh, bersegi banyak dan kompleks. Guru
hendaknya tidak memandang anak sebagai sejumlah daya-daya yang statis melainkan sebagai
keseluruhan, yakni suatu organisme yang dinamis yang senantiasa dalam keadaan interaksi
dengan dunia sekitar untuk mencapau tujuannya. Dalam menerima pelajaran anak bersifat
selektif kemudian bereaksi mengolahnya. Karena itu mata pelajaran-matapelajaran yang tidak
ada hubungannya satu dengan yagn lain, kurang bermanpaat sebab tidak berdasarkan azas
keseluruhan.
Itulah sebabnya dalam setiap pengajaran guru diharuskan berusaha menghubungkan dengan
bahan yang lein sehingga merupakan suatu mata rantai yang erat dan mempunyai arti bagi
murid.

7. Azas Konsentrasi
Yang dimaksud dengan konsentrasi disini menentukan sesuatu pokok tertentu dari
keseluruhan bahan pelajaran dalam rangka melaksanakan tujuan sekolah serta
memperhatikan kebutuhan anak dalam lingkungan itu. Hal ini penting sebagai usaha
pemusatan perhatian dan kegiatan para murid dalam mencari jawaban dari pertanyaan yang
timbul serta menemukan cara pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
Langkah-langkah pelaksanaan biasanya melalui 4 tahap:
a. Memilih pokok/Fokus
b. Perencanaan
c. Pelaksanaan
d. Puncak usaha unit

8. Azas Individualisasi
Karena perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umumnya meliputi seluruh pribadi murid
seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, pendidikan, keadaan rumah, keluarga,
kesehatan, usia dan lain sebagainya, maka tidak ada dua anak yang sama.
Mengingat hal tersebut maka pada setiap pengajaran guru dituntut agar selalu berusaha
menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan dengan keadaan sifat-sifat, bakat dan
kemampuan masing-masing murid, serta tidak semata-mata bersifat uniform.
Prinsif individualitas ini umumnya masih kurang mendapatkan perhatian di sekolah kita.
Kurikulum yang berlaku masih bersifat uniform.

9. Azas Sosialisasi
Azas sosialisasi sangatlah penting artinya dalam mewujudkan suasana sosial sehingga anak-
anak terdorong untuk belajar lebih tekun, bekerja lebih cermat dan semangant demokrasi
semakin tumbuh.
Pengajaran yang hanya mengutamakan perkembangan individual tidak akan menguntungkan
anak dan masyarakat dimana anak itu hidup.
Usaha-usaha guru dalam melaksanakan azas sosialisasi antara lain:
o Memberi pelajaran berupa tugas-tugas kelompok kepada murid-murid, misalnya membuat
taman percontohan, peternakan, belajar di laboratorium, perpustakaan dan lain-lain.
o Menyelenggarakan diskusi panel guna membahas sesuatu masalah atau kesulitan-kesulitan
bahan pelajaran untuk mencari penyelesaian dan pemecahannya.
o Mengadakan kegiatan sosial seperti pengabdian sosial, pameran sekolah, karyawisata,
porseni dan sebagainya.

10. Azas Evaluasi


Evaluasi atau penilaian adalah mengukur/menilai sampai dimana tujuan pengajaran telah
dicapai, baik dari sudut pandang murid maupun dari sudut guru. Ruang lingkup kegiatan
evaluasi ini mencakup penilaian terhadap kemajuan/hasil belajar murid-murid dalam aspek
pengetahuan, keterampilan serta sikap setelah mengikuti program pengajaran.
Dengan evaluasi yang tepat, cermat dan obyektif terhadap hasil belajar murid merupakan cara
yang efektif untuk mengecek kemajuan anak dan sekaligus untuk mempertinggi prestsi
belajarnya di samping menjadi alat pengontrol bagi guru sendiri tentang cara mengaharnya.
Evaluasi yang baik akan membimbing murid dalam menilai serta memahami pelajaran yang
diperoleh disamping juga introspeksi terhadap dirinya sendiri sehingga membuka jalan untuk
mahu dengan tenaga, kesungguhan dan kepercayaan pada diri sendiri.

Azas tambahan:

11. Azas Kreativitas


Kunci keberhasilan guru dalam mendidik siswa terletak pada kreativitasnya dalam mengajar.
Sebab siswa membutuhkan kondisi belajar yang menyenangkan. Sementara saat ini
kebanyakan siswa menganggap pelajaran di kelas sebagai beban karena masih banyak guru
yang mengajar dengan metode yang monoton sehingga membuat siswa tidak menikmati
belajar. Seperti yang penulis rasakan ketika pembelajaran bagi guru yang mengajar hanya
gitu-gitu saja tanpa ada pareasi mengajar itu sangat terasa jenuh dan saya tidak bisa
menikmati pembelajaran.

Didaktik berasal dari bahasa Yunani didoskein, yang berarti pengajaran atau didaktos yang berarti
pandai mengajar. Di Indonesia didaktik berarti ilmu mengajar. Karena didaktik berarti ilmu mengajar,
maka pengertian didaktik menyangkut pengertian yang sangat luas. Dalam kaitan pembicaraan
tentang didaktik, pengertian didaktik akan difokuskan pada bagaimana perlakuan guru dalam proses
belajar mengajar tersebut. Mengajar menurut pengertian modern berarti aktivitas guru dalam
mengorganisasikan lingkungan dan mendekatkannya kepada anak didik sehingga terjadi
proses belajar. (Nasution 1935 : 5).

Bertolak dari pengertian di atas, keberhasilan mengajar tentunya harus diukur dari bagaimana
partisipasi anak dalam proses belajar mengajar dan seberapa jauh hasil yang telah dicapainya.
Dalam menjawab dua permasalahan tersebut, ahli-ahli didaktik mengarahkan perhatiannya
pada tingkah laku guru sebagai organisator proses belajar mengajar. Maka timbulah prinsip-
prinsip didaktik atau azas-azas mengajar, yaitu kaidah atau rambu-rambu bagi guru agar lebih
berhasil dalam mengajar. Jadi, dalam uraian ini yang dimaksud azas-azas didaktik ialah
prinsip-prinsip, kaidah mengajar yang dilaksanakan oleh guru secara maksimal, agar lebih
berhasil.Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan
sebanyak-banyaknya dalam diri anak didik. Dalam hal ini guru memegang peranan utama,
sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif. Pengajaran yang berpusat kepada guru
bersifat teacher centered. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya
diambil dari buku-buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari
siswa. Pelajaran serupa ini disebut intelektualistis.Sebagian para ahli lainnya mengatakan
bahwa mengajar merupakan usaha penyampaian kebudayaan kepada anak didik. Definisi
kedua ini hampir sama maksudnya dengan definisi pertama. Tentu saja yang diinginkan
adalah agar anak mengenal kebudayaan bangsa, kebudayaan suku dan marganya. Tetapi lebih
dari itu diharapkan agar anak didik tidak hanya menguasai kebudayaan yang ada, tetapi juga
ikut memperkaya kebudayaan tersebut dengan menciptakan kebudayaan baru menurut zaman
yang senantiasa mengalami perubahan.Sebagian para ahli yang lain lagi mengatakan bahwa
mengajar diartikan menata berbagai kondisi belajar secara pantas. Kondisi yang ditata itu
adalah kondisi eksternal anak didik. Termasuk di dalam kondisi eksternal ini adalah
komunikasi verbal guru dengan anak didik. Dengan demikian, sesungguhnya kunci proses
belajar-mengajar itu terletak pada penataan dan perancangan yang memungkinkan anak didik
dapat berinteraktif. Berinteraktif maksudnya adalah terjadinya hubungan timbal balik
personal anak dengan lingkungan. Anak didik dapat berinteraktif dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun sosial.Tiap usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau
menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta. didik. Yang dimaksud dengan pola
laku adalah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan manusia untuk
bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi nyata. Kegiatan itu bisa
berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati, menganalisis, dan menilai keadaan dengan
daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan jasmani. yang dilakukan dengan tenaga dan
keterampilan fisik. Umumnya rnanusia bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis
kegiatan tersebut dibuat secara terjalin dan terpadu.Di samping menumbuhkan dan
menyempumakan pola laku, pengajaran juga menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan dapat
dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan di dalam diri manusia untuk melakukan
kegiatan yang sama atau serupa atas cara yang lebih mudah, tanpa memeras atau
memboroskan tenaga. Kebiasaan akan timbul justru apabila kegiatan manusia, baik rohani
maupun jasmani dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.
by. R.A. Gerungan

Tipe-tipe kelas

Kelas gaduh : pendekatan intimidasi(ancaman)


kelas kondulsif : pendekatan pengajaran
kelas tenang didiplin:pendekatan kekuasaan
kelas yang berlangsung secara alamiah:Pendekatan kebebasan

Anda mungkin juga menyukai