Anda di halaman 1dari 2

NAMA: NUR’AIN MARTON ANGIO

KELAS: A
PRODI: BIOLOGI (NON DIK)
Assalamualaikum wrwb.
Perkenalkan nama saya NUR’AIN MARTON ANGIO , saya saat ini adalah seorang
mahasiswa baru di universitas negeri gorontalo. Saya berasal dari daerah gorontalo dan saya
juga berasal dari suku gorontalo asli. Ibu saya bernama MARLIN SUAIB dan bapak saya
bernama MARTON ANGIO, kedua orang tua saya juga merupakan keturunan dari suku asli
gorontalo.
Saya sangat bangga karena saya bersal dari daerah gorrontalo, dimana daerah ini
mendapat julukan sebagai serambih madinah. Gorontalo terkenal dengan adat istiadat serta
budaya. Lewat tulisan ini saya akan menceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari saya
sebagai anak gorontalo, entah itu dari segi adat maupun pergaulan dalam lingkungan sehari-
hari.
Di gorontalo terdiri dari beberapa suku seperti suku gorontalo asli, suku mongondow, suku
sangir. Mungkin itu beberapa suku yang ada di gorontalo, entah itu dari suku asli gorontalo
atau suku lain yang menetap di gorontalo. Saya sendiri berasal dari suku gorontalo asli, dalam
sejarah suku gorontalo atau hulodatalo merupakan suku di mana penduduknya berasal dari
gorontalo dari lahir sampai mereka dewasa. Bahasa yang di gunakan merupakan bahasa
gorontalo.
Dalam lingkungan tempat tinggal saya,bahasa asli daerah gorontalo masih cukup
terjaga dengan baik, dimana para orang tua masih menggunakannya dalam kehidupan sehari-
hari. Mereka sering sekali berbicara menggunakan bahasa gorontalo. Saya sendiri masih
paham dengan bahasa yang mereka gunakan sebab dari lahir saya sudah terbiasa
mendengarkan bahasa tersebut. Walaupun kami sebagai generasi baru kadang sulit untuk
mengucapkan bahasa gorontalo tapi kami paham arti bahasa tersebut, karena bahasa
gorontalo memang harus di lestarikan. ketika di rumah, orang tua saya menggunakan bahasa
gorontalo dan saya sendiri mengerti akan bahasa tersebut, akan tetapi dalam melafalkannya
saya belum terlalu lancar.
untuk adat istidat sendiri, di daerah saya masih sangat terjaga dengan baik
.budaya pertama gorontalo pada saat kita lahir yaitu banyak orang-orang daerah
gorontalo dulu lebih mempercayai melahirkan dengan bidan kampung atau sering di dengan
hulango.
kemudian pada saat balita tidak hanya itu di daerah saya juga masih menjaga salah
satu upacara adat untuk anak-anak seperti mopolihu lolimu atau yang di kenaldengan mandi
lemon. hal ini di lakukan untuk anak perempuan yang berumur kurang dari 3 tahun.inti dari
tradisi ini yaitu mengkhitan anak wanita. sebelum melakukan prosesi adat mopolihu lo limu
akan di siapkan terlebih dahulu segala perlengkapan atau benda yang akan dingunakan dalam
melakukan prosesi adat. pada tradisi mopolihu lo limu sendiri memiliki beberapa tahapan
yaitu:
1.bonto,bermakna sebagai pensucian diri dari anak tersebut juga sebagai doa restu dari para
leluhur ataupun nenek moyang dari gorontalo.
2.mongubingo, yaitu bermakna untuk membersihkan alat vital untuk sang anak, dan
hukumnya wajib baik di pandang secara agama maupun medis.
3.mopolihu lo limu,bermakna untuk mengharumkan diri anak tersebut dan juga di siapkan
kematangannya sebelum beranjak dewasa.
4.mopohuta’a to pingge, agar jangan salah melangkah atau harus hati-hati karena akan
merugikan drinya sendiri.
untuk anak laki-laki sendiri di lakukan upacara adat yaitu yang di sebut hundingo atau
di kenal dengan aqiqah.
bukan hanya itu saja, di daerah gorontalo terkenal juga dengan satu upacara adat
untuk anak perempuan yang memasuki masa remaja. upacara tersebut di kenal masyarakat
gorontalo dengan sebutan mome’ati. saya juga pernah melakukan upacara tersebut ketika
memasuki masa remaja. ada juga upacara untuk anak laki-laki yaitu moluna atau yang lebih
di kenal dengan khitanan.
adat pernikahan yang sering di laksanakan juga masih sangat terjaga dengan baik.
sebelum melaksanakan pernikahan kedua calon mempelai harus melalui dua prosesi adat
yaitu momondho dan modutu. momondu di artikan sebagai tanda pengesahan bahwa kedua
mempelai siap menikah sedangkan moduto di artikan sebagai penyerahan mahar dari laki-laki
ke pihak perempuan. di daerah saya juga dalam setiap pernikahan kedua mempelai masih
menggunakan pakaian adat gorontalo yang sering kita sebut sebagai bili’u.
kemudian juga ada adat gorontalo untuk wanita hamil, yaitu yang sebut molondhalo
atau raba puru. hal ini di lakukan untuk seorang wanita yang hamil 7 bulan.di dalam adat ini
juga di ikutsertakan untuk mendampingi pasangan suami istri yang melakukan acara adat
tersebut.sebagai pengalaman pribadi,saya sendiri pernah dilibatkan dalam acara adat tersebut
di mana saya ikut serta untuk melakukan raba-raba puru atau molondhalo.
pada upacara kematian di gorontalo sendiri di mana mayat di mandikan di dalam
kamar. kemudian di shalatkan lalu setelah itu di letakan di keranda. pada ssat melayat atau
pergi untuk memakamkan mayat, orang gorontalo lebih identik menggunakan pakaian putih.
sementara itu jika di daerah lain pada saat meninggal langsung di letakan batu nisan di atas
makam, sementara di gorontalo sendiri di letakan batu nisan di atas makam pada saat 40 hari.
nah pada hari ke 40 sendiri ada adat-adat seperti penurunan batu nisan.
mungkin hanya ini sejarah dan adat istiadat yang bisa saya jelaskan melalui tulisan
ini, sebab saya sendiri masih butuh banyak waktu untuk lebih mendalami dan mempelajari
tentang adat gorontalo terutama mempelajari bahasa gorontalo agar tetap terjaga dan tidak
punah.

Anda mungkin juga menyukai