Anda di halaman 1dari 15

BUDAYA SERAM

“PENGASINGAN”
TRADISI PENGASINGAN
DAN HUKUM ADAT
PADA PEREMPUAN
SUKU NAULU
DUSUN ROHUA KAB.
MALUKU TENGAH
PENDAHULUAN

A. Latar Bel akan g


Perempuan dan semua proses bio logis yang terj adi di dalam tubuhnya, seringkali
didefen isikan t abu dan mendapat perlakuan khusus dari masyarakat . Hal ini
dikaren akan masyarakat masih mengasosi asikan fu ngsi alami tubuh perempuan
sebagai pembawa kecemaran. Menstruasi yang di alami perempuan dianggap sebagai
kutukan , selama mens truasi perempuan merasakan tubuhnya di didera kenyerian
dan berlangsung t erus -menerus, begitu juga disaat mengalami kehamilan sampai
kepada proses melahi rkan, dan menyusui sert a merawat anak [1]. P andangan
masyarakat t entang menstruasi yang dialami perempuan mengharuskan perempuan
diam dal am ruang sosial yang di ci pt akan oleh masyarakat i tu sendiri dan dijadikan
sebagai budaya. Dengan kata lain budaya memegang peranan pent ing dan membawa
pengaruh kuat dalam sebuah sistem masyarakat .
B. Tuj uan
Bertuju an untuk mengeksplorasi dan mendeskripsi kan makn a menstruasi bagi
perempuan suku Naulu-dusun R ohua kabupat en Maluku Teng ah P rovi ns i Maluku,
baik seb agai Pinamou maupun Nuhu Ne Upu e dalam mel estari kan t radisi
pengasingan.
PEMBAHASAN

A. Rep ro d u k s i Peremp u an
I st i l ah rep rod u ks i b er as a l dar i d ua k at a y ai t u k at a “ re” y ang art i n y a ke mb al i d an k at a
“p rod u ksi ” ya ng art i n y a mem bu at at au m eng h asi l k an . J ad i i s t i l ah rep ro du k s i ber art i ,
s u at u pr os es k ehi du pan m anu s i a d al am m en gh asi l kan k et ur un an de mi k el es t ari an
h i d up ny a. S edan gk an y ang d i s ebu t o rg an rep r od uk s i , ad al ah al at t u bu h ya ng b erf un gs i
d an ber p er an dal am s eran g kai an p ro s es den g an t uj u an un t u k ber kem ban g bi ak at au
m emp erb an yak k et ur un an .
B. Pere mp u a n d a n B u d ay a
Dal am b ud aya un i v ers al , k et er t i nd as an p er emp uan , meru pa kan ma ni v es t asi dar i
p emah aman an t ara bu day a d an al am yan g kem ud i an d i ban d i ng kan d en gan p os i s i l ak i -
l ak i d an per emp ua n p ad a p er an so s i al n ya. S ecara um um , k ebu d ayaan m emb eri k an
p emb eda an a nt ar a mas y arak at m anu s i a d an al am . Keb u day aan ber up ay a
m eng end al i k an dan m eng u asa i al am y an g sel an j u t ny a d i man faat k an un t u k ber bag ai
k epe nt i n g an . Ol eh s eb ab i t u keb u day aan ber ada pad a p o si s i s u pe ri o r d an al am di p i hak
i n fer i or. Kebu d ayaa n d i ci p t akan u nt u k me ng uas ai , m en gel o l a d an men g en d al i k an al am
u nt uk me mpe rt ah ank an kel an g s un ga n k eh i du pan m as yar akat . Dal am hu bu n gan ny a
d eng an l ak i -l ak i d an per emp uan , d en gan d emi k i an p er emp u an s el al u d i as os i as i k an
d eng an al am, da n l ak i - l aki di as o si as i k an de ng an keb u day aan. P erem pu an cen der un g
b erad a p ada po s i s i y ang d i ko nt r o l , d i ken d al i kan d an di k u asa i dan l ak i -l ak i m enj ad i
t o k oh s ent r al y ag ser i n gk al i m enj ad i p eng amb i l su at u kep u t us an .
c. Sejarah Suku Naulu di Dusun Rohua

Berdasarkan paparan tetua adat setempat, Dusun Rohua memiliki arti buah-
buahan karena dahulu tempat ini banyak ditumbuhi pohon durian dan kelapa. Suku
yang mendiami tempat ini adalah suku Naulu yang merupakan penduduk asli atau
pribumi di pulau Seram kabupaten Maluku Tengah. Penduduk asli Dusun Rohua
merupakan pecahan dari kerajaan Nunusaku, kerajaan di pulau Seram (Nusa Ina)
dibawah pimpinan Natu Manue putra pertama Upu Aman Latu Nunusaku (Raja
Kerajaan Nunusaku). Mereka mendiami beberapa wilayah pedalaman di pesisir
selatan Pulau Seram yakni di Bunara, Ahisuru, Hauwalan, Simalou, dan Rohua.
Kelompok ini juga di kenal dengan kelompok “Pata Lima” Pata artinya terpisah
dan Lima artinya lima bagian.
 
E. Keadaan Penduduk Dusun Rohua
Berdasarkan data penduduk tahun 2016, penduduk suku Naulu yang tinggal di dusun Rohua
berstatus kewargenegaraan Indonesia dengan jumlah penduduk 783 jiwa yang terdiri dari 412
Perempuan dan 371 laki-laki dari 72 kepala keluarga. Jumlah anak dalam tiap keluarga sekitar 7-10
anak. Suku Naulu merupakan perpaduan antara suku Alune dan Wamale. Terdapat 5 nama marga
(matarumah/fam) di dusun Rohua yang dipandang sebagai manifestasi dari leluhur mereka yang harus
terus dipertahankan. Ke lima nama marga tersebut yaitu Matoke, Sounawe, Leipary, Peirisa, dan
Soumori. Matarumah Matoke memegang peranan paling tinggi karena merupakan keturunan Raja. .
Dusun Rohua adalah anak desa dari Negeri Sepa, masyarakatnya sangat menghargai figur pemimpin
dalam kesatuan masyarakat Hukum Adat yang yang berasal dari keturunan (matarumah) yang berhak
menyandang gelar pemimpin dan tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Negeri Sepa dikepalai oleh
seorang Raja dan dusun Rohua dipimpin oleh seorang kepala adat sebagai pemimpin tertinggi di negeri
adat tersebut. Hak kepemimpinan mereka diwariskan menurut aturan adat yang berlaku dalam
masyarakatnya.
F. Sistem Pendidikan
Sedari kecil anak-anak suku Naulu dusun Rohua didoktrin agar tidak perlu mengenyam pendidikan
formal dikarenakan masyarakat Rohua tidak terlalu menganggap penting pendidikan formal terlebih
khusus pada anak perempuan sebab mereka akan dengan sendirinya belajar dari alam maupun
pengetahuan tradisional yang diturunkan turun temurun dari orang tua mereka, seperti berburu, bercocok
tanam, membangun rumah, menyiapkan olahan makanan, mencuci, memasak, membantu persalinan,
merakit perlengkapan rumah tangga, membedakan hal baik dan buruk, nilai-nilai kemanusiaan, dan lain-
lain. dalam perkembangan hingga saat ini, orang tua di dusun Rohua mulai menyadari pentingnya
pendidikan formal terkhususnya bagi anak laki-laki, sehingga mereka berupaya menyekolahkan anak-
anak mereka dan berhasil menyelesaikan pendidikan formal di jenjang perguruan tinggi sebanyak 15
orang namun setelah itu mereka akan kembali pulang ke dusun dan melanjutkan hidup seperti
sebelumnya, kebanyakan dari mereka hanya tamatan Sekolah Dasar.
G. Agama dan Kepercayaan Suku Naulu Dusun Rohua
Suku Naulu memahami kehadiran dan keberadaan Tuhan lewat ritual-ritual yang dijalankan, dan
tanda-tanda alam yang terjadi. Setiap peristwa yang dialami mereka sebagai manusia seperti kelahiran,
kemakmuran, kelaparan, kekuatan, dan kematian dipercaya sebagai cara Tuhan berkomunikasi dengan
mereka. Tiap kali kaum laki-laki berburu dan membawa pulang berapapun hasil buruannya dan hasil panen
di ladang, maka mereka harus membawa pulang serta sehelai daun tanaman Cokelat yang paling hijau dan
baik keadaannya. Daun tanaman Cokelat dapat dipetik di pekarangan maupun di hutan, dan harus dipetik
sendiri oleh kaum laki-laki jika perempuan atau istri mereka ingin memetik maka harus seizin suami. Daun
Cokelat dipercaya sebagai persembahan makanan bagi para leluhur mereka, setelah dipetik daun cokelat
tesebut diletakan pada tempat khusus yang telah disiapkan. Mereka percaya terhadap Dinamisme dan
Animisme, dan menamainya dengan “Hisantune”. Namun pemerintah Republik Indonesia tidak mengakui
kepercayaan yang dianut masyarakat Rohua ini sehingga kolom agama yang tertera pada KTP dan surat-
surat formal lain masyarakat Rohua adalah agama Hindu.
H. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian masyarakat dusun Rohua yang paling menonjol adalah di bidang pertanian yakni
berkebun. Hasil panen dari kebun seperti ubi- ubian (talas, singkong, petatas), kelapa, jagung, cokelat,
durian, langsat, kenari, cengkih dan pala akan dijual untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga
mereka, sebagian lagi akan disimpan dan digunakan sebagai olahan bahan makanan mereka.

 
I. Pola Kehidupan Suku Naulu dusun Rohua
Cara berpakaian masyarakat Naulu cukup dipengaruhi perubahan zaman, kebanyakan memakai
pakaian yang dapat dibeli di pertokoan, mulai anak-anak perempuan dan laki-laki mereka mengenakan
pakaian seperti lazimnya anak-anak zaman sekarang yang mengenakan kaus/kemeja, celana
panjang/pendek, rok pendek, pengalas kaki yang beragam. Berbeda dengan pakaian yang dikenakan
perempuan dan laki-laki dewasa yang dibagi atas dua jenis pakaian yaitu pakaian sehari- hari dan
pakaian adat, bagi kaum perempuan dewasa yang sudah menikah dilarang menggunting rambut jika
melanggarnya maka akan dikenakan sanksi adat dan dalam kesehariannya wajib mengenakan atasan
baju/kemeja dari kain bermotif bunga warna-warni yang dililit dan diikat pada pinggang sebagai
bawahan, laki-laki yang telah menikah juga wajib mengenakan kain berang (ikat kepala merah)
berbentuk dua pucuk segitiga dan ikatan biasa tanpa dua pucuk bagi yang belum menikah.
Baju adat yang biasanya dipakai pada acara-acara adat.
Masyarakat suku Naulu tidak mengenal adanya perceraian ataupun poligami dalam pernikahan karena
akan ditimpa musibah sebagai kutukan dari leluhur jika sampai hal tersebut terjadi. Bagi laki-laki
maupun perempuan yang telah berumah tangga apabila selingkuh ataupun melakukan poligami maka
akan dikeluarkan dari dusun, karena hakikatnya Suku Naulu sangat menjujung tinggi kesetiaan.
Masyarakat dusun Rohua memahami rumah tidak hanya sebagai tempat tinggal tetapi juga tempat untuk
mengurusi segala macam urusan adat istiadat, untuk itu pemahaman rumah bagi mereka adalah “rumah
besar” atau rumah adat, dan rumah marga (matarumah/fam) atau rumah tinggal, ke lima matarumah
memiliki “rumah besar” atau rumah adat masing-masing..
I. Tradisi Pengasingan dan Hukum Adat pada perempuan Suku Naulu
Upacara masa dewasa bagi seorang anak perempuan mempunyai arti penting dalam tata
kehidupan masyarakat suku Naulu, sebab pesta adat yang diadakan dalam kaitannya dengan
upacara ini merupakan pernyataan bahwa didalam masyarakat telah bertambah seorang
perempuan dewasa yang telah siap dinikahi dan membangun sebuah rumah tangga.
Upacara ini tidak hanya melibatkan Pinamou, Nuhu Ne Upu e, Tetua adat dan keluarga
tetapi juga melibatkanseluruh masyarakat di dusun tersebut. Proses pelaksanaan upacara
pengasingan Pinamou terdiri dari 6 tahap, yaitu:
(a) Memasukan Pinamou kedalam Posune
(b) Menokok sagu dan berburu
(c) Membersihkan diri
(d) Pemberian pakaian adat
(e) Papar gigi
(f) Pemandian terakhir dan Pesta.
Pelaksanaan rangkaian upacara adat ini hanya dilakukan sekali seumur hidup bagi
perempuan- perempuan di suku Naulu dusun Rohua yang baru pertama kali mengalami
menstruasi, sebagai tanda penerimaan secara adat bahwa perempuan tersebut sah menjadi
perempuan dewasa di dalam dusun tersebut, masyarakat dalam dusun Rohua juga turut
berpartisipasi dalam upacara ini, namun rangkaian upacara ini tidak perlu dilakukan lagi
setiap bulan pada periode menstruasi berikutnya.
Gadis yang mengetahui bahwa ia telah mendapat menstruasi pertamanya, harus segera memberitahu
kepada salah seorang anggota keluarga perempuan yang telah dewasa atau langsung pada ibunya.
Kemudian sang ibu mengumpulkan kerabatnya untuk meyiapkan Posune. Bentuk bangunan Posune
seperti rumah mungil dilingkari tertutup dengan daun kelapa yang bertujuan untuk melindungi Pinamou
dari roh-roh jahat dan penangkal bagi diri Pinamou agar bahaya kenajisan dari tubuhnya tidak sampai
keluar. Setelah Posune selesai dikerjakan, Pinamou segera mereka dimasukan ke dalam Posune. Pinamou
tidak diperbolehkan untuk mandi hanya mengoleskan pasta arang pada seluruh bagian tubuhnya
terkecuali gigi, jadi berapapun lamanya didalam Posune ia tidak boleh mandi sampai akhirnya tiba pada
acara pemandian, yaitu hampir sebulan penuh bagi Pinamou yang baru pertama kali menstruasi dan
kurang lebih 3 hari sampai 2 minggu tergantung masa menstruasi tiap bulan para perempuan di dusun
Rohua. Sementara itu Nuhu Ne Upu e menyiapkan kayu Ang yang dibuatkan menjadi api unggun. Kayu
ini diambil dari rumah adat marganya Pinamou. Selama berada di dalam Posune, semua keperluan
terutama makanan dan minumam dibantu oleh Nuhu Ne Upu e. Bersama orang tua Pinamou keluarga dari
pihak ayah dan Ibu mengadakan rapat untuk menentukan kapan akan dilaksanakan penebangan pohon
sagu untuk menjadi makanan, dan melakukan kegiatan berburu. Setelah bahan makanan dan semua
disiapkan maka orang tua bersama denga Nuhu Ne Upu e menentukan hari keluar bagi Pinamou dan
dilanjutkan dengan acara membersihkan diri yang dipimpin oleh Nuhu Ne Upu e. Nuhu Ne Upu e
memakaikan pakaian adat dan mengoleskan ramua pada wajah Pinamou di depan Posune diikuti oleh
semua kerabat yang menyaksikan hal tersebut. Upacara pemeberian pakaian adat dilakukan di bawah
pimpinan Nuhu Ne Upu e dibantu oleh kerabat dari Pinamou. Pakaian yang dikenakan Pinamou adalah
pakaian adat terdiri dari selembar kain yang menutupi bagian bawah tubuh Pinamou dan bagian tubuh
sebelah atas ditutupi dengan berbagai macam perhiasan. Ia kemudian dituntun berjalan menuju rumah
adat sesuai marga Pinamou dan disaksikan oleh semua orang yang ada di dusun tersebut. Sesampai di
rumah adat, Pinamou dipersilahkan masuk ke dalam rumah adat kemudian duduk beralaskan tikar dan
melipat kedua kakinya kebelakang.
Kepala suku dan Nuhu Ne Upu e mulai melakukan upacara papar gigi, yang diawali
dengan menaikan doa. Selanjutnya mengambil sebuah batu khusus yang digosokkan pada
gigi Pinamou sampai seluruhnya menjadi rata. Setelah dinyatakan rata oleh Kepala suku,
maka proses ini baru dapat dihentikan. Batu yang dipakai untuk upacara papar gigi ini,
dirahasiakan nama dan bentuknya karena dianggap sakral. Keesokan paginya, Pinamou
diantarkan kesebuah sungai yang tidak jauh jaraknya dari dusun dan dimandikan di tempat
tersebut. Nuhu Ne Upu e berdoa untuk memohon keselamatan bagi sang gadis, doa tersebut
merupakan bagian akhir dari seluruh rangkaian ritual Pinamou dan ia dinyatakan sebagai
perempuan dewasa. Selanjutnya disuguhkan juga makanan, jenis makanan yang disiapkan
diantaranya sagu dan pisang seperti yang di sediakan dalam pembuatan nutie. Acara dilanjuti
dengan semua rombongan upacara dan seluruh masyarakat di susun Rohua diundang untuk
mengambil bagian dalam acara makan bersama (makan patita) dan mengikuti pesta.
Perayaan ini dapat berlangsung 30 bahkan sampai 40 hari tergantung dari kesanggupan
keluarga Pinamou. Pinamou tidak diperkenankan meninggalkan Posune walaupun masa
menstruasinya telah lama berakhir, sebelum keluarga selesai menyiapkan keperluan perayaan
dan pesta terakhir.
 
Perempuan suku Naulu dusun Rohua dibentuk dan dikontrol oleh masyarakatnya dengan
gambaran ideal perempuan saat beranjak dewasa ditandai dengan perayaan sesudah diasingkan
dalam Posune pada saat pertama kali menstruasi semakin menguatkan pemahaman masyarakat
tersebut untuk menyambut seorang perempuan dewasa yang siap dinikahkan, dijadikan istri
dan ibu yang juga dikondisikan siap menjalani berbagai tugas di ranah domestik. Hal lain yang
menggambarkan situasi berat bagi perempuan saat harus menjalani dua tugas yaitu sebagai ibu
rumah tangga dengan berbagai tugas yang telah disebutkan diatas dan sebagai Nuhu Ne Upu e
menunjukkan bahwa perempuan melakukan tugas yang lebih banyak dibanding dengan laki-
laki, namun dalam masyarakat suku Naulu dusun Rohua hal ini dianggap sebagai kewajaran
bahkan kewajiban bagi perempuan dalam masyarakat tersebut jika tidak maka berbagai
kesialan atau kutukan dan hukum berupa denda akan diberikan bagi perempuan yang berani
melanggarnya. Denda dalam hukum adat masyarakat suku Naulu dusun Rohua dianggap
sebagai identitas mereka yang diwariskan oleh leluhur, sehingga hal ini menjadi sangat penting
dan tidak boleh diabaikan. Masyarakat percaya jika tidak ditaati maka mereka akan dikutuk
oleh Hisantune dan leluhur. Faktor religus nampaknya menjadi alasan utama perlakuan adat
terhadap para perempuan dalam masyarakat ini, ketakutan akan dikutuk karena melanggar
perintah Tuhan dan leluhur. Ketakutan ini tidak hanya dirasakan Pinamou tetapi juga Nuhu Ne
Upu e yang tidak berdaya untuk menolak perintah dari pemuka adat yang menunjuknya
sebagai Nuhu Ne Upu e.
Selain beban material, denda akan dikenakan bagi perempuan yang tidak mau
dimasukkan ke dalam Posune dan bagi pihak keluarga yang tidak melakukan perayaan. Materi
menjadi standar ukuran yang diberikan bagi perempuan di masyarakat ini, harga dan martabat
dari seorang perempuan dapat diukur dan dinilai dari sebarapa besar perayaan yang dilakukan.
Konsep perayaan juga menjadi peringatan dan pengikat bagi perempuan untuk tidak berani
melakukan hal-hal yang bukan menjadi tugasnya melainkan harus mentaati aturan adat yang
ada dalam masyarakat tersebut, karena sebelumnya seisi dusun telah mengambil bagian
“memeriahkan dan mengawasi” kehadirannya sebagai perempuan dewasa.
Kedudukan perempuan dalam kehidupan adat masyarakat suku Naulu dusun Rohua
adalah sebagai “pemberi kehidupan” dan memegang peranan penting dalam siklus kehidupan
yaitu menjaga keseimbangan dalam keluarga. Namun kenyataan membuktikan bahwa
ketidakadilan telah mengakar kuat dan bertumbuh dalam semua lingkup kehidupan masyarakat
suku Naulu dusun Rohua. Penomorduaan bahkan peniadaan perempuan dalam mengenyam
pendidikan tinggi dan dalam kedudukan adat menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dan
kedudukan adat bukanlah dunia perempuan dalam masyarakat tersebut. Memang tidak ada
larangan bagi perempuan untuk menduduki jabatan sebagai tokoh adat masyarakat dusun
Rohua, tetapi dalam kenyataannya tidak pernah ada perempuan yang terlibat dalam struktur
sosial maupun organisasi adat suku Naulu dusun Rohua. Laki-laki adalah subjek atau pengatur
yang menetapkan tradisi yang harus dilaksanakan perempuan sebagai objek.
Mengenai sistem nilai budaya suku Naulu dalam upacara ritual Pinamou
sangat kuat meresap dan berakar didalam jiwa masyarakat suku Naulu
sehingga dalam zaman modern saat inipun budaya tersebut tetap dijalankan
sebagai upaya pelestarian. Fungsi nilai budaya suku Naulu diharapakan dapat
menjadi pedoman bertingkah laku yang baik. Artinya ada implementasi, dari
nilai- nilai budaya yang dilestarikan oleh masyarakat ke dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai-nilai budaya melalui fungsi simbol dalam setiap upacara
ritual siklus kehidupan suku Naulu dapat menjadi sarana komunikasi,
partisipasi, dan mediasi mengandung konsep nilai budaya yang berkaitan
dengan pengembangan kesadaran dan pemahaman tentang jender.
Manusia dalam kehidupannya selalu dibatasi oleh aturan dan norma. Semuanya itu dibuat
untuk mengatur tatanan kehidupan bersama, setelah mengalami proses norma tersebut pada
akhirnya menjadi suatu adat istiadat yang berlaku secara umum dalam suatu masyarakat.
Demikian juga dengan tradisi pengasingan perempuan pada masyarakat Naulu dusun Rohua
yang dilakukan sejak zaman leluhur, tradisi ini menjadi sebuah keharusan dan diwariskan dari
generasi ke generasi sehingga tradisi ini begitu menyatu dengan kehidupan masyarakat Naulu
dusun Rohua. Bagi masyarakat Naulu tradisi pengasingan perempuan diwariskan oleh leluhur
tujuannya untuk menjaga tatanan kehidupan bersama, jika tidak ada tradisi pengasingan kepada
perempuan di saat menstruasi, maka kehidupan spiritual, moral dan sosial masyarakat akan
hancur.
Tradisi yang dipercaya merupakan warisan leluhur inilah yang mengikat semua anggota
masyarakat terkhusunya kaum perempuan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun bahkan
tidak dapat dihapuskan dari kehidupan mereka. Tradisi ini telah menjadi cerminan kepribadian
perempuan dewasa, yang berawal dari masyarakat, kepercayaan, dan kebiasaan setempat.
Pelestarian tradisi ini merupakan wujud ketaatan dan penghargaan masyarakat kepada Tuhan dan
warisan leluhur.
TERIMA KASIH
By;
Soleha hatapayo
Aprilia Lestari
Sally M Saiya
S i t n a R Ti h u r u a
De s i M a k a t i t a

Anda mungkin juga menyukai