0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan4 halaman
Upacara adat Molonthalo merupakan tradisi masyarakat Gorontalo untuk merayakan tujuh bulan kehamilan. Upacara ini diisi dengan berdoa bersama, pembacaan Al-Quran, dan makan bersama untuk memohon kemudahan persalinan dan kesehatan ibu dan bayi.
Upacara adat Molonthalo merupakan tradisi masyarakat Gorontalo untuk merayakan tujuh bulan kehamilan. Upacara ini diisi dengan berdoa bersama, pembacaan Al-Quran, dan makan bersama untuk memohon kemudahan persalinan dan kesehatan ibu dan bayi.
Upacara adat Molonthalo merupakan tradisi masyarakat Gorontalo untuk merayakan tujuh bulan kehamilan. Upacara ini diisi dengan berdoa bersama, pembacaan Al-Quran, dan makan bersama untuk memohon kemudahan persalinan dan kesehatan ibu dan bayi.
Gorontalo dijuluki Serambi Madinah karena mayoritas penduduknya
beragama Islam. Nilai keislaman cukup melingkupi kehidupan dan
kebudayaan masyarakat. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki Bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi Tradisi adalah budaya yang sudah turun-temurun dilakukan oleh sekelompok masyarakat di daerah tertentu disertai dengan system kepercayaan masing-masing Suatu daerah biasanya memiliki bermacam tradisi untuk menyambut sesuatu, termasuk kehamilan. Momen bahagia ini biasanya disambut dengan kenduri dan acara tertentu ketika kandungan telah berumur tujuh bulan. Masyarakat Gorontalo juga memiliki tradisi dalam menyambut kedatangan seorang bayi ke dunia, namanya molonthalo. Molonthalo merupakan upacara adat selamatan yang menandai tujuh bulan usia kehamilan. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah upacara Nujuh Bulanan, dalam dialek Melayu Manado disebut dengan Upacara Raba Puru (usap perut). Para warga akan berkumpul untuk mendoakan bersama agar persalinan nanti dimudahkan oleh Allah SWT. Upacara molonthalo pada masyarakat Gorontalo biasanya diisi dengan pembacaan Alquran dan salawat nabi yang dipimpin oleh seorang kia. Dalam acara ini juga akan dihidangkan berbagai makanan di tengah para undangan atau di depan kiai. Upacara adat molonthalo dilaksanakan bukan saja hanya sebagai sebuah tradisi yang telah baku dan harus dilestarikan, lebih dari itu diyakini sebagai sebuah upacara yang sakral atas dasar wujud pencarian keberkahan akan hadirnya anggota keluarga baru. Semua strata masyarakat dianggap wajib melakukan upacara ini baik dari kalangan keluarga kaya atau sederhana, besar kecilnya perayaan bukanlah sebuah tolok ukur. Farha Daulima (2006) menyebutkan bahwa dasar dari penyelenggaraan Upacara Adat Molonthalo sebagai berikut.
1. Sebagai bagian dari penyelenggaraan adat istiadat sebagai suatu
kompleksitas dari norma-norma yang dijunjung tinggi oleh setiap individu untuk wajib dipatuhi dan dilaksanakan dalam kehidupan. 2. Sebagai bagian dari sistem peradatan yang telah turun temurun dilaksanakan sebagaimana ungkapan adat “Maalo kakali,lonto butu asali, debo donggo wali wali” artinya sudah tetap, dari awal mula dan sampai kini tetap berlaku. 3. Adanya penyesuaian dengan hukum ajaran islam sesuai Al- quran surah Al-Mu’minun ayat (12-14) yang artinya “sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dari seri tanah kemudian kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang paling kokoh (Rahim). Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, dari sepotong daging itu Kami jadikan tulang, kemudian Kami ciptakan menjadi makhluk yang sempurna (manusia). Maka Mahasuci Allah yang sebaik-baik menciptakan.Tahapan-tahapan dalam ayat ini merupakan unsur perubahan ke wujud jabang bayi, yang oleh adat secara berproses diistilahkan “MATILOYONGA” (umur 1 bulan), “MA MOLONE’O (3 bulan), dan pada umur 6 bulan disebut “MA MODU’OTO dan atas perubahan ini disyukuri dengan melaksanakan “NGADISALAWATI” (mengaji salawat) 4. Molonthalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama, merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaan, yang telah baku pada masyarakat gorontalo Secara hakikat penyelenggaran adat molonthalo yang diyakini masyarakat mempunyai hikmah atau makna sebagai berikut.:
1. Adat Molontalo adalah pernyataan dari keluarga pihak suami
bahwa kehamilan pertama, adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan turunan dari perkawinan yang sah. 2. Acara Molonthalo merupakan maklumat kepada pihak keluarga dari kedua belah pihak, bahwa sang istri benar benar suci, dan menjadi contoh teladan dan dorongan bagi gadis gadis lainnya untuk menjaga diri dan kehormatannya dari godaan dunia; 3. Acara Molonthalo adalah pernyataan syukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan kepada sepasang suami istri melalui “NGADI SALAWATI” doa salawat, agar kelahiran sang bayi beroleh kemudahan; 4. Acara Molonthalo adalah pemantapan kehidupan sepasang suami istri menyambut sang bayi, sebagai penerus keturunan mereka dan persiapan fisik dan mental menjadi ayah dan ibu yang baik dengan memelihara kelangsungan rumah tangga yang dilambangkan dengan makan saling suap menyuap.
Saat prosesi tondalo, pasangan suami istri akan mengenakan baju
adat, layaknya pengantin. Pakaian adat itu disebut "sundi".
Proses awal tondalo adalah "tondo'o". Yakni, hulango akan
menyentuh dengan jari telunjuk di dahi ibu hamil. Sentuhan menggunakan kunyit yang sudah dihaluskan.
Proses tandolo dilanjutkan dengan dibawanya ibu hamil ke kamar
yang sudah dihiasi layaknya kamar pengantin. Lalu ibu hamil ditelentangkan, kemudian hulango meletakan uang koin diatas perut ibu hamil. Menaruh uang di atas perut bisa mengetahui bayi dalam kondisi baik atau tidak. Bahkan bisa mengetahui usia kandungan Selesai proses itu, hulango akan mengundang suami si ibu hamil ke dalam kamar melakukan prosesi "langge". Yakni sang suami akan melangkahi perut ibu hamil. Saat posisinya masih berdiri, ia harus menarik kain putih yang terlingkar di pinggang istrinya. Prosesi itu bermakna agar kelahiran ibu hamil kelak berjalan dengan lancar, cepat dan mudah. Terakhir, pasangan suami istri itu akan mengelilingi dalam rumah, dari pintu depan menuju pintu dapur dan kembali duduk bersama untuk berdoa. Lalu dilanjutkan saling menyuapi telur ayam rebus satu sama lain. Acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dan shalawat yang dipimpin oleh Imam (hatibi) Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat utuk teman-teman12