Anda di halaman 1dari 12

Adat istiadat masyarakat Gorontalo

Tidak banyak yang tahu bahwa ada provinsi Gorontalo di Indonesia. Provinsi ini adalah
provinsi ke-32 sebagai hasil dari pemekaran daerah Sulawesi Selatan. Daerah ini
mayoritas dihuni oleh suku Gorontalo. Perkembangan kehidupan masyarakat secara
umum juga membawa dampak yang cukup besar dalam masyarakat Gorontalo. Ada
beberapa kebiasaan dan gaya hidup yang berubah ke arah lebih modern. Kemajuan jaman
ternyata tidak membuat suku Gorontalo melupakan adat istiadat yang diwariskan oleh
para leluhur. Banyak masyarakat suku Gorontalo yang masih mempertahankan adat
istiadat dan kebudayaan tersebut. Masyarakat suku Gorontalo terkenal sebagai
masyarakat yang tidak pernah terjadi konflik atau perselisihan antar suku atau antar
individu dalam masyarakat. Sistem kekerabatan yang sudah melekat erat terus dipelihara
dengan baik sehingga masyarakat sudah terbiasa gotong royong dan terbiasa
menyelesaikan masalah secara musyawarah dan secara mufakat. Beberapa kebiasaan dan
kebudayaan yang dilestarikan oleh suku Gorontalo adalah sebagai berikut:

1. Tata dan aturan dalam upacara perkawinan

Dalam melakukan upacara perkawinan, ada banyak aturan dan tata cara yang harus
dilakukan oleh mempelai suku Gorontalo. Kebanyakan dari tata aturan dan upacara
perkawinan suku Gorontalo masih memegang tradisi turun temurun yang terus
dilestarikan sebagai salah satu kebudayaan Indonesia. Berikut adalah beberapa tata cara
pelaksanaan upacara perkawinan suku Gorontalo:

 Upacara diadakan di rumah kedua mempelai, yakni mempelai pria dan wanita
secara bergantian.
 Upacara pernikahan bisa berlangsung lebih dari dua hari
 Para kerabat bergotong royong dalam mempersiapkan acara pernikahan ini
beberapa hari sebelum pernikahan dilaksanakan.
 Kedua mempelai menggunakan pakaian adat yang diberi nama Bili’u.
 Tempat pelaminan yang digunakan pada saat resepsi menggunakan adat
Gorontalo.

Prosesi Pernikahan Adat Gorontalo

Pernikahan Adat Gorontalo ini perlu di lestarikan, karena mengandung nilai–nilai budaya
yang tinggi. Adat Gorontalo ini semakin hari semakin terkontaminasi dengan perubahan
zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan di Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat
gorontalo. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, banyak pemuda zaman
sekarang yang enggan mempelajari adat pernikahan gorontalo. Sehingga warisan leluhur
ini semakin terlupakan, karena tidak adanya regenerasi penerus Adati lo Hulondhalo.

Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Karena penduduk Provinsi
Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah
tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada
semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula
Sareati–Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara
Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo
sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam.
Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami.Prosesi pernikahan
dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah.

Mopoloduwo (Rahasia)

Yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk
memperoleh restu pernikahan anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka
ditentukan waktu untuk melangsungkan peminangan atau Tolobalango.

Tolobalango

Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat
Pembesar Negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria atau Lundthu
Dulango Layio dan juru bicara utusan keluarga wanita atau Lundthu Dulango Walato,
Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah. Dalam
Peminangan Adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak
utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan Mahar
atau Maharu dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya. Pada waktu
yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi selanjutnya adalah
mengantar harta atau antar mahar, didaerah gorontalo disebut Depito Dutu.

Depito Dulu
Menghantar harta atau mahar yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap
kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah seperangkat busana
pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau dilonggato.

Semua mahar ini dimuat dalam sebuah kendaraan yang didekorasi menyerupai perahu
yang disebut Kola–Kola. Arak-arakan hantaran ini dibawa dari rumah Yiladiya
(kediaman/ rumah raja) calon pengantin pria menuju rumah Yiladiya pengantin wanita
diringi dengan genderang adat dan kelompok Tinilo diiringi tabuhan rebana melantunkan
lagu tradisional Gorontalo yang sudah turun temurun, yang berisi sanjungan, himbauan
dan doa keselamatan dalam hidup berumah tangga dunia dan akhirat.

Mopotilandahu

Pada malam sehari sebelum Akad Nikah digelar serangkaian acara malam pertunangan
atau Mopotilandahu . Acara ini diawali dengan Khatam Qur’an, proses ini bermakna
bahwa calon mempelai wanita telah menamatkan atau menyelesaikan mengajinya dengan
membaca “Wadhuha” sampai Surat Lahab.

Mopapi Saronde

Yaitu tarian yang dibawakan oleh calon mempelai pria dan ayah atau wali laki-laki.
Tarian ini menggunakan sehelai selendang. Ayah dan calon mempelai pria secara
bergantian menarikannya, sedangkan sang calon mempelai wanita memperhatikan dari
kejauhan atau dari kamar.

Bagi calon mempelai pria ini merupakan sarana menengok atau mengintip calon istrinya,
istilah daerah Gorontalo di sebut Molile Huali. Dengan tarian ini calon mempelai pria
mecuri-curi pandang untuk melihat calonnya. Saronde dimulai dengan ditandai
pemukulan rebana diiringi dengan lagu Tulunani yang disusun syair-syairnya dalam
bahasa Arab yang juga merupakan lantunan doa-doa untuk keselamatan.

Lalu sang calon mempelai wanita ditemani pendamping menampilkan tarian tradisional
Tidi Daa atau Tidi Loilodiya . Tarian ini menggambarkan keberanian dan keyakinan
menghadapi badai yang akan terjadi kelak biila berumah tangga. Usai menarikan Tarian
Tidi, calon mempelai wanita duduk kembali ke pelaminan dan calon mempelai pria dan
rombongan pemangku adat beserta keluarga kembali ke rumahnya.
Akad Nikah

Keesokan harinya Pemangku Adat melaksanakan Akad Nikah, sebagai acara puncak
dimana kedua mempelai akan disatukan dalan ikatan pernikahan yang sah menurut
Syariat Islam. Dengan cara setengah berjongkok mempelai pria dan penghulu
mengikrarkan Ijab Kabul dan mas kawin yang telah disepakati kedua belah pihak
keluarga. Acara ini selanjutnya ditutup dengan doa sebagai tanda syukur atas kelancaran
acara penikahan ini.

Tondhalo
1. Tondhalo (upacara tujuh bulanan)

Setiap daerah memiliki acara adat tersendiri dalam mewujudkan rasa syukur atas
kehamilan yang berusia tujuh bulan. Termasuk dalam masyarakat suku Gorontalo yang
memiliki upacara adat yang diberi nama Tondhalo. Syarat yang harus dilakukan dalam
upacara adat ini adalah sebagai berikut:

 Kedua orang tua jabang bayi harus menggunakan pakaian adat Gorontalo.
 Ada seorang anak perempuan yang digendong oleh ayah jabang bayi mengelilingi
rumah, lalu akhirnya masuk ke dalam kamar menemui ibu yang sedang
mengandung.
 Setelah calon ayah dan anak perempuan yang digendongnya bertemu dengan ibu
yang mengandung jabang bayi, maka tali yang terbuat dari daun kelapa yang
melingkari perut ibu tersebut dipotong atau diputuskan.
 Adanya tujuh jenis makanan yang dihidangkan dalam tujuh nampan yang berbeda.
 Makanan ini dibagikan kepada seluruh undangan termasuk anak kecil yang
digendong tadi

1.Molonthalo

Jika seorang menika baik-baik dan telah hamil 7 atau 8 bulan, ia mendapat adat

molondalo. Tiga macam kegunaan adat tondalo yaitu : pertama, pengumuman bahwa

yang dinikahkan (dulu) tidak hamil lebih dahulu. Kedua, doa semoga selamat
(melahirkan) ketiga, membesarkan hati yang akan melahirkan agar ia berani menghadapi

saat melahirkan. Pateda, 2009:28.

1 . Dasar Upacara Molonthalo

Menurut Farha Dualima (2006:1-2) dasar upacara Molonthalo adalah sebagai berikut:

1. Adat istiadat adalah suatu kompleks norma-norma oleh individu-individu yang

menganutnya dijunjungtinggi dalam kehidupan.

2. Sistim peradatan yang telah turun-temurun sejak dari dulu sampai dengan

sekarang sebagaimana ungkapan adat “Maalo kakali, lonto butu asali, debo donggo wali-

wali” artinya sudah tetap, dari awal mula dan sampai kini berlaku.

3. Adanya penyusuaian dengan hukum-hukum ajaran islam sesuai Al-Qur’an surah

Al-Mu’minun ayat (12-14) yang artinya “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia

dari seri tanah kemudian Kami jadikan dia air mani (yang disimpan) didalam tempat yang

paling kokoh(rahim). Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal

darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang,

kemudian dia Kami ciptakan makhluk yang lain (manusia yang sempurna). Maka maha

suci Allah yang sebaik-baik menciptakan. Tahapan-tahapan dalam ayat ini merupakan

unsur perubahan kewujud jabang bayi, yang oleh adat diistilakan umur 1 bulan “MA

TILOYONGA”, 3 Bulan “MA MOLONE’O, pada umur 6 bulan ”MA MODU’OTO dan

perubahan ini disyukuri dengan “ NGADI SALAWATI”.

4. Molonthalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama,

merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaa, yang

telah baku pada masyarakat gorontalo.

2. Hakekat Upacara Molonthalo

Menurut Farha Dualima (2006:2-3) hakekat upacara molonthalo adalah


1. Adat Molonthalo adalah pernyataan dari keluarga pihak suami bahwa kehamilan

pertama, adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan turunan dari perkawinan yang

syah.

2. Acara Molonthalo merupakan maklumat kepada pihak keluarga dari kedua belah

pihak, bahwa sang istri benar-benar suci, dan merupakan dorongan bagi gadis-gadis

lainnya untuk menjaga diri dan kehormatannya.

3. Acara molonthalo adalah pernyataan syukur atas nikmat Tuhan yang telah

diberikan kepada sepasang suami-istri melalui ”NGADI SALAWATI” doa salawat, agar

kelahiran sang bayi beradah kemudahan.

4. Acara Molonthalo adalah pemantapan kehidupan sepasang suami istri menyambut

sang bayi, sebagai penerus keturunan mereka dan persiapan fisik dan mental menjadi

ayah dan ibu yang baik dengan memelihara kelangsunganrumah tangga yang

dilambangkan dengan makan saling suap menyuap.

Aqiqah
TRADISI (HUNDINGO) POTONG RAMBUT DI
GORONTALO
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Mungkin peribahasa ini tepat untuk
negeriku yang kaya budaya. Kali ini saya memperkenalkan tradisi HUNDINGO di
Gorontalo atau tepatnya Potong Rambut, Mungkin di daerah lain berbeda istilahnya dan
prosesinya tapi inilah kekayaan khasana budaya Indonesia. Upacara hundingo sebagai
salah satu jenis budaya daerah Gorontalo yang pelaksanaan upacara pada hari ketujuh
kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi.

Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan
Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan
menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Gorontalo
yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam telah memberikan perhatian yang
sangat detail tentang anak, sejak proses konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai
pendidikan ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga dewasa. Semua
mendapatkan perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian penting
menjaga, merawat, serta mendidik anak sejak awal. Dalam agama Islam, ada beberapa
adab atau tuntunan dalam menyambut kelahiran bayi di antaranya upacara gunting
rambut. Tradisi mencukur rambut bayi merupakan suatu perayaan bagi sebuah keluarga
karena hadirnya sebuah pelita hati, permata baru. Perlu mengundang kerabat dekat,
sahabat atau tetangga untuk ikut menyaksikan kebahagiaan yang dirasakan keluarga itu
sekaligus memberikan nama yang bagus yang bermakna doa, agar setiap orang yang
memanggil namanya ikut mendoakan sesuai nama si bayi. Biasanya acara itu dilakukan
dalam acara tasmiyah atau ‘aqiqah dalam agama Islam. Acaranya dikemas dalam bentuk
syukuran atau tasyakuran. Tak jarang sebuah keluarga mengundang grup rebana,
marawis, habsi atau markabanan untuk melengkapi acara aqiqah itu.

Tahap-tahap upacara itu adalah:

1. Tahapan memaklumkan. Bila undangan telah hadir terutama para petugas upacara
seperti habiti, imam, serta pemerintah
yang dipercayai akan memaklumkan kepada petugas bahwa bohu lo hundingo
akan dimulai. Bohulo huntingo akan
dinyatakan dimulai bila semua perlengkapan telah tersedia;
2. Tahap penyetujuan. Tahap pemaklumatan akan disetujui oleh petugas bila tidak
ada masalah-masalah lain yang bisa
menghambat upacara.
3. Tahap doa. Doa akan dilaksanakan bila dipersilahkan oleh petugas atau pelaksana
upacara. Doa upacara terbagi dua, yaitu
(a) doa berupa shalawat, dan (b) doa berupa pelaguan bahasa upacara.
4. Tahap pengguntingan. Tahap ini dimulai dengan pelaguan bahasa upacara dan
pengarakan anak. Anak diarak sambil
dipayungi, kemudian diserahkan kepada petugas yang akan melakukan
pengguntingan.
5. Tahap pengusapan kening. Pengusapan kening dilakukan setelah tahap
pengguntingan. Dalam hal ini setiap haridin wajib
mengusap kening anak sambil berdiri.
6. Tahap akhir/pemulangan. Anak akan dipulangkan ke tempatnya, sedangkan
hadirin boleh duduk kembali. Setelah itu doa
akan dilakukan berupa doa shalawat Serta pemotongan hewan kurban serta
pembagiannya kepada fakir miskin atau anak
yatim.

Perayaan Tradisi Tumbilotohe
Tradisi tumbilotohe adalah tradisi yang sudah membudaya di daerah Gorontalo,
setiap tahun di akhir bulan Ramadhan stiap malamnya selalu dirayakan. Tradisi
menyalakan lampu minyak tanah pada penghujung Ramadhan diGorontalo, sangat
diyakini kental dengan nilai agama. Dalam setiap perayaan tradisi ini, masyarakat secara
sukarela menyalakan lampu dan menyediakan minyak tanah sendiri tanpa subsidi dari
pemerintah. Hal ini merupakan sesuatu yang patut dibanggakan dari masyarakat
Gorontalo.
Namun, seringkali juga perayaan tradisi ini mengalami saat-saat dimana perayaannya
tidak begitu ramai akan lampu-lampu yang menghiasi dibandingkan dengan
perayaan tumbilotohe ditahun-tahun sebelumnya yang dilaksanakan di daerah Gorontalo.
Hal ini sangatlah disayangkan dan perlu untuk mendapat perhatian lebih dari pemerintah
daerah Gorontalo.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinyaperayaan tumbilotohe tidak begitu ramai mungkin
disebabkan oleh kenaikan harga minyak tanah yang menjadi salah satu bahan dari lampu
botol yang menjadi ciri khas dari tradisi tumbilotohe itu sendiri. Dengan keterbatasan
masyarakat akan minyak tanah tersebut, membuat pemasangan lampu-lampu botol yang
ada di tiap daerah menjadi berkurang. Tetapi, ada segelintir masyarakat yang tetap
merayakan dan memasang lampu botol tersebut. Hal ini merupakan antusias masyarakat
Gorontalo untuk tetap melestarikan tradisi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Antusiasme masyarakat inilah yang menjadikan tradisi ini tetap terjaga dan selalu ada di
daerah Gorontalo.

Dengan demikian tradisi tumbilotohe yang telah membudaya di masyarakat Gorontalo


telah menjadi kekayaan budaya yang juga memiliki daya tarik sebagai wisata di
Gorontalo.
1.    Suasana Tradisi Tumbilotohe
Tumbilotohe merupakan acara tahunan di daerah Gorontalo yang paling meriah,
tradisi ini selalu menjadi acara yang selalu di tunggu oleh masyarkat Gorontalo. Tradisi
ini bisa dibilang merupakan festival yang paling ramai di Gorontalo. Jika
malam tumbilotohe telah dimulai, banyak masyarakat yang keluar dan menikmati
pemandangan lampu botol di desa maupun daerah kota Gorontalo.
Malam tumbilotohe benar-benar ramai, apalagi jika ada perlombaan antar desa atau
kecamatan, desa atau kecamatan-kecamatan tersebut berbondong-bondong memasang
lampu botol dengan semeriah mungkin.
Tanah lapang yang luas dan daerah persawahan di buat berbagai formasi dari lentera
membentuk gambar masjid, kitab suci Alquran, dan kaligrafi yang sangat indah dan
mempesona. Kreasi-kreasi masyarakat setempat diukir dengan bambu dan digantungkan
lampu botol, sehingga pada saat lampu botol dinyalakan, akan terlihat lampu botol
tersebut terukir kaligrafi ataupun tulisan ucapan, biasanya tulisan ucapan yang terlihat
adalah ucapan selamat hari raya Idul Fitri. Tumbilotohe tidak hanya terbatas pada tanah,
tetapi ada juga yang memasang lampu botolnya di daerah sungai, sehingga sepanjang
sungai akan terlihat indah dan terang.

Saat tradisi tumbilotohe di gelar, wilayah Gorontalo jadi terang benderang,


nyaris tak ada sudut kota yang gelap. Gemerlap lentera tradisi tumbilo tohe yang
digantung pada kerangka-kerangka kayu yang dihiasi dengan janur kuning atau dikenal
dengan nama alikusu (hiasan yang terbuat dari daun kelapa muda) menghiasi
kota Gorontalo. Di atas kerangka di gantung sejumlah pisang sebagai lambang
kesejahteraan dan tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan hati menyambut Hari
Raya Idul Fitri.
2.   Keunikan Tradisi Tumbilotohe
Pada saat perayaan tradisi tumbilotohe, ada banyak hal lainnya yang meramaikan
perayaan tradisi ini. Hal-hal ini yang menambahkan keunikan dari tumbilotohe ini. Yang
pertama yaitu, saat dimana anak-anak sampai segelintir orang tua
membunyikan bunggo atau biasa dikenal dengan sebutan meriam tradisional. Meriam
tradisional ini dahulunya hingga sekarang sering digunakan untuk membangunkan sahur
di saat bulan Ramadhan, tetapi pada saat tradisitumbilotohe berlangsung, meriam
tradisional ini menjadi ajang perlombaan bagi yang memiliki suara meriam
terkeras.Bunggo ini merupakan meriam bambu yang diisi minyak tanah, dan memilik
lubang kecil di atas bambu tersebut untuk menyulut lalu menghasilkan bunyi seperti
meriam.
Yang kedua adalah festival bedug, dimana setiap mesjid atau tempat-tempat tertentu
menyiapkan bedug dan memukul bedug tersebut sedemikian rupa hingga mengahsilkan
bunyi yang indah didengar.
Yang ketiga adalah penataan lampu-lampu botol di lahan yang luas, lampu-lampu
botol dihias dan ditata seindah mungkin dan membuat tulisan dari bambu dan
digantungkan lampu botol sehingga lahan tersebut terlihat indah. Jika ada foto udara,
daerah Gorontalo akan terlhat terang bercahaya dari atas.

3. Respon Warga Indonesia Terhadap Tradisi Tumbilotohe


Tumbilotohe merupakan salah satu kekayaan budaya di Gorontalo yang pantas
dikembangkan. Oleh karena itu, tradisi tumbilotohe terus dilestarikan oleh
warga Gorontalo hingga saat ini. Banyak potensi yang dimiliki tumbilotohe, salah
satunya bisa menyedot kunjungan wisata ke daerah Gorontalo,
karena tradisi tumbilotohe tidak dijumpai di daerah manapun di wilayah NKRI.
Walaupun daerah-daerah tetangga Provinsi Gorontalo pun turut melaksanakannya seperti
daerah bagian utara (Bolmut) yang dikenal dengan nama Maninjulo Lambu dan selatan
(Bolsel) yang dikenal dengan nama Sumpilo Soga, tapi semaraknya tidak merata seperti
yang ada di provinsi Gorontalo.

Tradisi unik ini menimbulkan daya tarik tersendiri yang mengundang orang-
orang dari daerah lain datang berkunjung untuk menyaksikan langsung acara tambilotohe
tersebut. Rata-rata masyarakat yang datang berkunjung berasal dari kota tetangga seperti
Manado, Palu, dan Makassar.
Perayaan tumbilotohe ini masuk Museum Rekor Indonesia (MURI), karena sebanyak
5.000.000 (lima juta) lampu menyemarakkan perayaan tradisi tumbilotohe tersebut.
Tradisi ini pula mendapat respon dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisara Republik
Indondesia (Kemenbudpar RI). Kemenbudpar memberikan dukungan penuh terhadap
even religius ini menjadi agenda pariwisata dunia di Gorontalo menjelang Lebaran Idul
Fitri, bahkan menjamin akan lebih mempopulerkannya ke seluruh dunia,
agar Gorontalo menjadi pusat perhatian para wisatawan dunia.

Anda mungkin juga menyukai