Anda di halaman 1dari 13

Resume

Peserta Didik Dan Pendidikan Inklusi


Dosen Pengampu : Dr. Asni Ilham, S.Pd, M.Si
(Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi)

Oleh :
Kelompok 2
Nandika A. Koni (151420091)
Reska Rahmawati Putri Yusuf (151420100)
Roswita A. Dunggio (151420102)
Ni Luh Rini Puspita (151420113)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan
dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam
pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan.
Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
belajar masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu:
Anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari
kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka
yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan
situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru
mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa dirumah dan
disekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi
budaya dan karena kemiskinan. Sedangkan anak berkebutuhan khusus temporer,
apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan
belajarnya bisa menjadi permanen.
Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang
temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang
berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga
hal, yaitu: faktor Lingkungan, faktor dalam diri anak sendiri, dan kombinasi antara
faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.
B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi: Anak dengan
gangguan fisik, dikelompokkan lagi menjadi:
a. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra)
1) Anak kurang awas (low vision)
2) Anak buta (blind)
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/ wicara)
1) Anak kurang dengar (hard of hearing)
2) Anak tuli (deaf)
c. Anak dengan kelainan kecerdasan
1) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata
(tunagrahita)
a) Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50 -70)
b) Anak tunagrahita sedang (IQ 25 - 49)
c) Anak tunagrahita berat (IQ 25 - ke bawah)
2) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
a) Giffted dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-
rata
b) Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
d. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa).
1) Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
2) Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)
1) Anak dengan gangguan perilaku
a) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
b) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
c) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat
2) Anak dengan gangguan emosi
a) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
b) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
c) Anak dengan gangguan emosi taraf berat
f. Anak gangguan belajar spesifik
g. Anak lamban belajar (slow learner)
h. Anak Autis
i. Anak ADHD
Karakteristik Anak Kebutuhan Khusus
1. Karakteristik dari anak dengan keterbelakang mental :
 Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal, dari
penggolongan IQ nya saja mereka dapat dikategorikan sebagai: 
 Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55 – 69) 
 Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40 -54) 
 Keterbelakangan mental berat (IQ = 25 – 39) 
 Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25)
 Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
 Perilaku beradaptasi pun ada mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-
hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan di masyarakat.
 Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
 Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
2. Karakteristik Gangguan Perilaku dan Emosi
Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang
dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari
lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:
a. ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor
intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.
b. ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam
menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.
c. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan
normal.
d. mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.
e. kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau
ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-
permasalahan pribadi atau sekolah.
3. Karakteristik Tunaganda
Prilaku-prilaku yang dapat dianggap bahwa anak tersebut mengalami
gangguan Tunaganda adalah sebagai berikut :
1) Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi
Banyak yang tidak dapat berbicara, bila ada komunikasi mereka tidak
merespon. ini menyebakan pelayanan pendidikan menjadi sulit.
2) Perkembangan motorik dan fisik terbelakang
Sebagian besar anak tuna ganda mempunyai keteratasan dalam
mobilitas fisik contoh :  tidak dapat berjalan.
3) Sering mempunyai prilaku aneh dan tidak bertujuan
Contoh : menggosok-gosok jari ke wajah, melukai diri.
a. Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri.
Contoh : tidak dapat mengurus diri sendiri misalnya makan, berpakaian .
b. Jarang berprilaku dan berinteraksi yang sifatnya kontruktif
4) Karakteristik Gangguan Kesulitan Belajar
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar
dalam membaca, menulis dan berhitung:
a. Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
3. Kalau membaca sering banyak kesalahan
4. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u,
2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
5. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
6. Tulisannya banyak salah atau terbalik atau huruf hilang,
7. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
b. Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
1. Sulit mengoperasikan hitungan atau bilangan,
2. Sering salah membilang dengan urut
3. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2
dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
4. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
5) Karakteristik Anak dengan Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, social atau
emosi, dan fisik atau kesehatan.
a. Karakteristik Akademik
Adapun karakteristik yang dimiliki oleh seorang anak berbakat,
diantaranya:
 Memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
 Keranjinan membaca,
 Menikmati sekolah dan belajar.
 Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik
khusus,
 Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep,
metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus,
 Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang
akademik khusus  yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas
bidang lain,
 Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha
untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang
akademik,
 Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang
akademik dan  motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik,
dan
 Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Mudah menyerap pelajaran.
C. Prinsip – Prinsip Pembelajaran di Kelas Inklusi
Dalam tataran praktis pembelajaran, inklusi merupakan suatu perubahan yang
dapat menguntungkan tidak hanya anak berkebutuhan khusus akan tetapi juga anak
pada umumnya dalam kelas. Prinsip paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah
bagaimana agar peserta didik dapat belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama.
Johnsen dan Miriam Skojen (2003) menjabarkan dalam tiga prinsip, yaitu:
1. Bahwa setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam suatu kelas
atau kelompok, 
2. Bahwa hari sekolah diatur penuh dengan tugas-tugas pembelajaran koopertif
dengan perbedaan pendidikan dan fleksibilitas dalam memilih dengan sepuas hati,
dan
3. Guru bekerja bersama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan
teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana
mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam
pengorganisasin kelas.
Sementara itu, Mulyono dalam Sri Wahyu Ambarwati (2005)
mengidentifikasikan prinsip pendidikan inklusif ke dalam sembilan elemen  dasar yang
memungkinkan pendidikan inklusif dapat dilaksanakan.
1. Sikap guru yang positif terhadap kebhinekaan
Elemen paling penting dalam pendidikan inklusif adalah sikap guru
terhadap siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus. Sikap guru tidak
hanya berpengaruh terhadap classroom setting tetapi juga dalam pemilihan
strategi pembelajaran.
Sikap positif guru terhadap keragaman kebutuhan siswa dapat ditingkatkan
dengan cara memberikan informasi yang akurat tentang siswa dan cara
penanganannya (Johnson & Johnson, 1984 dalam Whayu Sri Ambarwati, 2005).
2. Interaksi promotif
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut adanya interaksi promotif
antara siswa. Yang dimaksud interaksi promotif adalah upaya untuk saling
menolong dan saling memberi motivasi dalam belajar. Interaksi promotif
hanya dimungkinkan jika terdapat rasa saling menghargai dan saling memberikan
urunan dalam meraih keberhasilan belajar bersama. Interaksi promotif pada
hakekatnya sama dengan interaksi transpersonal, yaitu interaksi yang didasarkan
atas rasa saling menghormati, tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi
juga sesama makluk ciptaan Tuhan. Interaksi promotif hanya di mungkinkan jika
guru menciptakan suasana belajar kooperatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam suasana belajar kooperatif, siswa cenderung memperoleh prestasi
belajar matematika lebih tinggi dari pada dalam suasana belajar kompetitif
(Mulyono, 1994).
3. Pencapaian kompetensi akademik dan sosial
Pendidikan inklusif tidak hanya menekankan pencapaian tujuan dalam
bentuk kompetensi akademik tetapi juga kompetensi sosial. Oleh sebab itu,
perencanaan pembelajaran harus melibatkan tidak hanya pencapaian tujuan
akademik (academic objectives) tetapi juga tujuan keterampilan bekerjasama
(collaborative skills objectives). Tujuan keterampilan bekerjasama mencakup
keterampilan memimpin, memahami perasaan orang lain, menghargai
pikiran orang lain, dan tenggang rasa.
4. Pembelajaran adaptif
Ciri khas dari pendidikan inklusif adalah tersedianya program pembelajaran
yang adaftif atau program pembelajaran individual (individualized instructional
programs). Program pembelajaran adaptif tidak hanya ditujukan kepada peserta
didik dengan problema belajar tetapi juga untuk peserta didik yang dikaruniai
keunggulan. Penyusunan program pembelajaran adaptif menuntut keterlibatan
tidak hanya guru kelas atau guru bidang studi tetapi juga guru PLB, orangtua,
guru BK, dan ahli-ahli lain yang terkait.
5. Konsultasi kolaboratif
Konsultasi kolaboratif (collaborative consultation) adalah saling tukar
informasi antar profesional dari semua disiplin yang terkait untuk memperoleh
keputusan legal dan instruksional yang berhubungan dengan siswa
yang membutuhkan layanan pendidikan khusus. Yang dimaksud dengan
profesional dalam hal ini adalah guru PLB, guru kelas atau guru bidang studi,
konselor, psikolog, dan atau ahli-ahli lain yang terkait. Beberapa ahli telah
mengembangkan model konsultasi kolaboratif untuk melakukan tindakan
pencegahan dan rahabilitas siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus
di kelas reguler. Berdasarkan model yang mereka buat guru PLB dan guru reguler
bersama anggota tim lainnya melakukan diskusi untuk menentukan sifat dan
ukuran-ukuraaan yang dipergunakan untuk menentukan masalah siswa,
memilih dan merekomendasikan tindakan, merencanakan dan
mengimplementasikan program pembelajaran, dan melakukan evaluasi hasil
intervensi serta melakukan perencanaan ulang jika diperlukan.
6. Hidup dan belajar dalam masyarakat
Dalam pendidikan inklusif kelas harus merupakan bentuk mini dari suatu
kehidupan masyarakat yang diidealkan. Di dalam kelas diciptakan suasana yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh. Dengan kata lain, suasana belajar yang
kooperatif harus diciptakan sehingga di antara siswa terjalin hubungan yang
saling menghargai. Semua siswa tidak peduli betapapun perbedaannya, harus
dipandang sebagai individu unik yang memiliki potensi kemanusiaan yang harus
dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan.
7. Hubungan kemitraan antara sekolah dengan keluarga.
Keluarga merupakan fondasi tempat anak-anak belajar dan berkembang.
Begitu pula dengan sekolah, juga tempat anak belajar dan berkembang. Keduanya
memiliki fungsi yang sama. Perbedaannya, pendidikan dalam keluarga tidak
terprogram dan terukur sedangkan di sekolah pendidikan lebih banyak
dilakukan secara terprogram dan terukur atau yang biasa disebut dengan
pembelajaran. Karena kedua lembaga tersebut hakekatnya mempunyai fungsi
yang sama, maka keduanya harus menjalin hubungan kemitraan yang erat dalam
upaya memberdayakan semua potensi kemanusiaan siswa agar dapat berkembang
optimal dan terintegrasi. Keluarga memiliki informasi yang lebih akurat
mengenai keunikan, kekuatan, dan minat anak, sedangkan sekolah memiliki
informasi yang lebih akurat mengenai prestasi akademik siswa. Informasi
mengenai anak yang dimiliki oleh keluarga merupakan landasan penting bagi
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
8. Belajar dan berfikir independen.
Dalam pendidikan inklusif guru mendorong agar siswa mencapai
perkembangan kognitif taraf tinggi dan kreatif agar mampu berfikir independen.
Berkenaan dengan semakin majunya ilmu dan teknologi, pendidikan inklusif
sangat menekankan agar siswa memiliki keterampilan belajar dan berpikir. Guru
hendaknya juga mengetahui bahwa hasil-hasil penelitian mengenai anak-anak
kesulitan belajar (students with learning difficulties) menunjukkan bahwa mereka
umumnya pasif dalam belajar, kurang mampu melakukan control diri,
cenderung bergantung (dependent), dan kurang memiliki strategi untuk belajar.
Sehubungan dengan karakteristik siswa berkesulitan belajar semacam itu maka
guru perlu memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan atau motivasi
dengan menerapkan berbagai teknik, terutama yang berkenaan
dengan manajemen perilaku atau memodifikasi perilaku.
9. Belajar sepanjang hayat
Pendidikan inklusif memandang pendidikan di sekolah sebagai bagian dari
perjalanan panjang hidup seorang manusia; dan manusia belajar sepanjang
hidupnya (lifelong learning). Belajar sepanjang hayat memiliki makna
yang melampaui sekedar menguasai berbagai kompetensi yang menjadi tuntutan
kurikulum dan upaya untuk naik kelas. Belajar sepanjang hayat pada hakekatnya
adalah belajar untuk berfikir kritis dan belajar untuk menyelesaikan berbagai
masalah kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan inklusif menekankan pada
pengalaman belajar yang bermanfaat bagi kelangsungan proses belajar peserta
didik dalam kehidupan masyarakat.
D. Pendidik dan tenaga kependidikan pada kelas inklusi
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan,
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz,
Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen,
pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Beberapa kata di atas
secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut
mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau
pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya
perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan. Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional
menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja
dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah,
di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyaiy dan lain sebagainya.
Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam  pendidikan
inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat  porsi tanggung
jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada  pendidikan noninklusif.
Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda
dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas
seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, dan/atau memberikan  pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) dalam penyelenggraan
pendidikan inklusi adalah seluruh pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam pengelolaan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan dalam
sebuah satuan pendidikan (sekolah). Dalam hal ini tenaga pendidik (guru) adalah salah
satu komponen yang utama bersama kepala sekolah dan pihak-pihak pengambil
keputusan (stakeholder). Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah (Dir. Pembinaan SLB, 2007).
Direktorat Pembinaan SLB (2007) menetapkan pengertian, tugas, dan
kedudukan masing-masing dijelaskan seperti di bawah ini:
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif memiliki tugas mengkoordinasi, mengakomodasi, dan
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Koordinasi juga dilakukan
berkenaan dengan tugas-tugas dan pengembangan profesionalisme guru-guru
yang menyangkut kompetensi umum dan khusus berkenaan dengan pelayanan
anak berkebutuhan khusus.
2. Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran
Guru kelas adalah pendidik/pengajar pada suatu kelas tertentu di
Sekolah umum yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan,
bertanggungjawab atas pengelolaan pembelajaran dan adiministrasi di
kelasnya.
Beberapa hal yang harus dilakukan guru kelas dan guru mata pelajaran
diantaranya adalah :
a. Disiplin dalam pengelolaan waktu kelas, setiap kelas mempunyai time
table yang di dalamnya tercantum waktu untuk menyerut pensil, ke
kamar mandi, waktu istirahat dan waktu pulang.
b. Membuat media yang dapat membuat peserta didik merasa dihargai
terhadap suatu apapun yang mereka lakukan setiap harinya.
c. Membuat media pembelajaran yang menarik dan inovatif, seperti
menggunakan komputer dan teknologi dalam pembelajaran.
d. Melakukan pembelajaran yang kooperatif, sehingga peserta didik
didorong bekerja sama dalam melakukan tugas yang menciptakan
sikap toleransi, saling tolong menolong, menghargai dan tanggung
jawab.
3. Guru Pendidikan Khusus
Guru Pendidikan khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang
pendidikan khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan
tentang pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif. guru
pendidikan luar biasa mempunyai beberapa posisi dan peranan selama proses
pendidikan. Guru pendidikan luar biasa juga mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab. Guru pendidikan luar biasa dapat bertindak sebagai pemberi
layanan langsung, pemberi nasehat, pengawas, pembela, dan lain-lain. Hal itu
menunjukkan bahwa guru pendidikan luar biasa banyak melakukan peranan.
Guru pendidikan luar biasa perlu memiliki kepercayaan diri, identitas dan
pribadi yang professional guna diterapkan dalam pendidikan inklusif.
4. Komite Sekolah
Peran komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi
antara lain sebagai pemberi pertimbangan  dalam penentuan pelaksanaan
kebijakan pendidikan, pendukung  baik yang berwujud finansial, pemikiran,
maupun tenaga, pengontrol  dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah, serta sebagai mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di sekolah.

E. Strategi implementasi
Menurut Wheelen dan Hunger dalam Strategic Management and Business
Policy: Concepts (2004), implementasi strategi adalah serangkaian aktivitas dan pilihan
yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana strategis. Inti dari definisi ini adalah
terdapat tindakan nyata dari rencana strategis yang sudah disusun sebelumnya.
Implementasi strategi adalah kunci dari manajemen strategi secara menyeluruh.
Secara sederhana, implementasi strategi merupakan teknik di mana perusahaan
atau organisasi mengembangkan, memanfaatkan dan mengintegrasikan struktur
organisasi, budaya, sumber daya, orang dan sistem kontrol untuk mengikuti strategi
untuk mencapai tujuan perusahaan serta mendapatkan keunggulan dibanding
kompetitor di pasaran.
F. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Salah satu pengertian pembelajararan dikemukakan oleh Gagne (1977) yaitu
pembelajaran adalah seperangkat peristiwa -peristiwa eksternal yang dirancang untuk
mendukung beberapa proses belajar yang bersifat internal. Lebih lanjut, Gagne (1985)
mengemukakan teorinya lebih lengkap dengan mengatakan bahwa pembelajaran
dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian
rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang
terdapat dalam setiap peristiwa belajar.
G. Supervisi
Supervisi secara etimologi berasal dari kata "super" dan "visi" yang mengandung
arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan
oleh pihak atasan terhadap aktivitas, daya cipta, dan kinerja bawahan. Dalam Carter
Good`S Dictionary of Education, dikemukakan definisi supervisi sebagai segala usaha
pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk
memperbaiki pengajaran termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan
perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi, dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan,
bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran. Supervisi
dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam
sistem organisasii pendidikan modern diperlukan seorang supervisor khusus yang lebih
independen, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan
tugasnya.
Jenis-jenis supervisi meliputi:
1. Supervisi umum dan supervisi pengajaran. Supervisi pengajaran merupakan
kegiatan pengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi yang
memungkinkan terciptanya pelaksanaan pembelajaran yang lebih baik, sedang
supervisi umum tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan kualitas
pembelajaran.
2. Supervisi klinis. Supervisi klinis merupakan usaha perbaikan pengajaran yang
dilakukan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan
analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar.
3. Pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat
merupakan sebuah kegiatan administrasi dan majemen yang dilakukan oleh
pimpinan satuan kerja untuk mencegah terjadinya salah urus dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai